Anda di halaman 1dari 7

Nama : Tangguh Satriyo Pamungkas

NIM : 18040704057

Kelas : 2018A

Tugas : Analisa Kasus Hukum Laut Internasional di Laut Lepas (High Seas)

Pembajakan Kapal MV Sinar Kudus di Somalia

LAUT LEPAS (HIGH SEAS)

Menurut pasal 86 Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) menyatakan
bahwa Laut Lepas (high seas) merupakan semua bagian laut yang tidak termasuk dalam zona
ekonomi eksklusif, dalam laut territorial atau dalam perairan pedalaman suatu Negara, atau
dalam perairan kepulauan suatu Negara kepulauan. Pasal ini tidak mengakibatkan pengurangan
apapun terhadap kebebasan yang dinikmati semua Negara di zona ekonomi eksklusif sesuai
dengan pasal 58 tentang Hak-hak dan kewajiban Negara lain di zona ekonomi eksklusif.

Sedangkan pada pasal 87 Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982)
mengatur tentang Kebebasan Laut Lepas, namun kebebasan ini harus dilengkapi dengan suatu
pengawasan, karena kebebasan tanpa pengawasan dapat mengacaukan kebebasan itu sendiri,
pengawasan tersebut dilakukan agar kebebasan-kebebasan yang diberikan harus tetap mematuhi
ketentuan yang ada, hal ini dilakukan agar kepentingan Negara-negara yang terdapat dilaut lepas
dapat terjamin.

Berdasarkan kebebasan ini, setiap Negara berpantai atau tidak berpantai dapat
mempergunakan laut lepas dengan syarat mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
ketentuan-ketentuan hukum internasional. Berdasarkan pasal 87 UNCLOS 1982, kebebasan-
kebebasan di Laut Lepas diantaranya :

1. Kebebasan berlayar;
2. Kebebasan Penerbangan;
3. Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan mematuhi ketentuan-
ketentuan Bab VI;
4. Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya yang diperbolehkan
berdasarkan hukum internasional, dengan tunduk pada Bab VI;
5. Kebebasan menangkap ikan dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam
bagian 2;
6. Kebebasan riset ilmiah dengan tunduk pada Bab VI dan XIII.

Kebebasan ini akan dilaksanakan oleh semua Negara, dengan memperhatikan sebagaimana
mestinya kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan laut lepas itu, dan juga
dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam Konvensi ini yang bertalian
dengan kegiatan di Kawasan.

PEMBAJAKAN KAPAL MV SINAR KUDUS

Pembajakan kapal di laut lepas (piracy) merupakan suatu bentuk kejahatan internasional
yang memberikan yuridiksi kepada Negara manapun untuk mengambil langkah tegas
terhadapnya. Pasal 101 yang terdapat pada Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS
1982) mendefinisikan pembajakan (piracy) sebagai suatu aksi yang mencakup tindakan
pelanggaran hukum dengan kekerasan, pengambil alihan dan tindakan memusnahkan yang
dilakukan untuk tujuan pribadi atau kelompok. Pembajakan (piracy) menurut tempat kejadian
tindak pidana (locus delictie) tersebut terjadi di laut lepas. Sedangkan Perompakan Bersenjata
(Armed Robbery) menurut Pasal 438 KUHP dikualifikasikan tentang pembajakan di luar laut
teritorial yang dilakukan oleh nahkoda atau awak kapal yang mengetahui kapalnya digunakan
untuk melakukan perbuatan kekerasan ditengah laut. Pasal 439 KUHP mengatur tentang
pembajakan di pantai dengan menggunakan kapal, melakukan kekerasan terhadap kapal yang
ada dalam daerah laut Indonesia (Surbakti, 2016).

Dalam pembajakan Kapal MV Sinar Kudus yang dilakukan oleh sekelompok perompak
di Somalia, hal yang diminta oleh sekelompok perompak Somalia tersebut adalah uang tebusan
sebesar RP. 38,5 Milyar.
Kasus Posisi

16 Maret 2011

Kapal Motor MV Sinar Kudus dibajak perompak Somalia di Semenanjung Somalia. Kapal ini
berencana melakukan perjalanan dari Pomalaa, Sulawesi Selatan, menuju Rotterdam, Belanda.
Awak kapal berjumlah 20 orang. Perompak meminta tebusan US$ 1 juta atau sekitar Rp 9 miliar.

18 Maret

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengambil keputusan untuk melindungi anak buah
kapal yang merupakan WNI yang disandera melalui berbagai opsi :

a. Membebaskan kapal dengan operasi khusus bila sedang di laut


b. Menyiapkan rencana cadangan bila kapal lego jangkar
c. Menggunakan kekuatan militer dengan mengirimkan dua kapal fregat dan pasukan
khusus

9 April

Respons tak kunjung datang, perompak pun menaikkan nilai tebusan kepada pemilik kapal, PT
Samudera Indonesia. Jika awalnya hanya meminta US$ 1 juta atau sekitar Rp 9 miliar, sekarang
mereka meminta US$ 3,5 juta atau Rp 31,5 miliar.

10 April

- Pembajak memberi batas waktu dua hari untuk pembayaran tebusan. Jika tak direspons, mereka
mengancam akan menaikkan nilai tebusan.

- Juru Bicara Kepresidenan Bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menyatakan pemerintah telah
melakukan upaya pembebasan awak kapal MV Sinar Kudus.

11 April

- PT Samudera Indonesia mengumpulkan anggota keluarga ABK di Jakarta untuk memberikan


informasi terkait kondisi keluarga mereka di Somalia.

- Presiden SBY menekankan agar pembebasan 20 ABK MV Sinar Kudus dilakukan dengan
negosiasi yang cermat.

- Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan semua opsi, termasuk operasi
militer terbuka untuk membebaskan 20 awak kapal Sinar Kudus.

13 April

- Dubes Somalia untuk Indonesia, Mohamud Olow Barow, menyampaikan permintaan maafnya
kepada pemerintah Indonesia.

- Dubes Somalia mempersilakan pemerintah Indonesia menggunakan aksi militer jika negosiasi
menemui jalan buntu.

30 April

Perompak membebaskan kapal MV Sinar Kudus setelah menerima uang tebusan Rp 38,5 miliar.

1 Mei

Tepat Pukul 06.00 waktu setempat sandera akhirnya dilepaskan tetapi dengan cara membawa
Sinar Kudus berlayar ke Eyl, sekitar 80 nautical mile dari pantai Eyl Dhahanan ( El Dhanan ),
wilayah basis para perompak. Para perompak ini turun di tiga titik berbeda secara bertahap
sampai akhirnya kapal Sinar Kudus MV tiba di Eyl. Namun, setelah perompak terakhir turun dari
Sinar Kudus, perompak laut dari kelompok lain rupanya sudah siap bersiap mengejar dan
bermaksud menguasai kembali kapal tersebut, Tampaknya selain menggunakan modus lepas,
lalu dirompak lagi, para perompak di Somalia diduga terkait dengan jaringan International.
Adanya agen khusus yang menjadi perantara perompak dengan perusahaan pemilik kapal yang
dibajak memperkuat kecurigaan itu. Mengetahui gelagat tersebut TNI AL mengirimkan 2 sea
rider berhadapan dengan dua speed boat perompak yang juga berkekuatan penuh. Speed Boat
akhirnya dapat dikuasai dan 4 (empat) orang perompak Somalia tewas ditempat. Pada Pukul
13.10 Sinar Kudus MV dapat dikuasai sepenuhnya oleh tim satgas dan dengan dikawal KRI
Banjarmasin menuju pelabuhan Salalah, Oman. Selama ini rata-rata yang dibutuhkan untuk
tercapainya pembebasan adalah lebih dari 150 hari dan waktu tersingkat 60 hari. Tidak ada 1
(satu) Negara pun yang bisa membebaskan kurang dari 150 hari, namun Tim Satgas Merah Putih
mampu membebaskan para sandera hanya dalam waktu 46 hari saja. (Calvin agasta dkk, 2016).
ANALISIS

 Berdasarkan UNCLOS 1982

Laut Lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam laut territorial
atau dalam perairan dalam suatu Negara, pada Pasal 86 UNCLOS 1982 memberikan
pengertian laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona
ekonomi eksklusif, laut territorial atau perairan pedalaman suatu Negara, atau perairan
kepulauan suatu Negara kepulauan, yang tidak mengakibatkan pengurangan apapun terhadap
kebebasan yang dinikmati semua Negara di zona ekonomi eksklusif. Laut lepas terbuka
untuk semua Negara baik itu Negara berpantai maupun Negara tidak berpantai. Prinsip yang
digunakan dalam konsep laut lepas menggunakan prinsip kebebasan, Prinsip kebebasan itu
berarti tidak berlakunya kedaulatan, hak berdaulat atas yurisdiksi suatu Negara yang telah
diatur dalam Pasal 87 UNCLOS 1982.

Sedangkan kejahatan pembajakan/perompakan juga diatur dalam UNCLOS 1982 pada


Pasal 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, dan Pasal 107.

 Pasal 100 UNCLOS 1982 tentang Kewajiban untuk kerjasama dalam penindasan
pembajakan di laut
menyatakan bahwa Semua Negara haus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasam
pembajakan di laut lepas di tempatmlain manapun di luar yurisdiksi suatu Negara
 Pasal 101 UNCLOS 1982 tentang Batasan pembajakan di laut
1. Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan
memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang
dari suatu kapal atau pesawat udara swasta, dan ditujukan:
a. Di laut lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain atau terhadap orang atau barang
yang ada di atas kapal atau pesawat udara demikian;
b. Terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat di luar
yurisdiksi Negara manapun
2. Setiap tindakan turut serta sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat
udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara
pembajak
3.Setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja membantu tindakan yang disebutkan
dalam sub-ayat (a) atau (b)
 Pasal 102 UNCLOS 1982 tentang Perompakan oleh suatu kapal perang, kapal atau
pesawat udara pemerintah yang awak kapalnya telah berontak
 Pasal 103 UNCLOS 1982 tentang Batasan kapal atau pesawat udara perompak
 Pasal 104 UNCLOS 1982 tentang Tetap dimilikinya atau kehilangan kebangsaan
atau pesawat udara perompak
 Pasal 105 UNCLOS 1982 tentang Penyitaan suatu kapal atau pesawat perompak
 Pasal 106 UNCLOS 1982 tentang Tanggung jawab atas penyitaan tanpa alasan
yang cukup
 Pasal 107 UNCLOS 1982 tentang Kapal atau pesawat udara yang berhak menyita
karena perompakan

 Yurisdiksi Negara yang berwenang menyelesaikan kasus sengketa

Status kapal yang dirompak di lepas pantai Somalia adalah kapal dengan berbendera
Indonesia. Hukum Indonesia dapat diterapkan dalam kasus tersebut mengingat undang-
undang Negara bendera berlaku pada semua orang yang terdapat di atas kapal. Oleh sebab
itu, Indonesia dapat melindungi warga negaranya dengan menegakkan yurisdiksinya untuk
menyelesaikan aturan mengenai kejahatan pelayaran yang terdapat di dalam KUHP pada
Pasal 438-439.

Pasal 438 KUHP dikualifikasikan tentang pembajakan di luar laut teritorial yang
dilakukan oleh nahkoda atau awak kapal yang mengetahui kapalnya digunakan untuk
melakukan perbuatan kekerasan ditengah laut. Pasal 439 KUHP mengatur tentang
pembajakan di pantai dengan menggunakan kapal, melakukan kekerasan terhadap kapal yang
ada dalam daerah laut Indonesia.

 Bagaimana penyelesaian sengketa


Begitu mendengar Perompakan kapal berbendera Indonesia, pada tanggal 17 Maret 2011
pemerintah mulai aktif bekerja dibawah Kordinasi Menteri Politik Hukum dan Keamanan.
Pemerintah Melibatkan Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara (BIN) maupun
Tentara Nasional Indonesai (TNI). Mengingat kasus ini tidak biasa dan menyangkut
keselamatan 20 orang Warga Negara Indonesai (WNI di Luar Negeri).

Pada tanggal 18 Maret 2011, tepatnya 2 hari setelah MV Sinar Kudus dikuasai oleh
perompak Somalia, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengambil keputusan untuk
melindungi ABK yang merupakan WNI yang disandera melalui berbagai opsi, salah satunya
adalah dengan menggunakan kekuatan militer. Proses pembebasan ini dimulai dengan
rencana pembentukan tim pembebasan yang terdiri dari Marinir, Kopassus, dan Kopaska.

Usaha pembebasan tawanan pembajakan melalui operasi militer dan negoisasi yang bijak
dilakukan Indonesia sudah tepat sebagai upaya pembebasannya, karena yang terpenting
adalah bagaimana Warga Negara Indonesia yang disandera perompak Somalia dapat selamat
semua walaupun dengan uang tebusan yang tidak sedikit. Setelah menerima uang tebusan
para perompak turun dan meninggalkan MV Sinar Kudus. Tidak lama kemudian dilakukan
aksi tindakan militer untuk melakukan pengejaran perompak, karena perompak mengetahui
hal itu mereka pun ikut menyerang dan baku tembak pun tak terelakkan. Empat perompak
yang terkena tembakan dinyatakan tewas ditempat dalam operasi militer ini. Dan menjadi
prestasi tersendiri dari TNI dan Pemerintah Indonesia serta semua elemen yang tergabung
dalam pembebasan ini, dikarenakan mampu membebaskan para sandera hanya dalam waktu
46 hari saja.

Anda mungkin juga menyukai