Anda di halaman 1dari 10

Rangkuman Kasus :

1. pada tanggal 2 Agustus 1926, kapal berbendera Pranti “Liberty” berlayar menuju
Conti wilayah Turina (Kapten Herman). di hari yang sama, kapal berbendera Turina
“BOZ-KIRT” (kapten Hassan) melewati laut lepas.
2. lalu terjadi tabrakan antara kedua kapal yang terjadi di laut lepas dekat
Mylene-Yutan. Boz-kirt karam dan akhirnya tenggelam akibat tabrakannya.
3. kapal Liberty memberikan upaya terbaiknya untuk menyelamatkan kapal Turina dan
penumpangnya ada di kapal tersebut. Namun Liberty hanya mampu 10 penumpang
yang berada di kapal Boz-kirt, namun tetap 8 orang di kapal tersebut meninggal
dunia.
4. Kapten Herman berkewarganegaraan Pranti diinterogasi oleh pejabat Turina ketika
kapalnya sampai di Conti pada tanggal 3 agustus dan menunjukkan bukti tabrakan
5. 5 agustus 1926 = kapten Pranti dan Turina ditangkap oleh pejabat Turina tanpa
informasi sebelumnya
6. kedua kaptennya dituduh dan didakwa melakukan pembunuhan tidak disengaja
7. pemerintah Pranti menentang penangkapan dan tuduhan ini karena tidak
mempunyai informasi sebelumnya bahwa kapten mereka ditangkap dan dituduh.
8. 28 agustus 1926 = kasus disidangkan oleh pengadilan di Turina, dan kapten Herman
berpendapat bahwa pemerintah Turina tidak mempunyai yurisdiksi untuk
mengajukan kasus terhadapnya. maksudnya, karena kecelakaan itu terjadi di laut
lepas (wilayah laut yang tidak dikuasai negara manapun), maka negara yang
mempunyai kekuasaan absolut adalah negara yang benderanya dikibarkan di kapal
itu dan itu adalah Pranti. Namun, Pengadilan Turina menolak argumen ini.
9. Kapten Herman dijatuhi hukuman penjara karena membunuh penumpang di
dalamnya selama 80 hari dengan denda 22 pound.
10. kapten Hassan dijatuhi hukuman yang lebih berat.
11. menurut kapten herman dan perwakilannya, keputusan yang diberikan pengadilan
Turina ini bersifat diskriminatif, sehingga melanggar hukum yurisdiksi Internasional.
meskipun kapal Pranti membantu para penumpang tersebut untuk keluar dari
tragedy itu hidup-hidup. Jadi, Turina tidak punya hak untuk mengajukan kasus
apapun terhadap pranti
12. ada perjanjian khusus yang didaftarkan oleh pemerintah Pranti dan perwakilan
Turina pada tanggal 12 oktober 1926 = proses lebih lanjut atas kasus ini akan diatur
di Mahkamah Internasional Atma Nations sesuai dengan hukum internasional Atma
Nations dan Pasal 35 Peraturan pengadilan
13. terjadi perselisihan antara kedua negara karena Pranti ini membebaskan Kapten
Herman dari kasus ini dan menghapus semua dakwaan yang dituduhkan. namun,
Turina berpendapat bahwa Kapten Herman bertanggung jawab atas kerugian
tersebut dan dia harus dipenjara dan didenda.
14. akhirnya mereka memutuskan untuk menyelesaikan perselisihan mengenai
administrasi di Mahkamah Internasional Atma Nations
ARGUMEN :
1. Apakah turina melanggar hukum internasional ketika pengadilan turina menjalankan
yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan oleh warga negara pranti di luar turina?

Audrey:
● Turina telah melanggar hukum internasional dan tidak memiliki yurisdiksi atas
kejahatan tersebut. Karena kecelakaan tersebut terjadi di laut lepas dan berdasarkan
Pasal 92 ayat (1) UNCLOS, kapal yang sedang berlayar di laut lepas hanya tunduk
pada yurisdiksi dari negara kebangsaan kepal tersebut kecuali dalam hal-hal tertentu
yang diatur jelas di dalam perjanjian internasional maupun di dalam UNCLOS.

● Dalam Pasal 97 ayat (1) UNCLOS ditegaskan bahwa apabila terjadi suatu peristiwa
tubrukan kapal atau insiden pelayaran lainnya dalam bentuk apapun yang
menyangkut sebuah kapal di laut lepas berkenaan dengan tanggung jawab kriminal
ataupun masalah disiplin nahkoda atau siapapun juga yang sedang dalam suatu
dinas kapal, hanya boleh dituntut secara kriminal di hadapan badan peradilan atau
diproses atas masalah disiplinnya di hadapan pejabat administratif dari negara
bendera atau negara kebangsaan dari kapal itu atau negara yang merupakan
kewarganegaraan orang yang bersangkutan. Maka yang dapat diperbolehkan untuk
melakukan penuntutan secara pidana maupun menjatuhkan hukuman disiplin
terhadap kapten herman adalah pemerintah Pranti.

● Selain itu, Pasal 97 ayat (3) UNCLOS melarang untuk melakukan penangkapan
ataupun penahanan oleh pejabat dari negara manapun terhadap kapal yang
bertabrakan, meskipun hanya sebagai tindakan pemeriksaan, kecuali oleh pejabat
dari negara bendera kapal tersebut.

● Kapten herman telah memberikan upaya terbaiknnya untuk menyelamatkan kapal


turina dan penumpang yang ada di dalam kapal tersebut. Hal tersebut dapat
dikatakan bahwa kapten herman telah menjalankan kewajibannya untuk memberikan
bantuan setelah terjadinya tubrukan sesuai dengan Pasal 98 ayat (1) huruf c
UNCLOS yang berbunyi “setelah suatu tubrukan, untuk memberikan bantuan pada
kapal lain itu, awak kapal dan penumpangnya dan dimana mungkin, untuk
memberitahukan kepada kapal lain itu nama kapalnya sendiri, pelabuhan
registrasinya dan pelabuhan terdekat yang akan didatanginya”.
Angel
- Tindakan dari Turina ini juga melanggar Pasal 94 ayat (7), dimana dalam Pasal ini
menyatakan “mewajibkan setiap negara untuk melakukan pemeriksaan oleh
pejabatnya yang berwenang atas setiap kecelakaan kapal atau insiden pelayaran
lainnya di laut lepas yang menyangkut kapal yang berkebangsaan dari negara yang
bersangkutan yang mengakibatkan hilangnya nyawa atau luka berat dari seseorang
yang berkewarganegaraan negara lain ataupun kerusakan berat dari kapal ataupun
instlasi negara lain”. Jadi, kedua negara ini harus bekerja sama dalam pemeriksaan
atas setiap kecelakaan laut ataupun setiap insiden lainnya. Namun dalam kasus ini,
Kedua kapten kapalnya ditangkap dan dituduh oleh pihak Turina tanpa adanya
pemeriksaan lebih lanjut setelah interogasi pada Kapten Herman saat itu.
- Seharusnya Pihak Turina memberikan informasi atau pemberitahuan terlebih dahulu
tentang penangkapan kedua kapten tersebut.

- Convensi Vienna 1963 Mengenai Hubungan Consuler, Pasal 36 (2)


pasal 39 ayat 2b, pejabat yang berwenang di negara penerima harus
memberitahukannya bahwa warga negara dari negara tersebut ditangkap atau
dimasukkan ke dalam penjara/tahanan sambil menunggu persidangan, atau ditahan
dengan cara lain. dalam artian bahwa pejabat-pejabat yang bersangkutan wajib
memberitahukan kepada yang bersangkutan tanpa keterlambatan haknya.

- Dalam penyelesaian kasus ini, perlu menggunakan prinsip good faith, dimana prinsip
ini sangat fundamental untuk diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa
internasional. dimana prinsip ini, mencegah timbulnya sengketa yang dapat
mempengaruhi hubungan baik antar negara.

Wushu:
- Selain dari UNCLOS, prinsip Freedom of the High Seas yang kurang lebih
menyatakan hal yang sama. Bahwa hukum yang berlaku dalam laut lepas adalah
bendera negara yang dikibarkan olehnya.
- Sebab bendera Pranti yang dikibarkan pada saat kecelakaan, maka hukum
yang berlaku pada Kapten Herman adalah hukum Pranti. Turina tidak
memiliki jurisdiksi secara territorial atau personal dalam perkara ini
- Pasal 11 Convention of the High Seas merupakan dasar yang dipertegas dalam
Pasal 97 (3) UNCLOS mengenai siapa yang memiliki jurisdiksi untuk menangani
perkara dalam laut bebas.

- Mengenai kompensasi finansial, kami tidak memiliki rujukan secara materiil tetapi
kami setuju bahwa atas dasar ICCPR Pasal 9 Ayat 5 yang berbunyi
Anyone who has been the victim of unlawful arrest or detention shall have an
enforceable right to compensation.
Kami rasa sejenis
DENI AHMAD MUTAQIN

Pada tanggal 02 Agustus 1926, terjadi kecelakaan antara dua kapal yang berlayar di lautan
lepas, dekat Mylene, Yutan. Dua kapal tersebut di antaranya ialah kapal berbendera Pranti
“Liberty” dengan kapten bernama Herman dan kapal berbendera Turina “BOZ-KIRT” dengan
kapten bernama Hassan. Akibat dari kecelakaan tersebut, kapal dengan berbendera Turina
tenggelam, sedangkan kapal berbendera Pranti tidak. Dalam kecelakaan tersebut, kapal
berbendera Pranti berusaha untuk menyelematkan setiap orang yang berada di kapal yang
karam, namun hanya 10 orang yang dapat diselamatkan dan 8 orang meninggal dunia.

Pada 03 Agustus 1926, Kapten Herman yang berkewarganegaraan Pranti diintegorasi oleh
pejabat Turina dan berlanjut ditangkap tanpa pemberitahuan sebelumnya. Kemudian,
Kapten Herman didakwa atas tuduhan telah melakukan pembunuhan tidak sengaja dan
diadili di persidangan Turina.

Berdasarkan peristiwa tersebut, tuduhan pembunuhan tidak sengaja yang dilayangkan


kepada Herman sebagai kapten kapal berbendera Pranti tidaklah benar. Perlu kita ingat
bahwa kedua kapal bertabrakan, baik kapal berbendera Turina, maupun terkhusus kapal
berbendera Pranti, tidak menabrak maupun ditabrak. Peristiwa ini murni kecelekaan yang
terjadi di laut lepas, dekat Mylene, Yutan.

Herman yang digugat telah melakukan pembunuhan tidak sengaja tidak dapat dibuktikan
atas peristiwa ini. Mengacu pada hukum internasional, pembunuhan tidak disengaja hanya
berlaku pada keadaan ketika perang dan konflik yang berisikan tentang usaha untuk
melindungi individu yang tidak terlibat dalam konflik (seperti warga sipil, pekerja medis, atau
orang yang terluka) dan menetapkan batasan-batasan bagi pihak yang terlibat dalam konflik
dalam penggunaan kekuatan untuk meminimalkan kerugian manusia yang tidak perlu.
Dalam hal tersebut, baik kapal berbendera Turina maupun Pranti tidak sedang terlibat dalam
konflik maupun peperangan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tuduhan telah melakukan
pembunuhan tidak sengaja sangatlah tidak tepat untuk didakwakan kepada Herman sebagai
kapten kapal berbendera Pranti.

Kemudian, terkait yang dilakukan oleh pemerintah Turina dengan diadilinya Herman sebagai
Kapten Kapal Berbendera Pranti merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan, karena
bukanlah wewenang pemerintah Turina untuk melakukan hukuman terhadap warga negara
lain yang bahkan kejadian dari peristiwa hukum tersebut tidak berlangsung dalam wilayah
kedaulatan Turina. Turina tidak memiliki argumen yang masif untuk menggugat Herman,
karena meskipun apabila Turina memiliki yurisdiksi ekstrateritorial laut, maka yurisdiksi
tersebut tetap tidak berlaku karena syarat dari yurisdiksi tersebut adalah peristiwa harus
terjadi di wilayah atau setidaknya di batas-batas wilayah suatu negara, dan dalam hal ini
kejadian tabrakan tersebut tidaklah terjadi di wilayah kekuasaan manapun.

Kemudian, mengacu pada pasal 97 tentang Yurisdiksi pidana dalam perkara tubrukan laut
atau tiap insiden pelayaran lainnya, menyatakan bahwa dalam hal terjadinya suatu tubrukan
atau insiden pelayaran lain apapun yang menyangkut suatu kapal di laut lepas, berkaitan
dengan tanggung jawab pidana atau disiplin nakhoda atau setiap orang lainnya di atas
kapal. Dengan demikian, apabila Turina bersikeras menyatakan bahwa peristiwa tersebut
merupakan tindak pidana, tetaplah Turina tidak memiliki wewenang untuk mengadili karena
bukanlah tanggung jawab pengadilan Turina dalam menyelesaikan peristiwa tersebut. Selain
itu, ketika sebuah negara mengambil tindakan hukum terhadap negara lain atas kejahatan
yang dilakukan oleh negara tersebut di luar wilayahnya, tentu terdapat sejumlah faktor yang
perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah tindakan tersebut melanggar hukum
internasional. Dalam hukum internasional, prinsip kedaulatan negara diakui. Namun, ada
beberapa situasi di mana negara dapat menuntut atau menghukum negara lain atas
kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya. Salah satunya adalah jika tindakan tersebut
dianggap sebagai kejahatan yang melanggar norma-norma internasional yang diakui secara
umum, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau kejahatan perang. Dalam
kasus-kasus semacam itu, prinsip yurisdiksi universal dapat diterapkan, yang
memungkinkan negara untuk mengambil tindakan hukum terhadap negara lain atas dasar
pelanggaran serius terhadap hukum internasional, terlepas dari lokasi kejadian atau
kebangsaan pelaku kejahatan. Namun, tindakan semacam itu sering kali kompleks dan
dapat memiliki implikasi politik serta hukum yang rumit. Keputusan untuk mengambil
tindakan hukum terhadap negara lain atas kejahatan yang dilakukan di luar wilayah negara
biasanya memerlukan analisis yang cermat terhadap perjanjian internasional yang berlaku,
prinsip-prinsip hukum internasional yang relevan, dan adanya bukti yang kuat terkait
pelanggaran hukum internasional yang diakui. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
telah dilakukan pemerintah Turina merupakan suatu kesalahan untuk mengadili warga
negara asing yang bahkan tindak pidana yang dianggap terjadi di luar wilayah kedaulatan
Turina itu sendiri.

Dikarenakan Turina telah melakukan pelanggaran hukum internasional dengan mengadili


WNA tak bersalah, maka Turina diwajibkan untuk membayar kompensasi atau ganti rugi
kepada warga negara asing yang terkena dampak dari tindakan yang salah tersebut.
Kerugian yang harus dibayarkan oleh negara tersebut dapat mencakup beberapa hal,
seperti:

1. Ganti Rugi Finansial:

Merujuk pada kerugian finansial yang langsung dialami oleh warga negara asing akibat dari
penahanan yang salah, tindakan hukum yang tidak adil, atau kerugian materiil lainnya.

2. Biaya Hukum dan Pengadilan:

Termasuk biaya yang telah dikeluarkan oleh warga negara asing dalam proses hukum,
seperti biaya pengacara, biaya pengadilan, atau biaya lain yang terkait dengan proses
hukum yang salah.

3. Kerugian Moril atau Psikologis:

Meliputi dampak emosional, mental, atau stres yang dialami oleh warga negara asing akibat
dari penahanan atau perlakuan hukum yang tidak adil.

4. Kehilangan Peluang atau Pendapatan:


Jika ada kehilangan peluang atau pendapatan yang dialami oleh warga negara asing karena
penahanan yang salah atau tindakan hukum yang tidak adil, negara tersebut dapat
diwajibkan membayar ganti rugi atas kerugian ini.

Selain dari itu, mengacu pada ayat 5 pasal 9 Kovenan terdapat pernyataan yang
menyatakan bahwa siapa pun yang menjadi korban penangkapan atau penahanan yang
tidak sah mempunyai hak yang dapat dipaksakan untuk mendapatkan kompensasi. Seperti
paragraf 4, paragraf 5 mengartikulasikan contoh spesifik mengenai upaya pemulihan yang
efektif terhadap pelanggaran hak asasi manusia, yang harus ditanggung oleh
Negara-negara Pihak. Pemulihan khusus tersebut tidak menggantikan, namun disertakan
bersama, pemulihan lainnya yang mungkin diperlukan dalam situasi tertentu bagi korban
penangkapan atau penahanan yang tidak sah atau sewenang-wenang berdasarkan pasal 2,
ayat 3 Kovenan. Meskipun paragraf 4 memberikan upaya hukum yang cepat untuk
dibebaskan dari penahanan tidak sah yang sedang berlangsung, paragraf 5 mengklarifikasi
bahwa korban penangkapan atau penahanan tidak sah juga berhak atas kompensasi
finansial. Ayat 5 mewajibkan Negara-negara Pihak untuk menetapkan kerangka hukum di
mana kompensasi dapat diberikan kepada korban, sebagai hak yang dapat ditegakkan dan
bukan karena kemurahan hati atau kebijaksanaan. Upaya penyelesaiannya tidak boleh
hanya sekedar teori, namun harus berjalan secara efektif dan pembayaran harus dilakukan
dalam jangka waktu yang wajar. Ayat 5 tidak merinci secara spesifik bentuk prosedur yang
dapat mencakup upaya hukum terhadap Negara itu sendiri atau terhadap pejabat Negara
yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut, sepanjang upaya tersebut efektif. Ayat
5 tidak mensyaratkan dibentuknya suatu prosedur tunggal yang memberikan kompensasi
atas segala bentuk penangkapan yang melanggar hukum, namun hanya terdapat suatu
sistem prosedur yang efektif yang memberikan kompensasi dalam semua kasus yang
tercakup dalam ayat 5. Ayat 5 tidak mewajibkan Negara-negara Pihak untuk memberikan
kompensasi. korban sua sponte, namun membiarkan mereka meninggalkan dimulainya
proses untuk mendapatkan kompensasi atas inisiatif korban. Penangkapan dan penahanan
yang melanggar hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 5 mencakup penangkapan dan
penahanan yang terjadi dalam proses pidana atau non-kriminal, atau tanpa adanya proses
sama sekali. Sifat penangkapan atau penahanan yang “melanggar hukum” dapat
disebabkan oleh pelanggaran terhadap hukum dalam negeri atau pelanggaran terhadap
Kovenan itu sendiri, seperti penahanan yang secara substantif sewenang-wenang dan
penahanan yang melanggar persyaratan prosedural paragraf lain dari pasal 9. Namun, fakta
bahwa seorang terdakwa pidana pada akhirnya dibebaskan, pada tingkat pertama atau
pada tingkat banding, tidak dengan sendirinya menjadikan penahanan sebelumnya sebagai
“melanggar hukum”. Kompensasi finansial yang disyaratkan oleh paragraf 5 berkaitan
secara khusus dengan kerugian berupa uang dan non-uang yang diakibatkan oleh
penangkapan yang tidak sah atau penahanan. Bila tidak sahnya penangkapan itu timbul
karena adanya pelanggaran hak asasi manusia lainnya, seperti kebebasan berekspresi,
yang mungkin dimiliki oleh Negara Pihak kewajiban lebih lanjut untuk memberikan
kompensasi atau reparasi lainnya sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran lain
tersebut, sebagaimana disyaratkan oleh pasal 2, ayat 3 Kovenan.

Pertanyaan Adjudicator :
1. Kenapa yakin dengan argumen kamu (sbg tim responden)?? apa yang mendukung
dasar dari argumen kamu sebagai tim dari responden (tergugat)?
2. Di dalam Pasal 89 berbunyi “Tidak ada satu negara pun yang secara sah dapat
menyatakan bahwa wilayah mana pun di laut lepas berada di bawah kedaulatannya”.
Jadi kenapa pihak kalian (responden) masih berpegang teguh kalau pihak kami
(applicant) bersalah, sedangkan sudah jelas isi dari Pasal 89 itu, bahwa kalian
(responden) tidak berhak atas tuduhan kepada klien kami (applicant)
3. Apa peran asuransi kapal dalam konteks penyelesaian hukum internasional terhadap
kapal yang mengalami tabrakan di wilayah laut lepas? (nanti dicari dasar hukumnya
dan dikaitkan sama kasus ini)

Aloa

1. Hak Kedaulatan Negara:

-Turina mungkin mengklaim bahwa negaranya memiliki hak kedaulatan


atas wilayah tertentu berdasarkan sejarah, budaya, atau faktor-faktor
lain yang diakui oleh hukum internasional.

2. Kepentingan Ekonomi dan Sosial:

-Turina dapat mengemukakan argumen bahwa mempertahankan


wilayah tertentu memiliki dampak positif pada ekonomi dan
kesejahteraan masyarakatnya. Ini dapat mencakup klaim atas sumber
daya alam, akses ke pasar, atau dampak positif lainnya.

3. Prinsip-Prinsip Hukum Internasional:

-Turina mungkin merujuk pada prinsip-prinsip hukum internasional,


seperti prinsip-prinsip non-agresi, penyelesaian sengketa damai, dan
prinsip-prinsip lain yang menopang klaimnya.
4. Bukti Sejarah dan Kultural:

-Turina dapat menyajikan bukti sejarah dan kultural yang mendukung


klaim atas wilayah tersebut. Ini dapat melibatkan bukti sejarah
penempatan penduduk, keberadaan batas alamiah, atau klaim historis
lainnya.

5. Pengakuan Internasional

-Turina mungkin merujuk pada pengakuan internasional atas


kedaulatannya atas wilayah tersebut oleh negara-negara lain sebagai
argumen pendukung.

6. Hukum Konvensi dan Perjanjian

-Turina bisa mencari dukungan dari ketentuan-ketentuan dalam


konvensi atau perjanjian internasional yang relevan yang dapat
menopang klaimnya.

7. Penyelesaian Sengketa damai

- Turina mungkin menekankan keterlibatan dalam penyelesaian


sengketa damai melalui negosiasi atau mekanisme penyelesaian
sengketa internasional yang diakui.

Perlu dicatat bahwa argumen dalam kasus hukum internasional harus


mempertimbangkan konteks hukum dan fakta-fakta yang bersangkutan. Apakah
kasus turina yang Anda maksud melibatkan sengketa perbatasan, klaim atas suatu
wilayah, atau isu internasional lainnya, argumen yang digunakan akan sangat
tergantung pada rincian dan konteks kasus tersebut.
● selain itu juga Dalam sistem peradilan yang adil, tugas pengadilan adalah
untuk memutuskan apakah tuduhan yang diajukan oleh salah satu pihak
(dalam kasus ini, apakah tuduhan yang diajukan oleh Turina) sah atau tidak.
Pengadilan melakukan ini dengan mempertimbangkan fakta, bukti, dan
argumen yang disajikan oleh kedua belah pihak.
​ Persidangan

-Pihak-pihak yang bersengketa menyajikan argumen, bukti, dan


kesaksian mereka di hadapan pengadilan selama persidangan.

​ Pertimbangan Bukti:

-Pengadilan mempertimbangkan bukti yang diajukan oleh kedua belah


pihak. Ini dapat mencakup dokumen, kesaksian saksi, dan barang bukti
lainnya.

​ Hukum yang Berlaku:

-Pengadilan menerapkan hukum yang berlaku untuk menilai apakah


tuduhan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan yang
relevan.

​ Analisis Argumen:

-Pengadilan menganalisis argumen yang disajikan oleh kedua belah


pihak untuk memastikan bahwa mereka sesuai dengan hukum dan
berfokus pada isu-isu yang relevan dalam kasus.

​ Kesimpulan Hukum:

-Berdasarkan pertimbangan semua unsur tersebut, pengadilan


membuat kesimpulan hukum terkait apakah tuduhan tersebut sah atau
tidak.

Penting untuk dicatat bahwa dalam pengadilan, prinsip praduga tak bersalah berlaku,
yang berarti bahwa pihak yang dituduh dianggap tidak bersalah hingga terbukti
bersalah melalui bukti yang meyakinkan.

Pada akhirnya, pengadilan memiliki tanggung jawab untuk mengambil keputusan


yang adil dan sesuai dengan hukum. Apakah tuduhan yang diajukan oleh Turina atau
pranti tersebut sah atau tidak, bergantung pada fakta dan hukum yang relevan dalam
kasus tersebut.

Anda mungkin juga menyukai