Anda di halaman 1dari 6

I.

FAKTA HUKUM

1. Kasus Lotus merupakan kasus yang terjadi pada 2 Agustus 1926 dikarenakan
oleh adanya tabrakan antara SS Lotus, sebuah kapal uap Prancis dan SS-Boz
Kourt, sebuah kapal Turki, di suatu daerah di utara Mytilene. Sebagai akibat
dari kecelakaan itu, terdapatlah 8 (delapan) warga Turki atas kapal-Boz Kourt
tenggelam ketika kapal itu ditabrak oleh Kapal Lotus.
1

2. Kapten kapal Lotus yang bernama M. Demons ditangkap oleh pemerintah
Turki sekaligus dimintai keterangan. M. Demons ditahan dan diadili oleh
Turki dengan alasan telah melakukan tindakan kejahatan pidana pembunuhan
yang menimbulkan korban dan menyebabkan kerugian terhadap kapal
tambang Turki.
3. Pemerintah Prancis keberatan atas penahanan yang dilakukan Turki, karena
dianggap tindakan itu tidak sejalan dengan Hukum Internasionl, dan pihak
Turki tidak memiliki Jurisdiksi untuk mengadili perkara itu, dan berpandangan
bahwa negara benderalah yang memiliki Jurisdiksi eksklusif atas kapal di laut
lepas (floating island theory). sehingga permasalahan ini diajukan ke
Mahkamah Internasional Permanen.
2

4. Pada tanggal 7 September 1927, yakni ketika belum adanya Perserikatan
Bangsa-Bangsa, kasus tersebut diajukan Mahkamah Internasional Permanen
(Permanent-ICJ), yang mana merupakan bagian yudisial dari Liga Bangsa-
Bangsa (pendahulu Perserikatan Bangsa-Bangsa).

II. PERMASALAHAN HUKUM
Yuridiksi negara manakah yang berhak mengadili kasus tersebut?

III. KEPUTUSAN INTERNASIONAL COURT OF JUSTICE
Prinsip atau pendekatan Lotus, biasanya dianggap sebagai dasar hukum
internasional, mengatakan bahwa negara-negara berdaulat dapat bertindak dengan
cara apapun yang mereka inginkan asalkan tidak bertentangan dengan larangan

1
http://en.wikipedia.org/wiki/Lotus_case
2
http://tiarascastleofthinking.blogspot.com/2009/08/kasus-lotus-antara-prancis-vs-turki.html
eksplisit. Prinsip ini hasil dari kasus Lotus - kemudian ditolak oleh pasal 11 dari
Tinggi Konvensi Laut 1958.
3
Konvensi, yang diadakan di Jenewa, meletakkan
penekanan pada fakta bahwa hanya negara atau bendera negara yang tersangka
pelaku adalah yang memiliki yurisdiksi nasional atas pelaut tentang insiden yang
terjadi di laut lepas.
4

Tampak dari keputusan Permanent Court of Internasional Justice dalam Lotus
case
5
bahwa opinion Juris
6
merupakana suatu hal yang merupakan kesimpulan
dari semua keadaan, bukan semata-mata tindakan terinci yang merupakan unsure
materi dari apa yang dinyatakan keidah kebiasaan.
Keputusan dalam perkara ini adalah, diantaranya:
1. Memutuskan bahwa tidak ada kaidah kebiasaan yang memberikan yurisdiksi
pidana eksklusif dalam kasus tabrakan di laut lepas dari pihak Negara bendera
kapal, berkenaan dengan semua insiden di atas kapal, karena dari materi yang
relevan yang dipertimbangkan, perundang-undangan nasional tidak konsisten,
tidak ada kecenderungan yang seragam yang dapat disimpulkan dari traktat-
traktat, serta adanya perbedaan pandangan di antara para sarjana.
7
Untuk itu
jurisdiksi dapat dilaksanakan juga oleh Negara bendera kapal atas kapal dimana
tindak pidana yang mengakibatkan timbulnya tabrakan.

2. Memutuskan bahwa tidak ada pembatasa atas pelaksanaan yurisdiksi oleh setiap
Negara kecuali jika pembatasan itu dapat diperlihatkan dengan bukti konklusif
yang keberadaannya sebagai suatu prinsip hokum internasional. PCIJ tidak
menerima tesis yang dikemukakan oleh Perancis bahwa suatu klaim yurisdiksi
oleh suatu Negara harus dibenarkan oleh hokum internasional dan praktek hokum
internasional. Kewajiban tersebut terletak di pihak Negara yang menyatakan

3
Convention of the High Seas (1958)
4
http://en.wikipedia.org/wiki/Lotus_case
5
PCIJ (1927), Series A No. 10
6
Dalam hal ini opinion juris bukan merupakan unsure esensial dari kebiasaan, tetapi seandainya hal
itu ada, opinion juris berguna sebagai yang membedakan kebiasaan dari serangkaian tindakan yang
diikuti secara sukarela atau karena alasan-alasan lain. J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional
Edisi kesepuluh yang diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmaja, S.H., Jakarta: Sinar Grafika,
1992. Hlm. 49. Lihat pula: Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, 1961 edn. Hlm. 114.
7
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi kesepuluh yang diterjemahkan oleh Bambang
Iriana Djajaatmaja, S.H., Jakarta: Sinar Grafika, 1992. Hlm. 50.
bahwa pelaksanaan yurisdiksi itu sah, untuk mempelihatkan bahwa praktek
jurisdiksi itu dilarang oleh hokum internasional.
8


3. Terkait dengan tanggung jawab pidana atau disiplin nahkoda atau setiap orang
lainnya dalam kapal, maka tidak boleh ada penuntutan pidana atau disiplin
terhadap orang-orang tersebut kecuali di hadapan peradilan atau pejabat-pejabat
administrasi dari Negara bendera atau Negara dari mana orang tersebut menjadi
warga Negara.
9



IV. ANALISIS PUTUSAN
Asas-asas Hukum Internasional yang berlaku adalah :
A. Jurisdiksi atas Kapal
Kebangsaan kapal laut mengikuti negara dimana kapal didaftarkan. Karenanya
pendaftaran kapal menjadi bukti terciptanya status kebangsaan atas kapal yang
ditunjukkan dengan bendera negara dimana kapal didaftarkan. Oleh karenanya
bendera negara dan tanda-tanda negara menjadi bukti prima facie bagi kebangsaan
suatu kapal. Adanya kebangsaan kapal ini menjadikan negara bendera memiliki
kualitas sebagai penjamin (guarantor) dan pelindung (protector) atas kapal itu
dalam kegiatannya (pengaturan lebih lanjut terdapat dalam pasal 91, 92, 94
UNCLOS 1982).
Kapal perang juga tunduk pada jurisdiksi negara bendera dan memiliki
kekebalan terhadap jurisdiksi negara lain. Namun, jika kapal tersebut tidak
menaati peraturan yang dikeluarkan oleh negara pantai mengenai lalu lintas laut
territorial, maka negara pantai dapat menuntu kapal perang untuk segera
meninggalkan laut teritorialnya.
Terdapat dua teori mengenai kapal-kapal perang dan kapal pemerintah yang
dioperasikan untuk tujuan non-komersial;

8
J. G. Starke, Hlm. 270.
9
J. G. Starke, Hlm. 327.
1. Teori Pulau Terapung (the floating island theory), menurut teori ini, kapal-
kapal perang dan kapal pemerintsh tersebut harus diperlakukan oleh negara-
negara lain sebagai bagian dari wilayah suatu negara dan jurisdiksi pengadilan
tidak berlaku terhadap setiap tindakan yang dilakukan di atas kapal itu atau
menahan seseorang yang melakukan kesalahan di atas kapal itu.
2. Teori yang menyatakan bahwa pengadilan negara pantai memberikan
kekebalan-kekebalan tertentu kepada kapal-kapal asing beserta wakilnya. Hal
ini didasarkan pada pembebasan yang diberikan oleh undang-undang negara
pantai yang sifatnya bersyarat dan dapat ditarik kembali oleh negara pantai.

B. Asas Teritorial Objektif,
Beberapa Negara melaksanakan jurisdiksinya terhadap pelanggar, yang
pelanggarannya dimulai di Negara lain, tetapi diselesaikan di dalam wilayah
mereka atau menimbulkan akibat yang merugikan ketertiban social di dalam
wilayah mereka.
C. Jurisdiksi di Laut Lepas
Setiap negara baik negara pantai (coastal state) maupun negara tidak berpantai
(land locked state) mempunyai hak untuk melayarkan kapalnya di bawah bendera
negaranya di laut lepas (Pasal 90 UNCLOS 1982). Pelaksanaan jurisdiksi suatu
negara di laut lepas ini sesuai dengan prinsip universal, yaitu setiap negara
mempunyai jurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan tertentu yang terjadi atau
dilakukan di laut lepas seperti pembajakan, perdagangan gelap obat narkotika atau
bahan-bahan psokotropis, dll.
D. Asas Nasionalitas Pasif
Titik berat asas ini terletak pada usaha negara untuk melindungi kepentingan
warga negaranya sendiri terhadap tindakan-tindakan atau perilaku orang asing
yang merugikannya. Jadi, warga yang bukan warga negaranya ditundukkan di
bawah hukum nasionalnya, disebabkan oleh karena perbuatan atau perilaku orang
asing yang merugikan kepentingan warga negaranya dan orang asing itu dapat
dihukum oleh negara yang dirugikan jika pelaku berada di wilayahnya.
Dalam hal ini PCIJ menemukan bahwa kedua kapal tersebut terlibat dalam
satu kecelakaan yang sama, jadi kedua negara tersebut sama-sama memiliki
yurisdiksi atas kecelakaan tersebut. Namun PCIJ menemukan suatu hukum
kebiasaan internasional yang memberi yurisdiksi pada prancis, namun tidak
memberi mereka yurisdiksi eksklusif "di bawah hukum internasional, semua yang
tidak dilarang diperbolehkan". Kasus ini mengarah pada prinsip lotus (pendekatan
lotus), yang berbunyi kekuasaan negara dapat bertindak bagaimanapun juga
sebatas mereka tidak melanggar hukum yang tertulis.
Namun prinsip lotus ini telah disempurnakan oleh 1958 High Seas Convention
dalam pasal 11 Ayat (1).
Dalam sengketa lotus case, permasalahan kedaulatan negara diluar wilayah
teritorial menjadi faktor utama, dimana Turki melakukan tindakan asas
perlindungan, guna pembelaan atas 8 korban awak kapal Turki, dan asas
nasionalitas pasif yang berarti bahwa suatu negara memiliki jurisdiksi untuk
mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya
di luar negeri.
Dilihat dari Putusan Mahkamah Internasional Permanent, bahwa walaupun
negara tidak dapat melaksanakan kekuasaannya di luar wilayahnya dalam hal
tidak adanya ketentuan hukum internasional, namun tidak berarti hukum
internasional melarang suatu negara melaksanakan jurisdiksinya sehubungan
dengan kasus yang terjadi di luar negeri.
Mengenai negara bendera memiliki jurisdiksi eksklusif atas kapal laut lepas,
dalam putusan Mahkamah, hukum internasional tidak mengatur ketentuan
tersebut. Dan karena kapal turki mengalami kerusakan maka sama saja telah
terjadi kerusakan di wilayah turki. Maka hal ini memungkinkan turki
memberlakukan jurisdiksinya berdasarkan prinsip territorial objektif, yaitu
Jurisdiksi dimana tindakan tersebut diselesaikan, (karena tindakan itu terjadi pada
kapal turki, maka sama saja terjadi di wilayah turki), dengan jurisdiksi territorial
objektif ini, maka turki berhak menjalankan jurisdiksinya.
Selain itu tindakan penangkaman kapten M. Demons yang dilakukan Turki
adalah perwujudan dari asas perlindungan, guna pembelaan atas 8 korban awak
kapal turki. Dan asas Nasionalitas Pasif, bahwa suatu negara memiliki jurisdiksi
untuk mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana terhadap warga
negaranya di luar negeri.


DAFTAR PUSTAKA
http://icj-cij.org
http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1180/1325
http://www.invispress.com

Anda mungkin juga menyukai