Anda di halaman 1dari 17

PERAN WFP DALAM MENANGANI KRISIS PANGAN

AKIBAT KONFLIK DI SURIAH


Tangguh Satriyo Pamungkas
Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Negeri Surabaya
tangguhdepok@gmail.com

ABSTRACT

The food crisis resulting from armed conflict is still a concern in the international
world. The conflict in Syria caused millions of people to become refugees to save
their lives. Refugees experience a decrease in quality of life due to difficult access
to food and scarcity of food. WFP is an International Organization that has a role
in dealing with the problem of hunger in the world. This study aims to analyze the
role of WFP as a food organization in dealing with the food crisis in Syria. This
study uses normative juridical legal methods with a case approach. The results of
this study indicate that WFP has reached 97% or around 3.7 million people each
month as recipients of food aid in Syria and 1.5 million refugees each month in
neighboring countries. The e-card program in refugee areas has also benefited
the local economy of neighboring countries up to US $ 3 billion.

Keywords: Food Crisis, Role of WFP, Syria

ABSTRAK

Krisis pangan akibat dari konflik bersenjata hingga saat ini masih menjadi
perhatian di dunia internasional. Konflik di Suriah menyebabkan jutaan warga
menjadi pengungsi untuk menyelamatkan jiwa mereka. Pengungsi mengalami
penurunan kualitas hidup karena sulitnya akses pada makanan serta kelangkaan
bahan pangan. WFP adalah Organisasi Internasional yang mempunyai peran
terkait masalah kelaparan di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
peranan WFP sebagai organisasi pangan dalam menangani krisis pangan di
Suriah. Penelitian ini menggunakan metode hukum yuridis normatif dengan
pendekatan kasus (case approach). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
WFP berhasil mencapai 97% atau sekitar 3.7 juta orang tiap bulannya sebagai
penerima bantuan pangan di Suriah dan 1.5 juta pengungsi tiap bulannya di
negara tetangga. Program e-card di daerah pengungsi juga telah menugntungkan
perekonomian lokal negara tetangga hingga US$3 miliar.

Kata kunci : Krisis Pangan, Peran WFP, Suriah


PENDAHULUAN

Di era global saat ini, berbagai macam konflik terjadi di berbagai belahan

dunia salah satunya adalah konflik bersenjata yang menjadi isu kontemporer

dalam studi Hukum Internasional, dalam konflik bersenjata tidak sedikit jumlah

korban jiwa akibat konflik tersebut serta banyak kerugian lainnya seperti harta

benda atau barang berharga lainnya yang tidak dapat dihitung nominalnya.

Konflik bersenjata masih menjadi masalah serius dalam dunia internasional

hingga saat ini, dampak dari konflik yang tak kunjung usai ini menimbulkan

masalah- masalah baru salah satunya adalah krisis pangan.

Sebuah laporan baru oleh Stockholm International Peace Research

Institute (SIPRI) mendapati konflik dan perubahan iklim menjadi penyebab atas

meningkatnya kelparan global. Lebih daro 800 juta orang didunia kelaparan.

SIPRI melaporkan 60% terjadi di Negara terimbas konflik. SIPRI mengatakan

ketidakstabilan politik dan pengungsian terkait konflik menyebabkan krisis

pangan.

Kasus krisis pangan akibat dari perubahan iklim dan konflik bersenjata

salah satunya terjadi di Suriah, konflik ini berawal dari penangkapan serta

memenjarakan 15 pelajar di kota Deraa pada tahun 2011, pelajar tersebut

ditangkap karena menuliskan slogan-slogan di tembok kota yang bertuliskan anti

pemerintahan dan menginginkan rezim turun. Akibatnya, lahirlah gelombang

protes yang menuntut pembebasan anak tersebut. Reaksi tentara terhadap protes

itu berlebihan, mereka menembaki pemrotes dan mengakibatkan 4 orang

meinggal. Setelah itu, protes yang terjadi semakin meluas hingga kota-kota

pinggiran Latakia dan Banyas di Pantai Mediterania atau Laut Tengah, Homs, Ar
Rasta, dan Hamma di Suriah Barat, serta Dei es Zor di Suriah Timur. Protes dan

demonstrasi menjadi semakin berkembang dan kerusuhan menyebar, tingkat

kekerasan semakin meningkat dengan cepat di negara tersebut. Akibatnya, terjadi

perang saudara sekaligus menjadi awal mula konflik bersenjata disuriah. Perang

ini tidak saja menggunakan senjata konvensional sebagaimana layaknya yang

digunakan dalam perang, tapi juga menggunakan senjata ilmiah (A.Muchaddam

Fahham, A.A. Kartaatmaja, 2016).

Konflik ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit tetapi

warga Suriah juga mengalami kelangkaan terhadap kebutuhan dasar termasuk

makanan, medis dan air sangat sulit akibat keterbatasan pengungsi dan susahnya

menerima bantuan akibat blockade di beberapa wilayah. Kebanyakan pengungsi

pergi dengan persiapan yang tidak memadai. Semakin banyak kepala rumah

tangga menjadi pengangguran mereka juga mengeluhkan naiknya harga pangan

dan bahan bakar.

Sektor pertanian Suriah pun mengalami kegagalan senilai US $1,8 miliar

pada tahun 2011 akibat konflik dan kekeringan yang melanda, akibatnya jumlah

orang miskin di Suriah kian meningkat di karenakan harga bahan makanan yang

terus naik secara signifikan bahkan terlalu tinggi mencapai 50%. Perekonomian

yang bernilai sekitar $60 miliar, sejak 2011 nilainya menyusut 35-40%. Pada

tahun 2011 populasi Suriah berjumlah hanya di bawah 22 juta orang. Pada bulan

Agustus 2015 PBB memperkirakan bahwa 250.000 orang telah tewas dalam

perang. Pada awal 2016, 4,6 juta warga telah meninggalkan negara ini dan

menjadi pengungsi, dan mereka yang tetap di Suriah, sekitar13,5 juta orang

membutuhkan bantuan kemanusiaan. 6 juta dari mereka anak-anak, 1,5 juta


penyandang cacat, 4,5 juta berada di lokasi yang sulit dijangkau, dan hampir

setengah juta terperangkap di daerah terkepung, 6,5 juta dari mereka adalah

pengungsi (Pontoh, 2016).

World Food Programme (WFP) atau Program Pangan Dunia merupakan

organisasi pangan terbesar dunia yang berada di bawah naungan PBB yang

didiriakn oleh FAO pada tahun 1961 dan bermarkas besar di Roma, Italia. WFP

secara resmi dibentuk sebagai gabungan dari PBB dan FAO dengan misi untuk

mengakhiri kelaparan di dunia. Tanggal 24 November 1961 Resolusi Majelis

Umum PBB secara resmi menetapkan tanggal lahirnya WFP dengan Addeke

Hendrik Boerma sebagai Direktur Eksekutif Pertama WFP yang berasal dari

Belanda yang memimpin dari bulai Mei 1962 hingga Desember 1967. Dalam

permasalahan kelaparan atau krisis pangan yang telah dijelaskan berdasarkan

data-data diatas WFP tidak lepas tangan dari permasalahan begitu saja. WFP

mempunyai peran serta kebijakan terhadap permasalahan krisis pangan atau

kelaparan.

Setiap tahun WFP mendistribusikan sekitar 12,6 miliar ransum dengan

perkiraan biaya rata-rata per-jatahan US $ 0,31. Angka tersebut berdasarkan pada

akar reputasi WFP yang tak tertandingi sebagai responder darurat, yang membuat

pekerjaan dilakukan dengan cepat pada skala di lingkungan yang paling sulit,

khususnya pada daerahdaerah yang terkana dampak konflik. Dua pertiga dari

pekerjaan WFP adalah di negara-negara yang terkena dampa konflik, hal ini

dikarenakan wilayah yang terkena dampak koflik dinilai lebih rentan mengalami

ketidakamanan pangan dan menderita kekurangan gizi daripada mereka yang

tinggal di negara-negara tanpa konflik. (Wahyuni, 2017).


Berdasarkan penjelasan diatas bahwa kelaparan akibat dari konflik yang

terjadi masih menjadi salah satu isu permasalahan kemanusiaan yang penting

dalam dunia internasional. WFP menjadi salah satu organisasi internasional di

bidang kemanusiaan yang menangani kelaparan dan ketahanan pangan. WFP

dalam menjalankan misi mengakhiri kelaparan dunia tentu saja ada hambatan-

hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Seperti penjelasan diatas yang

menyebutkan bahwa terjadi kesulitan dalam menyalurkan bantuan karena adanya

blockade di beberapa wilayah.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran WFP sebagai organisasi

yang menangangi kelaparan dalam mengatasi krisi pangan di Dunia. Rumusan

masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagaimana bentuk peranan

WFP dalam menangani krisis pangan di Suriah.

METODE PENELITIAN

Penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau

beberapa pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya (Amiruddin, dan

Zainal, 2012). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kasus (case

approach). Jenis data yang digunakan penulis adalah data sekunder. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur. Seperti buku, jurnal,

artikel, situs internet, majalah, surat kabar, maupun lembaga-lembaga terkait.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif dengan tujuan untuk

menjelaskan fenomena-fenomena sosial tertentu secara sistematis, aktual dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungannya.


HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Umum Tentang WFP dan Krisis Pangan di Suriah

A. World Food Programme (WFP)

World Food Programme (WFP) atau Program Pangan Dunia

merupakan organisasi pangan terbesar dunia yang berada di bawah naungan

PBB yang didiriakn oleh FAO pada tahun 1961 dan bermarkas besar di Roma,

Italia. WFP secara resmi dibentuk sebagai gabungan dari PBB dan FAO

dengan misi untuk mengakhiri kelaparan di dunia.

WFP memiliki sebuah Rencana Strategis yang berfungsi sebagai

kerangka kerja operasioal. Rencana Strategis WFP 2014-2017 memaparkan

empat tujuan, yaitu :

1. Menyelamatkan dan melindungi sumber-sumber kehidupan dalam keadaan

darurat dengan memberikan bantuan pangan

2. Mendukung ketahanan pangan dan gizi dan (membangun kembali) mata

pencaharian dalam keadaan rapuh dan setelah keadaan darurat

3. Mengurangi resiko dan memungkinkan orang, masyarakat maupun negara

untuk dapat memenuhi pangan dan gizi mereka sendiri.

4. Mengurangi kekurangan gizi dan menghentikan siklus kelaparan antar

generasi. (wahyuni,2017)

WFP sendiri merupakan cabang bantuan pangan dari PBB dan

organisasi kemanusiaan terbesar di dunia yang mengatasi kelaparan dan

mempromosikan keamanan pangan. Dalam keadaan darurat, WFP menyuplai

makanan ke lokasilokasi yang membutuhkan, menyelamatkan jiwa korban

peperangan atau konflik sipil, serta bencana alam. Setelah keadaan darurat
berlalu, WFP menggunakan makanan untuk membantu masyarakat untuk

membangun kembali kehidupan mereka yang telah hancur akibat perang.

World Food Programme (WFP) bergantung sepenuhnya pada sumbangan

sukarela untuk membiayai proyek-proyek kemanusiaan dan pembangunannya.

Karena WFP tidak memiliki sumber dana independen, semua sumbangan

baik dalam bentuk uang maupun barang harus disertai dengan uang tunai yang

diperlukan untuk bergerak, mengelola dan memantau bantuan pangan WFP.

Dana WFP berasal dari pendanaan pemerintah secara sukarela, korporasi dan

sumbangan dari berbagai individu.

A. Krisis Pangan di Syriah

Suriah adalah negara berpenghasilan menengah peringkat ke-111 dari

169 di United Nations Development Programme's 2010 Human Development

Index. Suriah yang telah dilanda empat tahun berturut-turut sejak tahun 2006,

menyebabkan kekeringan. Hal ini berdampak pada gagal panen secara besar-

besaran terhadap petani-petani di Suriah. Hampir dua juta orang (11% dari

populasi) hidup di bawah garis kemiskinan dan pengangguran terutama tinggi

di antara anak muda usia produktif. Suriah kemudian dilanda gelombang

kerusuhan sipil yang dikenal sebagai 'Arab Spring' di pertengahan Maret 2011

dan situasi keamanan sejak saat itu terus memburuk. Demonstrasi menuntut

pengunduran diri Presiden Bashar Al-Assad berubah menjadi kekerasan ketika

pemerintah Suriah mulai menggunakan kekerasan secara brutal untuk

menghentikan para pengunjuk rasa. Orang-orang yang tinggal di daerah-

daerah yang terkena konflik merasakan ampak dari pengepungan militer yang
berkepanjangan. Hubungan timbal balik di mana konflik sipil menyebabkan

krisis pangan relatif mudah untuk dipahami. Konflik kekerasan merupakan

faktor penting di balik harga pangan yang tinggi dan krisis pangan yang parah.

Konflik sering mempengaruhi kemampuan untuk menghasilkan makanan,

merusak sistem perdagangan dan akses pangan. Akses ke tempat mata

pencaharian mereka dan kebutuhan dasar seperti makanan, air, listrik dan

persediaan medis sangat sulit dijangkau. Sektor pertanian yang biasanya

menyumbang 20% dari GDP atau disebut total nilai produksi, tetapi pengaruh

kekeringan terus-menerus telah memperburuk keadaan petani sehingga tidak

mampu mengelola tanaman mereka. Tantangan ekonomi yang dihadapi oleh

Suriah diperparah oleh sanksi baru dan pembekuan perdagangan bilateral oleh

banyak negara di Eropa.

Di sebagian wilayah khususnya di Banias, Daraa, Deir Ezzor Hama,

Homs, dan Jisr Al Siour Latakia terjadi kesulitan dalam mengakses ke tempat

mata pencaharian mereka dan fasilitas dasar seperti makanan, air, listrik, dan

perawatan medis serta jasa. Pelayanan publik seperti telekomunikasi dan

listrik menjadi tidak menentu. Aksi militer yang terus berlangsung telah

menyebabkan ribuan orang, yang di dominasi wanita dan anak-anak yang

tinggal di desa-desa dekat perbatasan Lebanon dan Turki, melarikan diri dari

Suriah.

Pemberontakan telah membawa dampak negatif bagi perekonomian

Suriah. Pendapatan dari pariwisata yang menyumbang 12% dari GDP sebelum

krisis terjadi sekarang menurun drastis dan di sektor pertanian, biasanya 20%

dari GDP juga di pengaruhi oleh kekeringan yang terus terjadi dalam 5 tahun
terakhir. Tingkat inflasi tahun 2011 meningkat dua kali lipat dari 2010,

mencapai 6% pada bulan Juli 2011. Sejak 2011, harga pangan telah meningkat

antara 10-20 persen akibat pengurangan impor, penurunan produksi pertanian,

dan situasi keamanan. Konflik juga telah mempengaruhi seluruh aspek

ekonomi, termasuk agrikultur yang menjadi salah satu sumber pendapatan

utama penduduk. Sementara itu, produksi minyak di bawah kontrol negara

telah menyusut dari 387.000 barel/hari menjadi kurang dari 10.000 b/hari

(pontoh, 2016).

1. Peran WFP Dalam Menangani Krisis Pangan di Suriah

Sebagai organisasi internasional, posisi WFP adalah badan PBB yang

berada dibawah FAO, dan IFAD melakukan kerjasama dan saling koordinasi.

Tiga badan yang merupakan naungan dari PBB disebut “triple alliance in

Rome”, karena ketiganya berpusat di Roma, Italia dan bergerak secara

komplementer. Ketiganya bekerja untuk mengurangi kelaparan global dan

kemiskinan. WFP melakukan operasi bantuan pangan, sedang FAO bergerak

melalui bantuan pembangunan pertanian secara teknis, dan IFAD melakukan

bantuan keuangan internasional. Oleh karena itu, pada intinya tiga aliansi

badan di Roma itu berusaha melakukan pencapaian food security sebagai

bagian dari human security sebagaimana di deklarasikan dalam

MDG(Millennium Development Goals) (herjuno, intan, 2017).

Setiap tahunnya, WFP membantu memberikan makanan sedikitnya

kepada 90 juta orang, termasuk 56 juta anak-anak yang mengalami kelaparan

di lebih dari 80 negara di dunia. Dalam menjalankan tujuannya, WFP


memiliki 4 jenis operasi bantuan yang diterapkan di wilayah penerima

bantuan berdasakan situasi yang sedang berlangsung di negara tersebut :

1. Emergency Operations (EMOPs) memberikan bantuan dengan segera.

Ketika ada keadaan darurat, WFP dengan cepat menetapkan berapa

banyak bantuan makanan yang dibutuhkan dan cara terbaik untuk

mengirimkannya ke penderita kelaparan. Untuk melakukan ini WFP

bekerja dengan UN Emergency Assesment Team. Atas dasar penilaian,

WFP menyusun rencana aksi yang erinci dan anggaran yang dibutuhkan.

2. Protrected Relief and Recovery Operations (PROs) membangun kembali

setelah keadaan darurat terjadi. Sebuah krisis berlarut-larut mengganggu

produksi pangan dan menghancurkan fondasi kehidupan masyarakat,

mengikis struktur sosial keluarga dan masyarakat. Dengan runtuhnya

lembaga-lembaga publik ,masyarakat harus berjuang sendiri melawan

rintangan.

3. Development Operations (DEVs) meningkatkan ketahanan pangan bagi

masyarakat. Bantuan makanan WFP membantu penderita kelaparan

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan.

4. Special Operations (SOs) membuat infrastruktur khusus yang diperlukan

untuk Emergency Operations. WFP mempercepat Special Operations

untuk mempercepat gerakan bantuan pangan, terlepas dari makanan yang

disediakan oleh Badan itu sendiri. Biasanya, mereka melibatkan kerja

logistik dan infrastruktur yang dirancang untuk mengatasi kemacetan

operasional.
Tipe program yang dijalankan oleh WFP untuk wilayah Suriah sendiri terbagi

menjadi empat yaitu:

 Emergency Food Assistance to People Affected by Unrest in Syria

(EMOPs 200339)

 Food assistance to vulnerable Syrian populations in Jordan, Lebanon, Iraq

and Turkey affected by the events in Syria Emergency (EMOPs 200433)

 Logistics & Telecommunications Augmentation and Coordination to

Support Humanitarian Operations in Syria (SOs 200788)

 WFP Air Deliveries to Provide Humanitarian Support to Besieged and

Hard to Reach Areas in Syria (SOs 200950)

Adapun maksud dari 4 program tersebut adalah sebagai berikut :

1. Emergency Food Assistance to People Affected by Unrest in Syria

(EMOPs 200339)

WFP menyediakan bantuan pangan darurat untuk individu yang

rentan di Suriah yang terkena dampak konflik melalui program Distribusi

Pangan di berbagai wilayah Suriah. Dalam program ini, empat juta orang

yang ditargetkan setiap bulan dengan jatah makanan yang terdiri dari,

antara lain, beras, gandum, pasta, dan kacang-kacangan kalengan,

menyediakan 1.700 kkal per hari selama satu bulan. WFP menggunakan

berbagai macam makanan khusus untuk meningkatkan asupan gizi orang-

orang yang menerima bantuan di seluruh dunia termasuk di Suriah. Jenis

makanan bervariasi dari Fortified Blended Foods (FBFs) dan High-Energy

Biscuit (HEBs).
Fortified Blended Foods (FBFs) adalah campuran dari sereal yang

sebagian dimasak dan digiling kedelai, kacang-kacangan, kacang-

kacangan diperkaya dengan mikronutrien (vitamin dan mineral).

Formulasi khusus yang berisi minyak sayur atau susu bubuk, FBFs

dirancang untuk memberikan suplemen protein dalam program bantuan

pangan untuk mencegah dan mengatasi kekurangan gizi. Sedangkan High

Energy Biscuit (HEBs) merupakan biskuit berbahan gandum yang

menyediakan 450kcal dengan minimal 10 gram dan maksimal 15 gram

protein per 100 gram, diperkaya vitamin dan mineral. HEBs digunakan

pada hari-hari pertama darurat ketika fasilitas memasak masih langka

karena mudah untuk didistribusikan dan memberikan solusi cepat untuk

meningkatkan tingkat gizi masyarakat.

EMOP 200339 ini diluncurkan pada Oktober 2011 untuk

memberikan bantuan pangan bantuan kepada 50.000 orang yang terkena

dampak dari kerusuhan. Proyek ini telah mengalami peningkatan untuk

lebih dari 4 juta orang pada tahun 2015.

2. Food assistance to vulnerable Syrian populations in Jordan, Lebanon,

Iraq, Turkey and Egypt affected by the events in Syria (EMOPs 200433)

Peristiwa ini menyebabkan ribuan warga Suriah mengungsi ke

negara-negara tetangganya seperi Yordania, Lebanon, Irak, Turki dan

Mesir yang mengakibatkan kebutuhan kemanusiaan meningkat secara

signifikan. EMOP di negara pengungsi akan menggunakan voucher

sebagai bantuan utama agar para penerima bantuan, terutama yang tinggal

di daerah perkotaan.
Salah satu contoh penerapan program EMOPs 200433 dari

beberapa Negara yang di sebutkan di atas adalah di Yordania, sejak tahun

2012 setidaknya menampung 35.000 pengungsi dari Suriah menambah

tekanan dan rentannya infrastruktur sosial-ekonomi dan jaringan

keamanan disana mengingat Yordania juga menampung pengungsi dari

Palestina dan Irak. sekitar 530.000 penerima bantuan bulanan sepanjang

tahun 2015 termasuk 95.000 pengungsi yang tinggal di kamppengungsian.

Namun keterbatasan sumber daya memaksa WFP untuk mengurangi

penerima bantuan hingga 306.000 pada bulan September dan mulai

dipulihkan kembali pada Oktober 2015 da Pada bulan April 2015, 90.000

pengungsi dinyatakan bebas dari krisis pangan dan dengan kata lain telah

dihapus dari daftar WFP.

3. Logistics & Telecommunications Augmentation and Coordination to

Support Humanitarian Operations in Syria (SOs 200788)

Logistics Cluster and Emergency Telecommunication Cluster

diaktifkan dengan resmi pada tahun 2013. Layanan dari SO ini dimulai

lebih awal pada Juli 2012, dan terus menambah produksinya setelah

aktivasi Cluster secara resmi pada tahun 2013. WFP, dalam perannya

sebagai badan utama dari Logistics and Emergency Telecommunications

Clusters, bertujuan untuk meluncurkan Special Operation ini untuk

meningkatkan Logistik dan Telekomunikasi darurat dalam mendukung

Emegency Operation WFP yang sedang berlangsung di Suriah.

Logistic Cluster harus sejalan dengan “Whole Syria Approach”

dalam menyediakan bantuan di Suriah melalui dukungan secara


menyeluruh. Sedangkan Emergency Telecommunication Cluster (ETC)

fokus pada pelaksanaan layanan telekomunikasi yang aman untuk

memfasilitasi pekerjaan dari komunitas kemanusiaan yang ada.

4. WFP Air Deliveries to Provide Humanitarian Support to Besieged and

Hard to Reach Areas in Syria (SOs 200950)

Akses ke kota Deir Ezzor sulit karena seluruh kota dikepung oleh

ISIS. Bantuan WFP untuk wilayah tersebut telah terhenti sejak Mei 2014.

Ini membuktikan bahwa ISIS telah menolak bantuan kemanusiaan untuk

masuk.

Menyadari kebutuhan mendesak dan atas persetujuan bersama

stakeholders bahwa airdrops adalah satu-satunya pilihan yang

memungkinkan, WFP dalam kapasitasnya sebagai pimpinan global dari

Logistic Cluster, meluncurkan SO untuk meluncurkan parasut dari

ketinggian ke kota Deir Ezzor. Satu pesawat kargo Ilyushin (IL-76)

mampu melakukan airdrop pada ketinggian hingga 26 MT barang-barang

bantuan akan diposisikan di wilayah ini untuk melakukan 1-2 kali airdrops

per hari di Deir Ezzor untuk periode awal tiga bulan, tergantung keamanan

dan sumber daya yang tersedia.


KESIMPULAN

Krisis pangan yang terjadi di suriah berawal dari kegagalan panen karena

kekeringan kurang lebih selama 4 tahun, hal itu diperparah lagi dengan terjadinya

konflik yang terjadi pada tahun 2011 antara para demonstran yang menuntut

Presiden Bashar Al-Assad untuk mengundurkan diri. Konflik yang berubah

menjadi perang saudara itu sangat berdampak bagi warga sipil, mereka sulit

mengakses makanan dan kebutuhan lainnya karena faktor keamanan. Ditambah

lagi di sektor pertanian mengalami gagal panen yang menyebabkan kenaikan

harga pangan menjadi tinggi dan kebutuhan pangan menjadi langka.

WFP sebagai badan bantuan pangan terbesar yang berhasil mencapai

hingga sekitar 90 juta orang penerima bantuan di 80 negara kemudian bergerak

untuk melakukan Emergency Operation guna mengatasi krisis pangan kronis yang

terjadi di Suriah. Program yang dijalankan WFP yaitu: Emergency Food

Assistance to people Affected by Unrest in Syria, Food Assistance to Vulnerable

Syrian Populations in Jordan, Lebanon, Iraq, Turkey and Egypt Affected by the

Events in Syria, Logistics & Telecommunications Augmentation and

Coordination to Support Hummanitarian Operations in Syria, dan WFP Air

Deliveries to Provide Humanitarian Support to Besieged and Hard to Reach Areas

in Syria WFP mencapai rata-rata hingga 3,7 juta orang penerima bantuan perbulan

di Suriah, dan rata-rata 1,5 juta di negara tempat para pengungsi dari Suriah yang

telah turut membantu perekonomian lokal negara tetangga hingga US$ 3 miliar.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Boermauna. (2013). Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam


Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni

Kusumaatmadja, Mochtar. (2013). Pengantar Hukum Internasional. Bandung:


PT. Alumni

Jackson, Robert dan George Sorensen. (2005). Pengantar Studi Hubungan


Internasional. Yogyakarya: Pustaka Belajar.

Ambarwati, Denny Ramadhany, Rina Rusman. Hukum Humaniter Internasional.


Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009.

Haryomataram, Prof. KGPH S.H. Pengantar Hukum Humaniter. Jakarta: PT


Rajawali Persada, 2005.

Amiruddin, dan H. Zainal Askin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:


Rajawali Pers, 2012.

Jurnal & Skripsi

Pontoh(2016). Peranan World Food Programme (WFP) Dalam Menangani Krisis


Pangan Di Suriah.

Wahyuni (2017). Upaya World Food Programme (WFP) Dalam Menangani Krisis
Pangan Di Yaman Tahun 2015-2017.

Herjuno, Intan (2017). Peran UN World Food Programme dalam Penanganan


Krisis Pangan dan Kelaparan Studi Kasus Silent Hunger di Niger. Jurnal Politik
Internasional, Vol 8, (No. 1)

Chairul, Mahmul dan Meisura (2016). Peran World Food Programme (WFP)
Dalam Penanganan Krisis Pangan Pengungsi Suriah

Muchaddam, Kartaatmaja (2016). Konflik Suriah : Akar Masalah Dan


Dampaknya. Politica Vol. 5, (No. 1)
Sumber Internet

Republika. (2016). Konflik Irak dan Suriah Perburuk Krisis Pangan.


https://m.republika.co.id/amp/o3tdaa377 Diakses Pada 4 November 2019

VOA Indonesia. (2019). Konflik dan Perubahan Iklim Picu Kelaparan Global,
https://www.voaindonesia.com/a/konflik-dan-perubahan-iklim-picu-kelaparan-
global-/4961140.html Diakses Pada 6 November 2019

Matamata politik. (2019). Awal Mula Perang Suriah : bagaimana Konflik Panjang
dan Berdarah Bisa Terjadi, https://www.matamatapolitik.com/in-depth-awal-
mula-konflik-suriah-bagaimanai-konflik-panjang-dan-berdarah-bisa-terjadi/
Diakses Pada 6 November 2019

Act News. (2019). Eskalasi Konflik, Kelaparan di Suriah Bertambah Parah,


https://news.act.id/berita/eskalasi-konflik-kelaparan-di-suriah-bertambah-parah
Diakses pada 7 November 2019

Geotimes. (2015). Krisis Pangan Suriah Memburuk,


https://geotimes.co.id/arsip/krisis-pangan-suriah-memburuk/ Diakses Pada 7
November 2019

Anda mungkin juga menyukai