Anda di halaman 1dari 11

“PERAN FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION MELALUI

WORLD FOOD PROGRAMME DALAM MENGATASI KRISIS


PANGAN DI REPUBLIK DEMOKTRATIK KONGO”

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dewasa kini perkembangan isu dalam hubungan internasional mengalami pergeseran

perspektif. Di mulai dari isu globalisasi, keamanan internasional, ekonomi global, proliferasi

nuklir, kejahatan terorganisasi, hingga isu hak asasi dan keamanan manusia merupakan

fenomena yang terjadi di hubungan internasional dengan membawa ancaman-ancaman baru

sekaligus menandai bahwa perang bukan lagi satu-satunya ancaman bagi keberlangsungan

hidup manusia.

Hadirnya fenomena ini cenderung berdampak pada ketidakstabilan politik dan

ekonomi setiap negara, ancaman-ancaman keamanan non-tradisional ini dianggap sebagai

tantangan dalam upaya memelihara keberlangsungan hidup masyarakat internasional yang

berdampak dari aktivitas non-militer. Isu permasalahan keamanan non-tradisional memang

bukan suatu fenomena baru dalam hubungan internasional, namun pemahaman dari ancaman

keamanan ini muncul di era pasca-Perang Dingin.

Memasuki fase globalisasi, para pemimpin global berpendapat bahwa keamanan

bersifat multidimensi (Beeson & Bisly, 2017). Hal ini kemudian mendorong adanya

pergeseran perspektif dengan lebih mengedepankan keamanan manusia (human security) di

setiap negara. Gagasan keamanan manusia (human security) menurut PBB dalam Human
Security Handbook, merupakan hak manusia dalam kebebasan hidup dan martabat, serta

bebas dari kemiskinan dan keputusasaan.1

Gagasan lain juga nampak dari Human Report 1994 dikeluarkan oleh United Nations

Development Programme (UNDP) yang mendefinisikan bahwa keamanan manusia ialah

“Freedom from fear, freedom from want, and freedom to live dignity” (UNDP, 1994:23).

PBB juga turut menyebutkan beberapa aspek dalam keamanan manusia (human security),

yaitu; economic security, health security, community security, enviromental security,

personal security, political security, and food security.2

Dampak ketidakstabilan sosial dan politik terus meningkat di dunia, sejak tahun 2010

konflik berbasis negara meningkat 60% dan konflik bersenjata di dalam negara meningkat

menjadi 125%.3 Lebih dari separuh populasi mengalami kondisi rawan pangan yang

diidentifikasi dalam laporan PBB ialah masyarakat yang tinggal di negara-negara dengan

konflik maupun kekerasan berkelanjutan. Terdapat lebih dari tiga perempat anak-anak

mengalami kekurangan gizi kronis di dunia.

Kondisi krisis pangan global dengan kemungkinan total 265 juta orang kelaparan

dalam setahun, kombinasi konflik kekerasan telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam

jumlah orang yang hidup di ambang kelaparan. Ketika satu aspek keamanan manusia (human

security) terganggu, maka dapat dikatakan human security seseorang juga akan terganggu, di

mana hubungan antara human security dan food security didasarkan pada gagasan realisasi

1
United Nations Trust Fund for Human Security, “Human Security Handbook: An integrated approach for the
realization of the Sustainable Development Goals and the priority areas of the international community and the
United Nations system,” Human Security Unit United Nations, 2016: p. 6.
2
Ibid, p. 7.
3
Leah Samberg, “World hunger is Increasing thanks to wars and climate change”. The Conversation,
https://theconversation.com/world-hunger-is-increasing-thanks-to-wars-and-climate-change-84506 diakses pada
02 Januari 2023.
penuh hak asasi manusia atas kecukupan pangan, sebagai hak asasi manusia yang

fundamental, dan hak asasi yang tidak meninggalkan siapa pun.4

Krisis pangan mempunyai arti suatu kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan pangannya. Ancaman pangan atau kelaparan ditandai oleh hambatan

distribusi dan kelangkaan makanan yang sangat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia,

dan apabila hal tersebut tidak dapat terpenuhi secukupnya maka ancaman kejahatan serta

kekerasan/konflik internal sulit untuk dihindarkan sehingga dapat mengganggu stabilitas

keamanan suatu negara.

Krisis pangan yang terjadi sering kali menyebabkan munculnya berbagai macam aksi

kriminal untuk memperebutkan makanan, hingga banyak terjadi penjarahan-penjarahan yang

dilakukan masyarakat untuk bertahan hidup. Seperti yang sudah dijabarkan di atas terdapat

berbagai macam penyebab terjadinya krisis ini, salah satu yang paling disorot sebagai

penyebab utamanya antara lain perubahan iklim dan bencana seperti konflik di wilayah

tertentu yang terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan iklim dan konflik bersenjata yang terus

terjadi juga dapat menyebabkan keadaan krisis pangan yang parah. Banyak negara telah

berjuang melawan kondisi ekstrem selama beberapa dekade, hingga berakibat pada

ketidakmampuan pemerintah negara dalam mengatasi keadaan tersebut.

Seperti yang terjadi di Benua Afrika, fenomena krisis pangan meningkat pesat.

Mayoritas wilayah yang terkena krisis pangan memiliki alasan yang sama sebagai akibat dari

adanya konflik bersenjata yang terjadi di dalam negara antara lain Nigeria, Somalia,

Kamerun, Sudan, Yaman dan Republik Demokratik Kongo. Terdapat banyak negara

berkembang, Afrika disebut sebagai benua dengan negara-negara dunia ketiga, dan wilayah

4
Food and Agriculture Organization of the United Nations, “Human Security & Food Security,” United Nations
Human Security Unit, 2016: p. 3.
dengan konflik yang seakan tidak ada habisnya. Selain identik dengan peperangan, benua

Afrika dikenal sebagai kawasan yang di dalamnya terdapat negara-negara miskin.

Konflik yang dihadapi oleh bangsa Afrika juga bermacam-macam, seperti konflik

agama, perang saudara, perebutan tanah atau wilayah, konflik antar etnis, rezim militeristis,

konflik intra oposisi dengan pemerintah, dan peperangan domestik lainnya yang menghadiahi

mimpi buruk bagi negara tersebut. Konflik ini semakin memperburuk situasi karena bantuan

kemanusiaan yang disediakan sering kali tidak dapat masuk ke wilayah yang terkena dampak

untuk membawa bantuan darurat.

Dampak terjadinya konflik tersebut berupa aksi perpindahan penduduk dalam negeri

terbesar yang terjadi di Afrika, semakin memperparah kondisi stabilitas serta keamanan

seperti yang terjadi di negara-negara bagian Republik Afrika Tengah. Dikarenakan konflik

internal yang terjadi di dalam pemerintahan Republik Afrika Tengah silam dan naiknya harga

pangan dalam negeri, keadaan sosial masyarakat berdampak pada terjadinya krisis pangan

yang membuat kurang lebih 1 juta penduduk RAT mengungsi ke negara lain untuk mencari

perlindungan. Jumlah angka kelaparan masyarakat naik dua kali lipat setiap tahunnya.

Konflik internal seperti perang antar suku yang terjadi telah menewaskan ribuan

orang, memaksa masyarakat meninggalkan tempat tinggal mereka, menghancurkan ladang

serta tanaman, sehingga masyarakat tidak lagi memiliki lahan yang cukup dan alat yang

memadai untuk mengolah pertanian, menyebabkan kondisi darurat pangan di kawasan RAT

semakin mengkhawatirkan. Sebagian besar konflik terjadi juga melanda hampir seluruh

wilayah di Republik Demokratik Kongo (RDK) sebagai negara dengan dampak konflik

berupa perpindahan penduduk dalam negeri terbesar yang terjadi di Benua Afrika.

Republik Demokratik Kongo (RDK) sebelumnya dikenal dengan nama Zaire hingga

tahun 1997, merupakan negara terbesar kedua di Afrika. Di mana luas wilayahnya mencapai
2.345.409 km2, dengan ibukota Kinshasha. RDK berbagi perbatasan sepanjang 9.165 Km

dengan sembilan negara Afrika lainnya, yaitu Republik Kongo di barat, Republik Afrika

Tengah dan Sudan Selatan di utara, Uganda, Burundi, Rwanda dan Tanzania di timur, dan

Zambia dan Angola di selatan.

RDK dulunya memiliki 11 provinsi akan tetapi pada tahun 2015 terdapat perubahan

menjadi 26 provinsi.5 RDK diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah dan populasi

muda yang sangat beragam diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam dua puluh

tahun mendatang. Dengan memiliki sumber daya mineral yang cukup besar termasuk kobalt,

tantalum, timah, emas, dan berlian, terutama di bagian selatan dan timur negara. Namun,

sejarah eksploitasi brutal negara tersebut selama kolonialisme dan kemudian otoritarianisme,

krisis politik, dan perang telah membuat kondisi pemerintahan yang sangat rapuh, dengan

kemampuan terbatas untuk menyediakan layanan sosial dan ekonomi bagi masyarakat. RDK

telah mengalami konflik internal negaranya sejak mendapatkan status kemerdekaan dari

Belgia pada tahun 1960.6

Kondisi ini mengakibatkan kekerasan yang terjadi semakin besar dan juga

penyelesaian konflik menjadi sulit untuk dilaksanakan. Sistem pemerintahan yang buruk

selama beberapa dekade dan campur tangan asing telah menciptakan situasi yang rapuh di

seluruh negeri, ditandai dengan institusi disfungsional dengan korupsi yang meluas,

infrastruktur publik yang sangat rusak dan layanan publik yang buruk, konflik dan kekerasan

yang berulang yang sebagian besar terkait dengan sumber daya alam, perpindahan penduduk

secara paksa, wabah penyakit, akses terbatas ke lahan pertanian dan pasar dan akses

kemanusiaan terbatas.7

5
“RD Kongo”. https://kemlu.go.id/nairobi/id/read/rd-kongo/3410/etc-menu. Diakses pada 02 Januari 2023
6
Global Hunger Index. “Democratic Republic of Congo A Closer Look at Hunger and Undernutrition”.
https://www.globalhungerindex.org/case-studies/2020-drc.html. Diunduh tanggal 01 Januari 2023.
7
WFP. “Evaluation of Democratic Republic of the Congo Interim Country Strategic Plan 2018-2020
Evaluation Report: Vol. I”. https://docs.wfp.org/api/documents/WFP-0000119817/download/. Diunduh tanggal
04 Januari 2023.
Konflik antara pemerintah dan kelompok milisi di RDK menimbulkan dampak parah,

warga sipil menjadi korban utama dari konflik yang terus terjadi. Mayoritas masyarakat

kehilangan tempat tinggal dan terdampak krisis pangan. Perempuan dan anak-anak

menempati urutan tertinggi yang terkena imbas dari adanya konflik, anak-anak menderita

kurang gizi karena harus mengalami perpindahan dari satu tempat ke tempat lain tanpa

adanya fasilitas tempat tinggal serta sarana kesehatan yang memadai, diperparah pula dengan

kurangnya ketersediaan pangan yang cukup.

Kemiskinan ekstrem, pengungsian, kurangnya layanan dasar yang berfungsi, dan

infrastruktur yang buruk mengakibatkan RDK menjadi salah satu negara dengan krisis

kemanusiaan paling parah di dunia. Pemerintah RDK terus berupaya dalam menangani

konflik berkepanjangan di negaranya dengan mengambil langkah diplomatis untuk

mengakhiri krisis tersebut salah satunya melalui KTT yang dilaksanakan di Ibukota Uganda,

pada November 2012.

Kemudian pada Februari 2013, langkah diplomatis lainnya berupa penandatanganan

perjanjian untuk mengupayakan misi perdamaian di wilayah rawan konflik tersebut.

Dilakukan oleh presiden RDK bersama 10 perwakilan negara Afrika lainnya; Afrika Selatan,

Rwanda, Tanzania, Kongo, dan Sudan Selatan serta wakil dari Uganda, Angola, Zambia,

Burundi, dan Republik Afrika Tengah.

Sejak 2016, krisis berkepanjangan terjadi di bagian timur (provinsi Ituri, Kivu Utara,

Kivu Selatan, dan Tanganyika) yang kemudian semakin buruk dan meluas ke daerah yang

sebelumnya stabil, seperti Kasai dan Equateur, memaksa sekitar 4,8 juta pengungsi internal

(internally displaced person/IDP) untuk melarikan diri dari desa mereka dan kehilangan mata

pencaharian dan pekerjaan pertanian mereka.


Terhitung 4,5 juta orang menjadi pengungsi internal/IDP pada Desember 2017, hal

tersebut menjadikan RDK sebagai negara Afrika dengan jumlah pengungsi internal tertinggi.

Sekitar 13 juta orang kekurangan makanan yang cukup, termasuk lebih dari 1,3 juta anak di

bawah 5 tahun yang terkena gizi buruk akut.8

Dengan segala upaya untuk dapat mengatasi konflik yang terjadi telah dilakukan oleh

pemerintahan RDK, membuahkan hasil menarik simpatik PBB untuk membantu RDK dalam

mengatasi konflik berkepanjangan yang terjadi; mejalankan misi perdamaian di sana dengan

mengirimkan pasukan perdamaian yang dikenal sebagai pasukan United Nations

Organization Mission in The Democratic Republic of The Congo (MONUC). PBB melalui

Departement of Peacekeeping Operations ini melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap

proses perdamaian.

Akan tetapi, tak selesai sampai situ, RDK masih tidak dapat bernafas dengan lega

karena krisis rawan pangan di sebagian besar wilayah RDK mengalami peningkatan yang

sangat mengkhawatirkan. Pada pertengahan 2017 analisis IPC menunjukkan telah terjadi

peningkatan tajam sekitar 30% jumlah orang yang mengalami rawan pangan akut di RDK

selama setahun terakhir. jumlah orang dalam tingkat kerawanan pangan darurat dan krisis

atau IPC Tahap 4 dan 3 naik sebanyak 1,8 juta orang, dari angka awal sebanyak 5,9 juta

menjadi 7,7 juta.9

Integrated Food Security Phase Classification (IPC) merupakan ketentuan yang

digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan pangan yang terjadi pada suatu wilayah. IPC

digunakan untuk menggambarkan seberapa parahnya keadaan darurat pangan.10

8
Global Hunger Index. “Democratic Republic of Congo A Closer Look at Hunger and Undernutrition”.
https://www.globalhungerindex.org/case-studies/2020-drc.html. Diunduh tanggal 01 Januari 2023.
9
FAO. “Food insecurity intensifies in conflict-stricken Democratic Republic of Congo”.
http://www.fao.org/resilience/news-events/detail/en/c/1029411/. Diunduh tanggal 01 Januari 2023.
10
FAO. “IPC Global Partners. Integrated Food Security Phase Classification Technical Manual.
Version 1.1”. http://www.fao.org/3/i0275e/i0275e.pdf. Diunduh tanggal 28 Desember 2023.
Sebagai bentuk upaya menangani permasalahan yang terjadi pemerintah meminta

bantuan secara khusus kepada FAO (Food Agriculture Organization) untuk mengintervensi

dan menyelesaikan permasalahan krisis pangan yang terjadi di negara tersebut. FAO adalah

sebuah organisasi lembaga kemanusiaan yang memberikan bantuan pangan dalam keadaan

darurat. Dibawah naungan PBB, FAO bertugas memberikan bantuan kemanusiaan dalam

memenuhi kebutuhan pangan dengan prinsip penyelamatan dan reaksi secara cepat.

Pada dasarnya FAO bertujuan untuk meningkatkan gizi dan juga standar kemakmuran

hidup, serta meningkatkan produktivitas pertanian dan memperbaiki kehidupan masyarakat

pedesaan. FAO juga mengupayakan berbagai cara guna mendukung berbagai kebijakan dan

juga informasi-informasi mengenai ketahanan pangan yang mencakup daripada kebutuhan

nutrisi yang baik.

Selain itu, FAO juga melibatkan WFP (World Food Programme) yang merupakan

lembaga organisasi bantuan kemanusiaan dan perkembangan jangka panjang untuk program

pangan di negara-negara berkembang. FAO dan WFP kerap bekerjasama melakukan misi

penanganan darurat ketahanan pangan di berbagai negara di dunia, salah satunya dalam

menangani kasus di RDK yang dianggap menjadi salah satu negara dengan kondisi darurat

mengkhawatirkan karena banyak orang yang membutuhkan bantuan makanan guna

mencegah situasi yang lebih buruk terjadi.

WFP dibentuk sebagai organisasi yang menangani bantuan pangan multilateral

dengan masa percobaan selama 3 tahun dan dikelola secara bersama-sama oleh PBB dan

Food Agriculture Organization (FAO). WFP pertama kali beroperasi dan mulai bertugas pada

tahun 1963 dengan mandate memberi bantuan pangan dan mendukung pembangunan sosial

dan ekonomi, menyediakan bantuan makan dan logistik lainnya dalam keadaan darurat, serta

mempromosikan World Food Security (ketahanan pangan dunia).11 dan secara struktural WFP
11
Rani Hariani. 2017. “Peran World Food Programme (WFP) dalam Menangani Krisis Pangan di Sierrra
telah permanen dinyatakan sebagai salah satu badan khusus PBB yang paling sukses terutama

pada bantuan logistik dan efektifitas operasional organisasi serta semboyan dari WFP sebagai

organisasi yaitu “feed the hungry”.12

Program-program WFP berfokus pada pengembangan pelayanan masyarakat untuk

mempromosikan program pangan. Tugas dan kegiatan WFP erat kaitannya dengan dua

organisasi lain yang kerap disebut sebagai Rome Alliances yaitu FAO dan International Fund

for Agricultural Development (IFAD). Ketiganya bekerja untuk memenuhi amanat World

Food Summit dalam mengurangi kelaparan global dan kemiskinan. WFP melakukan operasi

bantuan pangan, sedang FAO bergerak melalui bantuan pembangunan pertanian secara

teknis, dan IFAD melakukan bantuan keuangan internasional.13

Tujuan pembangunan berkelanjutan yang merupakan program prioritas dari FAO dan

WFP bertujuan untuk mengakhiri kelaparan, mencapai keamanan pangan, meningkatkan

kualitas nutrisi dan mempromosikan program pertanian berkelanjutan.

Pada bulan Januari 2018, World Vision melakukan penilaian dengan WFP dan

menemukan bahwa lebih dari 52% anak-anak menderita stunting serta 15% mengalami

malnutrisi akut. Peningkatan 750%dalam kerawanan pangan dari tingkat sebelum krisis

masuk dalam kasus malnutrisi masal, dan menempatkan 400.000 anak pada risiko kematian

tinggi. Humanitarian Response Plan for 2017-2019 yang dibuat oleh WFP mengatur secara

detail hal-hal terkait intervensi bantuan yang dilakukan oleh WFP di RDK. Program

emergency crisis yang dilakukan oleh WFP di RDK mencakup tujuh provinsi dengan jumlah

penduduk terbanyak dan terdampak konflik yaitu Kivu Utara, Kivu Selatan, Ituri, Kasai,

Leone Tahun 2009-2011”. JOM FISIP. Vol. 4. No. 1. 2017. p. 4.


12
Daniel O’connor, et.al.. 2017. “Living with insecurity: Food security, resilience, and the World Food
Programme (WFP)”. Global Social Policy. Vol. 17. No. 1. 2017. p. 3–20.
13
Reuters Staff. 2020. “What is the World Food Programme, and what does it do?”.
https://www.reuters.com/article/uk-nobel-prize-peace-wfp-factbox-idUKKBN26U1CY. Diunduh
tanggal 02 Januari 2023.
Kasai Tengah, Kasai Oriental, dan Tanganyika dan akan dilakukan peningkatan program

yang signifikan untuk mencegah krisis pangan yang semakin parah.14

WFP dan FAO memastikan bahwa pusat bantuan pangan akan dibangun di ibu kota

regional Kananga dan Tshikapa supaya dapat membantu melakukan tinjauan serta

menganalisis ketahanan pangan dan gizi untuk krisis pangan yang terjadi. Tingkat kerawanan

pangan yang mengejutkan di RDK menjadikannya sebagai negara dengan krisis kelaparan

paling mendesak di dunia.

WFP bekerjasama dengan FAO secara cepat meningkatkan intervensi mereka di

seluruh wilayah RDK untuk mencegah situasi semakin memburuk. Konflik yang sedang

berlangsung telah menggusur dan menghancurkan populasi di wilayah Kasais tengah, serta

provinsi Ituri, Kivu Utara dan Selatan, dan Tanganyika.

Konflik juga telah mengganggu perekonomian dan menekan produksi pangan. Bagi

lembaga kemanusiaan yang turut serta memberikan bantuan dalam penanganan krisis pangan

Republik Demokratik Kongo menghadirkan banyak tantangan antara lain, kelaparan,

pengungsian, penyakit, dan kekerasan.15 WFP (World Food Programme) dan FAO (Food

and Agriculture Organization) menyatakan bahwa RDK menjadi salah satu negara yang

mengalami kondisi darurat karena banyak orang yang membutuhkan bantuan makanan.

Dengan adanya pangan yang cukup, maka akan menggerakkan roda perekonomian

dan aktivitas-aktivitas lainnya sehingga pada akhirnya hal tersebut akan membantu kondisi

ekonomi masyarakat yang terkena bencana kelaparan. Krisis pangan adalah masalah bersama

masyarakat internasional yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan sigap. Hal ini

menjadi menarik untuk dibahas, diteliti dan ditulis. Bagaimana peran FAO dan WFP dalam
14
WFP. “Democratic Republic of the Congo”. https://www.wfp.org/countries/democratic-republiccongo.
Diunduh tanggal 29 Desember 2023.
15
WFP. “Emergency Operation Democratic Republic of Congo”.
https://docs.wfp.org/api/documents/WFP0000022212/download/?_ga=2.121354184.1559536485.1606686485-
268234930.1582788896. Diunduh tanggal 30 Desember 2023.
mengentaskan permasalahan krisis pangan di Republik Demokratik Kongo? Berdasarkan

beberapa factor di atas tulisan ini bertujuan untuk membahas peran Food Agriculture (FAO)

melalui World Food Programme (WFP) dalam mengatasi krisis pangan Republik Demokratik

Kongo.

Anda mungkin juga menyukai