Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KESEHATAN GLOBAL

BENCANA ALAM DAN KEGAWATDARURATAN KEMANUSIAAN KOMPLEKS

Oleh:

KELOMPOK 4

Pratiwi Koesoemawardani (1506688405)

Cyntia Yuliana Anggraeni (1506687882)

Elsa Manoraa (1506688014)

Ervida Andina (1506687390)

Mufli Hazimah (1506723944)

Azka Aulia Fitri (1506687970)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

2016

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………………………. 2

Bab I : Pendahuluan …………………………………………………………… 3

Bab II : Isi …………………………………………………………………….. 4

Bab III : Penutup ……………………………………………………………… 26

Daftar Pustaka ………………………………………………………………… 26

2
BAB I

PENDAHULUAN

Bencana adalah kejadian yang menyebabkan keruskaan, kehancuran ekologi, hilangnya


kehidupan manusia, atau penurunan kesehatan dan pelayanan kesehatan pada skala yang
cukup untuk menjamin respons yang luar biasa dari luar komunitas yang terkena dampak
(Skolnik, 2012). Secara singkat, bencana adalah kejadian yang dapat menyebabkan kerugian
dan kehancuran bagi orang-orang yang terkena. Bencana dapat berupa bencana alam dan
bencana buatan manusia.

Apapun jenis bencananya, bencana tetap memberikan dampak bagi seluruh aspek kehidupan
orang-orang yang terkena, salah satunya adalah kesehatan. Bencana alam maupun kegawatan
kemanusiaan yang kompleks memiliki dampak signifikan pada kesehatan global, seperti
kematian, penyakit, kecacatan, serta biaya ekonomi akibat kesehatan mereka. Hal ini menjadi
penting karena kesehatan pada akhirnya akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan
manusia.

3
BAB II

ISI

A. Pentingnya Bencana alam dan Keadaan Darurat Kompleks terhadap Kesehatan


Global

Keadaan darurat dan bencana alam memiliki dampak yang signifikasi terhadap
kesehatan global. Hal itu mempengaruhi angka kematian, kesakitan dan kecacatan serta biaya
kesehatan ekonomi akibat bencana. Menilai cost-effective terkait bencana penting untuk
memprioritas untuk bertindak.

Bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, kehancuran ekologi,


hilangnya nyawa manusia, atau kerusakan kesehatan dan pelayanan kesehatan pada skala
yang cukup untuk menjamin respon yang luar biasa dari luar daerah masyarakat yang terkena
dampak. Bencana dibagi menjadi 2 kategori yaitu bencana alam dan bencana non-alam.
Bencana alam yaitu terjadi Karena kehendak alam seperti banjir, gunung meletus, gempa
bumi, dan tsunami. Bencana non-alami terjadi Karena ada campur tangan manusia seperti
bencana industri, kegagalan teknologi, dan lain-lain. Berikut bencana alam yang baru terjadi
baru-baru ini. Hal itu menyebabkan hilangnya nyawa.

Pada tahun 2010 bulan April di Meksiko oil tumpah sebanyak 185 juta galon oli, hal
ini menyebabkan tidak dapat menjadi area memancing seluas 19% dari teluk Louisiana dan
membunuh 11 orang. Pada bulan Juli terjadi banjir di Pakistan setelah 2 hari ujan terus
menerus membunuh 1600 jiwa dan kerugian kehilangan jutaan rumah. Kemudian pada
September longsor di meksiko mengakibatkan 11 orang meninggal dan 100 rumah tertimbun.

Pada tahun 2011, Maret terjadi gempa bumi dan menyebabkan tsunami sehingga
reactor nuklir di Fukushima mengalami kebocoran. Pada bulan Agustus, Badai Irene
membunuh 56 orang di Pantai Timur Amerika Serikat dan diperkirakan kerusakan $ 15,6
miliar. Selanjutnya pada bulan Desember Badai Tropis Washi menyebabkan banjir dan
menewaskan 1.268 orang di Filipina.

4
Sedangkan pada tahun 2012 terdapat beberapa bencana alam yaitu pada bulan April
terjadi sebuah longsoran salju menabrak sebuah pangkalan militer Pakistan di Pakistan,
menewaskan 129 tentara dan 11 warga sipil. Sedangkan pada bulan Juli terjadi Curah hujan
masif semalaman dan meluas hingga membanjiri dan membunuh 172 orang di Krymsk,
Rusia. Pada Oktober terjadi Badai Sandy dimulai di Karibia dan memanjat Pantai Timur
Amerika Serikat, sehingga menyebabkan setidaknya 100 kematian dan $ 30 miliar diganti
rugi.

Pada tahun 2013 bulan September terjadi Banjir bandang di Colorado, di Amerika
Negara, menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur dan Rumah dan membunuh
setidaknya enam orang. Sedangkan pada bulan Oktober, sebuah gempa dahsyat melanda
Filipina,menewaskan 144 orang dan melukai 300 lainnya. Selanjutnya pada bulan November
topan Haiyan menghantam banyak pulau di central, Filipina yang mempengaruhi 4,28 juta
orang di kota-kota setidaknya 270 kota. Korban tewas diperkirakan menjadi orang 4,011 dan
1.602 dilaporkan hilang.

Berdasarkan kategori bencana non-alam, seperti perang, konflik sosial dan kegagalan
teknologi. Sehingga dengan adanya keadaan tersebut tanggapan dari masyrakat yaitu complex
emergency or complex humanitarian emergency (CHE) Sering dalam konflik tersebut,
runtuhnya lembaga negara, hukum dan memecah ketertiban dan dihantui kekacauan serta
memigrasi sebagian penduduk sipil. CHEs juga telah digambarkan sebagai "situasi yang
mempengaruhi besar penduduk sipil yang biasanya melibatkan kombinasi faktor, termasuk
perang atau perselisihan sipil, kekurangan makanan, dan perpindahan penduduk,
mengakibatkan mortalitas kelebihan yang signifikan. Keadaan darurat seperti itu termasuk
perang dan konflik sipil. Hal itu biasanya mempengaruhi sejumlah besar orang dan sering
memiliki dampak parah pada ketersediaan makanan, air, dan tempat tinggal. Terkait dengan
fenomena ini dan perpindahan orang-orang yang sering pergi dengan mereka, keadaan
darurat kemanusiaan yang kompleks biasanya mengakibatkan kematian yang cukup besar,
dibandingkan dengan apa yang akan terjadi tanpa seperti keadaan darurat. Beberapa contoh
keadaan darurat kemanusiaan yang kompleks tercantum dalam table berikut.

Afghanistan: lebih dari 665,000 orang pengungsi internally displaced people (IDP)
karena kekeringan dan ketidakstabilan politik.
Angola: Perang sipil yang berlangsung selama 27 tahun dan berakhir pada tahun 2002.
Armenia/Azerbaijan: Konflik antara kedua negara telah menciptakan hampir 250.000
pengungsi dan pengungsi (IDP) sebesar 600.000.

5
Bosnia and Herzegovina: Antara 1992 dan tahun 1994, perang dengan berbagai bagian
bekas Yugoslavia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 dan 1,8 juta orang
mengungsi.
Burma: Serangan pemerintah terhadap sejumlah kelompok etnis telah pergi lebih dari 20
tahun dan menghasilkan pengungsi antara 500.000 dan 1 juta.
The Democratic Republic of Congo: Pertempuran sejak pertengahan 1990-an antara
pemerintah pasukan dan pemberontak telah menyebabkan lebih dari 2 juta pengungsi.
Libya: Konflik antara pasukan Pro Qadhafi dan anti-Qadhafi yang menyebabkan
setidaknya 80.000 IDP dengan 21.000 pengungsi pada tahun 2014 karena bentrokan di
Sebha sendiri.
Liberia: Perang saudara dari 1990 hingga 2004 mengakibatkan hampir 500.000 IDP dan
lebih dari 125.000 pengungsi di Guinea.
Nepal: Konflik antara pasukan pemerintah dan pemberontak Maois dari 1996-2006
menyebabkan 100.000-200.000 IDP.
Rwanda: Lebih dari 800.000 orang terbunuh dalam genosida 1994, yang menyebabkan
lebih dari 2 juta pengungsi yang melarikan diri ke Burundi, yang sekarang Republik
Demokratik Kongo, Tanzania dan Uganda.
Somalia: Konflik antara al-Shabaab dan pasukan Pemerintah Federal transisi bersekutu
telah menyebabkan 1.1 juta orang mengungsi.
Sudan: Konflik internal sejak 1980-an, termasuk perang dengan kelompok-kelompok di
Selatan dan genosida terhadap orang-orang di wilayah Darfur, telah mengungsi 5-6 juta
orang.
Syria: Ongoing civil war since 2011 has created more than 2.8 million Syrian refugees as
of 2014, with 6.5 million IDP.
Uganda: Pemberontakan oleh tentara perlawanan Tuhan di Utara selama hampir 20 tahun
telah menyebabkan antara 1 dan 2 juta pengungsi.
Yemen: Bentrokan antara pasukan al-Qaeda dan pemerintah telah mengakibatkan hampir
310,000 IDP.
Zimbabwe: Presiden Mugabe memulai serangkaian reformasi politik yang menggunakan
langkah-langkah kekerasan, yang menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia,
peningkatan dalam perdagangan manusia, dan 570,000 dari 1 juta orang menjadi
pengungsi

Beberapa orang-orang yang melarikan diri atau dipaksa untuk bermigrasi selama bencana
atau kompleks kemanusiaan darurat meninggalkan rumah mereka tetapi tinggal di negara di
mana mereka tinggal. Ini disebut orang pengungsi internally displaced people (IDP). Ini
adalah lebih formal didefinisikan sebagai seseorang yang telah dipaksa untuk meninggalkan

6
rumah mereka untuk alasan seperti penganiayaan agama atau politik atau perang, tapi tidak
menyeberangi perbatasan internasional.

Salah satu indikator penting dari dampak kesehatan darurat kemanusiaan kompleks
adalah tingkat kematian. Ini adalah proporsi orang-orang yang mati dari populasi risiko
selama periode tertentu. Untuk menangani (Compelx Humanitary Emergency) CHEs, tingkat
kematian umumnya dinyatakan per 10.000 penduduk, setiap hari. Sejauh mana penyakit
mungkin menyebar di sebuah kamp pengungsi dan sebagian tergantung tingkat serangan
penyakit, yang "kumulatif insiden infeksi dalam kelompok diamati selama periode waktu
selama epidemi”.

B. Karakteristik Bencana Alam

Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh kejadian alam. Terdapat beberapa jenis
bencana alam. Beberapa diantara bencana alam juga disebabkan oleh manusia, seperti banjir
yang merupakan akibat dari curah hujan yang tinggi ditambah dengan penebangan pohon
sembarangan ataupun pembuangan sampah sembarangan sehingga menyumbat aliran air.
Berikut adalah beberapa kriteria dari bencana Alam.

 Biasanya terjadi berhubungan dengan cuaca dan perubahan iklim


Beberapa jenis bencana alam disebabkan karena cuaca dan perubahan iklim, misalnya
kekeringan, hujan deras yang menyebabkan banjir, angin topan, angin tornado dan
sebagainya. Perubahan iklim dapat berdampak penting pada jumlah, tipe, dan
keparahan bencana alam di masa depan. Karena perubahan iklim merupakan sesuatu
yang tidak dapat terus menerus diprediksi kejadiannya. Jadi masyarakat harus selalu
waspada akan datangnya bencana tersebut.
 Kerugian ekonomi
Sebagaimana yang pastinya terjadi, ketika bencana alam terjadi akan banyak
kerusakan yang ditimbulkan. berbagai infrastruktur, jalan, sekolah, fasilitas umum,
hingga sarana perekonomian seperti pasar, swalayan, kantor-kantor, dsb. Bencana
alam lebih memberikan dampak yang besar pada negara berpenghasilan menengah
dan rendah. Dampak relatif bencana alam terhadap orang miskin tentu saja lebih besar
daripada yang lebih baik karena bagian masyarakat miskin Total aset masyarakat
yang hilang dalam bencana ini lebih besar daripada yang hilang oleh orang

7
berpenghasilan tinggi. Selain itu, masyarakat miskin seringkali merupakan yang
paling rentan terhadap kerugian akibat bencana alam karena mereka sering tinggal di
tempat-tempat yang berisiko terkena bencana tersebut atau memiliki perumahan yang
tidak dapat bertahan menghadapi guncangan semacam itu.
 Kesakitan dan kematian
Bencana alam dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada infrastruktur,
seperti sistem pasokan air dan pembuangan limbah yang mana dibutuhkan untuk air
bersih dan sanitasi yang aman, serta jalan yang mungkin diperlukan untuk
mengangkut orang yang membutuhkan perawatan kesehatan. Bencana alam juga bisa
merusak infrastruktur kesehatan itu sendiri, seperti kerusakan pada rumah sakit,
puskesmas, dan klinik kesehatan. Orang bisa mati secara langsung akibat bencana
alam, seperti dari reruntuhan akibat gempa atau tenggelam saat banjir. Namun,
mereka mungkin juga mati sebagai akibat tidak langsung akibat bencana karena
epidemi terkait dengan kekurangan air bersih atau sanitasi, makanan, atau akses
terhadap layanan kesehatan. Sebagai tambahan, orang-orang yang terkena dampak
bencana dapat tinggal di pengungsian, yang dapat menimbulkan berbagai bahaya
kesehatan.

Karakteristik emergensi kompleks

 Keadaan darurat biasanya didasarkan pada konflik sipil

Sejak berakhirnya perang dingin, konflik semakin bersifat internal, diperburuk oleh
perkembangan sosial dan ekonomi yang tidak merata, identitas keagamaan,
kurangnya ruang demokrasi, dan identitas etnik versus nasional.Beberapa pihak
menyebut tren "privatisasi" perang dan kelegaan, tidak hanya karena pelaku swasta
dan bukan negara bagian terlibat, namun karena sulit membedakan antara kekerasan
politik dan kriminal. Dalam konflik internal hari ini, tidak hanya individu korban
peperangan, tapi juga pelaku kekerasan dan genosida.

 Khas terhadap keadaan darurat yang kompleks adalah kurangnya wewenang dan
keamanan

Terdapat kekurangan keamanan baik untuk penduduk sipil maupun masyarakat


kemanusiaan dikarenakan oleh otoritas nasional, dimana biasanya mereka tidak

8
berada dalam kontrol yang efektif atau hanya menguasai sebagian wilayah. Bekerja
dalam keadaan darurat yang kompleks berarti berurusan dengan pejabat pemerintah
dan juga meminta entitas non-negara, yaitu gerakan pemberontak dan kelompok
pemberontak, dan ini menyebabkan dilema hukum dan politik.

 Pelanggaran hak asasi manusia yang mencolok dan pemindahan yang besar.

semakin banyaknya pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan erosi ruang
kemanusiaan yang bersifat bersifat endemik semakin memperparah kondisi
masyarakat saat ini. Misalnya, agen kemanusiaan ditolak akses ke kelompok orang
yang membutuhkan bantuan mereka. Perempuan dan anak-anak bukan hanya korban
perang; Mereka telah menjadi target peperangan yang disengaja. Akibatnya, jumlah
pengungsi dan korban konflik bersenjata sangat besar, dan pelaku kemanusiaan tidak
hanya menghadapi rintangan keuangan, tapi juga dilema hukum dan moral dan
politik. Diperkirakan lebih dari 80% korban dalam konflik hari ini adalah perempuan
dan anak-anak. Terlihat bahwa saat ini terjadi pengkikisan nilai-nilai tradisional.
Misalnya, di semua masyarakat, anak-anak diberi semacam perlindungan khusus,
namun selama konflik internal, nilai-nilai tersebut terkikis oleh keadaan. Ini juga
mencerminkan sifat perubahan konflik.

 Gangguan sistem infra struktur dan ekonomi cenderung terjadi

Aspek politik memberikan keadaan darurat yang kompleks. Krisis politik yang
mendalam dan berlarut-larut yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang mendalam.
Sebagian besar keadaan darurat berasal dari interaksi kompleks antara beragam faktor
sosial, ekonomi dan politik.

Ketidakstabilan sangat mengganggu usaha dalam menjaga infrastruktur yang


mendukung masyarakat. Jalan, pergerakan layanan dan barang, arus kas, dll -
semuanya terkena imbas dari peperangan. Dalam beberapa situasi darurat bahkan
mungkin komunitas kemanusiaan yang meletakkan dasar bagi infrastruktur dan sistem
ekonomi.

9
C. Beberapa Kasus Tentang Bencana Pada Tahun 2007 – 2013.

Data diambil dari World Disasters–2010, 2011, 2012,


and 2013 Disasters.

Bencana merupakan segala kejadian yang menyebabkan kerusakan, ekologis,


kehancuran, kehilangan nyawa manusia, atau penurunan kesehatan dan pelayanan kesehatan
dalam skala yang cukup untuk menjamin respon lari luar yang terkena dampak. Dibawah ini
merupakan contoh beberapa kasus bencana global yang diambil pada tahun 2007- 2013 yang
mengakibatkan kerugian berupa nyawa, harta benda, serta infrastruktur. Disamping itu
bencana memengaruhi ketersediaan makanan, air, dan tempat tinggal.

Pada tahun 2007, dibulan Juli, banjir dan hujan lebat menewaskan 66 orang dan
menyebabkan lebih dari satu juta orang kehilangan tempat tinggal di India. Sedangkan pada
bulan Agustus, sebuah gempa berkekuatan 8,0 di Peru membunuh setidaknya 337 orang.
Pada bulan November, angin topan Sidr, dengan angin 100 mil per jam telah menewaskan
sekitar 3500 orang di Bangladesh

Pada tahun 2008, dibulan Mei, siklon nargis menewaskan 24.000 orang di Myanmar.
dan juga pada bulan Mei, Sebuah gempa berkekuatan 7,9 melanda porselen barat,
menewaskan 67.000 orang. Pada bulan Agustus, banjir dari sungai kosi menewaskan
setidaknya 75 orang dan mengungsi lebih dari 2 juta di India. Pada tahun 2009, dibulan
Agustus, topan morakat menyebabkan tanah longsor, burrying setidaknya 600 orang di
taiwan selatan. Sedangkan dibulan September, tsunami setelah gempa berkekuatan 8,0,
menewaskan lebih dari 115 orang samoa dan samoa Amerika sedangkan pada bulan
September, sebuah gempa berskala 7,6 menewaskan lebih dari 1000 orang di padang,
indonesia

Pada tahun 2010, dibulan April telah terjadi bencana berupa tumpahan minyak Teluk
Meksiko membocorkan 185 juta Galon minyak, menyebabkan zona tanpa pancing di 19% air
di Teluk Louisiana dan menewaskan 11 orang. Pada bulan Juli, Banjir besar-besaran di
Pakistan setelah 2 hari penuh

Curah hujan menewaskan lebih dari 1.600 orang dan meninggalkan jutaan orang
tuna wisma. Lalu pada bulan September terjadi bencana berupa tanah longsor setelah
terjadinya hujan terus-menerus dan terdapat ratusan rumah yang terkubur serta membunuh 11
orang Meksiko.

10
Pada tahun 2011 dibulan Maret telah terjadi gempa dan tsunami menyebabkan
tsunami. Ledakan di Pembangkit Listrik Daiichi Fukushima di Jepang. Bencana ini
mengakibatkan perkiraan 60.000 nyawa melayang serta menghancurkan ratusan sampai
ribuan gedung yang mengakibatkan kerugian mencapai 210 Milyar dollar. Insiden tersebut
melepaskan radioaktivitas secara langsung ke atmosfer. Pada bulan Agustus telah terjadi
Badai Irene yang membunuh 56 orang di Timur Coast of the Unites States dan menyebabkan
perkiraan $ 15,6 miliar dalam bentuk kerusakan. Pada bulan Desember telah terjadi Tropical
Strom Washi menyebabkan banjir itu menewaskan 1.268 orang di Filipina.

Pada tahun 2012 dibulan April, sebuah longsor salju menabrak sebuah pangkalan
militer Pakistan di Pakistan, menewaskan 129 tentara dan 11 warga sipil. Pada bulan Juli
telah terjadi curah hujan masif meluas yang membanjiri dan membunuh 172 orang di
Krymsk, Rusia. Pada bulan Oktober telah terjadi Badai Sandy di Karibia. Badai ini sampai ke
Pantai Timur Amerika Serikat. Akibat dari badai ini, menyebabkan setidaknya 100 kematian
dan $ 30 miliar.

Pada tahun 2013, dibulan September telah terjadi banjir bandang di Colorado, di
Amerika, menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur dan Rumah dan membunuh
setidaknya enam orang. Pada bulan Oktober telah terjadi sebuah gempa dahsyat melanda
Filipina. Akibat gempa ini, menewaskan 144 orang dan melukai 300 lainnya. Pada bulan
November, Topan Haiyan menabrak banyak pulau di Indonesia Pusat, Filipina
mempengaruhi 4,28 juta orang di Indonesia. Setidaknya 270 kota hancur. Korban tewas
diperkirakan terjadi 4.011 dan 1.602 orang dilaporkan hilang.

Istilah kompleks darurat atau kompleks darurat kemanusiaan (CHE) telah dibentuk.
Sebuah keadaan darurat yang kompleks dapat didefinisikan sebagai "kompleks, multipartai,
Konflik intra-negara yang mengakibatkan bencana kemanusiaan. Mungkin merupakan risiko
multi-dimensi atau ancaman keamanan regional dan internasional. CHEs juga telah
digambarkan sebagai situasi yang memengaruhi populasi sipil besar yang biasanya
melibatkan kombinasi faktor, termasuk perang atau perselisihan sipil, kekurangan pangan,
dan pemindahan penduduk, yang mengakibatkan kematian berlebih yang signifikan.

Terkait dengan kasus bencana secara global, keadaan darurat kemanusiaan yang
kompleks biasanya terjadi dalam banyak kematian berlebih, dibandingkan dengan apa yang
terjadi. Berikut beberapa contoh keadaan darurat kemanusiaan yang terjadi secara global pada
tahun 2007 – 2013.

11
- Di Angola telah terjadi perang sipil berlangsung 27 tahun dan berakhir pada tahun
2002.
- Armenia / Azerbaijan: konflik antara kedua negara telah menciptakan hampir 250.000
pengungsi dan 600.000 pengungsi internal (IDP).
- Bosnis dan Herzegovinna: antara tahun 1992 dan 1994, perang dengan berbagai
bagian bekas Tugoslavia menyebabkan lebih dari 100.000 kematian dan 1,8 juta
orang mengungsi.
- Burma: serangan pemerintah terhadap sejumlah kelompok etnis telah berlangsung
selama lebih dari 20 tahun dan menghasilkan antara 500.000 dan 1 juta pengungsi.
- The Democratic Republic of Congo : pertempuran sejak pertengahan 1990an antara
pasukan pemerintah dan pemberontak telah menyebabkan lebih dari 2 juta orang
terlantar.
- Libya: Konflik antara pasukan pro-Qadhafi dan anti-Qadhafi menyebabkan
setidaknya 80.000 pengungsi dengan 21.000 orang mengungsi pada tahun 2014
karena
Bentrokan di Sebha sendiri.
- Afghanistan: Saat ini ada lebih dari 665.000 pengungsi internal (IDP) karena
kekeringan dan ketidakstabilan politik.
- Liberia: Perang saudara dari tahun 1990 sampai 2004 menyebabkan hampir 500.000
pengungsi dan lebih dari 125.000 pengungsi di Guinea saja.
- Nepal: Konflik antara pasukan pemerintah dan pemberontak Maois dari tahun 1996
sampai 2006 menyebabkan 100.000-200.000 pengungsi.
- Rwanda: Lebih dari 800.000 orang terbunuh dalam genosida tahun 1994, yang juga
menghasilkan lebih dari 2 juta pengungsi melarikan diri ke Burundi, apa yang
sekarang menjadi Republik Demokratik Kongo, Tanzania, dan Uganda.
- Somalia: Konflik antara al-Shabaab dan pasukan gabungan Pemerintahan Transisi
Federal telah menyebabkan 1,1 juta warga sipil terlantar.
- Sudan: Konflik internal sejak tahun 1980an, termasuk perang dengan kelompok-
kelompok di selatan dan genosida terhadap orang-orang di Darfur
- Daerah, telah mengungsi 5-6 juta orang.
- Suriah: Perang saudara yang terus berlanjut sejak tahun 2011 telah menciptakan lebih
dari 2,8 juta pengungsi Suriah pada tahun 2014, dengan 6,5 juta IDP.

12
- Uganda: Pemberontakan oleh Tentara Perlawanan Tuhan di utara selama hampir 20
tahun telah menyebabkan antara 1 sampai 2 juta orang mengungsi orang-orang.
- Yaman: Bentrokan antara pasukan al-Qaeda dan pemerintah mengakibatkan hampir
310.000 pengungsi.
- Zimbabwe: Presiden Mugabe memprakarsai serangkaian reformasi tanah dan politik
dengan menggunakan tindakan kekerasan, yang menyebabkan manusia
Pelanggaran hak asasi manusia, peningkatan perdagangan manusia, dan 570.000
sampai 1 juta orang menjadi pengungsi internal.

D. BEBAN KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM

Pada tahun 1990, sekitar 62.000 orang mati dikarenakan bencana alam. Sangat
sedikit data yang menunjukan adanya kesakitan dan kecacatan ynag berhubungan
dengan bencana alam. Dampak langsung dan tidak langsung yang ditimbulkan
bergantung pada jenis bencana yang terjadi. Seperti halnya gempa bumi. Gempa bumi
dapat menimbulkan banyak kerugian, seperti korban yang mati akibat gempa bumi,
korban cedera hingga cacat fisik. Selain itu, orang yang selamat dari gempa bumi juga
dapat mengalami kecacatan fisik secara permanen dalam jangka waktu yang lama,
kecacatan mental dan mempunyai risiko yang besar untuk terkena penyakit jantung
dan beberapa penyakit kronis lainnya, Dampak tidak langsung dalam bidang
kesehatan yang ditimbulkan dari gempa bumi bergantung pada lokasi gempa.

Pada bencana alam gunung meletus, orang-orang beRfikir akan mati dari
aliran lava dari gunung berapi. Namun kasus ini jarang terjadi. Faktanya, 90%
kematian akibat gunung meletus disebabkan karena adanya lumpur dan abu dari
lereng gunung berapi. Selain itu,gunung berapi dapat membahayakan kesehatan
manusia dengan memindahkan penduduk sekitar ke tempat pengungsian. Di tempat
pengungsian, pengungsi akan mengkonsumsi air yang tidak bersih sehingga akan
menimbulkan berbagai penyakit. Selain itu, gunung meletus juga dapat mengganggu
kesehatan mental para korbanya sehingga diperlukan rehabilitasi mental dengan
relawan atau psikolog yang ada sehingga pada korban dapat melakukan aktifitas
secara normal dikemudian hari.

13
Tsunami merupakan salah satu bencana besar yang memakan korban yang
sangat banyak. Tsunami menyebabkan banyak korban jiwa, kerusakan infrastruktur
dan dapat mengganggu psikologis para korban. Di tempat pengungsian, para korban
banyak yang mendapat penyakit baru seperti diare, sakit kulit serta gangguan
pernapasan. Hal ini dikarenakan kondisi pengungsian yang buruk seperti, kurangnya
suplai air bersih, tempat istirahat yang tidak nyaman bagi korban, tempat pengungsian
yang terlalu padat sehingga apabila di terdapat satu korban yang mengidap penyakit
menular maka akan menularkan korban lainnya dengan sangat cepat.

Terdapat data yang menunjukan distribusi korban bencana alam menurut umur
dan sex baik pada kesakitan, kecacatan maupun kematian. Korban bencana alam
sangat bervariasi, mulai dari bayi hingga orang tua. Kesakitan, kecacatan dan
kematian yang ditimbulkan dari bencana alam tergantung pada besarnya bencana
alam yang terjadi. Namun, wanita merupakan korban yang mempunyai risiko lebih
besar apabila rumahnya hancur dan harus tinggal di pengungsian. Hal ini akan sangat
berbahaya terhadap kondisi kesahatan dan mental wanita tersebut.

E. DAMPAK KESEHATAN YANG DITIMBULKAN DARI COMPLEX


HUMANITARIAN EMERGENCIES

Dampak kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan


kegawatdaruratan kemanusiaan sangat sulit untuk diperkirakan. Dampak yang
ditimbulkan dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Diperkirakan antara 320.000
hingga 420.000 orang meninggal akibat dampak langsung CHEs. Selain itu,
diperkirakan 500.000 sampai 1 juta orang mati karena trauma akibat pembantaian di
Rwanda pada tahun 1994. Diperkirakan 4-13% kematian pada saat CHEs di Iraq
bagian utara, Somalia dan Republik Demokratik Congo disebabkan langsung oleh
trauma.

Penyakit lain, kecacatan dan kematian dapat juga bersifat tidak langsung. Hal
ini dikarenakan kondisi pengungsian yang jauh dari kata sehat, korban akan
mengalami malnutrisi, persediaan air bersih yang terbatas, kurangnya persediaan
makanan serta pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Hal ini dapat mengganggu
kondisi kesehatan para korban. Mulai dari terkena berbagai penyakit ringan hingga

14
berat. Diperkirakan lebih dari 1,7 juta orang meninggal setelah 22 bulan
berlangsungnya peperangan di Republik Demokratik Congo. Hal ini merupakan salah
satu contoh dampak yang tidak langsung yang ditimbulkan dari CHEs.

Diperikrakan bahwa sekitar 200.000 orang mati pada peperangan pada tahun
2001 di negara dengan sosial ekoenomi menengan kebawah. Sebesar 70% kematain
tersebut terjadi di Sub-Sahara Africa dan lebih dari 10% dari kematian tersebut terjadi
di wilayah Asia. Banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari peperangan ini. Selain
itu, diperkirakan pula antara tahun 1975-1989 lebih dari 5 juta orang meninggal akibat
konflik sipil. Dalam hal kematian, terdapat peperangan di beberapa negara yang
menyebabkan banyak korban, seperti Republik Demokratik Congo, Afghanistan,
Burundi dan Angola.

Kematian yang disebabkan oleh CHEs sebagai besar terjadi pada anak-anak
yaitu sebesar 2-3 kali lebih besar dibanding kematian pada orang dewasa. Sekitar 20%
cedera yang tidak fatal pada konflik di Bosnian terjadi pada anak-anak. Hampir 50%
kematian akibat konflik di Republik Congo terjadi pada wanita dan anak anak
dibawah 15 tahun. UNICEF memperkirakan bahwa lebih dari 2 juta anak mati akibat
peperangan dalam decade terakhir. Pada konflik di Eropa, sebagian besar korban yang
meninggal merupakan laki-laki berusia antara 19-50 tahun.

A. Penyabab Kematian pada Complex Humanitarian Emergencies

Banyaknya korban yang berada di pengungsian serta kondisi


pengungsian yang tidak sehat membuat banyak orang terjangkit penyakit
seperti diare, gangguan pernapasan, kolera, campak dan malaria. Namun, dari
keseluruhan penyakit yang ada, diare merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan kematian pada korban pengungsian.

 Diare
Diare merupakan penyebab kematian terbesar pada korban
pengungsian.

 Kolera

15
Epidemi kolera terjadi pada pengungsian di Malawi, Nepal dan
Bangladesh yang menyebabkan kematian. Kematian akibat kolera
diperkirakan sebesar 3-30%. Pada July hingga Agustus tahun 1994,
sekitar 90% kematian di Goma dan Republik Demokratik Congo
disebabkan oleh kolera. Hal ini disebakan karena air sungai yang
terkontaminasi sehingga para pengungsi mengkonsumi air yang telah
terkontaminasi tersebut dan menyebabkan kolera.

 Disentri
Disentri mengacu pada diare berat yang disebabkan karena
infeksi pada intestinal. Penyakit ini menjadi penyebab kematian dalam
waktu 20 tahun terakhir. Seperti di Malawi, Nepal, Bangladesh dan
Tanzania. Kematian akibat disentri diperkirakan sebesar 10%.

 Campak
Campak juga menjadi salah satu penyakit mematikan yang
dapat menyerang korban pengungsian.Terlebih pada orang yang
kekurangan gizi dan tidak diimunisasi campak. Kekurangan vitamin A
juga dapat menyebabkan seseorang terkena campak. Seseorang yang
kekurangan vitamin A maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan
rentan terkena berbagai penyakit. 30% anak yang menderita campak
pada situasi tersebut diperkirakan akan meninggal.

 Malaria
Malaria juga menjadi salah satu penyakit yang mematian di
kalangan korban pengungsian. Terlebih apabila korban berasal dari
daerah yang tidak endemic malaria dan pindak ke daerah yang endemic
malaria. Kasus malaria tertinggi terdapat di Sub Sahara Afrika dan
sebagian wilayah Asia.

 Gangguan pernapasan akut


Gangguan pernapasan akut merupakan salah satu penyakit yang
dapat menyebabkan kematian pada korban pengungsian. Hal ini

16
dikarenakan kepadatan pengungsian sehingga para korban mudah
tertular penyakit pernapasan.

Populasi yang terkena dampak CHEs mayoritas berasal dari sosial


ekonomi rendah dengan nutrisi yang buruk. Nutrisi yang buruk dapat
menyebabkan daya tahan tubuh menjadi rendah sehingga mudah terserang
berbagai penyakit infeksi. Kekurangan nutrisi baik makronutrien dan
mikronutrien merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan pada
CHE. Kekurangan vitamin A dapat membuat daya tahan tubuh seseorang
melemah dan rentan terkena berbagai penyakit. Kekurangan vitamin C dapat
menyebabkan sariawan, seperti yang terjadi di Ethiopia, Sudan dan Somalia..
Kekurangan iron dapat menyebabkan anemia dan mayoritas terjadi pada anak-
anak dan perempuan. Perempuan dan anak kecil sangat rentan mengalami
kekurangan nutrisi pada pengungsian.

B. Kekerasan terhadap Wanita dalam Complex Humanitarian Emergencies

Kondisi keamanan selama masa gawat darurat dapat menempatkan


wanita pada risiko yang tinggi terhadap kekerasan seksual seperti
pemerkosaan yang dijadikan “senjata perang”. Di sisi lain, risiko kekerasan
seksual ini dapat terjadi karena situasi ekonomi membuat wanita
“memperdagangkan” seks demi uang atau makanan sehingga disebut “survival
sex”.

Kekerasan seksual terhadap wanita juga didukung dengan beberapa


data yang menunjukkan rate kekerasan ini sangat tinggi di berbagai negara
yang berkonflik. Survey di Timor Timur mengindikasikan bahwa 23% wanita
tersurvei mengalami kekerasan seksual setelah krisis. Di Kosovo, sekitar 15%
wanita yang disurvei mengalami kekerasan seksual selama konflik.
Diestimasikan bahwa antara 50.000-64.000 wanita di Sierra Lone mengalami
kekerasan seksual selama konflik, sedangkan Azerbeijan dikabarkan bahwa
25% penduduk wanitanya mengalami kekerasan seksual seksual selama 3
bulan masa konflik.

17
C. Kesehatan Mental

Penelitian terhadap dampak kegawatdaruratan yang kompleks (CHE)


berhubungan dengan shock sosial dan psikologikal terhadap para korban yang
disebabkan oleh perubahan kehidupan, kehilangan keluarga, rusaknya
hubungan sosial, hilangnya anggota keluarga, dan lain-lain. Namun terdapat
ketidak sepakatan mengenai validitas definisi dampak terhadap korban melalui
kerangka “Western” medical model.

Beberapa penelitian yang berfokus pada post-traumatic stress disorder


(PTSD) menunjukkan bahwa prevalensi PTSD di antara orang dewasa sekitar
4.6% (pada pengungsi warga Burma di Thailand) hingga 37.2% (pada
pengungsi warga Kambodia di Thailand). Sedangkan prevalensi PTSD di
antara populasi Amerika Serikat sekitar 1%. Penelitian lain juga menunjukkan
angka prevalensi depresi pada pengungsi warga Bosnia sekitar 39%,
pengungsi warga Burma hampir 42%, dan pengungsi warga Kambodia hampir
68%.

Penelitian lain yang menghubungkan antara dampak kesehatan mental


anak-anak terahadap kejadian post trauma stress dan depresi. Hasil penelitian
ini yakni bahwa anak-anak yang berada dalam situasi konflik menderita post
trauma stress dan depresi yang cukup tinggi. Survey yang dilakukan pada 170
remaja pengungsi Kambodja mengindikasikan bahwa ada 27% yang
mangalami PTSD. Sedangkan survey yang dilakukan pada 147 anak Bosnia
menunjukkan bahwa 26% dari mereka mengalami depresi.

Mereka yang terkena dampak mungkin membutuhkan pengobatan


psikotropik, membangun kehidupan sosial dengan cara bantuan terhadap
pencarian anggota keluarga, mencarikan tempat tinggal untuk hidup, dan
sebagainya. The Inter-Agency Standing Committee of WHO telah
menerbitkan panduan dalam perencanaan, penetapan, dan respons terintegrasi
lintas sektor dalam menghadapi masalah kesehatan mental dan psikososial.

18
F. Mengatasi Efek Kesehatan Akibat dari Bencana Alam

Bencana alam memiliki dampak bagi kesehatan secara bertahap, dimulai dari dampak
secara langsung dan berlanjut sampai orang-orang yang kehilangan tempat tinggal dapat
dimukimkan kembali. Sangat penting penilaian situasi kesehatan setelah bencana terjadi.
Penilaian ini akan menjadi upaya untuk bantuan awal. Pada saat yang bersamaan, perawatan
atau pengobatan harus dilakukan bagi mereka yang terluka saat bencana tersebut. Begitu juga
dengan kasus trauma harus segera ditangani, Petugas kesehatan harus memprioritaskan
mereka yang terluka dan membutuhkan perawatan dini. Pada tahap awal bencana, beberapa
fungsi kesehatan masyarakat juga perlu dilakukan, termasuk pembentukan surveilans
penyakit berkelanjutan di antara populasi yang terkena dampak bencana dan penyediaan air,
tempat tinggal, serta makanan.

Banyak negara tidak memiliki semua sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi
dampak kesehatan akibat dari bencana tersebut, dan akan bergantung pada bantuan dari
negara lain untuk mengatasi masalah kesehatan mereka. Namun sering bantuan yang
diperlukan tersebut kurang terkoordinasi sehingga menjadi tidak efektif dan tidak sesuai
dengan kondisi yang diperlukan dilapangan. Namun akan menjadi jelas dan sangat membantu
dalam menangani dampak bencana alam apabila bantuan dari eksternal melakukan hal
berikut:

 Sertakan semua mitra eksternal


 Bekerja berdasarkan hubungan kerja sama antar mitra
 Meminta mitra bekerja dengan cara yang saling melengkapi satu sama lain
berdasarkan bukti dan transparan
 Melibatkan masyarakat yang terkena dampak

Dalam beberapa hal, lebih mudah untuk memprediksi tempat-tempat yang berisiko
terkena bencana alam. Ada beberapa negara yang rentan terhadap gempa bumi, gunung
berapi, angin topan, topan, dan banjir saat hujan lebat. Dalam hal ini, banyak yang bisa
dilakukan untuk mempersiapkan bencana alam dan mengurangi dampak kesehatannya.
Rencana kesiapsiagaan bencana dapat dirumuskan untuk:

 Mengidentifikasi kerentanan
 Mengembangkan skenario tentang apa yang mungkin terjadi dan
kemungkinannya

19
 Buat garis besar peran yang dimainkan aktor yang berbeda jika terjadi keadaan
darurat
 Melatih responden dan manajer untuk menghadapi keadaan darurat tersebut

Melihat bahwa dampak kesehatan dari bencana alam begitu banyak mungkin terjadi,
namun kerap kali mitra eksternal yang ingin membantu dalam mengatasi bencana tidak
bekerja secara efektif. Seperti contohnya banyak negara mengirimkan tim pencari dan
penyelamat untuk membantu korban bencana alam, upaya tim semacam itu tidak efektif.
Kebanyakan orang terbebas dari puing-puing gempa, misalnya, diselamatkan oleh orang-
orang di komunitas mereka sendiri segera setelah kejadian tersebut terjadi. Pada saat tim
pencari dan penyelamat asing tiba, sebagian besar korban reruntuhan telah diselamatkan atau
telah meninggal.

Juga negara-negara mengirimkan rumah sakit lapangan ke daerah bencana. Biaya


setiap rumah sakit sekitar $ 1 juta, dan biasanya mereka tiba 2 sampai 5 hari setelah kejadian
awal. Sayangnya, pada saat mereka tiba, mereka tidak begitu berarti dalam penanganan kasus
trauma yang mendesak. Tampaknya lebih hemat biaya apabila memiliki lebih sedikit rumah
sakit di lapangan tetapi beberapa akan tetap ada untuk beberapa lama, selain membangun
beberapa bangunan sementara namun tahan lama yang juga dapat berfungsi sebagai rumah
sakit.

Selain itu mitra eksternal mengirim berbagai jenis barang ke tempat yang terkena
bencana. Namun, barang tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan. Akan lebih baik jika negara
yang terkena dampak jelas menunjukkan apa saja yang dibutuhkannya dan negara lain hanya
mengirim barang-barang tersebut. Membuat tenda yang besar setelah bencana alam. Ini
umumnya juga tidak efektif untuk membantu masyarakat yang terkena dampak untuk
membangun kembali. Alangkah lebih baiknya apabila memberikan uang tunai atau bahan
bangunan kepada keluarga yang terkena dampak agar mereka membangun kembali rumah
mereka secepat mungkin, sesuai dengan preferensi budaya mereka. Namun hal ini harus
ditangani dengan hati-hati untuk menghindari penyalahgunaan.

G. Menangani Efek Kesehatan akibat dari kegawatdaruratan Manusia yang


Kompleks

20
Sulit mencegah keadaan darurat kemanusiaan yang kompleks agar tidak terjadi dan
membahayakan kesehatan manusia karena keadaan darurat ini sering dikaitkan dengan
konflik sipil. Dengan demikian, kunci untuk menghindari masalah semacam itu terletak pada
ranah politik dan dalam menghindari konflik, bukan dengan mengambil tindakan yang terkait
secara langsung dengan kesehatan namun berarti menghentikan kekerasan.

Mengingat besarnya konflik, bagaimanapun, akan lebih bijaksana jika organisasi,


negara, dan badan-badan internasional secara kooperatif membentuk rencana kontinjensi
untuk wilayah-wilayah konflik yang mungkin terjadi. Penting untuk diingat bahwa tujuan
dari upaya ini adalah untuk membangun lingkungan yang aman dan sehat, mengobati
masalah kesehatan yang mendesak dan mencegah epidemi, dan kemudian menangani
kebutuhan yang kurang mendesak dan menetapkan dasar untuk layanan kesehatan jangka
panjang di antara orang-orang terlantar. Beberapa tindakan yang dapat diambil untuk
mengatasi CHE, sebagian berikut:

 Penilaian dan Pengawasan

Hal pertama yang perlu dilakukan selama fase darurat CHE adalah melakukan penilaian
terhadap populasi pengungsi dan membangun sistem surveilans penyakit. Penilaian
dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai jumlah orang yang mengungsi, usia
dan jenis kelamin mereka, latar belakang etnis dan sosial mereka, serta keadaan kesehatan
dan gizi mereka sesegera mungkin.

Ada sejumlah indikator kesehatan yang menjadi panduan pelayanan pada saat CHE, dan
sistem surveilans perlu dilakukan pada fase awal darurat CHE. Mengingat kesulitan
dalam keadaan darurat, sistem surveilans harus sederhana namun tetap memberi rasa
aman bagi kesehatan masyarakat yang terkena dampak. Mengingat pentingnya nutrisi dan
kemungkinan bahwa sebagian besar populasi akan mengalami kelaparan, penting
dilakukan pemeriksaan berat badan berdasarkan tinggi badan bagi semua anak di bawah
usia 5 tahun. Penting juga untuk menyelidiki Surveilans penyakit yang menyebabkan
wabah di kalangan orang-orang terlantar, seperti campak, kolera, dan meningitis.

 Lingkungan yang Aman dan Sehat

Hal ini penting diperhatikan terlebih lagi di tempat pengungsian karena dengan jumlah
pengungsi yang besar sehingga upaya yang harus dilakukan untuk memastikan kebersihan

21
lingkungan dan kebersihan perorangan terjaga. Ini akan menjadi kunci untuk menghindari
efek serius akibat dari penyakit diare.

Menyediakan sanitasi yang layak dalam situasi orang-orang yang terlantar juga menjadi
tantangan. Idealnya, setiap keluarga harus memiliki toilet sendiri. Tentu tidak mungkin
terjadi dalam fase akut suatu keadaan darurat. Tujuannya adalah satu toilet untuk setiap
20 orang. Ini harus dipisahkan berdasarkan jenis kelamin untuk memberikan keamanan
bagi wanita. Tidak boleh lebih dari 50 meter dari tempat tinggal, tapi harus diletakkan
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi sumber air.

Banyak orang yang kehilangan tempat tinggal akan menjadi orang miskin dengan
pendidikan rendah dan, seringkali, prilaku kebersihan yang buruk. Hal ini sangat penting
sehingga upaya yang dilakukan untuk membuat masyarakat sadar akan pentingnya
kebersihan yang baik dan memastikan bahwa setiap keluarga memiliki dan menggunakan
sabun.

Tentu, setiap orang memerlukan tempat berteduh. Tujuan jangka panjangnya adalah
membantu mereka secepat mungkin kembali ke rumah mereka. Dalam jangka pendek,
jika memungkinkan, agar keluarga bisa ditampung sementara dengan keluarga lain.
Namun seringkali banyak orang yang bertahan tinggal di tempat pengungsian, untuk
waktu yang sangat lama.

 Makanan
Disarankan agar setiap orang dewasa di tempat pengungsian harus mendapatkan
setidaknya 2.100 kilokalori energi dari makanan per hari. Jatah makanan harus
didistribusikan oleh setiap keluarga, namun perawatan khusus harus dilakukan untuk
memastikan bahwa rumah tangga yang dikepalai oleh seorang perempuan dan anak-anak
tanpa keluarga mereka mendapatkan jatah mereka. Vitamin A harus diberikan kepada
semua anak, dan anak-anak dengan gizi buruk yang sangat parah juga memerlukan
suplementasi gizi.

 Pengendalian Penyakit

Tujuan utama penanganan kemanusiaan terhadap bencana adalah untuk 1) mencegah dan
mengurangi tingkat kematian dan kecacatan, dan 2) mendukung agar kembalinya ke
keadaan normal. Selama ini, pengendalian penyakit menular merupakan prioritas pertama

22
fase darurat dalam bencana, terutama keadaan darurat kemanusiaan yang kompleks.
Prioritas penting dalam fase darurat darurat kemanusiaan yang kompleks adalah mencegah
epidemi campak. Ini dimulai dengan memvaksinasi semua anak dari usia 6 bulan sampai
15 tahun. Prioritas penting lainnya adalah memastikan bahwa anak-anak berusia di atas 5
tahun mendapatkan vitamin A. Selain itu pendeteksian penyakit juga perlu dilakukan
sehingga epidemi lain yang kadang kala terjadi pada situasi ini, seperti meningitis dan
kolera, dapat dideteksi dan kemudian dapat dengan segera diatasi. Prioritas lain mencakup
pengelolaan diare pada anak-anak dan diagnosis dan pengobatan malaria yang tepat. Tentu
saja, promosi pendidikan kesehatan dan kebersihan harus dilakukan secara terus menerus
untuk membantu keluarga mencegah timbulnya penyakit.

Namun, mencegah pecahnya penyakit komunis bukan satu-satunya upaya yang dilakukan
dalam fase darurat CHE. Tindakan yang harus dilakukan yaitu menangani luka dan
trauma, pertama untuk menstabilkan orang dan kemudian merujuk mereka ke tempat
dimana mereka dapat menerima bantuan medis tambahan yang mereka butuhkan. Hampir
pasti ada wanita hamil di antara orang-orang yang kehilangan tempat tinggal, dan akan ada
kebutuhan mendesak untuk beberapa layanan kesehatan reproduksi.

Perawatan penyakit tidak menular menjadi prioritas yang lebih rendah dalam situasi
darurat daripada penyakit menular. Namun, beberapa masalah kejiwaan akan memerlukan
perhatian segera dan perlu ditangani seefektif mungkin dengan konseling, kelanjutan obat-
obatan yang dikonsumsi orang, dan pemberian obat baru, jika diperlukan. Saat keadaan
darurat surut, perhatian yang lebih besar dapat diberikan pada perawatan jangka panjang,
konseling, dan dukungan psikososial untuk menangani masalah kesehatan mental dan
banyak gangguan yang dihadapi orang-orang dalam kehidupan mereka. Pada saat itu,
seseorang memberikan perhatian tambahan untuk memastikan obat yang tepat untuk orang
dengan penyakit tidak menular lainnya.

H. Kebijakan dan Program Singkat

 Genosida di Rwanda

23
Pada pertengahan Juli 1994, hampir 1 juta orang Rwanda Hutu mencoba
melepaskan diri dari penganiayaan pemerintah Rwanda yang baru dibentuk yang
dipimpin oleh orang Tutsi. Kota perbatasan Goma, yang sekarang menjadi Republik
Demokratik Kongo, terletak di wilayah Kivu Utara, menjadi pintu masuk bagi
pengungsi. Banyak dari mereka menetap di sekitar Danau Kivu.
Hampir 50.000 orang meninggal pada bulan pertama setelah masuknya mereka,
sebagian besar akibat epidemi kolera, yang diikuti oleh epidemi disentri basiler. Dalam
17 hari pertama keadaan darurat, tingkat rata-rata kematian kasar di Rwanda adalah
28,1-44,9 per 10.000 per hari, dibandingkan dengan 0,6 per 10.000 per hari pada
kondisi sebelum perang di Rwanda. Tingkat kematian kasar ini adalah yang tertinggi
dengan selisih yang cukup besar dari tingkat yang ditemukan di CHE sebelumnya.
Selain itu, di Goma, penyakit diare menyerang anak-anak dan orang dewasa sama,
sedangkan anak-anak muda biasanya jauh lebih parah terkena daripada orang dewasa.
Penilaian kemanusiaan dimulai pada minggu pertama bulan Agustus, 3 minggu
setelah pengungsi masuk. Survei cepat yang dilakukan di tiga tempat pengungsian
pengungsi Katale, Kibumba, dan Mugunga mengindikasikan bahwa penyakit diare
menyumbang 90 persen kematian; Kekurangan pangan yang terjadi, terutama di
kalangan keluarga; Dan malnutrisi akut menimpa 23 persen pengungsi. Pada awal
Agustus, epidemi meningitis muncul.
Keadaan itu diperumit oleh banyaknya orang yang melarikan diri ke Goma dalam
waktu singkat. Selain itu, danau tersebut merupakan sumber air terdekat dan mudah
dijangkau, sehingga satu per satu penyakit dapat disebarkan melalui sumber air
tersebut. Tanah di sekitar Goma berbatu, ini membuatnya sangat sulit untuk
membangun jamban yang sesuai. Selain itu, pemimpin Hutu diberi kekuasaan untuk
mendistribusikan bantuan, namun tidak terjadi sesuai dengan yang diharapkan.
Pada awal Agustus, respon dari masyarakat internasional mulai memberikan efek
yang diinginkan, di bawah koordinasi United Nations High Commissioner for Refugees
(UNHCR). Jaringan surveilans penyakit didirikan. Sistem informasi disiapkan Untuk
tempat pengungsian. 5 sampai 10 liter air bersih per hari per orang dibagikan. Imunisasi
campak dilakukan, suplemen vitamin A didistribusikan, dan masalah penyakit diserang
dengan menggunakan protokol standar.
Terlepas dari upaya luar biasa yang dilakukan oleh banyak orang untuk
menghadapi krisis tersebut, peristiwa di Goma menyoroti sejumlah kekurangan
tanggapan. Pertama, ada kurangnya kesiagaan untuk menangani keadaan darurat ini,

24
terlepas dari ketidakstabilan politik Rwanda yang terkenal saat itu. Kedua, tim medis di
lapangan tidak memiliki infrastruktur fisik atau pengalaman yang dibutuhkan untuk
tugas sebesar ini. Banyak dari staf misalnya, tidak mengetahui tentang rehidrasi oral
sebagaimana adanya, meskipun ini penting untuk mengobati penyakit diare. Ketiga,
kerja kekuatan militer yang bergabung dalam usaha tersebut tidak diintegrasikan ke
dalam perencanaan upaya lainnya.
Krisis Goma ini menunjukkan sejumlah pelajaran untuk meningkatkan respons
terhadap CHE di masa depan, yaitu untuk menetapkan sistem peringatan dini untuk
CHEs, menyiapkan terlebih dahulu untuk CHEs, dan memperkuat kelompok
nonpemerintah yang ada dengan kemampuan untuk menanggapi CHEs.

Gempa di Pakistan
Pada awal Oktober 2005, Pakistan mengalami gempa berkekuatan 7,6 skala
Richter. Episentrum berada di Kashmir dimana gempa tersebut juga menghancurkan
North-West Frontier Province (NWFP). Dalam hitungan menit, rumah dan mata
pencaharian hancur, menyebabkan lebih dari 3 juta orang kehilangan tempat tinggal
dan banyak orang terkubur di bawah reruntuhan atau terluka oleh puing-puing.
Diperkirakan bahwa 88.000 orang, banyak di antaranya adalah anak-anak,
kehilangan nyawa mereka karena cedera kepala parah atau pendarahan dalam; akibat
debu; Atau akibat infeksi luka. Tambahan 80.000 orang terluka. Lebih dari satu, 84
persen infrastruktur di Kashmir, termasuk 65 persen dari semua fasilitas kesehatan yang
ada sebelumnya, hancur. Dengan demikian, membuat kebutuhan mendesak penduduk
akan perawatan medis, makanan dan air, dan fasilitas sanitasi.
Untuk menanggapi gempa tersebut, pemerintah Pakistan menciptakan Federal
Relief Commission (FRC) dan the Earthquake Rehabilitation and Reconstruction
Authority (ERRA) yang menawarkan upaya pemulihan jangka pendek dan jangka
panjang. Selanjutnya, seminggu setelah gempa awal, pemerintah memberikan bantuan
yang mencakup kompensasi untuk korban selamat. Bank Dunia, bersama dengan Bank
Pembangunan Asia, melakukan penilaian untuk mengidentifikasi kelompok rentan dan
area yang mungkin menghambat pemulihan dini, seperti lingkungan yang tidak sehat.
Selain itu, the South Asia Earthquake Flash Appeal (SAEFA) membuat upaya
pemulihan.
Doctors Without Borders (MSF) merupakan bagian integral dari intervensi,
karena memberikan bantuan darurat dalam satu hari gempa, mengingat tim medis MSF

25
sudah berada di lapangan di Kashmir. Tim ini pada awalnya berfokus pada promosi
kebersihan; Mendistribusikan tenda, peralatan masak, dan kasur; dan mengobati yang
terluka. Mereka mengelola 30.000 vaksin campak dan kemudian mengalihkan perhatian
untuk membangun kembali infrastruktur medis. Di NWFP, MSF menciptakan rumah
sakit dengan tempat tidur untuk pasien, dan juga mengembangkan desa medis yang
digunakan untuk merawat sejumlah besar orang yang terluka.
Meskipun ada upaya nasional dan internasional untuk memobilisasi respons yang
efektif, orang-orang yang cedera banyak yang mendatangi rumah sakit namun disana
tidak memiliki personil atau peralatan untuk mengobati secara efektif. Dengan
demikian, banyak pasien menderita komplikasi sekunder yang lebih parah karena
menunggu perawatan medis yang lama.
Selanjutnya, desa-desa kecil dan terpencil tetap tidak dapat mengakses karena
kerusakan jalan yang signifikan. Mengingat musim dingin yang akan datang, badan
militer Pakistan, MSF, dan PBB menggunakan helikopter untuk mendistribusikan
bantuan mendasar. Selain itu, peraturan pemerintah menjanjikan penyediaan tenda.
Orang-orang di dalam dan luar negeri Pakistan menanggapi dengan memberikan donasi
untuk membantu mereka yang terkena dampak bencana. Namun, banyak donasi yang
tidak sesuai dengan apa yang paling dibutuhkan.
Beberapa pelajaran berharga muncul dari upaya pemerintah dan militer Pakistan
dan mitra kerja Pakistan guna membantu penyelamatan dan pemulihan dari gempa
tersebut:
- Bangunan di daerah pedesaan di zona seismik harus dibangun atau dirancang
untuk mengurangi cedera manusia.
- Pemerintah harus menganalisis risiko yang ada terhadap kemampuan mereka
untuk menanggapi keadaan darurat secara cepat dan mempersiapkan rencana
darurat terlebih dahulu dengan memperhitungkan risiko.
- Sumbangan bahan dan persediaan harus disesuaikan dengan kebutuhan.
- Keahlian organisasi nonpemerintah (LSM), seperti yang diberikan oleh MSF
di Pakistan, dapat sangat membantu dalam menangani bencana alam,
khususnya jika organisasi yang terlibat sudah ada di negara yang terkena
dampak.

 Gempa Bumi di Haiti tahun 2010

26
Pada Januari tahun 2010, Haiti mengalami gempa bumi yang berpusat sekitar 15 mil
arah barat daya dari Port-Au-Prince yang merupakan ibukota dari Haiti dengan kekuatan 7
skala richter. Kualitas kostruksi bangunan di Haiti yang sangat kurang baik menyebabkan
kerusakan yang besar terutama pada tempat tinggal masyarakat miskin. Selain itu, sistem
kesehatan negara yang sudah lemah, dengan hanya sejumlah personil terlatih, tidak
dilengkapi untuk menangani kebutuhan kesehatan yang luar biasa yang berasal dari gempa.
Apalagi, dengan 60 persen fasilitas kesehatan yang ada hancur dan 10 persen staf medis
terbunuh atau tidak hadir di negara ini, Haiti sangat membutuhkan bantuan dari luar untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakatnya.

Doctors Without Borders (MSF) memainkan peran kunci dalam upaya bantuan.
Ketepatan waktu dan skala responsnya diperkuat oleh fakta bahwa mereka telah menyediakan
layanan kesehatan di Haiti selama 19 tahun sebelum gempa. Tanggapan MSF terhadap
gempa memberikan contoh informatif tentang kronologi dan fokus upaya kesehatan setelah
bencana alam di negara-negara berpenghasilan rendah. Tindakan yang dilakukan oleh MSF
juga merupakan cerminan yang baik tentang bagaimana bantuan eksternal tersebut bergerak
melalui fase yang berbeda, dimulai dengan fase akut dari keadaan darurat dan kemudian
memimpin sepanjang waktu menuju upaya rekonstruksi, rehabilitasi, dan pembangunan.

MSF membantu Haiti dalam penyedian pelayanan medis darurat, pelayanan bagi
persalinan dan ibu hamil, memberikan pelayanan psikologi bagi pengungsi, memberikan
pelayanan kesehatan primer, menyalurkan konsumsi pelayanan kesehatan, meningkatkan
kondisi tempat pemngungsian baik dari kondisi santitasi dan juga penyediaan air bersih
sampai ke kebutuhan PHBS, serta menyebarluaskan mobile clinics.

 Myanmar : Topan Nargis

Pada Mei 2008, angin topan menyapu bagian pantai selatan dari Myanmar,
mengakibatkan 138,000 orang meninggal dan sekitar seribu orang lainya yang berhasil
selamat harus kehilangan rumahnya. Irrawaddy delta yang dikenal sebagai “Rice Bownl” dari
Myanmar dimana penduduknya mayoritas adalah petani, nelayan, buruh dan pedagang,
mengalami dampak yag paling parah baik kerusakan dari infrastruktur, sumber air, rumah,
bahan bakar, dan penerangan atau listrik.

27
Myanmar dengan kondisi sistem kesehatan yang lemah serta 70% dari keseluruhan
populasi merupakan penduduk desa yang kesulitan untuk mengakses kesehatan dasar dan
pelayanan sanitasi atau air bersih bahkan sebelum terjadi angin topan, mengakibatkan
Myanmar tidak cukup adekuat untuk dapat merespon bencana angin topan ini dalam skala
besar. Sebagai akibat dari topan tersebut, kebutuhan akan usaha bantuan darurat diperparah
oleh kondisi kesehatan dan kehidupan yang buruk. Seperti bencana alam lainnya, kebutuhan
jangka pendek termasuk perawatan kesehatan darurat untuk cedera terkait siklon;Kebutuhan
dasar untuk bertahan hidup, seperti makanan, tempat tinggal, air, danLayanan sanitasi; Dan
penyediaan layanan kesehatan mental untuk gangguan psikologis seperti depresi dan
kecemasan.Dalam jangka panjang, Myanmar ditugaskan untuk rekonstruksi infrastruktur
untuk kesehatan, tempat tinggal, makanan, dan transportasi.

Myanmar pada saat itu dijalankan oleh rezim militer di mana pemilihan dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan telah dianggap oleh standar internasional tidak bebas
dan tidak adil. Selain itu, pemerintah pada umumnya dianggap represif, tidak transparan, dan
membatasi kebebasan politik. Faktor-faktor ini memiliki dampak penting pada upaya
bantuan, seperti yang dicatat kemudian. Myanmar menolak semua bantuan kemanusiaan yang
berasal dai organisasi Internasional atau negara-negara lainnya.

Selama sekitar 3 minggu setelah bencana tersebut, Dewan Negara dan Pembangunan
Perdamaian (SPDC) Myanmar tidak mengizinkan sebagian besar bantuan asing atau pasokan
ke negara tersebut. Terlepas dari skala kehancuran dan kurangnya sumber daya negara untuk
usaha bantuan, pemerintah khawatir akan pengaruh asing dan kemungkinan kerusuhan dari
warga sipil jika ada kelompok bantuan internasional yang ikut campur tangan. Dengan
demikian, Myanmar mengandalkan pemerintah daerah dan organisasi berbasis masyarakat
untuk menangani fase akut bantuan bencana. Bahkan prakarsa swasta oleh warga setempat
tunduk pada kontrol pemerintah melalui pos pemeriksaan wajib.

Sayangnya, Myanmar kekurangan banyak kapasitas staf yang dibutuhkan untuk


mengelola logistik dan pasokan untuk mengatasi krisis tersebut, menurut Program Pangan
Dunia. Dengan demikian, upaya bantuan awal tidak mungkin menyediakan makanan, tempat
tinggal, sanitasi, dan perawatan kesehatan darurat yang dibutuhkan. ASEAN bahkan
memprotes tindakan Myanmar tersebut dan segera mengirimkan team medis ke Myanmar.
Bahkan Sekertariat Jenderal PBB yaitu Ban Ki-moon, datang ke Myanmar hngga akhirnya
agensi internasional diperbolehkan untuk memasuki negara Myanmar pada akhir Mei.

28
Untuk memfasilitasi kerjasama antara kelompok bantuan asing dengan pemerintah
Myanmar dibentuklah Tripartite Core Grop (TCG) yang bertujuan untuk koordinasi dan
pengwasaan terhadap upaya pertolongan yang diberikan. Bersama ASEAN, PBB, dan
pemerintah Myanmar TCG membuat rencana jangka panjang dan dan pendek untuk
membangun kembali dan berjanji untuk memastikan peningkatan kewaspadaan, persiapan,
serta upaya pencegahan untuk menghadapi topan di kemudian hari.

Topan di Myanmar menimbulkan pertanyaan bagi komunitas bantuan kemanusiaan


internasional tentang respons yang tepat terhadap situasi darurat dimana pemerintah daerah
tidak siap untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dengan kualitas dan skala yang
diperlukan, namun menghalangi badan luar untuk membantu mengatasi kebutuhan ini. Selain
itu, siklon menimbulkan pertanyaan tentang tingkat otonomi yang sesuai untuk usaha bantuan
internasional dengan adanya pengendalian Pemerintah daerah yang menghalangi usaha
bantuan.

I. Tantangan Kedepannya Dalam Menghadapi Kebutuhan Kesehatan Akan Keadaan


Darurat Kemanusiaan Yang Kompleks Dan Penyakit Alami

Telah terjadi kemajuan besar di antara masyarakat internasional dalam pembentukan


standar dan protokol umum untuk tanggapan terhadap bencana. Sebenarnya, kode etik telah
dikembangkan untuk digunakan oleh Perhimpunan Palang Merah Internasional dan Bulan
Sabit Merah dan LSM, untuk memandu pekerjaan mereka dalam keadaan darurat. Prinsip inti
dari kode ini. Berikut merupakan isi dari The Code of Conduct: Principles of Conduct for
the International Red Cross and Red Crescent Movement and NGOs in Disaster Response
Programmes :

29
Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan kebutuhan koordinasi tanggapan atas bencana
lebih lanjut. Idealnya, organisasi yang terlibat dalam menanggapi bencana alam dan CHEs
akan:

 Berlangganan seperangkat norma yang umum, seperti Proyek Sphere


 Memiliki protokol yang sama untuk menangani isu-isu kunci.
 Melatih staf mereka untuk bekerja dengan protokol tersebut
 Bekerja sama erat dengan masyarakat yang terkena dampak dan pemerintah daerah

Selain itu, penting bagi tanggapan terhadap bencana yang berfokus pada pendekatan
biaya-efektif terhadap penyediaan layanan kesehatan dalam keadaan darurat. Morbiditas dan
mortalitas dapat dicegah dan dikurangi lebih cepat jika lembaga yang terlibat dalam bantuan
bencana dengan hati-hati menetapkan prioritas tindakan yang akan didasarkan pada prinsip
analisis efektivitas biaya, dengan mempertimbangkan masalah keprihatinan untuk sosial dan
keadilan.

Manajemen bencana dilaksanakan pada empat komponen utama, yaitu mitigasi,


kesiapsiagaan, respon, dan pemulihan. Berikut akan dijelaskan masing masing dari
komponen tersebut :

a. Mitigasi, tahapan ini melibatkan pengurangan atau eliminasi kecenderungan


dan konsekuensi dari bahaya. Mitigasi dilakukan untuk mengelola bahaya
yang berdampak pada masyarakat sampai derajat terendah.

30
b. Kesiapsiagaan, tahapan ini melibatkan orang yang dapat menolong korban
dengan berbagai sarana untuk meningkatkan kesempatan untuk bertahan, serta
meminimisasi kehilangan ekonomi serta hal lain.
c. Respon, tahapan ini melibatkan tindakan untuk mengurangi atau
menghilangkan dampak dari bencana yang telah terjadi atau yang sedang
terjadi, serta bertujuan untuk menghindari kerusakan yang lebih parah,
kerugian, atau keduanya.
d. Pemulihan, tahapan ini melibatkan pengembalian korban ke kondisi semula.
Fase pemulihan dimulai setelah tahapan respon telah berakhir.

Berikut adalah gambaran dari manajemen bencana pada skala internasional :

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana alam dan kegawatan kemanusiaan kompleks merupakan sebab
penting dalam kesakitan, kematian, dan disabilitas. Mereka berdampak pada banyak
orang, memiliki pengaruh buruk untuk ekonomi, dan efek pasca kejadian biasanya
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Bencana alam seperti angin topan, hujan
badai, gunung meletus, serta gempa, memiliki dampak kesehatan yang berbeda beda
pada tingkatan umur dan jenis kelamin. Seperti bencana alam, kegawatan
kemanusiaan kompleks memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap
kesehatan. Kegawatan kemanusiaan kompleks dapat menimbulkan trauma dan
kekerasan seksual. Walaupun banyak dampak yang ditimbulkan, terdapat solusi untuk
mengatasi dua hal tersebut. Dalam mengatasi dampak kesehatan akibat bencana alam,
diperlukan penilaian situasi sesegera mungkin dan kasus darurat harus ditangani
secepatnya. Sementara, dalam mengatasi dampak dari kegawatan kemanusiaan
kompleks, penilaian situasi harus dilakukan dengan cepat dan kontinyu. Perhatian dini
terhadap pengungsi ditujukan pada lingkungan, tempat berlindung, makanan, dan air.
Langkah selanjutnya ialah pencegahan penyakit menular, dan mengobatinya apabila
terjadi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Skolnik, R. and Skolnik, R. (2012). Global health 101. Burlington, MA: Jones & Bartlett Learning.

33

Anda mungkin juga menyukai