MANAJEMEN BENCANA
PERMASALAHAN KESEHATAN
PASCA BENCANA
Disusun oleh:
Fajar Nur Rahman
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan izin dan rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Permasalahan Kesehatan Pasca
Bencana ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta
rahmat bagi seluruh alam semesta. saya berharap makalah ini dapat bermanfaat
untuk pembaca pada umumnya dan untuk saya pada khususnya.
Terima kasih kepada ibu Sukhriatun Fitriah, SKM.,M.K.M sebagai dosen
pengampu mata kuliah Manajemen Bencana yang telah membimbing dan
memberikan ilmunya kepada kami sehingga dalam penulisan makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Saya mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian
pembaca, saya mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumus Masalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pasca Bencana...................................................................... 3
2.2 Penyakit Pasca Bencana......................................................................... 4
2.3 Penyebab Permasalahan Kesehatan Pasca Bencana.............................. 4
2.4 Tahapan Penanganan Pasca Bencana..................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 7
3.2 Saran ...................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
3
berbagai aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, dampak yang dapat
terjadi diantaranya kerugian harta benda, rusaknya infrastruktur kesehatan,
serta jatuhnya korban jiwa. Data dari WHO pada 10 dekade terakhir, tercatat
lebih dari 1,1 juta kematian dari lebih 4.000 kasus bencana alam di Indonesia
dalam skala besar. Dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana sepanjang
tahun 2017 di Indonesia mencapai puluhan triliun rupiah. Sepanjang tahun
2017, telah terjadi 2.341 kejadian bencana, 377 tewas dan 3,5 juta jiwa
mengungsi dan menderita. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB,
Sutopo Purwo Nugroho dalam wawancara dengan Epochtimes.id, menjelaskan
rincian kejadian bencana tersebut terdiri dari banjir, puting beliung, tanah
longsor, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, gempa bumi, gelombang
pasang dan abrasi, dan letusan gunung api.
Berdasarkan data dari Annual Disaster Statistical Review pada tahun 2016,
Indonesia termasuk dalam 10 besar negara yang memiliki tingkat kematian
tertinggi yakni 43,2% dari total kematian bencana 2016.(5) Data tersebut
menunjukkan bahwa bencana hidrologi (164 kasus banjir dan 13 kasus tanah
longsor) masih mengambil bagian terbesar dalam bencana alam yaitu sebesar
51,7% dimana negara yang paling dilanda banjir adalah Cina dan Indonesia.
(5) Dalam kurun waktu lima tahun terakhir frekuensi bencana alam yang
paling sering terjadi di Indonesia yaitu banjir. Bencana banjir tersebut
memiliki kecenderungan meningkat dan tetap serta berpotensi mengakibatkan
adanya korban jiwa dan kerugian yang besar. Presentase kejadian banjir di
Indonesia pada tahun 2010-2016 mencapai 31,5% diikuti dengan bencana
angin putting beliung sebesar 26% dan tanah longsor sebesar 8,3% dari
seluruh bencana. Sedangkan pada tahun 2017, kejadian bencana banjir
sebanyak 929 kali dari total kejadian bencana 2.862, diikuti bencana tanah
longsor sebanyak 886 kali, dan bencana angin puting beliung sebanyak 886
kali.
Kondisi geografis, geologis, serta demografis, menjadikan Indonesia
sebagai salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi
terhadap kejadian bencana. Laporan The Atlas of the Human Planet 2017,
yang merekap ancaman dari berbagai penjuru dunia mencatat reputasi
4
Indonesia sebagai negara rawan bencana. Secara geografis, Indonesia terletak
pada serangkaian gunung api yang membentang pada lempeng pasifik yang
merupakan lempeng tektonik yang paling aktif di dunia. Deret gunung api di
Indonesia tersebut dikenal dengan sebutan “Ring of Fire” yakni Indonesia
berada dalam wilayah cincin api yang menyebabkan bencana gempa bumi dan
letusan gunung api. Di Indonesia, terdapat 130 gunung api yang masih aktif
dan lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil yang 30% diantaranya melewati
kawasan yang padat penduduk, sehingga menjadi faktor pendukung Indonesia
sebagai negara yang rawan bencana. Banyaknya peristiwa bencana alam yang
terjadi di Indonesia memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun,
5
minimal dan panduan upaya jangka panjang yang dirancang untuk
mengembalikan kehidupan ke keadaan dan kondisi normal atau ke keadaan
yang lebih baik setelah bencana. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun
2007 pasal 1 menyebutkan bahwa pemulihan adalah serangkaian kegiatan
untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena
bencana dengan memfungsingkan kembali kelembagaan, prasarana dan sarana
dengan melakukan upaya rehabilitasi. Proses perbaikan diutamakan kepada
kebutuhan dasar masyarakat yang terkena dampak bencana, seperti tempat
tinggal, sarana sanitasi, kebutuhan masyarakat yang terdampak kemudian
dilanjutkan dengan perbaikan insfrastruktur yang mendukung pemulihan
sektor ekonomi daerah yang terdampak bencana.
Dalam Pasca bencana dikenal dengan istilah rehabilitasi dan
rekonstruksi, dimana rehabilitasi merupakan perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintah dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pasca bencana.
Sedangkan rekonstruksi merupakan pembangunan kembali semua
sarana dan prasarana kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik tingkat
pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembang kegaitan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
6
serta malaria merupakan ancaman karena pengungsi tidur di luar rumah tanpa
perlindungan terhadap gigitan nyamuk. Patut diperhitungkan juga ancaman
tambahan, jika musim hujan akan segera tiba.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam petunjuk manajemen
evakuasi jenazah pascabencana menyatakan bahwa mayat korban bencana
alam sebenarnya tidak menyebabkan wabah penyakit. Karena mereka tewas
akibat trauma, tenggelam, atau tertindih reruntuhan sehingga tidak
mengandung organisme penyebab epidemi, kecuali kalau mereka meninggal
akibat wabah penyakit menular, misalnya virus Ebola di Afrika.
Namun manajemen perawatan jenazah perlu diperhatikan karena jika
terlambat ditangani atau lama baru ditemukan, vektor tertentu seperti lalat,
kutu, binatang pengerat, atau lainnya dapat menyebarkan mikro organisme di
dalam mayat. Jenazah korban bencana yang tidak ditangani baik atau lama
baru ditemukan juga dapat menulari sumber air minum. Terlepas dari alasan
kesehatan, penanganan jenazah pascabencana yang baik juga merupakan
penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
7
Penyakit ikutan pascabencana dapat berhubungan langsung dengan
kejadian bencana akibat hilangnya sumber kebutuhan primer dan akibat
rusaknya infrastruktur penunjang. Pada hari-hari pertama sampai dengan
minggu pertama masalah utama yang menjadi fokus perhatian adalah
ketersediaan pangan. Penelitian Rossi, dkk (2007) menunjukkan bahwa
ketersediaan pangan menjadi masalah utama pada beberapa hari pascabencana.
Penyakit ikutan pascabencana dapat muncul akibat rusaknya infrastruktur
penunjang.
3. Rekonstruksi (Reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah
nyata yang terencana dengan baik, konsisten dan berkelanjutan untuk
membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem
kelembagaan baik tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
8
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran dan
partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di
wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas
program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bencana alam merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat
terjadi
kapan saja dan tanpa diduga-duga waktunya, yang dapat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, dampak yang dapat
9
terjadi diantaranya kerugian harta benda, rusaknya infrastruktur kesehatan,
serta jatuhnya korban jiwa. Data dari WHO pada 10 dekade terakhir, tercatat
lebih dari 1,1 juta kematian dari lebih 4.000 kasus bencana alam di Indonesia
dalam skala besar. Pasca bencana sering disebut dengan istilah pemulihan
(Recovery) adalah kegiatan mengembalikan sistem insfrastruktur kepada
standar operasi minimal dan panduan upaya jangka panjang yang dirancang
untuk mengembalikan kehidupan ke keadaan dan kondisi normal atau ke
keadaan yang lebih baik setelah bencana.
Beberapa penyakit menular pascabencana, terutama setelah tsunami
yang harus diwaspadai antara lain kolera, diare, malaria, infeksi dada, demam
berdarah dengue, typhoid, Hepatitis A, infeksi vagina, dan penyakit anak-anak
(kurang gizi dll). Dalam kondisi darurat, penyakit yang paling gampang
menimbulkan Kejadian Luar Biasa adalah campak dan malaria. Virus campak
gampang menular pada kondisi pengungsian yang padat dan lingkungan jelek,
serta malaria merupakan ancaman karena pengungsi tidur di luar rumah tanpa
perlindungan terhadap gigitan nyamuk. Patut diperhitungkan juga ancaman
tambahan, jika musim hujan akan segera tiba.
3.2 Saran
1) Bagi Masyarakat
Perlu adanya peningkatan pengetahuan dasar masyarakat tentang
pengurangan risiko bencana, agar masyarakat dapat berkontribusi secara
nyata dalam penanggulangan bencana banjir khususnya di daerahnya
masing-masing. Beberapa upaya yang dapat dilakukan diantaranya:
a. Key person /relawan dalam membangun manajemen bencana berbasis
masyarakat merupakan sukarelawan yang menjaga koordinasi dan
komunikasi manajemen bencana di wilayahnya sehingga kelompok
atau forum akan aktif bekerjasama.
b. Relawan penanggulangan bencana membangun jejaring antar
wilayah, komunitas, stakeholder untuk memperkuat kemampuan
masyarakat dalam manajemen bencana, dan membangun kebijakan –
kebijakan lokal untuk upaya mitigasi maupun adaptasi.
10
2) Bagi Pemerintah
Perlu dikembangkan kerjasama dengan stakeholder lain dalam
pengurangan resiko bencana sehingga dapat berjalan optimal dan
berkelanjutan, berwawasan lingkungan hidup dan berkeadilan. Beberapa
upaya yang perlu dilakukan adalah:
a. Sosialisasi dan pembinaan masyarakat oleh BPBD Kota Semarang
dalam manajemen bencana berbasis masyarakat.
b. Kerjasama multi pihak (masyarakat, kelompok, swasta dan
pemerintah) dalam manajemen bencana berbasis masyarakat.
c. Kegiatan preventif dalam rangka meminimalkan dampak bencana.
d. Peningkatan pengetahuan dna kapasitas masyarakat dalam
manajemen bencana.
e. Pembinaan dan peningkatan kapasitas oleh pemerintah kepada
kelompok dan masyarakat dalam pegelolaan manajemen bencana
berbasis masyarakat.
f. Pelibatan masyarakat dalam membangun manajemen bencana
berbasis masyarakat.
g. Pengelolaaan lingkungan sesuai dengan tataruang yang sesuai dengan
kondisi lingkungan.
h. Pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi masyarakat dalam
pengelolaan manajemen bencana.
i. Penanaman pohon untuk kegiatan reboisasi dan menambah cadangan
air bawah tanah.
DAFTAR PUSTAKA
11
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2018). Indeks Risiko Bencana
Indonesia (IRBI) tahun 2018. Jakarta.
12