Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PASCA BENCANA

DISUSU OLEH :

KELOMPOK 5

ANGGOTA :

NADA NUR NABILAH

ELIANI WESI MAHBENGI

FAIZAL MIFTAHUDDIN

HARIA DINI BUNGA PERTIWI

NISA ULKAMILA

RIZKI FAJAR RIFANI

RISA MAULIA

SYAHRIL MAULANA

SIRLI NATASYA

Dosen Pembimbing : Ns. MAULIDA SARI, S.Kep

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKPER KESDAM IM LHOKSEUMAWE
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia – Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Antropologi ini dengan baik.

Selama dalam menyusun makalah dengan judu “PASCA


BENCANA”.Kami senantiasa mendapat inspirasi dan dorongan moril maupun
materil dari berbagai pihak terutama dari Dosen yang telah memberikan saran
serta petunjuk kepada kelompok kami.

Kami menyadari akan keterbatasan dan kekurangan baik isi maupun


penulisan. Oleh karena itu di dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dan
bantuan dari berbagai pihak, maka kami menyampaikan terimakasihbanyak.
Kritikdansaran yang bersifat membangun, kami nantikan. Semoga karya ini
berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Lhokseumawe, 28 Maret 2022


Tim Penyusun

KELOMPOK 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Penilaian Resiko Bencana........................................................................................3
2.2 Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana........................................4
2.3 Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Manajemen Bencana Jangka Panjang......................8
2.4 Manajemen Pemulihan.............................................................................................9
BAB III PENUTUP..........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau


menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh
faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis serta memerlukan bantuan luar dalam penanganannya. Untuk
itu diperlukan upaya dalam mengurangi risiko. kerugian bila bencana terjadi.
(Husein, Achmad. 2017).

Berdasarkan IDN TIME selama 3 tahun terakhir terjadi berbagai jenis bencana
didunia seperti Topan Lekima, di beberapa tempat sekaligus, seperti Filipina.
Tiongkok bagian timur. Taiwan, Kepulauan Ryukyu (Jepang) dan Kepulauan
Caroline di bagian barat Samudera Pasifik, kerugian akibat Topan Lekima
mencapai US$9.28 miliar atau setara dengan Rp129 triliun. Gelombang panas
India dan Jepang sekitar 184 orang tewas di negara bagian Bihar. Sementara, 5
bayi meninggal di Pakistan setelah terpapar panas yang ekstrem. Menurut lamun
Japan Times, ada 57 orang tewas dan 18.347 orang dibawa ke rumah sakit akibat
gelombang panas ini. Badai Topan Idai dan masih banyak lagi bencana yang
terjadi didunia setiap tahunnya yang menyebabkan ribuan korban meninggal dan
kerugian berat bagi negara. (https://www.idntime.com, 2019).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa telah


terjadi 1.538 kejadian bencana di Indonesia selama tiga tahun terakhir, terhitung
sejak 1 Januari hingga 30 April. Jumlah bencana ini mengakibatkan 325 orang
meninggal, 113 orang hilang. 1.439 orang luka-luka, dan sebanyak 996.143 orang
mengungsi dan menderita. (https://nasional.Kompas.com, 2019).

Penanganan atau penanggulangan bencana meliputi 3 fase yaitu fase sebelum


terjadi bencana, fuse saat terjadinya bencana, dan fase sesudah kejadian bencana.
Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu rehabilitas dan
rekonstruksi. (Husein, Achmad 2017).

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan senua aspek pelayanan publik


atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Husein, Achmad, 2017)

Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah


nyata yang terencana haik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun
kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik

1
di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Husein, Achmad.
2017).

Peran perawat dalam kegiatan pasca bencana disini bisa dikatakan multipel,
karena perawat berperan sebagai penyusun rencana. pendidik, pemberi asuhan
keperawatan, dan bagian dari tim pengkajian kejadian bencana tersebut. Tujuan
utama dari tindakan keperawatan bencana ini adalah untuk mencapai
kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut.
Ketika seorang perawat berada di pusat area bencana, ia akan dibutuhkan untuk
ikut mengevaluasi dan memberi pertolongan pertama pada korban, sedangkan di
lokasi-lokasi penampungan seorang perawat bertanggung jawab pada evaluasi
kondisi keraban, melakukan tindakan keperawatan berkelanjutan, dan
mengkondisikan lingkungan terhadap perawatan korban-korban penyakit menular.
(https://www.academi.edu. 2018).

1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan penilaian resiko bencana


2. Menjelaskan rehabilitasi dan rekontruksi
3. Menjelaskan rehabilitasi dan rekontruksi manajemen bencana jangka
panjang
4. Menjelaskan rencana pemulihan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Resiko Bencana


A. Pengertian

Penilaian risiko bencana dilaksanakan dengan mengkaji danmemetakan


tingkat bahaya, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas berdasarkanindeks
bahaya, indeks penduduk terpapar, indeks kerugian dan indeks kapasitas
(Ruswandi, 2014).

Penilaian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk


memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu
potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung
berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi
dampaknegatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta
benda,dan kerusakan lingkungan (BNPB, 2012).

Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencanaamat


bergantung pada :
1.Tingkat ancaman kawasan;
2.Tingkat kerentanan kawasan yang terancam;
3.Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.

Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan


besaran 3 komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk
spasialmaupun non spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana
digunakansebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu
kawasan.Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana.

Upaya pengurangan risiko bencana berupa :


1.Memperkecil ancaman kawasan;
2.Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
3.Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam,

B. Prinsip Penilaian Risiko Bencana

Penilaian risiko bencana memiliki ciri khas yang menjadi prinsip pengkajian.
Oleh karenanya pengkajian dilaksanakan berdasarkan :

1. Data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada


2. Integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli
dengan kearifanlokal masyarakat
3. kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar,
kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan

3
4. Kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan
risiko bencana

2.2 Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana


A. Rehabilitasi Pasca Bencana
1. Pengertian

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik


atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
(Husein, Achmad. 2017)..

Rehabiltasi dilakukan melalui kegitan: perbaikan lingkungan daerah


bencana,perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan
rumah. masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi
dan resolusi. konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan
publik.(Husein, Achmad. 2017).

Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah


sebagai berikut:

1) Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga


sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi (Husein, Achmad. 2017).
2) Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan
terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan
dini serta kegiatan rekonstruksi.) (Husein, Achmad. 2017).
3) "Early Recovery" dilakukan oleh Rapid Assessment Team" segera setelah
terjadi bencana. (Husein, Achmad, 2017)
4) Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai
dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan
diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai. (Husein, Achmad.
2017)

2. Ruang Lingkup Pelaksanaan Rehabilitasi

1) Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana

Perbaikan lingkuan fisik meliputi kegiatan perbaikan lingkungan fisik untuk


kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan gedung
Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi
lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta
ekosistem. (Husein, Achmad, 2017)

4
2) Perbaikan Prasarana dan Sarana Umumi

Prasarana dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik
yang menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.
Prasarana umum atau jaringan infrastruktur fisik disini mencakup: jaringan jalan
perhubungan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan
sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi atau pertanian. Sarana umum atau
fasilitas sosial dan umum mencakup fasilitas kesahatan. fasilitas perekonomian.
fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas peribadatan
(Husein. Achmad, 2017)

3) Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat

Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana


yang rumah lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang
akibat bencana, dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal ditempat
semula. Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana
Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/atau kerusakan pada halaman dan/atau
kerusakan pada utilitas, sehingga menggangu penyelenggaraan fungsi huniannya.
Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk rekonstruksi
termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah rumah/lingkungan dalam
kategori:
a) Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)
b) Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
c) Transmigrasi ke luar daerah bencana. (Husein. Achmad. 2017)

4) Pemulihan Sosial Psikologist

Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada masyarakat


yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal.
Sedangkan kegiatan psikososial adalah kegiatan mengaktifkan elemen-elemen
masyarakat agar dapat kembali menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegitan
ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang sudah terlatih. Pemulihan sosial
psikologis bertujuan agar mayarakat mampu melakukan tugas sosial seperti
sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak psikologis lebih
lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental. (Husein, Achmad. 2017)

5) Pelayanan Kesehatan

Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali


segala bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti
sebelum terjadi. bencana. Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua
usaha yang dilakukan untuk memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan

5
kesehatan yang meliputi: SDM kesehatan, sarana prasarana kesehatan,
kepercayaan masyarakat. (Husein, Achmad. 2017)

6) Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik

Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan kembali


pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan konflik.
Sedangkan kegiatan resolusi adalah memposisikan perbedaan pendapat,
perselisihan, pertengkaran atau konflik dan menyelesaikan masalah atas
perselisihan, pertengkaran atau konflik tersebut. Rekonsiliasi dan resolusi
ditujukan untuk membantu masyarakat i daerah bencana untuk menurunkan
eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulikan kondisi sosial kehidupan
masyarakat. (Husein, Achmad. 2017).

7) Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya

Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan kembali


kegiatan dan atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah
bencana. Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk
menghidupan kembali kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi, dan hudaya
masyarakat di daerah bencana seperti sebelum terjadi bencana. (Husein. Achmad.
2017).

8) Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Pemulihan

keamanan adalah kegiatan mengembalikan kondisi keamanan dan ketertiban


masyarakat sebagaimana sebelum terjadi bencana dan menghilangkan gangguan
keamanan dan ketertiban di daerah bencana. Pemulihan keamanan dan ketertiban
ditujukan untuk membantu memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban
masyarakat di daerah bencana agar kembali seperti kondisi sebelum terjadi
bencana dan terbebas dari rasa tidak aman dan tidak tertib. (Husein, Achmad.
2017),

9) Pemulihan Fungsi Pemerintahan

a) Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi pemerintahan adalah


keaktifan kembali petugas pemerintahan.
b) Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan pemerintahan.
c) Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas pemerintahan.
d) Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan.
e) Pengaturan kembah tugas-tugas instansi lembaga yang saling terkait.
(Husein, Achmad. 2017),

6
10) Pemulihan Fungsi Pelayanan Publik

Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya kembali berbagai


pelayanan publik yang mendukung kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian
wilayah yang terkena bencana. Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi:
pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan perekonomian, pelayanan
perkantoran umum/pemeritahan, dan pelayanan peribadatan.(Husein, Achmad.
2017).

B. Rekonstruksi Pasca Bencana


1. Pengertian

Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langka-langka


nyata yang terencana baik, kosnsisten dan berkelanjutan untuk membangun
kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik
di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan hangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah bencana. (Husein, Achmad, 2017).

Rencana rekonstuksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan


bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat
informasi gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi
kependudukan. sosial, budaya, ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi
bencana, gambaran kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi
tentang kerusakan yang diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya,
kebijakan dan strategi rekonstruksi. program dan kegiatan. jadwal implementasi,
rencana anggran, makanisme/prosedur kelembagaan pelaksanaan. (Husein.
Achmad. 2017).

Pelaksanaan rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan
rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan
rehabiltasi dan rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang
menyelenggarakan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.
(Husein, Achmad. 2017).

2. Lingkup Pelaksanaan Rekonstruksi


1) Program Rekonstruksi Fisik

Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik


melalui pembangunan kembali secara permanen prasaranan dan sarana
pemukiman. pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan
dan lain-lain). prasarana dan sarana ekonomi (jaringan penghubung, air bersih,
sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi, dan lain-lain),
prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dan lain-lain). Yang rusak akibat

7
bencana, agar kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi
sebelum bencana. (Husein, Achmad. 2017).

2) Cakupan rekonstruksi fisik mencakup kegiatan membangun kembali


sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-hal berikut:
a) Prasarana dan sarana
b) Sarana sosial masyarakat
c) Penerapan rencangan bangunan dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana.

3) Program Rekonstruksi Non Fisik

Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk mengembalikan atau


memulihkan kegitan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi, ekonomi
serta kehidupan masyarakat, antara lain sektor kesehatan, pendidikan,
perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan. peribadatan dan kondisi
mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh bencana, kembali ke kondisi
pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

Cakupan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:

a) Kegiatan pemaliban layanan yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan


budaya masyarakat.
b) Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha
dan masyarakat.
c) Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
d) Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
e) Kesehatan mental masyarakat. (Husein. Achmad. 2017)

2.3 Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Manajemen Bencana Jangka Panjang

Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia


Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Penyusunan Rencana Rehabilitasi Dan
Rekonstruksi Pascabencana tercantum bahwa Penyusunan Rencana Rehabilitasi
dan Rekonstniksi Pascabencana - sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
lama 90 (sembilan puluh) hari. Penyusunan Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pascabencana dimulai pada saat tanggap darurat.

8
2.4 Manajemen Pemulihan
Pemulihan merupakan awal upaya pembangunan kembali dan menjadi
bagian dari pembangunan pada umumnya yang dilakukan melalui rehabilitasi dan
rekonstruksi. Rehabilitasi dapat diartikan sebagai segala upaya perbaikan untuk
mengembalikan fungsi secara minimal terhadap sarana. prasaran dan fasilitas
umum yang rusak akibat bencana. Dengan pengembalian fungsi tersebut, layanan
publik/masyarakat dapat dilaksanakan. Sasaran utamanya adalah
normalisasi/berjalannya secara wajar berbagai aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat seperti pada kondisi sebelum terjadinya bencana. Sedangkan
rekonstruksi dapat diartikan sebagai segala upaya pembangunan kembali sarana,
prasarana dan fasilitas umum, dan kapasitas kelembagaan yang rusak. akibat
bencana baik pada level pemerintahan maupun masyarakat/komunitas.

Untuk dapat melakukan pemulihan pasca-bencana secara baik, diperlukan


suatu perencanaan yang didasarkan pada pengkajian kebutuhan (post-disaster
Needs Assessment atau PDNA) yang pada saat ini dikembangkan di indonesia.
Kebuthan tersebut meliputi fisik dan non-fisik yang mengadopsi metodologi
Damage and loss assessment (DaLA) dan human Recovery Needs Assessment
(HRNA) dengan memperhatikan kebutuhan pemulihan terhadap manusianya
DaLA menitikberatkan pada penilaian kerusakan fisik akibat hencana dan
perkiraan dampak kerugiaan ekonomi. Sedangkan HRNA menitikberatkan pada
pengkajian akibat bencana terhadap masyarakat dan prioritas pemulihan menurut
masyarakat yang tidak semata-mata pada aspek fisik saja akan tetapi juga aspek
non fisik untuk pemulihan kemanusiaan. (Nurjana. dkk. 2013).

Prinsip-Prinsip Pemulihan

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana


Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana, maka prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi
dan rekonstruksi pasca bencana adalah:

a. Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah.


b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan
konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi.
c. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan
anak dan penyandang cacat.
d. Mengoptimalkan sumberdaya daerah
e. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyamkat, keberlanjutan
program dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang
lebih baik. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender. (Husein,
Achmad.2017

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penilaian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu
potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung
berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi
dampaknegatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta
benda,dan kerusakan lingkungan (BNPB, 2012).

Rehabiltasi pasca bencana dilakukan melalui kegitan: perbaikan lingkungan


daerah bencana,perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan
perbaikan rumah. masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan,
rekonsiliasi dan resolusi. konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan
keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi
pelayanan publik.(Husein, Achmad. 2017).

Rencana rekonstuksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan


bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat
informasi gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi
kependudukan. sosial, budaya, ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi
bencana, gambaran kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi
tentang kerusakan yang diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya,
kebijakan dan strategi rekonstruksi. program dan kegiatan. jadwal implementasi,
rencana anggran, makanisme/prosedur kelembagaan pelaksanaan. (Husein.
Achmad. 2017).

Untuk dapat melakukan pemulihan pasca-bencana secara baik, diperlukan


suatu perencanaan yang didasarkan pada pengkajian kebutuhan (post-disaster
Needs Assessment atau PDNA) yang pada saat ini dikembangkan di indonesia.
Kebuthan tersebut meliputi fisik dan non-fisik yang mengadopsi metodologi
Damage and loss assessment (DaLA) dan human Recovery Needs Assessment
(HRNA) dengan memperhatikan kebutuhan pemulihan terhadap manusianya
DaLA menitikberatkan pada penilaian kerusakan fisik akibat hencana dan
perkiraan dampak kerugiaan ekonomi. Sedangkan HRNA menitikberatkan pada
pengkajian akibat bencana terhadap masyarakat dan prioritas pemulihan menurut
masyarakat yang tidak semata-mata pada aspek fisik saja akan tetapi juga aspek
non fisik untuk pemulihan kemanusiaan. (Nurjana. dkk. 2013).

10
DAFTAR PUSTAKA

BNPB (2012). Peraturan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor


02 tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana

Ruswandi, D (2014). Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2013.Direktorat


Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan danKesiapsiagaan RI
UNDP (2010). Disaster Risk Assessment. www.undp.org

Husein, Achmad& Onasis Aidil. (2017). Bahan Ajar Lingkungan, Manajemen


Bencana.

Nurjana.dkk. (2013). Bandung Manajemen bencana

Khambali, L. (2017). Manajemen Penanggulangan Bencana. Edisi 1. Yogyakarta:


ANDI

iii

Anda mungkin juga menyukai