1. Kemiskinan
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2006, pada periode 1996-1999,
jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat sebasar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari
34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin
meningkat dari 17,47 % menjadi 23,43 % pada periode yang sama. Pada periode 1999-2002
terjadi penurunan jumlah penduduk mikin sebesar 9,57 juta, yaitu dari 47,97 juta pada tahun 1999
menjadi 38,40 juta pada tahun 2002. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk
miskin dari 23,43 % pada tahun 1999 menjadi 18,20 % pada tahun 2002. Penurunan jumlah
penduduk miskin juga terjadi pada periode 2002-2005 sebesar 3,3 juta, yaitu dari 38,40 juta pada
tahun 2002 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Persentase penduduk miskin turun dari 18,20 %
pada tahun 2002 menjadi 15,97 % pada tahun 2005. Artinya apa angka-angka itu? Artinya,
meskipun angka kemiskinan menurun setiap tahun, namun jumlahnya masih besar, belasan persen.
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak berubah.
Pada bulan Februari 2005 sebagian besar (64,67%) penduduk miskin berada di daerah pedesaan,
sementara pada bulan Maret 2006 persentase ini turun sedikit menjadi 63,41 % (bdk. Herimanto
dan Wianrno, 2010).
Dikatakan, berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, dan perumahan, dan lain-
lain (bdk. pendapat Emil Salim, 1982). Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan
bangsa, sebagai inspirasi dasar dan semangat memperjuangkan kemerdekaan bangsa, dan motivasi
mendasar menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Bagaimana kondisi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)? Provinsi NTT
termasuk provinsi miskin urutan kedua setelah Provinsi Papua. Berdasarkan data tahun 2020, dari
21 kabupaten/kota di NTT, yang keluar (bebas) dari kategori kabupaten miskin ada 9, yakni Kota
Kupang, Kabupaten TTU, Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Nagekeo, Ende,
Sikka, dan Flores Timur. Sedangkan kabupaten yang masih kategori kabupaten miskin ada 12,
yakni Manggarai Timur, Lembata, Kabupaten TTS, Belu, Malaka, Alor, Sabu Raijua, Rote Ndao,
Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sumba Timur.
Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pokok dipengaruhi oleh tiga hal berikut, yakni (1) Persepsi manusia
terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan; (2) Posisi manusia dalam lingkungan sekitar; (3)
Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, adat-istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalam hal ini, garis kemiskinan dapat
tinggi, dapat rendah. Terhadap posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan
pokok yang menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya di tengah-tengah
masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiwi ditentukan
oleh komposisi pangan, apakah bernilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai
dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim, dan lingkungan yang
dialaminya.
Kesemuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa serta dituangkan dalam nilai uang
sebagai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan
ditentukan oleh tingkat pendapatan minimal (versi Bank Dunia tahun 1973 adalah: di kota 75
dollar AS, dan di desa 50 dollar AS per orang per tahun). Menurut Prof. Sayogyo (1969), garis
kemiskinan dinyatakan dalam Rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/bulan), yaitu
untuk desa 320 kg/orang/tahun, dan untuk kota 480 kg/orang/tahun (Soelaeman, 2008).
Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-
ciri sebagai berikut.
1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah, modal usaha, dan keterampilan.
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri,
seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
3. Tingkat pendidikan rendah, tidak tamat SD karena harus membantu orang tua mencari
tambahan penghasilan.
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas, berusaha apa saja. Banyak yang hidup
di kota berusia muda, tetapi tidak mempunyai keterampilan.
3. Wabah Penyakit
Wabah penyakit adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah penderitanya meningkat secara tajam, melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu yang menimbulkan malapetaka. Sumber penyakit dapat berasal dari manusia,
hewan, tumbuhan, dan benda-benda yang tercemar bibit penyakit, serta yang menimbulkan
wabah.
Penyakit yang mewabah sangat luas (pandemi) sekarang ini dengan cepat sekali menyebar
menembus batas-batas wilayah dan negara di dunia ini adalah Virus Corona (Covid-19). Virus
Corona mulai merebak di Wuhan, Cina, sejak Januari 2020 sampai dengan Juni 2021 ini. Pandemi
Covid-19 ini belum ada tanda-tanda menurun. Penyakit yang sebelumnya hanya melanda sebuah
negara atau suatu kawasan bisa dengan cepat menyebar ke negara dan kawasan lain di muka bumi
ini. Tepat kiranya jika sekarang ini terdapat istilah globalisasi penyakit. Globalisasi penyakit
merupakan dampak negatif dari semakin cepatnya pergerakan manusia, hewan, tumbuhan, dan
barang-barang yang dibawa. Wabah penyakit juga menyebar sedemikian cepat dan meluas.
Penyakit yang menimpah umat manusia sejagat juga kini makin banyak dan beragam. Jika
dahulu orang hanya mengenal sakit malaria dan flu atau masuk angin, sekarang telah muncul virus
polio, sindrom pernapasan akut (SARS), HIV/AIDS, flu burung (avian influenza), penyakit sapi
gila, penyakit rabies (anjing gila), demam berdarah, penyakit gula, darah tinggi, tumor, kanker,
dan lain-lain. Virus polio, misalnya, yang menyebar ke Indonesia diduga berasal dari Arab Saudi
yang dibawa oleh TKI yang bekerja di Arab Saudi, atau oleh jemaah haji Indonesia atau orang
asing, seperti dari Afrika, yang banyak mondar-mandir ke Indonesia. Sedangkan Arab Saudi
sendiri menduga virus itu berasal dari Sudan (Afrika Barat), dibawa oleh jemaah haji Sudan di
Arab Saudi. Sementara itu, virus yang muncul di Sudan itu diyakini berasal dari Nigeria.
Kasus SARS (pernapasan akut) pertama kali muncul pertengahan November 2002 di
Provinsi Guangdong, Cina. Penyakit ini mulai menyebar ke berbagai belahan dunia pada 21
Februari 2003 ketika seorang dokter dari Guangdong yang terinfeksi virus SARS melakukan chek
in di Kamar Nomor 911, Lantai 9, Metropole Hotel, Hongkong. Dari hotel ini, diduga kontak virus
ini dengan dunia luar dimulai. Sedikitnya 14 tamu dan pengunjung hotel yang terinfeksi di hotel
tersebut membawa virus itu ke rumah sakit yang berbeda, ada yang di Toronto, Hongkong,
Vietnam, dan Singapura, di mana mereka dirawat. Para staf rumah sakit yang tak menyadari
bahaya wabah penyakit yang mengintai, tidak berusaha melindungi diri mereka dari kemungkinan
tertular. Dari rumah sakit di ke empat kota di negara yang berbeda inilah kemudian virus SARS
menyebar ke seluruh dunia. Virus SARS yang dibawa pasien dari Metropole Hotel, Hongkong,
menulari dokter, perawat, dan staf rumah sakit lainnya, pasien lain, pengunjung, keluarga mereka
di rumah, dan ke masyarakat yang lebih luas. Dalam hitungan bulan, sedikitnya sudah 30 negara
atau kawasan di seluruh dunia terkena penyakit ini (lihat Herimanto dan Winarno, 2010).
Contoh lain, virus flu burung pertama kali muncul di Hongkong tahun 1997 dan kemudian
menyebar ke Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam.
Akibat penyakit ini, 14 orang meninggal di Vietnam dan 5 lainnya di Thailand. Selain di negara-
negara itu, virus yang sama tetapi dengan strain yang lebih lemah, juga ditemukan di Pakistan dan
Taiwan. Di AS flu burung juga ditemukan di Delaware. Meskipun sudah lebih dari 80 juta ayam
dan unggas lainnya dimusnahkan di berbagai negara di dunia. Epidemi flu burung belum diyakini
benar sudah lenyap, seperti ditunjukkan oleh beberapa kasus sporadis yang muncul di Asia dan di
beberapa tempat lain di dunia.
Selain penyakit infeksi di atas, penyakit modern yang muncul adalah penyakit gaya hidup
tidak sehat yang kini juga menjadi penyakit yang mengglobal. Sama seperti penyakit infeksi,
penyakit gaya hidup tidak sehat ini juga tidak mengenal batasan negara dan status ekonomi.
Penyakit gaya hidup tidak sehat ini, contohnya serangan jantung, gula, darah tinggi, depresi, stres,
stroke, kegemukan, dan lain-lain. Penyakit gaya hidup tidak sehat pada mulanya muncul di
negara-negara maju. Akan tetapi, sekarang ini penyakit tersebut melanda pula negara-negara
industri baru di Asia, misalnya Cina, India, Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia.
Penyakit dapat menurunkan tingkat produktivitas manusia dalam bekerja yang bisa
berpengaruh terhadap pendapatan. Banyak produktivitas yang hilang akibat serangan penyakit. Di
sisi lain, pendapatan yang diperoleh banyak dikeluarkan untuk biaya pengobatan. Pada akhirnya,
penyakit yang timbul berpengaruh besar terhadap tingkat ekonomi masyarakat. *