Anda di halaman 1dari 4

Pertanyaan 9 milyar

penduduk: Mengapa
ketahanan pangan dan
keanekaragaman hayati
penting?
Dapatkah kita mempertahankan keanekaragaman hayati kita namun
pada saat yang bersamaan memakannya juga?

Share Tweet 0Engagements

TERRY SUNDERLAND @TCHSUNDERLAND

Rabu, 13 Apr 2011

Bagikan

Dari 12 tanaman pangan budidaya, gandum, beras dan jagung berkontribusi sebesar 50% dari
keseluruhan asupan energi global. Peter Blanchard/flickr

Ketahanan pangan telah menjadi salah satu isu penting pada era ini. Pada Bulan
Februari, majalah The Economist mempublikasikan sebuah laporan khusus mengenai
“masa depan pangan” yang berjudul “Pertanyaan 9 Milyar Penduduk”, yang mengulas
tentang peningkatan pangan melalui intensifikasi penanaman tanaman pangan pada
luasan lahan yang ada dan melalui “revolusi hijau” – sebuah cara pengembangan
varietas-varietas tanaman pangan produksi tinggi dan peningkatan penyilangan untuk
menghasilkan varietas yang tahan kekeringan dan penyakit. Laporan ini juga
menegaskan bahwa harga tanaman budidaya yang tinggi justru meningkatkan
permintaan dan mengurangi buangan.

Laporan tersebut secara lengkap juga menggarisbawahi kompleksitas masalah terkait


ketahanan pangan dan mengusulkan beberapa penyelesaian masalah untuk
mencapainya, termasuk dengan cara meningkatkan pendanaan untuk
mendukung Consultative Group of International Agricultural Research (CGIAR),
yang pertama kali memimpin revolusi hijau. Namun ada satu kelemahan usulan solusi
tersebut yaitu tidak disebutkannya keanekaragaman hayati sebagai factor yang penting
untuk pertanian yang berkelanjutan.

Kebijakan-kebijakan dan isu-isu terkait pelestarian keanekaragaman hayati dan


ketahanan pangan sebelumnya dianggap idak saling berhubungan dan hanya sedikit
sekali perhatian diberikan untuk melihat keterkaitan yang jelas antara keduanya.
Model lama dari produksi pertanian monokultur telah mengakibatkan kerugian sangat
besar akibat hilangnya keanekaragaman hayati dan rusaknya fungsi-fungsi ekosistem
akibat konversi lahan. Pertanian skala besar yang sangat bergantung pada bahan kimia
juga berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca secara global.

Walaupun telah banyak kemajuan dicapai dalam kurun waktu 40 tahun terakhir,
namun pertanian modern belum dapat menjamin ketahanan pangan global dalam
tingkat yang paling tidak setara dengan kemajuan yang dicapai tersebut. Ada lebih
dari 1 milyar orang berangkat tidur dalam keadaan perut yang lapar setiap malam dan
ada lebih dari 800 juta orang yang mengalami kekurangan gizi yang berdampak pada
kesehatan yang buruk, yang pada gilirannya juga berdampak pada kemampuan
mereka untuk mencukupi kebutuhan pangannya.

Jadi apakah kaitan antara keanekaragaman hayati dan pertanian? Keanekaragaman


hayati sangat mendukung pertanian modern dan berkontribusi terhadap penghidupaan
jutaan orang yang hidupnya bergantung pada sumber daya non-budidaya yang
langsung diambil dari alam. Keanekaragaman hayati juga menyediakan “modal
alami” untuk berlangsungnya fungsi-fungsi ekosistem seperti fungsi daerah aliran
sungai, kesuburan tanah, penyerbukan, penyebaran biji, daur zat makanan, pestisida
alami dan pengendalian penyakit dan sebagainya; kesemuanya adalah proses yang
sangat penting untuk sistem pertanian.

Walaupun sebenarnya ada ribuan spesies yang berkontribusi pada pemenuhan pangan
manusia, namun pada kenyataannya, 98% pemenuhan kebutuhan pangan dunia saat
ini bergantung pada 12 tanaman pangan budidaya dan 14 jenis hewan. Gandum, beras
dan jagung saja berkontribusi sebesar 50% dari keseluruhan asupan energi global.
Kecenderungan umum global yang mengarah pada penyederhanaan pola makan telah
membawa dampak yang buruk pada ketahanan pangan manusia, keseimbangan nutrisi
dan kesehatan.

Sistem dengan keanekaragaman hayati lebih tinggi memiliki ketahanan yang lebih
tinggi terhadap pengaruh buruk perubahan lingkungan dan memiliki kemampuan
mengurangi kerentanan penghidupan masyarakat pedesaan. Seiring berkurangnya
elemen keanekaragaman hayati yang digunakan dalam makanan dan pertanian, telah
menyebabkan berkurangnya kemampuan pertanian untuk beradaptasi terhadap
pengaruh buruk perubahan lingkungan seperti perubahan Iklim.

Sistem produksi monokultur tradisional terutama rentan terhadap cuaca yang ekstrim,
dan banjir dan kekeringan yang terjadi di daerah-daerah pertanian yang produktif
baru-baru ini diidentifikasi sebagai penyebab utama dari tingginya harga pangan di
awal tahun 2011. Dampak-dampak dari meningkatnya temperatur dan kejadian cuaca
yang bertambah ekstrim memiliki kecenderungan kuat membawa dampak buruk bagi
kaum miskin, terutama para petani di pedesaan dan World Bank memperkirakan
bahwa akan ada 44 juta orang lagi yang akan kembali menjadi miskin sejak Juni 2010.

Seiring dengan meningkatnya area perkotaan di seluruh belahan dunia, masalah-


masalah ini akan makin membawa dampak buruk. Populasi perkotaan terutama rentan
terhadap meningkatnya harga pangan. Kericuhan terkait masalah pangan di Kamerun
dan Haiti pada tahun 2008 dan pergantian rezim pemerintahan di Tunisia dan Mesir
baru-baru ini terkait langsung dengan meningkatnya harga bahan-bahan pangan
pokok. Karena itu, model kebutuhan harga-tinggi yang dianjurkan oleh The
Economist dapat membawa dampak yang penting bagi pihak yang memerlukan akses
terhadap pangan dengan harga masuk akal: kaum miskin.
Sebuah badan penelitian yang sedang berkembang menganjurkan nahwa dengan
memadukan keanekaragaman hayati ke dalam pertanian (disebut juga “eco-
agriculture” atau “agro-ecology”) dapat meningkatkan produksi, mempertahankan
fungsi-fungsi ekosistem yang penting dan mencapai ketahanan pangan yang lebih
efisien dan lebih layak, terutama dalam menghadapi kondisi iklim yang tidak pasti.
Dalam publikasinya baru-baru ini, The World Bank, PBB, Pemerintah Kerajaan
Inggris yang menangani sains, bersama dengan komunitas akademis mengusulkan
bahwa tantangan dalam kemampuan mencukupi kebutuhan pangan bagi 9 milyar
perkiraan jumlah penduduk di tahun 2050 dapat dicapai melalui sistem produksi yang
lebih beragam yang dapat meningkatkan pertanian berkelanjutan.

Makin terpadunya antara pelestarian keanekaragaman hayati dan pertanian dalam


rangka mencapai ketahanan pangan adalah tantangan global yang pasti akan
mempengaruhi kita semua. Seorang pakar ekologi yang sangat dihormati, Hugh
Possingham, baru-baru ini mengajukan sebuah pertanyaan “dapatkah kita
mempertahankan keanekaragaman hayati kita namun pada saat yang bersamaan
memakannya juga?”. Bukti menunjukkan bahwa kita bisa melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai