penduduk: Mengapa
ketahanan pangan dan
keanekaragaman hayati
penting?
Dapatkah kita mempertahankan keanekaragaman hayati kita namun
pada saat yang bersamaan memakannya juga?
Bagikan
Dari 12 tanaman pangan budidaya, gandum, beras dan jagung berkontribusi sebesar 50% dari
keseluruhan asupan energi global. Peter Blanchard/flickr
Ketahanan pangan telah menjadi salah satu isu penting pada era ini. Pada Bulan
Februari, majalah The Economist mempublikasikan sebuah laporan khusus mengenai
“masa depan pangan” yang berjudul “Pertanyaan 9 Milyar Penduduk”, yang mengulas
tentang peningkatan pangan melalui intensifikasi penanaman tanaman pangan pada
luasan lahan yang ada dan melalui “revolusi hijau” – sebuah cara pengembangan
varietas-varietas tanaman pangan produksi tinggi dan peningkatan penyilangan untuk
menghasilkan varietas yang tahan kekeringan dan penyakit. Laporan ini juga
menegaskan bahwa harga tanaman budidaya yang tinggi justru meningkatkan
permintaan dan mengurangi buangan.
Walaupun telah banyak kemajuan dicapai dalam kurun waktu 40 tahun terakhir,
namun pertanian modern belum dapat menjamin ketahanan pangan global dalam
tingkat yang paling tidak setara dengan kemajuan yang dicapai tersebut. Ada lebih
dari 1 milyar orang berangkat tidur dalam keadaan perut yang lapar setiap malam dan
ada lebih dari 800 juta orang yang mengalami kekurangan gizi yang berdampak pada
kesehatan yang buruk, yang pada gilirannya juga berdampak pada kemampuan
mereka untuk mencukupi kebutuhan pangannya.
Walaupun sebenarnya ada ribuan spesies yang berkontribusi pada pemenuhan pangan
manusia, namun pada kenyataannya, 98% pemenuhan kebutuhan pangan dunia saat
ini bergantung pada 12 tanaman pangan budidaya dan 14 jenis hewan. Gandum, beras
dan jagung saja berkontribusi sebesar 50% dari keseluruhan asupan energi global.
Kecenderungan umum global yang mengarah pada penyederhanaan pola makan telah
membawa dampak yang buruk pada ketahanan pangan manusia, keseimbangan nutrisi
dan kesehatan.
Sistem dengan keanekaragaman hayati lebih tinggi memiliki ketahanan yang lebih
tinggi terhadap pengaruh buruk perubahan lingkungan dan memiliki kemampuan
mengurangi kerentanan penghidupan masyarakat pedesaan. Seiring berkurangnya
elemen keanekaragaman hayati yang digunakan dalam makanan dan pertanian, telah
menyebabkan berkurangnya kemampuan pertanian untuk beradaptasi terhadap
pengaruh buruk perubahan lingkungan seperti perubahan Iklim.
Sistem produksi monokultur tradisional terutama rentan terhadap cuaca yang ekstrim,
dan banjir dan kekeringan yang terjadi di daerah-daerah pertanian yang produktif
baru-baru ini diidentifikasi sebagai penyebab utama dari tingginya harga pangan di
awal tahun 2011. Dampak-dampak dari meningkatnya temperatur dan kejadian cuaca
yang bertambah ekstrim memiliki kecenderungan kuat membawa dampak buruk bagi
kaum miskin, terutama para petani di pedesaan dan World Bank memperkirakan
bahwa akan ada 44 juta orang lagi yang akan kembali menjadi miskin sejak Juni 2010.