Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS JURNAL KETAHANAN PANGAN : FOOD LOSS DAN FOOD WASTE PADA

TINGKAT RUMAH TANGGA UNTUK KELANGSUNGAN KETAHANAN PANGAN DI


INDONESIA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Kerja Peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
Dosen Pengampu : Nur Ulfah, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh :
Asri Deismawaranti I1A020018

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2022
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
16 Oktober menjadi hari baru yang ditetapkan untuk diperingati, yaitu hari pangan
sedunia. Pangan merupakan salah satu kebutuhan selain pakaian dan tempat tinggal.
Sebagai istilah jawa yang banyak dikenal adalah “sandang, pangan, lan papan”. Pangan
sendiri memiliki dampak besar dalam kebutuhan manusia. Pada tujuan sustainable
developments, pangan termasuk pada tujuan pembenahan yang perlu segera dicapai.
Menjadi banyak pertanyaan kenapa pangan termasuk pada tujuan UN atau United
Nations secara global.
Pangan memiliki permasalahan dari pasokan, kebutuhan, dan ketahanannya.
Semakin berjalan waktu semakin banyaknya masyarakat di dunia ini dan kebutuhan akan
semakin meningkat. Namun, dalam segi penyediaan tidak bisa dipungkiri akan semakin
berkurang. Didukung tempat pemasokan bahan makanan, harga, pemberdayaan manusia,
pemberdayaan bahan makanan yang terkadang kualitas bahan sudah berkurang. Efek dari
inflasi dan kejadian krisis moneter membuat harga bahan pangan naik tajam atau bahkan
turun tanpa disangka. Sehingga pasokan bisa dipotong dan tidak mencukupi kebutuhan
masyarakat global. Di Indonesia sendiri harga bahan pangan banyak yang melejit
harganya namun turun pasokannya.
Walau begitu, permasalahan harga dan ketersediaan bukan yang utama.
Ketahanan dan pengeluarannya yang berdampak lanjut. Pada Barilla Center For Food
and Nutrition (The Economist Intelligence Unit, 2015), menyebutkan Indonesia
membuang makanan sebanyak 300 kg/tahun/kapita atau setara 13 juta ton makanan,
menjadikannya negara penyampah makanan nomor dua dunia. FAO atau Food and
Agricultural menyebutkan permasalahan pangan adalah pembuangan sisa pangan yang
berdampak menambah sampah baru secara organik.
Menurut Global Hunger Index (GHI, 2019) Indonesia menempati posisi posisi 70
dari 117 negara dengan status tingkat kelaparan serius. dan sebanyak 22 juta penduduk
Indonesia menderita kelaparan. Saat ini Indonesia tidak hanya dihadapkan pada masalah
ketersediaan pangan, tetapi juga akses masyarakat terhadap pangan karena tingginya
harga pangan dan kelangkaan bahan pangan (detik. com, 16 Oktober 2021). Hal ini akan
berdampak selain sampah adalah kelaparan. Pasokan sedikit, kebutuhan banyak, sampah
yang dihasilkan banyak, dan kasus kelaparan akan semakin membengkak angkanya.
Mengantisipasi daerah rawan bencana pada tahun 2022 membuat kesediaan dan
ketahanan pangan semakin diawasi. Demi menghindari ketidak tersediaan pangan ketika
peristiwa darurat, ketahanan pangan harus bisa dikelola. Dimulai dari berkurangnya food
loss dan food waste. Pada essay ini akan dibahas ketahanan pangan dalam pengurangan
food loss dan food waste yang dimulai dari tingkat keluarga atau rumah tangga.

b. Tujuan
Tujuan Umum :
Mengetahui permasalahan ketahanan pangan pada tingkat keluarga atau rumah tangga

Tujuan Khusus :
1. Mengetahui ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga
2. Mengetahui food loss dan food waste pada rumah tangga
3. Mengetahui solusi dari food loss dan food waste pada rumah tangga
BAB II
PEMBAHASAN

Indonesia dengan jumlah penduduk yang menyentuh 300 juta penduduk dengan lebih
dari 150 juta KK, menduduki 70 dari 117 negara dengan tingkat kelaparan tertinggi. Dari data
FAO atau Food and Agricultural menyebutkan ⅓ total produksi makanan pada setiap negara
pasti mengalami konsumsi terbuang atau food loss and waste atau FLW. Indonesia adalah negara
ke-2 dari 25 negara di dunia dengan FLW tertinggi setelah Arab Saudi. FLW Indonesia sekitar
300 kg per kapita setiap tahun. Membuat pasokan bahan pangan berkurang dan meningkatkan
kelaparan. Seharusnya pada penanganan ini tingkat kelaparan berkurang dan pembuangan dari
konsumsi makanan berkurang.
FLW atau Food loss and waste termasuk pada kejadian pembuangan sisa konsumsi
makanan. Food loss adalah adalah semua bahan material yang bisa dimakan untuk konsumsi
manusia, yang timbul pada setiap titik di rantai pasok makanan, yang malah sebaliknya dibuang,
hilang, rusak atau dikonsumsi oleh hama. Food losses mengacu pada penurunan massa makanan
yang dapat dimakan di seluruh bagian dari rantai pasok yang khusus mengarah ke makanan yang
dimakan untuk konsumsi manusia. Food losses terjadi di tahap produksi, pasca panen dan
pengolahan dalam rantai suplai makanan menurut (Parfitt et al., 2010).
Untuk food waste adalah limbah makanan yang berkaitan dengan penjual sebagai
produsen dan pembeli sebagai konsumen. Food waste merupakan sampah makanan yang
dikonsumsi namun tidak dihabiskan dan berujung dibuang. Menurut FAO atau Food and
Agricultural, Food waste adalah seluruh bahan makanan yang diperuntukan bagi konsumsi
manusia, tetapi dibuang dan tidak dikonsumsi karena berbagai alasan seperti hilang, terdegradasi,
atau diserang hama. Berbeda dengan food losses yang berfokus pada bahan material atau bahan
utama dalam membuat makanan atau berbagai macam olahan pangan.
Dari sisi pertama kehidupan yaitu pada keluarga, FLW ini banyak terjadi. Mungkin
awalnya terlihat sepele, namun dampak nya besar bagi masyarakat dan di waktu kemudiannya.
Terdapat Studi menyebutkan timbulan food waste di rumah tangga terkait dengan berbagai
kebiasaan konsumen sehari-hari seperti perencanaan sebelum berbelanja, saat berbelanja
makanan, persiapan memasak, mengonsumsi makanan, kebiasaan makan di luar, hingga perilaku
pengelolaan sampah. Timbunan sampah ini jika diolah atau di daur ulang tidak akan menjadi
masalah, namun masalah yang terjadi sebaliknya.
FAO mengklasifikasikan food waste berdasarkan waktunya dan tingkat kemungkinannya.
Untuk food waste dilihat dari sisi waktunya dikategorikan menjadi 3, yaitu: (1) preconsumer
waste (bahan makanan di dapur yang karena kualitasnya dinilai tidak sesuai yang akhirnya
dibuang sebelum selesai diolah menjadi menu yang akan dikonsumsi), (2) postconsumer (sisa
makanan dari konsumen setelah mengonsumsi makanan, dan (3) packaging waste and operation
supplies atau dari sampah dari kemasan makanan seperti plastik kemasan makanan dan sampah
yang muncul selama proses menyiapkan makanan seperti minyak jelantah (Qodriyatun, 2021).
Banyak ibu rumah tangga yang tidak menyadari bahwa bahan makanan yang terbuang,
makanan yang sudah diolah terbuang, atau wadah dan plastik dari bahan makanan yang diolah
menumpuk menjadi sampah memiliki dampak panjang kedepannya. Tidak perlu jauh, di tahun
2022 kasus kelaparan dengan pasokan bahan makanan sedikit sudah banyak terjadi, apalagi saat
masa darurat seperti adanya bencana dan perang. Jumlah pengeluaran makanan dan minuman
rumah tangga mempengaruhi timbulan food waste dimana semakin tinggi pengeluaran makanan
dan minuman rumah tangga, semakin banyak timbulan sampah makanan yang dihasilkan.
Variabel jumlah anggota rumah tangga juga mempengaruhi pengurangan timbulan sampah
makanan per kapita dimana semakin sedikit anggota rumah tangga, timbulan food waste yang
dihasilkan juga akan semakin sedikit. Walau tidak bisa dengan mengurangi jumlah anggota
rumah tangga namun bisa dengan pengurangan sampah pada aktivitas rumah tangga. Solusi yang
paling mudah untuk dilakukan dengan pemilahan sampah rumah tangga untuk bisa membedakan
mana sampah organik dan sampah anorganik.
Nantinya sampah organik yang terpisah akan didaur ulang. Daur ulang paling baik dan
mudah dilakukan untuk sampah bahan pangan atau sisa makanan adalah kompos. Kedepannya
kompos akan digunakan untuk penanaman bahan makanan sehingga akan menghasilkan bahan
pangan yang banyak mulai dari sayuran hingga buah-buahan. Pengelolaan sampah juga bisa
dilakukan dengan mendaur ulang sampah lainnya sebagai pakan hewan ternak dan hewan
peliharaan seperti ikan hias.
BAB III
PENUTUP

FLW atau Food losses and waste masih menjadi PR besar bagi masyarakat global
terutama Indonesia yang sudah termasuk negara dengan kasus kelaparan terbanyak dan sampah
bahan pangan yang termasuk tinggi. Dengan mengelola sampah dari bahan makanan membuat
kasus FLW semakin berkurang. Hal ini berdampak pada ketahanan pangan di Indonesia akan
semakin meningkat. Pengurangan kelaparan dan semakin banyaknya bahan pangan membuat
FAO yakin tujuan SDG’S pada poin 12.3 dengan tujuan pengurangan food loss, dan
pengurangan setengah dari food waste yang ditimbulkan di seluruh dunia di tahun 2030 akan
tercapai. Dimulai dari tingkat rumah tangga dengan melakukan pengelolaan sampah bahan
makanan menjadi kompos, pakan hewan ternak, hingga wadah makanan yang bisa di daur ulang
menjadi wadah untuk tanaman atau hewan hias bisa berdampak jauh untuk mengurangi kasus
FLW.
Hal ini akan mendukung pengurangan FLW dengan tingkat nasional seperti penyediaan
bahan makanan dan pasokan nya bertambah karena penanaman bahan makan seperti sayur dan
buah-buahan yang tinggi dikarenakan menggunakan kompos dari sisa bahan makanan di
keluarga atau rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, S.C. and Halimatussadiah, A. (2022) ‘Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional: Analisis
Pendorong Food Waste di Tingkat Rumah Tangga’, Jurnal Good Governance, 18(1).
doi:10.32834/gg.v18i1.457.

Qodriyatun, S.N. (2021) ‘Pengelolaan Food Loss And Waste dalam Mewujudkan Ketahanan
Pangan’, Info Singkat, 13(20), pp. 13–18.

Saputra, D. and Asih, A. (2017) ‘Kajian Literatur Perilaku Rumah Tangga Dalam Menghasilkan
Sampah Makanan ( Food Waste ) Di Kota Yogyakarta’, Seminar Nasional Teknik Industri
Universitas Gadjah Mada 2017, (November), pp. 63–70.

“Hari Pangan Sedunia, Anggota DPR: Kedaulatan Pangan RI Butuh Solusi”, 16 Oktober 2021,
https://news.detik.com/
berita/d-5770236/hari-pangansedunia-anggota-dpr-kedaulatanpangan-ri-butuh-solusi
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai