Anda di halaman 1dari 19

KONSUMSI DAN PRODUKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB

Sampah Makanan di Indonesia dengan Tingkat Kelaparan Tinggi

Disusun oleh:

Salsa Devara

Program studi Teknologi Pangan

240210190027

Kelompok Profit, Kelompok 74 TPB

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2019

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas rahmat beserta karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah konsumsi dan produksi yang
bertanggung jawab dengan judul Sampah Makanan di Indonesia dengan Tingkat
Kelaparan Tinggi yang merupakan tugas Mata Kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan.

Terimakasih kepada Dr. Drs. Rusdin, M.Si. selaku dosen pengampu Mata
Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah membimbing penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun penulis sadari bahwa makalah ini belum sempurna, sehingga kritik
dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan bagi
para pembaca.

Jatinangor, 25 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 2
1.3 Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Sampah Makanan ..................................................................................... 3
2.2 Sustainable Development Goals (SDGs) ................................................. 3
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
3.1 Pengertian dan Tujuan Konsumsi dan Produksi yang Berkelanjutan ...... 6
3.2 Fenomena Sampah Makanan Menumpuk di Indonesia............................ 6
3.3 Peran Pemerintah dan Masyarakat Dalam Mendorong Pola Konsumsi
Dan Produksi Berkelanjutan ................................................................................ 9
3.4 Penerapan Pola Perilaku Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung
Jawab Dalam Kehidupan Sehari-hari ................................................................ 12
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 13
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13
4.2 Saran ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iv
LAMPIRAN ............................................................................................................ v

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan lingkungan di dunia semakin hari semakin
memprihatinkan. Salah satunya mengenai Sampah Makanan. Sampah
makanan ini berasal dari sisa-sisa makanan yang dibuang begitu saja baik
dalam bentuk mentahan maupun sudah menjadi makanan jadi. Saat ini
banyak masyarakat dunia yang suka membuang makanan begitu saja. Tidak
terkecuali Indonesia yang juga menjadi negara penyumbang sampah
makanan terbesar ke-2 di dunia, padahal Indonesia memiliki tingkat
penduduk kelaparan yang tinggi.

Meskipun spele, kebiasaan membuang makanan sisa ini rupanya


menjadikan sampah makanan di dunia menjadi sampah yang paling
membuat miris. Pasalnya bukan hanya dalam segi pencemaran lingkungan,
sampah makanan ini erat kaitannya dengan sisi kemanusiaan. Fenomena
sampah makanan yang bertumpuk ini membuat kesal sebagian orang karena
ada berjuta-juta orang disana yang kelaparan. Fenomena ini membuat
jengkel sebab 1,3 milyar ton makanan dibuang setiap tahun, sementara
hampir 2 milyar orang kelaparan atau kekurangan nutrisi. Selain itu sampah
makanan mempunyai dampak negatif bagi pencemaran lingkungan.

Masalah ini turut menjadikan pengelolaan sampah menjadi salah


satu bagian yang penting yang masuk menjadi tujuan SDG ke-12 yaitu
memastikan keberlangsungan pola konsumsi dan produksi (ensure
consumption and production patterns). SDG 12 ini berisi delapan target.
salah satu target yang penting adalah target yang menyatakan bahwa
sampah makanan harus direduksi. Untuk menekan permasalahan
lingkungan akibat perilaku masyarakat yang tidak menerapkan pola
konsumsi dan produksi berkelanjutan, diperlukan adanya komitmen
perubahan produsen dan konsumen melalui pemanfaatan sumberdaya
secara efisien. Serta perlu menerapkan komitmen konsumsi dan produksi

1
berkelanjutan agar produksi dan pola konsumsi mampu berwawasan
lingkungan.

Dengan melihat fenomena yang disebutkan di atas, kami tertarik


untuk membahas masalah ini. Kami melihat bahwa masalah ini merupakan
masalah yang serius dan perlu untuk diatasi. Makalah ini akan membahas
fenomena mengenai sampah makanan di Indonesia.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Apa pengertian dan tujuan konsumsi dan produksi yang bertanggung
jawab?
2. Bagaimana fenomena sampah makanan menumpuk di Indonesia bisa
terjadi?
3. Apa peran yang dapat dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam
mendorong pola konsumsi dan produksi berkelanjutan?
4. Bagaimana menerapkan pola perilaku konsumsi dan produksi yang
bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan
wawasan kepada pembaca mengenai konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesadaran pembaca mengenai
pentingnya menerapkan pola perilaku konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah Makanan


Food and Agricultural Organization (FAO), menyatakan bahwa
definisi dari sampah makanan adalah segala makanan yang terbuang atau
hilang pada saat produksi maupun pada saat konsumsi, dan ditunjukkan
dengan penurunan kualitas dan berat makanan serta terjadi pada setiap mata
rantai dari pasokan makanan (Wahyono, 2017, p. 1). Ada berbagai macam
sumber darimana sampah makanan berasal. Berdasarkan data yang
didapatkan oleh Institution of Mechanical Engineers, di tahun 2013,
terdapat sampah makanan yang berasal dari setidaknya setengah jumlah
total makanan hasil produksi manusia. FAO pada tahun 2011 menyatakan
bahwa dalam skala global, jumlah tumpukan sampah makanan bisa
mencapai 1,3 giga ton pertahun, ini setara dengan satu pertiga dari total
bahan makanan yang melalui tahap diproduksi (Wahyono, 2017, p. 2).
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh European Commision
pada tahun 2011, ada 89 juta ton sampah makanan dengan jumlah rata-rata
180 kg sampah makanan dihasilkan perorang dalam kurun waktu satu
tahun. (Wahyono, 2017, p. 2). Dari mulai rantai makanan paling awal yaitu
produksi hingga bagian akhir yaitu pemasaran semua proses memiliki
kemungkinan menghasilkan sampah makanan. Namun penyumbang
sampah makanan terbesar biasanya datang dari konsumsi rumah tangga.
European Commision mengatakan bahwa rumah tangga menjadi
kontributor sebanyak 42% dari jumlah timbunan sampah makanan yang
ada. Selain itu jumlah perkapita sampah makanan yang bersumber dari
rumah tangga adalah sebanyak 79 kilogram pertahun. (Wahyono, 2017, p.
2)

2.2 Sustainable Development Goals (SDGs)


Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana
aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia,

3
guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi
lingkungan. SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat
dicapai pada tahun 2030.
Tujuh belas tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yaitu, (1)
Tanpa Kemiskinan, Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh
penjuru dunia. (2) Tanpa Kelaparan, Tidak ada lagi kelaparan, mencapai
ketahanan pangan, perbaikan nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian
yang berkelanjutan. (3) Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, Menjamin
kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh
masyarakat di segala umur. (4) Pendidikan Berkualitas, Menjamin
pemerataan pendidikan yang berkualitas dan meningkatkan kesempatan
belajar untuk semua orang. (5) Kesetaraan Gender, Mencapai kesetaraan
gender dan memberdayakan kaum ibu dan perempuan. (6) Air Bersih dan
Sanitasi Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan
untuk semua orang. (7) Energi Bersih dan Terjangkau, Menjamin akses
terhadap sumber energi yang terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan
modern untuk semua orang. (8) Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang
Layak, Mendukung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan, lapangan
kerja yang produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua orang. (9)
Industri, Inovasi dan Infrastruktur, Membangun infrastruktur yang
berkualitas, mendorong peningkatan industri yang berkelanjutan serta
mendorong inovasi. (10) Mengurangi Kesenjangan, Mengurangi
ketidaksetaraan baik di dalam sebuah negara maupun di antara negara-
negara di dunia. (11) Keberlanjutan Kota dan Komunitas, Membangun kota-
kota serta pemukiman yang berkualitas, aman dan bekelanjutan. (12)
Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab, Menjamin keberlangsungan
konsumsi dan pola produksi. (13) Aksi Terhadap Iklim Bertindak cepat
untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. (14) Kehidupan Bawah
Laut, Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan
sumber daya laut untuk perkembangan yang berkelanjutan. (15) Kehidupan
di Darat Melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan keberlangsungan
pemakaian ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan,

4
mengurangi tanah tandus serta tukar guling tanah. (16) Institusi Peradilan
yang Kuat dan Kedamaian, Meningkatkan perdamaian termasuk masyarakat
untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses untuk keadilan bagi
semua orang termasuk lembaga dan bertanggung jawab untuk seluruh
kalangan. (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, Memperkuat
implementasi dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk
pembangunan yang berkelanjutan.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian dan Tujuan Konsumsi dan Produksi yang Berkelanjutan

Menurut Aditya Bayunanda, Direktur Policy, Sustainability, and


Transformation WWF-Indonesia tahun 2017, Konsumsi yang bertanggung
jawab adalah memperhatikan asal usulnya dan menjauhi produk yang terkait
praktik-praktik ilegal, perdagangan manusia, pengerusakan lingkungan dan
penghancuran livelihood masyarakat setempat. Sedangkan pengertian
produksi bertanggung jawab adalah pola atau mekanisme sistematik yang
mengatur konsumsi suatu produk benar-benar mengikuti kaidah-kaidah
yang menjamin keseimbangan ekosistem dan kesinambungan khususnya
sumberdaya alam (Roni Kastaman dan Nurpilihan, 2004).

Tujuan point ke-12 SDGs ini adalah untuk mengurangi dampak


lingkungan yang ditimbulkan terhadap bumi melalui pola konsumsi dan
produksi yang bertanggung jawab. Tujuan lainnya yaitu untuk menjadikan
sustainable green consumer. Sustainable green consumer adalah konsumen
yang memperhatikan kelestarian lingkungan melalui pola konsumsi yang
tepat, pola penanganan barang/jasa yang tidak dikonsumsi secara tepat, dan
memberi dukungan kepada perusahaan yang memperhatikan masalah
kelestarian lingkungan dengan cara membeli barang/jasa yang diproduksi
oleh perusahaan-perusahaan pemerhati masalah kelestarian lingkungan.

3.2 Fenomena Sampah Makanan Menumpuk di Indonesia


Saat ini Indonesia tengah mengalami masalah lingkungan terkait
fenomena makanan menumpuk. Contoh kasusnya adalah di DKI Jakarta.
Sampah makanan di kawasan kuliner seperti di bilangan Sabang, 1
kilometer dari Balai Kota, bukan pemandangan yang baru, menjadi
keseharian saban malam sesudah para pekerja pulang dari kawasan
perkantoran di Thamrin, menjadi bagian dari mata rantai problem
pengelolaan sampah di ibu kota.

6
Di kawasan kuliner lain di Jakarta pun sama saja. Di kawasan
kuliner jalan Ampera, total sampah yang dihasilkan seberat 10,3 kg.
Sebagian besar isi sampah makanan adalah nasi.
Di Jakarta, kondisi seperti itu sudah berlangsung lama. Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta pada 2011 pernah merilis
jumlah sampah di DKI Jakarta. Dalam sehari produksi sampah mencapai
7.500 ton. Mirisnya, lebih dari 54 persen atau 4.050 ton adalah sampah
makanan. Sampah makanan itu tidak hanya dari sisa makanan yang sudah
dikonsumsi, tetapi juga sisa sampah makanan saat produksi.
Penyumbang besar sampah masih berasal dari rumah tangga. Data
Dinas Kebersihan DKI Jakarta 2011 mencatat dari total sampah di Jakarta,
65 persennya berasal dari perumahan.
Parama Maharddhika, penggiat Creata, sebuah organisasi yang
fokus pada masalah sampah, mengatakan banyaknya produksi sampah itu
bermula pada perilaku masyarakat. Terutama sampah dari rumah tangga.
Saat memasak makanan misalnya, ada bagian dari sayur yang dibuang
karena tidak disukai atau tidak layak makan. Sedangkan sampah dari
konsumsi biasanya dari makanan yang tidak habis atau makanan yang tidak
layak dikonsumsi, biasanya karena masa kadaluwarsa telah lewat.
Di sisi lain pola konsumsi makanan yang masih berpatok pada
seberapa banyak porsi makanan, bukan pada kebutuhan kalori, turut
berperan meningkatkan jumlah sampah. Selain dari rumah tangga, sampah
makanan juga datang dari warung makan atau restoran. Masalahnya juga
sama, sisa makanan masih tidak bisa dicegah.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB menaksir, setiap tahun,
sepertiga makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia
berakhir menjadi sampah, atau jumlahnya 1,3 miliar ton. Ini termasuk 45%
dari buah dan sayuran, 35% dari makanan laut, 30% dari sereal, 20% dari
produk susu, dan 20% dari daging.
PBB mewanti-wanti, dengan proyeksi populasi dunia mencapai 9,6
miliar pada 2050, dan pertumbuhan tercepat di negara-negara berkembang
termasuk di Indonesia, problem pemimpin negara saat ini dan ke depan:

7
Bagaimana kita memproduksi cukup makanan bagi setiap orang?
Jawabannya, menurut PBB, bukanlah memproduksi cukup makanan,
melainkan menyetop sampah makanan yang telah kita ciptakan selama ini.
Masalah sampah makanan di pelbagai kota padat penduduk seperti
Jakarta adalah pencemaran lingkungan lantaran pengelolaannya yang
semrawut. Hasil pemantauan air tanah dari Balai Konservasi Air Tanah
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2015 menunjukkan
pada lapisan akuifer bebas cekungan air tanah (CAT) Jakarta, dari 85 lokasi
sumur yang dipantau, hanya ada 16 lokasi yang memenuhi baku mutu.
Masih ada sampah yang menumpuk di sungai-sungai di Jakarta. Bahkan saat
ini sampah di Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang semakin
menggunung. Menurut Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI
Jakarta, saat ini ada 25 juta meter kubik sampah di Bantar Gebang. Luasnya
mencapai 110 hektar dengan tinggi tumpukan 30 meter.
Faktor penyebab banyaknya sampah makanan adalah karena, pola
konsumsi masyarakat yang masih berpusat pada seberapa banyak porsi
makan menjadi faktor kenapa sampah makanan di Indonesia menumpuk.
Padahal harusnya berpatok pada kebutuhan kalori. Selain pola konsumsi,
proses produksi hingga distribusi juga bisa membuat makanan tersebut
terpaksa harus dibuang bahkan sebelum sampai ke tangan konsumen.
Kondisi wilayah ternyata juga bisa jadi salah satu faktor kenapa angka
makanan terbuang di Indonesia tergolong tinggi. Indonesia adalah negara
kepulauan dengan jarak antar pulaunya yang cukup jauh. Sayangnya kondisi
geografis tersebut tidak didukung dengan infrastruktur memadai untuk
mendistribusikan makanan dari daerah produksi ke pusat populasi.
Akibatnya, banyak makanan harus tertahan cukup lama saat di perjalanan
yang mana tak jarang membuat kualitasnya rusak sebelum sampai ke tangan
konsumen. Selain itu menurut Supply Chain Indonesia, Indonesia tidak
memiliki cukup tempat memadai untuk menyimpan pasokan makanan.
Contohnya negara ini hanya punya kapasitas gudang makanan dingin
sebesar 200.000 ton, padahal tahun ini butuh sekitar 1,7 juta ton.

8
3.3 Peran Pemerintah dan Masyarakat Dalam Mendorong Pola Konsumsi
Dan Produksi Berkelanjutan
Kepala perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Mark
Smulders, menyatakan bahwa sebanyak 13 juta ton makanan di Indonesia
dibuang setiap tahunnya. Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta orang,
bisa dihitung kalau kebutuhan pangan masyarakat Indonesia sebesar 190
juta ton per tahun dan 13 juta ton-nya terbuang sia-sia. Padahal jumlah
tersebut sama saja dengan jumlah kebutuhan makan 11% populasi Indonesia
atau sekitar 28 juta penduduk dan angka tersebut hampir sama dengan
jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2015 (BPS).
Mayoritas orang tidak sadar bahwa kebiasaan membuang sisa
makanan itu dapat berdampak buruk pada beberapa hal, seperti ancaman
krisis pangan karena pemborosan, menimbulkan bau busuk, hingga
pencemaran tanah dan air. Pencemaran ini bisa berasal dari sisa minyak
makanan atau zat lainnya yang bisa mempengaruhi kondisi tanah dan air di
lingkungan sekitar.
Menurut Aretha Aprilia, ahli energi terbarukan dari perusahaan
CDM Smith, lebih dari setengah sampah domestik Jakarta, berasal dari
sampah dapur. Sampah tersebut dapat menguraikan zat metana yang bisa
meningkatkan efek rumah kaca dan perubahan iklim. Tak hanya itu,
sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi makanan juga ikut
terbuang sia-sia. Yang ada malah emisi gas rumah kaca dari pabrik-pabrik
industri pangan semakin meningkat.
Kepala dinas Isnawa Adji mengatakan saat ini pemerintah sudah
mengupayakan pembangunan ITF (Intermediate Treatment Facility)
sebagai solusi mengonversi sampah menjadi energi. ITF merupakan
semacam pusat pengolahan sampah. Kisarannya antara 500, 750, sampai
dengan 2.000 ton per hari. ITF menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan, Pemerintah hendak mencari satu solusi praktis untuk
memecahkan kerumitan mengelola sampah. Padahal dalam urusan
pemilahan sampah untuk mempermudah daur ulang dan pengelolaan pun
masih kacau. Usaha beberapa warga di kawasan perumahan atau

9
permukiman dengan memilah sampah, organik dan non-organik, terkadang
sia-sia. Sebab, pada proses pengangkutan, sampah makanan, kaca, dan
plastik tetap dijadikan satu. Beberapa warga yang sudah memiliki kesadaran
pengelolaan sampah berkelanjutan akhirnya mempercayakan pengelolaan
sampah kepada swasta.
Peran masyarakat untuk konsumsi berkelanjutan agar dapat
mengurangi penumpukan sampah makanan dapat dimulai dari langkah awal
dan sederhana yaitu memahami prinsip-prinsip konsumsi berkelanjutan.
Beberapa prinsip dasar adalah: (1) memahami apa yang kita konsumsi, (2)
memahami dampak konsumsi terhadap lingkungan dan keselamatan bumi,
(3) memahami dampak konsumsi terhadap masyarakat lain, (4) memahami
dampaknya terhadap neraca perdagangan, perekonomian nasional dan
industry lokal.
Memahami apa yang kita konsumsi, pemahaman dengan produk
yang di konsumsi harus dimiliki oleh semua masyarakat, masyarakat harus
tahu produk yang ramah lingkungan atau tidak. Diperlukan pengetahuan
yang cukup serta ketersediaan informasi yang memadai dan akurat. Dalam
memilih produk, periksalah kandungannya. Atau apakah untuk
memproduksinya memerlukan bahan-bahan kimia yang kemudian dilepas
dan menghasilkan limbah berbahaya dan mengancam lingkungan. Atau dari
produknya sendiri, menyebabkan sampah yang akan menjadi beban bumi.
Memahami dampak konsumsi terhadap lingkungan dan keselamatan
bumi. Konsumsi berkelanjutan sama dengan kepedulian kita pada generasi
mendatang. Pola konsumsi kita jangan sampai hanya menggerus sumber
daya alam dan membuang segala rupa sampah ke bumi. Pola konsumsi yang
berkelanjutan yang aman bagi kesehatan konsumen serta ramah lingkungan
sehingga dapat mencapai tujuan manusia dapat bertahan tinggal di bumi
hingga anak cucunya melalui polakonsumsi berkelanjutan dan kehidupan
yang berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai melalui bagaimana pemerintah
dalam melakukan promosi pola konsumsi berkelanjutan, yakni melalui
pendidikan yang dapat meningkatkan daya tawar konsumen, memberikan
akses pada konsumen atas produk non berbahaya, melakukan promosi yang

10
adil, merata dan berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi dan sosial dan
perlindungan lingkungan dengan memberikan informasi serta kemudahan
atas akses informasi yang memadai untuk memungkinkan konsumen
membuat pilihan informasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
individu.
Lembaga peduli lingkungan WWF-Indonesia meluncurkan program
baru untuk mendorong pola konsumsi dan produksi berkelanjutan. Program
bertajuk 'Establishing Sustainable Consumption and Production in
Thailand, Indonesia, and the Philippines (SCP TIP)' ini berafiliasi dengan
10 Years Framework Program (10YFP) - Sustainable Food Systems
Programme dari UNEP. Program SCP TIP ini dipimpin oleh WWF-Jerman,
dan implementasinya dilakukan oleh tiga kantor WWF di Thailand,
Indonesia, dan Filipina.
SCP TIP bertujuan membantu mendorong masyarakat di ketiga
negara untuk mengintegrasikan dan menerapkan prinsip-prinsip konsumsi
dan produksi berkelanjutan sebagai pendukung strategi mitigasi perubahan
iklim nasional dalam hal politik, praktik bisnis, dan gerakan masyarakat
sipil.
Menurut Aditya Bayunanda, Direktur Policy, Sustainability, and
Transformation WWF-Indonesia, Indonesia kini bukan saja negara
produsen dalam perdagangan global tetapi juga konsumen kelas dunia,
dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta jiwa, Indonesia mengonsumsi
sendiri lebih dari separuh produk perkayuan, kertas, dan kelapa sawit yang
dihasilkannya, saatnya konsumsi itu juga mengarah kepada konsumsi yang
bertanggung jawab. Indonesia menjadi negara keenam terbesar penghasil
emisi gas rumah kaca dari aktivitas deforestasi. Namun, Indonesia juga telah
berkomitmen untuk menekan laju perubahan iklim melalui Rencana Aksi
Nasional dan Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAN/RAD GRK)
dengan mengurangi emisi hingga 26% dari kegiatan deforestasi dan
penggunaan lahan pada 2020.
Produksi yang bertanggung jawab, didukung dengan pola konsumsi
yang berkelanjutan, bisa menjadi solusi untuk berbagai permasalahan

11
lingkungan dan sumber daya alam yang kita hadapi belakangan ini. Menurut
Noer Adi Wardojo, Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, produksi dan konsumsi
yang berkelanjutan bisa menyeimbangkan capaian-capaian sosial, ekonomi
dan lingkungan seperti yang dicita-citakan dalam SDGs.

3.4 Penerapan Pola Perilaku Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung


Jawab Dalam Kehidupan Sehari-hari
Perilaku konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika membeli
suatu produk memperhatikan asal usulnya terlebih dahulu agar terhindar dan
menjauhi produk yang illegal. Tidak membuang-buang makanan, karena
faktanya 1,3 milyar ton makanan dibuang setiap tahun, sementara hampir 2
milyar orang kelaparan atau kekurangan nutrisi. Tidak membuang-buang air
karena faktanya hanya 3% dari jumlah air di seluruh dunia yang merupakan
air bersih (bisa diminum), dan manusia menggunakannya lebih cepat dari
pada alam mengembalikannya. Beralih menggunakan lampu listrik hemat
energi. Beralih menggunakan tas belanja yang dapat digunakan berulang
kali tanpa menggunakan plastik sekali pakai. Menggunakan sapu tangan
daripada tisu, dan menggunakan botol minum yang dapat diisi ulang bukan
sekali pakai seperti plastik.
Penting halnya mengubah cara pandang kita terhadap pola konsumsi
dan pengelolaan terhadap energi yang kita pakai, apakah itu berkaitan
dengan penggunaan listrik, air, dan kemasan makanan itu sendiri. Dengan
begitu bukan hanya lingkungan yang terselamatkan tetapi juga
menghasilkan keuntungan secara material.

12
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Konsumsi yang bertanggung jawab adalah memperhatikan asal
usulnya dan menjauhi produk yang terkait praktik-praktik ilegal,
perdagangan manusia, pengerusakan lingkungan dan penghancuran
livelihood masyarakat setempat. Sedangkan pengertian produksi
bertanggung jawab adalah pola atau mekanisme sistematik yang
mengatur konsumsi suatu produk benar-benar mengikuti kaidah-
kaidah yang menjamin keseimbangan ekosistem dan
kesinambungan khususnya sumberdaya alam. Konsumsi dan
produksi yang bertanggung jawab bertujuan untuk menciptakan pola
konsumsi berkelanjutan.
2. Fenomena menumpuknya sampah makanan di Indonesia disebabkan
oleh berbagai faktor, diantaranya pola konsumsi masyarakat yang
masih berpusat pada seberapa banyak porsi bukan kalori, rusaknya
produk pangan atau makanan saat distribusi, dan kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap makanan dan kepedulian terhadap
orang lain.
3. Peran pemerintah dalam pola konsumsi bekelanjutan adalah dengan
pembangunan ITF (Intermediate Treatment Facility) sebagai solusi
mengonversi sampah menjadi energi. Pemerintah juga meluncurkan
program bertajuk 'Establishing Sustainable Consumption and
Production in Thailand, Indonesia, and the Philippines (SCP TIP)
yang bertujuan membantu mendorong masyarakat di ketiga negara
untuk mengintegrasikan dan menerapkan prinsip-prinsip konsumsi
dan produksi berkelanjutan sebagai pendukung strategi mitigasi
perubahan iklim nasional dalam hal politik, praktik bisnis, dan
gerakan masyarakat sipil. Sedangkan peran masyarakat untuk
konsumsi berkelanjutan agar dapat mengurangi penumpukan

13
sampah makanan dapat dimulai dari langkah awal dan sederhana
yaitu memahami prinsip-prinsip konsumsi berkelanjutan.
4. Penerapan perilaku untuk konsumsi dan produksi yang bertanggung
jawab dapat dimulai dari mengubah cara pandang kita terhadap pola
konsumsi dan pengelolaan terhadap energi yang kita pakai.

4.2 Saran
Dalam fenomena menumpuknya sampah makanan dan kurangnya
pengelolaan sampah, diharapkan ke depannya masyarakat dan pemerintah
dapat bersinergi untuk menciptakan pola konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan serta mewujudkan tujuan SDGs yaitu konsumsi dan produksi
yang bertanggung jawab.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (n.d.). Retrieved from https://www.sdg2030indonesia.org/page/8-apa-itu.


diakses pada 22 November 2019.

Christian, V. P. (2019, April 30). Pola Konsumsi dan Produksi yang


Bertanggungjawab. Retrieved from
https://www.kompasiana.com/venansiuspriadechristian/5cc83eae95760e0e
4e06db85/pola-konsumsi-dan-produksi-yang-bertanggungjawab. diakses
pada 22 November 2019.

Rania, D. (2017). Miris, Indonesia Itu Penyampah Makanan Terbanyak No.2 di


Dunia! Padahal Masih Banyak yang Kelaparan. Retrieved from
https://www.hipwee.com/feature/miris-indonesia-itu-penyampah-
makanan-terbanyak-no-2-di-dunia-padahal-masih-banyak-yang-
kelaparan/. diakses pada 22 November 2019

Wahyono, S. (2017). Bab 1. Sampah Makanan. Retrieved from


http://sciencemeetsfood.org. diakses pada 22 November 2019

iv
LAMPIRAN

Berita mengenai fenomena sampah di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai