Anda di halaman 1dari 8

Analisis Unsur-Unsur Intrinsik,Ekstrinsik

Dan Resensi Novel


“Jangan Buang Ibu, Nak”

Disusun oleh :
Nama : Shinta Rizki Wulandari
Kelas : XI IPA 2

SMA NEGERI 11 KAB.TANGERANG


Jln. K.H. Hasyim Ashari KM.1 Kec. Sepatan

Kab. Tangerang Kode Pos 15520


Resensi Novel
“Jangan Buang Ibu,Nak”

Judul resensi : Perjuangan seorang ibu.


Judul buku : Jangan Buang Ibu,Nak.
Nama pengarang : Wahyu Derapriyangga.
Nama Penerbit : Wahyu Qolbu.
Tahun Terbit : Jakarta,2014.
Cetakan : 1 (pertama)
Ukuran : 12,7 x 19cm
ISBN : 979-795-856-6.
Jumlah Halaman : 209.
Harga Buku : Rp. 38.000,00.-

1. Pembukaan
Jangan buang ibu nak , adalah novel karya Wahyu Derapriyangga yang
menceritakan tentang perjuangan seorang ibu yang tinggal di Ibu kota. Ia bernama
Restiana,ia harus menghidupi ketiga orang anaknya yaitu Sulung,Tengah dan
Bungsu. Sulung dan Tengah adalah anak lelaki sedangkan si Bungsu adalah
perempuan. Restiana harus menghidupi ketiga anaknya tersebut semenjak
suaminya meninggal karena kecelakaan. Untung saja ia tinggal di lingkungan
masyarakat yang cukup baik, salah satunya adalah bu Sumi. Bu Sumi adalah
tetangga sebelah rumahnya yang bersedia menjaga anak-anaknya ketika Restiana
sedang mencari nafkah.
2. Sinopsis
Pada awal kisah novel ini, sang penulis Wahyu Derapriyangga menceritakan
perjuangan seorang ibu yaitu Restiana untuk menghidupi dan mendidik anak-
anaknya setelah suaminya meninggal. Kenyataan pahit yang ia alami itu bermula
dari suaminya yang meninggal karena kecelakaan, ketika menyebrangi jalan saat
menjemput si Sulung di sekolahnya. Ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya di
pangkuan si sulung yaitu putra pertamanya. Dari situlah Restiana mulai mencari
nafkah sendiri, Restiana harus menjadi seorang ibu sekaligus kepala rumah tangga
yang tak pernah ia bayangkan dan rasakan sebelumnya. Setiap ia akan mencari
nafkah ia menitipkan si Bungsu yang masih digendong-gendong kepada bu Sumi.
Perjuangan seorang ibu ini yaitu Restiana ia jalani bersama ketiga anaknya selama
puluhan tahun lamanya. Ia harus menjalani pedihnya kehidupan yang ia jalani,
namun ia tak pernah patah semangat karena anak-anaknya selalu sayang
kepadanya dan memberikan semangat kepadanya. Puluhan tahun kini telah berlalu.
Kini anaknya sudah ada yang menikah yaitu si Tengah, Tengah menggantungkan
hidupnya di sebuah ladang. sampai akhirnya si Bungsu pun menyusulnya, ia
menikah dengan Junaedi ia seorang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia(Abri).
Ibunya pun Restiana tinggal bersama si Bungsu di Yogyakarta. Ia dirawat oleh
Bungsu dan Junaedi menantunya. Sampai pada suatu ketika menantunya mendapat
tugas di Aceh. Si Bungsu pun memilih untuk ikut bersama suaminya,akhirnya ibunya
yang sedang sakit stroke ia titipkan di panti jompo. Tangis sedih pun pecah saat
mereka menitipkan ibunya di panti jompo saat-saat terakhir mereka berjumpa. Si
Bungsu menangis tak tertahan, ibunya pun merasakan adanya tetesan air mata
ditangannya saat akan berpamitan. Hanya derai air mata yang membasahi pipi sang
ibu saat anaknya berpamitan. Ibunya hanya berfikir apakah ini kehendakmu ?.
Ibunya menanyakan keberadaan kak Tengah,berharap ia masih mau mengurusnya.
Tetapi Bungsu menolak karena alasan jarak yang jauh. Padahal dimasa tuanya ia
ingin diurus oleh anak-anaknya, belum lagi ia melihat berita di TV bahwa anaknya si
Sulung yang berada di Jakarta ia tertangkap polisi karena narkotika. Padahal Sulung
pernah mengirim surat bahwa ia telah di wisuda dan bekerja di Malaysia, tapi semua
itu bohong Sulung telah berhenti kuliah sejak tahun 1993. Sekarang Restiana tak
punya siapa-siapa lagi ia hanya tinggal di panti jompo dan dirawat oleh seorang
wanita yang bukan anaknya. Ia merawatnya dengan ikhlas, Restiana menyebutnya
malaikat. Restiana masih terus berfikir tentang anak-anaknya yang melupakannya
padahal perjuangannya begitu besar. Hingga akhirnya ia jatuh sakit, dan ajal
menjemputnya pada tanggal 10 september 2011 ia meninggal tanpa ada anak-
anaknya di sampingnya dan tanpa ada anak-anaknya yang mengetahuinya. Padahal
harapan Restiana ia ingin anak-anaknya berada di sampingnya saat maut
menjemputnya. Sebelum Restiana meninggal ia memberikan secarik surat kepada
malaikatnya tentang persaannya terhadap anak-anaknya.
 Kelebihan novel ini membuat para pembaca dapat mengintrospeksi diri
tentang kewajiban seorang anak memuliakan seorang ibu, dan pembaca bisa
lebih tahu teguhnya perasaan seorang ibu ketika anak-anaknya tidak
berpihak padanya. Novel ini juga di kemas dengan bahasa yang mudah
dimengerti sehingga para pembaca tidak sulit untuk menafsirkannya.
 Kekurangan novel ini adalah terdapat penulisan yang salah,Sehingga harus
diperbaiki kembali. Agar para pembaca tidak bingung mengartikan bacaan
tersebut.

3. Rumusan Kerangka Buku


Penulis menuliskan jumlah bab buku dengan uraian seperlunya.

4. Tinjauan Bahasa
Penulis menggunakan bahasa yang lugas,sederhana,tidak berbelit-belit dan tidak
ada unsur ambigu sehingga pembaca mudah memahami isi novel “jangan buang
ibu,nak”

5. Penutup

 Sasaran yang di tuju


penulis menyebutkan sasarannya dengan menuliskan alasan, mengapa perlu
membaca atau memilikinya.
“Novel ini membuat saya banyak belajar dari tokoh ibu Restiana tentang
ikhlas,sabar,dan rasa syukur. Alangkah eloknya jika novel ini dibaca semua
orang.” –Irfan,@Irf_journey, penulis buku best seller “Terima kasih Ibu”
dan “Terima Kasih Ayah”.

“Novel ini, tanpa sadar telah berhasil membuat buliran bening dari pelupuk
mata saya jatuh. Bacalah novel ini. Resapi kisahnya, lalu peluklah ibumu.
Peluklah dengan erat, karena bisa jadi itu adalah pelukan terakhirmu untuk
ibu”. –Khalilurrahman Al Mahfani, S,Pd,M.A., Uatdz,penulis buku best
seller “Wanita Idaman Surga” dan “Buku Pintar Shalat”.
Menganalisis Unsur-Unsur intrinsik dan Ekstrinsik
novel
“Jangan Buang Ibu,Nak”

A. UNSUR INTRINSIK

1. Judul
Jangan Buang Ibu,Nak.

2. Tema
Perjuangan seorang ibu untuk menghidupkan ketiga anaknya sendiri.

3. Latar
 Tempat
1. Jakarta.
2. Monas.
3. Rumah sakit.
4. Bogor.
5. Bengkulu.
6. Yogyakarta.
7. Aceh.
8. Panti jompo.

 Waktu
12 Maret 1970.

 Suasana
Mengharukan,menyedihkan dan juga bahagia.

4. Amanat
 Jangan menyia-nyiakan perjuangan orang tua yang sudah susah payah untuk
berjuang menghidupi dan berusaha membahagiakan anak-anaknya sampai
titik darah penghabisan. Jadilah anak yang tau balas budi kepada orang tua.
 Harus senantiasa bersyukur dengan apa yang kita dapat.
 Harus bekerja keras agar hasil yang di dapat baik, karena usaha tidak pernah
menghianati hasil.
 Harus bisa menerima segala sesuatu baik kenyataan yang manis dan pahit
dengan lapang dada.
5. Tokoh
1) Ibu Restiana.
2) Suami ibu Restiana (pak Handoko).
3) Sulung .
4) Tengah.
5) Bungsu.
6) Wulan.
7) Bu Sumi.
8) Suami bu Sumi (Pak Hasan).
9) Kedua orang tua Wulan.
10) Euis.
11) Suami Bungsu(Junaedi).
12) Saudagar .
13) Pak gading dan bu Surti.

6. Penokohan
1. Ibu Restiana : pantang menyerah,baik,tangguh,pekerja keras,bijak dan
giat
2. Suami ibu Restiana (pak Handoko) : sederhana,pendidik yang baik.
3. Sulung : sabar,baik,mandiri,penurut,dewasa,tampan,kreatif dan cerdas.
4. Tengah : baik,emosian,penurut,mandiri,dewasa,pekerja keras,pintar
dalam dunia pertanian.
5. Bungsu : baik,lugu,cantik.
6. Wulan : baik,pintar,cantik,ramah,sopan,rendah hati.
7. Bu Sumi : baik,peduli,penyayang,penolong.
8. Suami bu Sumi (Pak Hasan) : penyayang,baik.
9. Kedua orang tua Wulan : tinggi hati, suka menghina orang lain, melihat
seseorang dari strata sosialnya.
10. Euis : sederhana,lugu,sopan.
11. Suami Bungsu(Junaedi) : tegas,berwibawa,pengemban amanat yang baik
dalam mengabdi pada negara.
12. Saudagar : majikan yang baik,tidak kasar,royal.
13. Pak gading dan bu Surti : pemarah, tidak sabar,dan tidak sopan.

7. Alur
Alur maju mundur. Alur maju karena pada cerita di awal novel menceritakan
ketika ibu Restiana telah di panti jompo. Alur mundur karena menceritakan
tentang perjuangan ibu Restiana menghidupkan anak-anaknya.

8. Sudut pandang
Sudut pandang persona pertama “Aku”. “Aku” tokoh tambahan.

9. Gaya bahasa
Terdapat gaya bahasa personifikasi dalam novel tersebut.
B. UNSUR EKSTRINSIK

1. Biografi penulis

Wahyu Derapriyangga, lahir di Cirebon, 6 Desember 1981. Bekerja


sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kota
Yogyakarta. Penulis telah dikaruniai seorang istri dan seorang anak. Mulai
menekuni bidang kepenulisan sejak tahun 2010.

Novel ini merupakan novel ketiga penulis. Novel pertamanya adalah


“Honjindouri” yang terbit pada Oktober 2011, dan novel keduanya
“Mencari Tuhan di Cheonan” yang terbit sekitar bulan Maret 2013.

Saat ini penulis tengah menjalani Tugas Belajar, menempuh jenjang


pendidikan Strata-1 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, jurusan
Teknik Sipil. Bagi yang ingin menghubungi penulis dapat mengirim email
ke derapriyangga@yahoo.com atau contact facebook atas nama Wahyu
derapriyangga.

2. Nilai sosial

Dalam kehidupan bertetangga, haruslah saling bersosialisasi dengan


sebaik-baiknya. Agar tidak terjadi permusuhan antar tetangga . dan
apabila tetangga kita sangat membutuhkan pertolongan kita, bantulah
dengan ikhlas tanpa pamrih.

3. Nilai budaya

Kita harus mencintai budaya daerah negara kita, agar tetap lestari. Seperti
dalam cerita novel ini, salah satu anak ibu Restiana sangat berbakat
dalam seni tari, yaitu Bungsu.

4. Nilai ekonomi

Walaupun kehidupan keluarga sangat sederhana, apabila kita mau


bekerja keras pasti akan membuahkan hasil yang baik. Dan bahkan bisa
membalikkan kehidupan perekonomian jauh lebih baik.
5. Nilai moral

Hargailah usaha dan pengorbanan orang tua kita, jangan sesekali melukai
perasaan keduanya. Kasihi orang tua kita sampai akhir hayatnya, jangan
seperti anak dalam kisah novel ini, padahal ibunya telah bekerja keras
sendirian demi menghidupkan anaknya. Tetapi balasan yang ia dapat ia di
buang di sebuah panti jompo.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan kisah yang telah saya baca berjudul “Jangan Buang Ibu,Nak”.
Menggambarkan sikap seorang anak yang tidak tahu terimakasih kepada
ibunya, kasih sayang yng telah diberikan oleh ibunya kepada ketiga anaknya
tidak berbalas baik. Hal ini yang membuat ibu Restiana tidak mengerti
mengapa kebaikan yang ia lakukan dibalas anaknya dengan membuangnya
ke panti jompo.

D. SARAN

Dengan membaca novel ini semoga pembaca bisa menjadi seorang anak
yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Dan bisa menghargai kerja keras
seorang ibu untuk menghidupi dan mencapai kesuksesan anaknya.

Anda mungkin juga menyukai