Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demam adalah peningkatan abnormal suhu badan rectal minimal

38oC. Demam merupakan tanda adanya masalah yang menjadi penyebab,

bukan suatu penyakit, dan tidak terjadi dengan sendirinya. Demam umumnya

terjadi akibat adanya gangguan pada hipotalamus, atau dapat juga disebabkan

oleh infeksi virus (Muscari, 2005). Demam merupakan manifestasi penting

infeksi anak sejak dulu. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu

tubuh sentral di atas variasi normal harian dalam respon terhadap bermacam

keadaan patologis yang berbeda. Hampir 30% kunjungan ke dokter dan lebih

dari 5 juta kunjungan ke emergensi karena keluhan demam (Garna, 2012 ).

Menurut WHO dalam Mohamad (2013), memperkirakan terdapat

sekitar 16- 33 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan kejadian 500-

600 ribu per kasus kematian tiap tahun. Berdasarkan profil kesehatan

Indonesia tahun 2005, kasus demam tifoid menempati urutan kedua dari data

10 penyakit utama pasien rawat inap rumah sakit dengan presentase 3,15%

(Mohamad, 2013). Kejadian demam tifoid di Negara berkembang masih

sangat tinggi yaitu 500 per 100,000 jiwa (Widagdo, 2012). Seperti di

Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dan menjadi

masalah kesehatan yang serius. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun

2005, kasus demam tifoid menempati urutan kedua dari data 10 penyakit

utama pasien rawat inap rumah sakit dengan presentase 3,15% (Mohamad,

1
2

2013). Penderita anak yang ditemukan biasanya berumur di atas satu tahun.

Sebagian besar dari penderita 80% yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan

Anak FKUI-RSCM Jakarta berumur di atas 5 tahun (Hassan dkk, 2005).

Ada beberapa kasus, penyakit infeksi yang menyerang sistem

gastrointestinal pada anak-anak, salah satunya adalah Thypoid Abdominalis

atau dikenal dengan istilah demam tifoid (Maryunani, 2010). Ada juga yang

mengatakan Typhoid Abdominalis/Tifus Abdominalis (demam typhoid, enteric

fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada

saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Hassan, dkk.2005). Demam

tifoid merupakan suatu sindrom sistemik yang terutama disebabkan oleh

Salmonella Typhi yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae.

Salmonella bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak

berkapsul, gram (-). Tahan terhadap bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu

pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi, dan

tinja (Widagdo, 2012).

Mekanisme masuknya Salmonella Typhi adalah diawali infeksi yang

terjadi dalam saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus. melalui

pembuluh limfe pada usus halus masuk pada peredaran darah sampai di

organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan akan

berkembang biak dalam hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut akan

membesar disertai nyeri pada perabaan. Basil masuk kembali ke dalam darah,

menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus,


3

sehinnga menimbulkan tukak yang dapat mengakibatkan perdarahan dan

perforasi usus (Sodikin, 2011).

Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada

saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. Pada kasus yang

khas demam berlangsung tiga minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tidak

tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik

setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore

dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan

demam. Pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada

akhir minggu ketiga (Susilaningrum, 2013).

Menurut R, Aden, (2010) dalam Mohamad (2013), badan Kesehatan

Dunia (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 16- 33 juta kasus demam

tifoid di seluruh dunia dengan kejadian 500-600 ribu per kasus kematian tiap

tahun. Kejadian demam tifoid di Negara berkembang masih sangat tinggi

yaitu 500 per 100,000 jiwa (Widagdo, 2012). Seperti di Indonesia, demam

tifoid masih merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan

yang serius. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2005, kasus

demam tifoid menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama pasien

rawat inap rumah sakit dengan presentase 3,15% (Mohamad, 2011). Penderita

anak yang ditemukan biasanya berumur di atas satu tahun. Sebagian besar

dari penderita 80% yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-

RSCM Jakarta berumur di atas 5 tahun (Hassan dkk, 2005).


4

Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus demam typhoid

adalah kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit, gangguan suhu tubuh,

gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi komplikasi, kurangnya

pengetahuan orang tua terhadap penyakit (Ngastiyah, 2005). Berdasarkan

hasil observasi di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo didapatkan salah satu

masalah keperawatan yaitu masalah gangguan pada suhu tubuh, yaitu

hipertermi.

Hipertermi adalah peningatan suhu tubuh di atas kisaran normal.

Batasan karakteristiknya meliputi kulit kemerahan, konvulsi, peningktan suhu

tubuh di atas kisaran normal, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.

Penyebabnya antara lain anesthesia, penurunan perspirasi, dehidrasi,

pemajanan lingkungan yang panas, pemakaian pakaian yang tidak sesuai

dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme, penyakit, medikasi,

trauma, aktivitas berlebihan (Herdman, 2009). Salah satu masalah untuk

mengatasi hipertermi adalah dengan mengompres. Alternatif tindakan yang

paling efektif berdasarkan jurnal penelitian menurut Mohamad (2013) adalah

dengan cara mengompres menggunakan air hangat.

Untuk menurunkan demam pada anak dapat dilakukan dengan cara

sederhana yaitu salah satunya adalah dengan mengompres menggunakan air

suam-suam kuku (air hangat) dibandingkan kompres dengan menggunakan

air dingin (es) dan alkohol. Karena kompres dengan air dingin (es) dapat

menyebabkan anak kedinginan dan menggigil, sedangkan alkohol dapat

menyebabkan anak keracunan alkohol. Berikan kompres air hangat setelah


5

pemberian antipiretik pada kasus demam yang cukup tinggi. Kompres tubuh

anak disekitar daerah dahi, dada, ketiak (Sodikin, 2012).

Berdasarkan berbagai data dan informasi di atas maka penulis tertarik

untuk mengaplikasikan pemberian kompres hangat yang tujuannya untuk

menurunkan suhu tubuh pada An. A dengan hipertermi. Maka dari itu penulis

tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah tentang “Pemberian Kompres

Hangat Terhadap Penurunan Demam Pada Asuhan Keperawatan An. A

Dengan Typhoid Abdominalis Di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo”.

B. Rumusan Masalah
Apakah penerapan kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh pada pasien
typoid abdominalis?

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Melakukan kompres air hangat dalam menurunkan suhu tubuh untuk
mengatasi masalah hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
pasien.

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien thypoid abdominalis dengan

peningkatan suhu tubuh.

b. Mampu menegakkan masalah.

c. Mampu melaksanakan tindakan kompres air hangat sesuai dengan

standar prosedur operasional (SPO) pada penyakit thypoid abdominalis

dengan peningkatan suhu tubuh.


6

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Rumah Sakit


Diharapkan studi kasus ini sebagai bahan acuan pengambilan kebijakan untuk
terus mendukung terlaksananya pemberian asuhan keperawatan secara
komprehensif dan rumah sakit dapat mendukung penerapan kompres air
hangat untuk menurunkan suhu tubuh.

2. Bagi Klien dan Keluarga


Diharapkan pasien mampu menerapkan kompres air hangat dalam upaya
menurunkan suhu tubuh, dan keluarga dapat berpartisipasi dan memberikan
motivasi pada pasien dalam upaya mengefektifkan penurunan suhu tubuh
kembali dalam batas normal.

3. Bagi Intitusi Akademik

Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan

datang.

4. Bagi Perawat

a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komperehensif kepada

klien penderita dengan demam typhoid.

b. Melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan khusunya

pada pasien dengan demam typhoid.

5. Bagi Penulis

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

pengalaman bagi penulis mengenai kasus tentang demam typhoid.

6. Bagi pembaca

Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara

merawat pasien dengan demam typhoid.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Typhoid Abdominalis

1. Definisi

Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang

disebabkan oleh Salmonella Typhosa (Nugroho, 2011). Ada juga yang

mengatakan demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu

minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).

2. Penyebab

Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Typhosa, kuman ini memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

a. Basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora

b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic yang

terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen

Vi (Sodikin, 2011).

3. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala menurut Muscari (2005):

a. Suhu di atas 38oC, biasanya 38,9oC-40,6oC, yang diukur melalui aksila

b. Kulit kemerahan, diaphoresis, dan menggigil

c. Gelisah atau letargi

d. Demam tinggi >7 hari

8
9

a. Sakit kepala/pusing

b. Obstipasi

c. Lidah kotor

d. Bradikardi relative

4. Patofisiologi

Menurut Curtis, (2009) dalam Muttaqin (2011), kuman Salmonella

Typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan ditelan oleh sel-selfagosit

ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di lamina propia.

Sebagian dari Salmonella Typhi ada yang dapat masuk ke usu halus

mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan

jaringan limfoid mesenterika. Kemudian Salmonella Typhi masuk melalui

folikel limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi

bakterimia. Bakteri pertama-tma menyerang sistem retikuloendotelial yaitu

hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam

tubuh ntara lain sistem saraf pusat, ginjal dan jaringan limpa.

Menurut Chatterjee, (2009) dalam Muttaqin (2011), masuknya kuman

ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu

tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun

menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam

intermiten (suhu yang tinggi, naik turun, dan turunnya dapat mencapai normal).

Di samping peningkatan suhu tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat

penurunan motilitas suhu, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula

terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian


10

masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat

tinggi dan tanda-tanda infeksi.

5. Penatalaksanaan

Pengkajian penatalaksanaan medis menurut Muttaqin (2011) adalah:

a. Diet, makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.

Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, dan tidak boleh

menimbulkan banyak gas.

b. Obat pilihan utama ialah kloramfenikol atau tiamfenikol.

6. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah pada usus halus, tapi jarang

terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak, dapat berakibat fatal.

Komplikasi yang terjadi menurut Susilaningrum (2013) antara lain:

a. Perdarahan usus

Jika perdarahan banyak maka akan terjadi melena yang dapat disertai nyeri

perut dengan tanda-tanda renjatan.

a. Perforasi usus

Perforasi terjadi pada distal ileum. Perforasi yang tidak disertai Peritonitis

hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga Peritoneum yaitu

pekak hati menghilan dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada

foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

b. Peritonitis
11

Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen yang tegang (defense musculair), dan nyeri tekan.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Nugroho (2011):

a. Darah rutin, urin rutin

b. Tes widal

c. Kultur darah

d. Terapi

1) Tirah baring sampai 7 hari bebas demam

2) Diet lunak

3) Antibiotic

8. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan

keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan,

2012 : 36). Pengkajian menurut Nursalam (2005) antara lain:

1) Identitas pasien. Sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun
12

2) Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama

selama masa inkubasi).

3) Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3

minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinngi sekali. Selama

minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya,

biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan

malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan

demam. Pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali

pada akhir minggu ketiga.

4) Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak

berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen.

5) Pemeriksaan fisik

(a) Mulut terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering

dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor,

sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang

disertai tremor.

(b) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung

(meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau

normal

(c) Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan

6) Pemeriksaan laboratorium menurut Nursalam (2005):


13

a. pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopeni,

limfositosis relative, dan aneosinofilia pada permukaan sakit

b. darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal

c. biakan empedu basil Salmonella Typhosa dapat ditemukan dalam

darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering

ditemukan dalam urin dan faeces.

d. pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan adalah

titer zat antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih

menunjukkan kenaikan yang progresif.

b. Masalah keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu,

keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang

aktual/potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan

untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan,

2012 : 58). Masalah keperawatan yang muncul menurut Nursalam (2005)

antara lain :

1. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.

2. Gangguan suhu tubuh.

3. Gangguan rasa aman dan nyaman

4. Risiko terjadi komplikasi.

5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.


14

c. Perencanaan keperawatan

Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang

merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,

bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua

tindakan keperawatan (Dermawan, 2012 : 84). Intervensinya antara lain:

1) Kebutuhan nutrisi/cairan dan elektrolit:

a) Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi

protein,dan tidak menimbulkan gas.

b) Jika kesadaran pasien masih baik, berikan makanan lunak dengan lauk

pauk yang dicincang(hati dan daging),dan sayuran labu siam/wortel

yang dimasak lunak sekali. Boleh juga dengan diberikan tahu, telur

setengah matang atau matang yang direbus. Susu diberikan 2 x 1

gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu ekstra.

c) Berikan makanan cair per sonde jika kesadaranya menurun dan berikan

kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam

termasuk makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau

yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara

bertahap dari cair ke lunak.

d) Pasang infuse dengan cairan glukosa dan NaC1 jika kondisi pasien

payah (memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah

tenang berikan makanan per sonde, di samping infus masih diteruskan.

Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori,


15

sementara setengahnya lagi masih per infus. Secara bertahap dengan

melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.

e) Observasi intake/output.

2) Gangguan suhu tubuh:

a) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat secara mencukupi.

b) Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuh turun dan

diteruskan 2 minggu lagi.

c) Atur ruangan agar cukup ventilasi.

d) Berikan kompres dingin dengan air kran.

e) Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang

disukai anak).

f) Berikan pakaian yang tipis.

g) Observasi suhu tubuh.

3) Gangguan rasa aman:

a) Lakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim)

pada bibir bila kering, dan sering berikan minum.

b) Jika pasien dipasangkan sonde, perawatan mulut tetap dilakukan dan

sekali-kali juga berikan minum agar selaput lender mulut dan

tenggorokan tidak kering.

c) Selain itu, karena lama berbaring maka ketika pasien mulai berjalan

mula-mula akan terasa seperti kesemutan. Oleh karena itu, sebelum

mulai berjalan pasien harus mulai dengan menggoyang-goyangkan

kakinya dahulu sambil tetap duduk di pinggir tempat tidur, kemudian


16

berjalan disekitar tempat tidur sambil berpegangan. Katakana bahwa

gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.

4) Risiko terjadi komplikasi

Penyakit tifus abdominalis menyebabkan kelainan pada tukak-

tukak mukosa usus halus dan dapat menjadi penyebab timbulnya

komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus jika tidak mendapatkan

pengobatan, diet, dan perawatan yang adekuat. Yang perlu diperhatikan

untuk mencegah komplikasi adalah:

a) Pemberian terapi sesuai program dokter. Menurut pedoman dari

lab/UPT ilmu kesehatan anak RSU Dr. Soetomo 1994, obat yang dapat

diberikan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kg BB /hari yang

diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan baik, obat harus diberikan

setiap 6 jam. daftar yang mudah diingat, misalnya: pukul 6,12,18, 24

dan diberikan tanda bila obat telah diberikan. Selain kloramfenikol,

alternatife obat lain yang mungkin adalah:

(1) Amoksisilin 100 mg/kg BB /hari secara oral 3x sehari selama 14

hari.

(2) Kotrimoksasol 8-10 mg/kg BB/hari secara oral 2-3x/ hari selama

10-14 hari.

b) Istirahat. Pasien yang menderita tifus abdominalis perlu istirahat

mutlak selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu lagi setelah

suhu turun menjadi normal. Setelah 1 minggu suhu normal, 3 hari

kemudian pasien dilatih duduk. Jika tidak timbul demam lagi, pasien
17

boleh duduk dipinggir tempat tidur sambil kakinya digoyang-

goyangkan. Pada akhir minggu kedua jika tidak timbul demam, pasien

boleh mulai belajar jalan mengelilingi tempat tidur. Selama masa

istirahat, pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali sehari. Jika

terdapat suhu tinggi yang melebihi suhu biasanya, maka ukur suhu

ekstra dan catat pada catatan perawatan. Berikan kompres dingin

intensif kemudian periksa lagi 1 jam kemudian. Apabila panas tidak

turun, hubungi dokter.

c) Pengawasan komplikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi dan

tindakan yang diperlukan adalah:

(1) Perdarahan usus. Dapat terjadi pada saat demam tinggi. Ditandai

dengan suhu mendadak turun, nadi meningkat cepat dan kecil, serta

tekanan darah menurun. Jika dilihat darikurva suhu dan nadi akan

terdapat silang, di mana garis suhu yang biasanya di atas akan

terbalik. Pasien terlihat pucat, kulit terasa lembab, dan

kesadarannya makin menurun. Jika perdarahan ringan mungkin

gejalanya tidak telihat jelas, karena darah dalam fases hanya dapat

dibuktikan dengan tes benzidin. Sementara bila perdarahan berat

maka akan terlihat melena. Jika hal ini yang terjadi maka

tindakannya adalah menghentikan makan dan minum, pasang infus

segera jika sebelumnya tidak dipasang, dan s hubungi segera

dokter. Selain pemberian pengobatan, untuk menghentikan

perdarahan dapat dilakukan melalui pemasangan eskap gantung


18

(walaupun secara medis mungkin tidak banyak berarti, namun

secara psikologi dapat membantu mengurangi gerakan pasien,

sehingga dapat mengurangi perdarahannya). Jika tidak ada

perlengkapan duk khusus untuk eskap gantung, maka dapat dibuat

dari duk biasa yang keempat ujungnya dipasangi tali panjang yang

dapat dikaitkan pada sudut tempat tidur pasien. Perlu diperhatikan

bahwa eskap tidak boleh menekan perut pasien, tetapi berikan jarak

kira-kira setebal telapak tangan. Jika menolong pasien dengan

perdarahan usus, misalnya, membereskan tempat tidur atau

mengganti alat tenun, maka hal tersebut tidak boleh sendirian

melainkan harus oleh 2-3 orang. Dua orang mengangkat pasien

(jika pasiennya kecil hanya perlu 1 orang), sementara yang lain

membereskan tempat tidur/alat tenun. Jangan memiring-miringkan

pasien. Untuk mengurangi seringnya mengganti alat tenun, pasien

dipasangi dower kateter untuk berkemih dan diberikan pakaian kain

seperti popokdengan dialasi perlak di bawahnya. Pengawasan tanda

vital lebih sering dilakukan karena pasien dapat jatuh renjatan.

(2) Perforasi usus. Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ketiga

ketika suhu sudah turun. Oleh karena itu, walaupun suhu sudah

normal, istirahat masih harus diteruskan sampai 2 minggu. Gejala

perforasi usus adalah adanya keluhan pasien akan sakit perut hebat

dan yang akan lebih nyeri lagi jika ditekan, perut terlihat tegang

/kembung, pasien menjadi pucat, dapat juga mengeluarkan keringat


19

dingin, dan nadinya kecil. Pasien juga dapat mengalami syok.

Apabia dijumpai gejala yang demikian, segera hubungi dokter dan

siapkan foto rontgent. Biasanya pasien akan dikonsul ke bagian

bedah. Pasang infuse, hentikan makan dan minumnya. Jika terjadi

kedua komplikasi tersebut dapat terjadi (mungkin karena terlambat

berobat atau karena kuman penyakitnya sangat ganas) dan diminta

agar membantu menenangkan pasien (beri penjelasan secara

bijaksana agar orang tua tidak menjadi gelisah/cemas).

(3) Komplikasi lain. Komlikasi lain yang dapat terjadi adalah

pneumonia baringan (pneumonia hispostatik) karena pasien lama

berbaring terus. Gejala yang dapat dijumpai adalah suhu mendadak

naik tinggi setelah sebelumnya sudah turun atau suhu menjadi lebih

tinggi dan tidak pernah turun walaupun pagi hari, selain terlihat

adanya sesak napas. Untuk mencegah komplikasi tersebut, pasien

yang payah perlu diubah sikap baringnya tiap 3 jam. Apabila perlu,

dapat dibuat daftar perubahan sikap pasien agar tidak terjadi

kesalahan , misalnya setelah pasien miring ke kiri lalu dimiringkan

ke kiri lagi sesudah telentang. Mengubah sikap baring secara

teratur, mengelap dengan air, serta membedaki juga dapat

mencegah timbulnya dekubitus dan memberi rasa nyaman (jangan

menggosok kulit dengan kamfer spiritus karena hal tersebut

merangsang sekali untuk anak).

d) Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit


20

Berikan penyuluhan pada orang tua tentang hal-hal berikut:

(1) Pasien tidak boleh tidur dengan anak-anak lain. Mungkin ibunya

harus menemaninya, tetapi jangan tidur bersama-sama dengan yang

lain. Anak-anak lain yang mengunjungi pasien tidak boleh duduk

ditempat tidur pasien.

(2) Pasien juga harus istirahat mutlak. Setelah demam turun istirahat

masih dilanjutkan selama 2 minggu berikutnya. Jelaskan bahwa

untuk mandi dan buang air besar/kecil di atas tempat tidur harus

ditolong dan siapa pun yang menolong setelah itu harus mencuci

tangannya dengan desinfektan.

(3) Pemberian obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti di rumah

sakit. Orang tua diminta untuk membuat catatan suhu dan makanan

yang diberikan. Diet diberikan seperti pasien yang dirawat dirumah

sakit. Karena penyakit pasien dianggap ringan, maka biasanya

diperbolehkan untuk memberikan bubur atau makanan lunak

dengan lauk pauk yang lunak pula.biasanya dokter memberikan

obat yang sudah diperhitungkan sampai suhu dapat turun. Jika obat

hampir habis dan suhu masih tetap tinggi, orang tua diminta untuk

kembali ke dokter. Di samping obat, berikan juga penjelasan

mengenai cara mengompres atau pemberitahuan jika pasien boleh

dirawat dikamar yang ber-AC serta harus banyak minum. Jika suhu

sesudah 2 minggu masih belum turun, pasien diminta untuk dibawa

ke dokter lagi dan mungkin perlu dirawat di rumah sakit.


21

(4) Faeces dan urin harus dibuang ke dalam lubang WC dan disiram air

sebanyak-banyaknya. WC dan sekitarnya harus bersih agar tidak

ada lalat. Pot dan urinal setelah dipakai harus direndam ke dalam

caitan desinfektan sebelum dicuci. Pakaian pasien /alat tenun bekas

pakai juga harus direndam dahulu dalam desinfektan sebelum

dicuci, dan jangan dicuci bersama-sama dengan pakaian anak

lainnya.

B. Termoregulasi Suhu Tubuh

Regulasi merupakan suatu proses untuk mencapai keadaan yang stabil. Regulasi

dilakukan dalam banyak bentuk, misalnya regulasi untuk mempertahankan cairan

tubuh, osmolaritas tubuh, keasaman, suhu, kadar lemak, gula dan protein darah

,dsb. Pada tubuh manusia, regulasi diperankan oleh antara lain syaraf dan hormon.

karena kedua komponen merupakan pengendali utama dalam proses regulasi

dalam tubuh. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan

ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Termoregulasi adalah suatu

mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di

dalam kisaran yang dapat ditolelir (Campbell, 2004). Termoregulasi manusia

berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau

penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf

eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu

yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya.

Ketidakefektifan termoregulasi adalah keadaan ketika individu mengalami atau


22

beresiko mengalami ketidakmampuan untuk mempertahankan kestabilan suhu

tubuh inti normal dengan adanya dampak buruk atau perubahan berbagai faktor

eksternal (Carpenito, 2009).

Normalnya suhu tubuh berkisar 36ºC sampai 37ºC, suhu tubuh dapat

diartikan sebagai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang

hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab untuk

memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu. Produksi

panas dapat meningkat atau menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab,

misalnya penyakit atau setres. Suhu tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun

dingin dapat memicu kematian (Hidayat, 2009: 155).

Salah satu masalah yang terjadi pada suhu tubuh adalah hipertermi.

Hipertermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari

biasanya, dan merupakan gejala dari suatu penyakit (Mohamad, 2013). Salah satu

alternatif tindakan yang paling tepat menurut toeri Mohamad (2013) adalah

dengan cara mengompres hangat.

C. Kompres Hangat

1. Pengertian

kompres hangat adalah metode penanganan demam secara fisik yang

memungkinkan tubuh kehilangan panas secara konveksi yaitu pelepasan

panas melalui penguapan dari kulit (Djuwariyah, 2011).

2. Macam-macam kompres
23

Ada beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya

menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat basah, kompres hangat

kering (buli-buli),kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es),

bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Djuwariyah,

2011).

3. Manfaat

Cara sederhana yang efektif untuk menurunkan demam adalah dengan

mengompres. Pemberian kompres yang disepakati saat ini adalah pemberian

kompres dengan air suam-suam kuku (air hangat). Karena kompres hangat

adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan demam dibanding dengan

kompres yang lainnya seperti kompres dengan air es atau alkohol. Karena air

es dapat menyebabkan anak menggigil sedangkan alkohol dapat menyebabkan

keracunan. Menurut Swardana dkk, 1998 dalam Purwanti, 2005, mengatakan

bahwa menggunakan air dapat memelihara suhu tubuh sesuai dengan fluktuasi

suhu tubuh pasien. Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui

proses evaporasi.

Hasil penelitiaannya menunjukkan adanya perbedan efektifitas

kompres dingin dan kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh. Kompres

hangat telah diketahui mempunyai manfaat yang baik dalam menurunkan suhu

tubuh anak yang mengalami panas tinggi di Rumah Sakit karena menderita

berbagai penyakit infeksi.

Menurut Nurwahyuni (2009) dalam Mohamad (2013), dengan

pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke


24

hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka

terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan

sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.Perubahan ukuran

pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari

tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi

vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/

kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan

akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal

kembali.

4. Langkah-langkah Pemberian Kompres Hangat:

a. Beri kesempatan anak untuk menggunakan urinal atau pispot sebelum

kompres dilaksanakan

b. Ukur suhu tubuh anak dan catat

c. Buka seluruh pakaian anak

d. Lakukan :

1) Basahi kedua handuk mandi besar dengan air hangat, peras hingga

handuk lembab

2) Letakkan perlak di atas tempat tidur, kemudian letakkan handuk yang

lembab

3) Tidurkan anak pada handuk lembab, kemudian tutup bagian atas badan

anak dengan handuk lembab lainnya, diamkan kurang lebih 5 menit.

4) Ganti secara bergilir bagian handuk bawah dan atas setelah suhu dingin
25

5) Lakukan prosedur 4a-d secara teratur 2-4 kali, dengan melihat kondisi

anak

6) Hentikan prosedur jika anak kedinginan atau menggigil, atau segera

setelah suhu tubuh anak mendekati normal, dan

7) Pakaikan anak baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.

(Sodikin, 2012)
26

Anda mungkin juga menyukai

  • Dokep Kasus
    Dokep Kasus
    Dokumen2 halaman
    Dokep Kasus
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • KEPDASSSS
    KEPDASSSS
    Dokumen26 halaman
    KEPDASSSS
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Aan Yang Didapat Tersebut
    Aan Yang Didapat Tersebut
    Dokumen2 halaman
    Aan Yang Didapat Tersebut
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Materi Uas Ibd
    Materi Uas Ibd
    Dokumen52 halaman
    Materi Uas Ibd
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Materi Uas Pancasila
    Materi Uas Pancasila
    Dokumen64 halaman
    Materi Uas Pancasila
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kepercayaan Diri Kelompok 4
    Kepercayaan Diri Kelompok 4
    Dokumen33 halaman
    Kepercayaan Diri Kelompok 4
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Materi Uas Pancasila
    Materi Uas Pancasila
    Dokumen64 halaman
    Materi Uas Pancasila
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dextro
    Kata Pengantar Dextro
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Dokep Kasus
    Dokep Kasus
    Dokumen2 halaman
    Dokep Kasus
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi PNC 1
    Daftar Isi PNC 1
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi PNC 1
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar KWN
    Kata Pengantar KWN
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar KWN
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dextro
    Kata Pengantar Dextro
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi KWN
    Daftar Isi KWN
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi KWN
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Aan Yang Didapat Tersebut
    Aan Yang Didapat Tersebut
    Dokumen2 halaman
    Aan Yang Didapat Tersebut
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Infus
    Daftar Pustaka Infus
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka Infus
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Cover Obat Dextrometrophan
    Cover Obat Dextrometrophan
    Dokumen1 halaman
    Cover Obat Dextrometrophan
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Dextro
    Daftar Isi Dextro
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Mansef
    Bab I Mansef
    Dokumen19 halaman
    Bab I Mansef
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Ibd
    Kata Pengantar Ibd
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Ibd
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Dextro
    Daftar Isi Dextro
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen33 halaman
    Makalah
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Ibd
    Daftar Isi Ibd
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi Ibd
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Latihan Kasus Dokep Kel 3
    Latihan Kasus Dokep Kel 3
    Dokumen3 halaman
    Latihan Kasus Dokep Kel 3
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Cover Obat Dextrometrophan
    Cover Obat Dextrometrophan
    Dokumen1 halaman
    Cover Obat Dextrometrophan
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 3
    Lampiran 3
    Dokumen12 halaman
    Lampiran 3
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Dextro
    Daftar Isi Dextro
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Dextro
    Daftar Isi Dextro
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dextro
    Kata Pengantar Dextro
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dextro
    Kata Pengantar Dextro
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Dextro
    shinta rizki wulandari
    Belum ada peringkat