OLEH :
1. Muhammad Ashri Fadhel (E1A122021)
2. Tariska Novia Widyaningsih (E1A122029)
3. Aan Ashari Saputra (E1A122035)
4. Fhanny Riska Alfadillah (E1A122055)
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Rekayasa Penyehetan
Lingkungan ini yang berjudul “Teknologi Pengelolaan Limbah Makanan Dan Sisa-Sisa
Makanan“.Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
dosen yang telah memberikan kepercayaan kepada kami dalam menyelesaikan tugas ini
hingga pada akhirnya kami bisa menyelesaikan tugas ini.
Dalam penulisan ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa kami tidak luput dari kesalahan baik
dari segi penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa
mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana.Demikian semoga
bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran dan
kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Maret, 2023
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
(Gambar 1.1)
Sampah makanan merupakan isu nasional yang menjadi pusat perhatian. Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang penghasil sampah makanan terbanyak, jumah
penduduk Indonesia pada tahun 2017 adalah 265.015.300 jiwa dengan total rumah tangga
sebanyak 67.945.500 (Badan Pusat Statitik (BPS), 2018) Sampah rumah tangga
merupakan sumber sampah terbesar yaitu sebesar 48% jika dibandingkan dengan sumber
lain, seperti pasar tradisional (24%), Kawasan komersial (9%) dan fasilitas umum lainnya
(sekolah, kantor, jalan, dll).
(Gambar 2.1)
FAO mendefinisikan limbah makanan sebagai limbah (food waste) atau kehilangan
makanan (food losses) yang terjadi selama industri pengolahan, distribusi, dan konsumsi.
Limbah makanan dapat berasal dari berbagai macam situasi, tidak hanya dapat terjadi
ketika makan. Penyebab timbulnya limbah sampah seringkali dimulai sejak proses
produksi, distribusi bahan makanan, sampai dengan proses pengolahan dan puncaknya
saat makan. Bahan makanan yang terbuang pun berakhir di tempat pembuangan akhir,
sehingga terus menghasilkan sampah.
(Gambar 2.2)
Penyebab utama pemborosan makanan terjadi pada tahap produksi. Hal ini
dikarenakan adanya bencana alam, keterampilan yang tidak memadai atau juga kelebihan
pasokan makanan di pasar. Seringkali juga adanya makanan yang tidak sesuai dengan
standar kualitas dan estetika dapat menjadi penyebab banyaknya bahan makanan yang
berakhir menjadi limbah. Sedangkan dari sisi konsumen adanya perencanaan yang kurang
dapat menjadi penyebab utama pemborosan makanan. Terkadang, orang membeli banyak
bahan makanan tanpa membuat rencana yang tepat tentang kapan waktu konsumsi,
hingga di luar kendali orang-orang tidak mengkonsumsi makanan tersebut, yang akhirnya
menyebabkan kadaluwarsa, setelahnya dibuang begitu saja.
(Gambar 2.3)
Limbah makanan dan sisa-sisa makanan adalah penghasil gas rumah kaca terbesar
ketiga. Limbah makanan yang dibiarkan begitu saja dan berakhir di tempat pembuangan
sampah akan menghasilkan gas metana dalam jumlah besar. Metana merupakan salah
satu gas rumah kaca yang lebih kuat daripada CO2. Dalam 1 ton sampah organik
diperkirakan akan menghasilkan sekitar 50 kg gas metana dan 3,3 miliar ton emisi gas
rumah kaca yang dihasilkan dari limbah makanan. Metana dan jumlah gas rumah kaca
yang berlebihan akan memanaskan atmosfer bumi serta menyerap radiasi inframerah.
Kondisi ini yang dapat mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim.
(Gambar 2.4)
Dengan sistem ini diharapkan masalah yang timbul seperti bau, lalat, polusi air atau
tanah dapat direduksi atau dihilangkan. Adanya proses dekomposisi sampah di dalam
sanitary landfill menghasilkan gasbio yang dapat dipanen dan dimanfaatkan sebagai
bahan bakar. Dari literatur diperoleh gambaran bahwa produksi biogas dari sanitary
landfill sebesar 20 – 25 ml/kg kering sampah/hari (Damanhuri, 2001). Sanitary landfill
adalah ujung terakhir dari pembuangan sampah atau kita kenal sebagai tempat
pembuangan akhir (TPA).
(Gambar 2.7)
Sampah yang biasanya menjadi hal yang membahayakan kini bisa menjadi sesuatu
yang bermanfaat dan menghasilkan banyak keutungan jika diolah, salah satunya dapat
dijadikan sebagai pupuk kompos. Pada dasarnya kompos sudah banyak terdapat di bumi
ini yang terbentuk secara alami dari pelapukan bahan-bahan organik dalam waktu yang
sangat lama.
Dengan kemajuan teknologi sekarang kompos dapat dibuat dalam waktu yang
cukup singkat yaitu dengan proses pengomposan. Bahan yang dibutuhkan adalah limbah
organik, dedak, serbuk gergaji, pupuk kandang (ayam/kambing/sapi/dan lain-lain), terpal
pembungkus/penutup. Adapun pembuatan pupuk organik atau kompos adalah sebagai
berikut :
a. Letakkan potongan tanaman atau sampah organik pada tumpukan dengan lebar 1,3 m
panjang 2 m setebal 15 cm.
b. b. Letakkan diatasnya pupuk kandang setebal 5-15 cm secara merata.
c. c. Taburkan serbuk gergaji kayu lalu ditutup dengan dedak secara tipis dan merata.
d. d. Larutkan cairan pembiakan bakteri EM-4 (600ml) ke dalam air 10 liter, dan aduk.
Setelah merata maka tuang pada lapisan diatas lapisan dedak tersebut.
e. e. Ulangi lagi tahapan pemberian sisa tanaman, pupuk kadang, serbuk gergaji, dedak
dan cairan bakteri EM-4 hingga berlapis-lapis setinggi 1 – 1,5 meter.
f. f. Tutup tumpukan bahan kompos dengan terpal rapat-rapat. Panas akan meningkat
mulai 40 hingga 65oC pada tumpukan menunjukkan bahwa mikroba sedang bekerja
melapukkan bahan kompos.
g. g. Setelah 7 hari maka kompos dibalik atau diaduk, bila perlu ditambah lagi cairan
pembiakan bakteri EM-4. Setelah merata maka ditutup kembali.
h. h. Setelah 2 – 4 minggu kompos bisa digunakan. Kompos yang matang umumnya
berumur 2 – 3 bulan, cirinya warnanya hitam kecoklatan, remah atau gembur, dan
tidak berbau menyengat.
b.) Eco-Enzyme
(Gambar 2.8)
Teknik pembuatan eco-enzyme sangat mudah, hanya memerlukan alat-alat dan
bahan-bahan yang murah dan mudah diperoleh. Alat-alat yang diperlukan untuk membuat
eco-enzyme antara lain timbangan, wadah tertutup yang terbuat dari plastik, baskom,
pisau, dan gayung. Sementara bahan-bahan yang diperlukan meliputi sampah organik
(limbah buah dan sayuran), gula (gula merah atau molasse), dan air. Pembuatan eco
enzyme dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut (Winata dkk., 2017: 142-
143)): ]
(Gambar 2.9)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Food waste atau sampah makanan sisa menjadi penyumbang paling dominan dalam
krisis lingkungan. Sampah makanan sisa ini dapat terjadi sejak masa produksi di lahan
pertanian, pasca panen, pada saat pengolahannya, maupun pola konsumsi masyarakat
yang buruk. Sampah makanan sisa tersebut berakhir di tempat pembuangan akhir yang
lambat tahun akan menghasilkan gas karbon dioksida dan metana. Metana merupakan gas
rumah kaca yang sangat kuat dalam memperburuk konsekuensi negatif dalam pemanasan
global. Food waste atau sampah makanan sisa sendiri mengacu pada makanan apapun
yang dibuang meskipun masih dapat dikonsumsi, entah itu makanan yang sudah di luar
tanggal kadaluwarsa atau dibiarkan rusak.
Contoh teknologi pengolahan limbah sisa makanan yang paling umum digunakanan
antara lain: Sanitary Landfill, Teknologi Pengomposan, dan Teknologi Eco-Enzyme.
Produk yang dapat dihasilkan dari pengolahan limbah sisa makanan adalah kompos dan
eco-enzyme. Pengolahan limbah makanan yang baik akan berpesan besar dalam
penyehatan dan perbaikan lingkungan hidup dan juga produk yang dihasilkan dari
pengolahan limbah makanan ini dapat menjadi sumber penghasilan tambahan bagi
masyarakat.
3.2 Saran
Limbah makanan selain diolah dengan teknologi yang ada diperlukan kesadaran
dari tiap insan dikarenakan jejak karbon yang ditinggalkan limbah sisa makanan berperan
besar mempercepat perubahan iklim dan pemanasan global.
DAFTAR PUSTAKA
https://perkim.id/tips/bisakah-eco-enzyme-mengurangi-sampah-sisa-makanan/
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/49051763/
Makalah_Ekologi_Terapan_Wahyu_Saputro-libre.pdf?1474603295=&response-content-
disposition=inline%3B+filename
%3DPENGELOLAAN_LIMBAH_ATAU_SAMPAH_ORGANIK.pdf&Expires=167887
9650&Signature=fE00x~XGZM~VrjLchPK7CUy~sy69oZsHASnixfsMy0U4B-
subxectAh6nagJBhc3IVejVz9ONFvpCCcKxfi3zFOH6HKt~Qvy1MwOGblz-
zt~maHJHR8td1XJhG5RyMB1M4~m5SWVVETNUV5xwAfDrcyKx0XISP51e3dpXlq~
k3r9drbF99SD-
mTZL~7yEL5OVvlxKDnN6S8dr8Jzuq9pCwLR4RDvT0psrfZmcnmZtrXxaVeServLlDr
7VKA347rrjuNVYA~TdQz0y5VXM3eudw1XGHLi7tnnvU-3~r2zfoe3-r-
1XgToBZZsOWWz6Tr9TP56DxhEO~tdDcEBtzlMcQ__&Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZAc
https://lppm.undiksha.ac.id/senadimas2021/prosiding/file/084.pdf
https://wanaswara.com/ada-dampak-lingkungan-serius-dibalik-limbah-makanan/
https://tabikpun.fmipa.unila.ac.id/index.php/jpkm_tp/article/view/95
https://www.menlhk.go.id/site/single_post/3998/eko-enzim-pengolahan-sederhana-
sampah-rumah-tangga-hasilkan-cairan-serbaguna
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/54528956/teknik-kompos-libre.pdf?
1506338034=&response-content-disposition=inline%3B+filename
%3DTEKNIK_PEMBUATAN_KOMPOS_1.pdf&Expires=1678883983&Signature=IyE
HtHtgQjkVS8YyUex6ElusGTEMbbwR0FDOuxZBFLatITDD3v-
Kt5IOsfNAhChzsQpKSQxp~PoPqKWE5UVDj7AvJ76s3cAkJMBDLrlg4exU-
ua1~vphhWy6jWMcDCEjLwS89EDKA8zxTFIbcYAt3JpfVXOHlTj4Dik3eqEw~czeKo
nKKdyKvLpopbASDIVCAdCDyWOrnGm8PR0n5~iGSUyfMbIg9Z8k8sbMbtTIlcJl5BB
lCfKBcdqZW3VViq2XFbTbK6ypjlQJLq4wBIMn1uYlkoTBrEm2VQrBRYiXW5Z15q-
VwRfre-n3Uc7lw~eljK9sS-wdXFi7MuXr24K8-A__&Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/49051763/
Makalah_Ekologi_Terapan_Wahyu_Saputro-libre.pdf?1474603295=&response-content-
disposition=inline%3B+filename
%3DPENGELOLAAN_LIMBAH_ATAU_SAMPAH_ORGANIK.pdf&Expires=167887
9650&Signature=fE00x~XGZM~VrjLchPK7CUy~sy69oZsHASnixfsMy0U4B-
subxectAh6nagJBhc3IVejVz9ONFvpCCcKxfi3zFOH6HKt~Qvy1MwOGblz-
zt~maHJHR8td1XJhG5RyMB1M4~m5SWVVETNUV5xwAfDrcyKx0XISP51e3dpXlq~
k3r9drbF99SD-
mTZL~7yEL5OVvlxKDnN6S8dr8Jzuq9pCwLR4RDvT0psrfZmcnmZtrXxaVeServLlDr
7VKA347rrjuNVYA~TdQz0y5VXM3eudw1XGHLi7tnnvU-3~r2zfoe3-r-
1XgToBZZsOWWz6Tr9TP56DxhEO~tdDcEBtzlMcQ__&Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA