TULISAN ILMIAH
OLEH:
160301124
AGROTEKNOLOGI-III
FAKULTAS PERTANIAN
BAB I
PENDAHULUAN
akan di ikuti oleh meningkatnya kebutuhan pangan, termasuk pangan hewani. . Sementara
itu, luaslahan/daratan sebagai basis untuk memproduksi pangan tidak bertambah, bahkan
cenderung berkurang karena konversi, abrasi, dan terendam akibat meningkatnya permukaan
air laut sebagai dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim, serta kualitas sumber
daya alam yang makin menurun. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah perlu
2. Rumusan Masalah
lokal?
3. Tujuan Penelitian
PEMBAHASAN
Pangan sebagai kebutuhan dasar bagi manusia membawa konsekuensi kepada pemerintah
untuk menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya. Dalam RUU Pangan yang baru
(2011/2012) tercakup tiga paradigma besar tentang pangan, yaitu kedaulatan pangan,
kemandirian pangan, dan ketahanan pangan yang menempatkan kedaulatan pangan sebagai
dasar dalam RUU tersebut serta menganut penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
Sementara itu luas lahan pertanian tidak bertambah, bahkan cenderung berkurang karena
abrasi maupun terendam akibat meningkatnya permukaan air laut. Selain itu, lahan subur
tidaklah mudah, bahkan lahan yang ada terdegradasi, sehingga produktivitasnya terus
kepada permasalahan ketersediaan sumber daya alam, terutama lahan dan air yang menjadi
basis untuk tanaman penghasil pangan, pakan, serat, dan energi terbarukan atau dikenal
dengan food, feed, fibre, dan fuel. Bahkan akan terjadi kompetisi penggunaan lahan untuk
Kebutuhan pangan asal ternak akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
terjadinya perubahan pola makan. Urbanisasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi
masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang umumnya memiliki pendapatan lebih tinggi
daripada mereka yang tinggal di pedesaan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya diversifikasi
pangan pokok dan biji-bijian yang mulai menurun, sebaliknya permintaan buah-buahan,
beras, kedelai, dan gula akan semakin tinggi, sehingga pemanfaatan lahan dan air akan lebih
diprioritaskan untuk pangan utama tersebut. Hal ini akan semakin berat bagi subsektor
dimanfaatkan untuk tanaman pangan, dan peternakan akan beralih ke arah peternakan intensif
atau semiintensif dengan sistem integrasi tanaman ternak, terutama untuk ternak ruminansia.
Kemungkinan peternakan akan tetap berkembang pada daerah-daerah dekat konsumen (di
pinggiran kota) dengan mendatangkan bahan pakan dan pakan melalui perbaikan sistem
merupakan lautan), hanya memiliki daratan seluas 1,9 juta km2 atau 190 juta ha (Badan Pusat
Statistik 2008b). Luas sawah sekitar 8 juta ha, perkebunan 20 juta ha, dan kehutanan 140 juta
ha. Lahan untuk peternakan tidak tersedia secara khusus sehingga peternakan tidak memiliki
kawasan khusus seperti padang rumput yang luas (pastura) untuk penggembalaan atau untuk
tanaman pakan ternak. Akibatnya pemeliharaan ternak menjadi tersebar dan dikembangkan
secara terintegrasi dengan berbagai tanaman yang ada. Keadaan ini berbeda dengan di Brasil
yang lahan untuk peternakannya mencapai 170 juta ha dengan populasi sapi potongnya
Peternakan intensif dianggap boros dalam pemanfaatan sumber daya alam, karena
memerlukan 7,3 kg pakan, dan untuk memproduksi 1kg daging ayam memerlukan 4,5 kg
protein hewani memerlukan sekitar 6 kg protein tanaman (Anonymous 2009). Data ini
memperlihatkan bahwa peternakan boros sumber daya alam apabila bahan pakan dan pakan
diproduksi khusus dengan menanam tanaman pakan ternak maupun tanaman pangan yang
dipergunakan sebagai pakan, sehingga selain memerlukan lahan yang cukup luas juga
sehingga ternak diperlakukan sebagai mesin untuk berproduksi secara maksimal. Peternakan
intensif juga disinyalir sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang cukup besar,
sekitar 18%. Dengan demikian, peternakan intensif yang dikatakan cukup murahsebenarnya
memainkan peranan yang sangat besar, yaitu sekitar 80%, jauh lebih besar daripada peran
perluasan lahan yang hanya 20% karena sumber daya lahan sudah sangat terbatas (FAO
2009a). Demikian juga dengan upaya meningkatkan produktivitas dan produksi ternak.
Sebagai contoh, penelitian pemuliaan ayam pedaging (broiler) saat ini sudah mencapai
puncaknya dalam menghasilkan galur ayam pedaging yang dapat mencapai berat tubuh
maksimal dengan efisiensi pakan yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat (McKay 2008).
Pada tahun 1960, untuk mencapai berat badan ayam pedaging 1,8 kg diperlukan waktu 84
hari dengan konversi pakan, 3,25, sedangkan melalui serangkaian penelitian (teknologi) pada
tahun 2010 telah dihasilkan galur ayam pedaging yang dapat mencapai berat yang sama
Demikian pula pada ayam petelur, sudah dihasilkan galur yang dapat meningkatkan
produksi telur 330 butir/ tahun (dengan konversi pakan 2), jauh lebih banyak dibanding galur
ayam petelur pada tahun 1960-an, sedangkan untuk mencapai bobot ayam broiler 2,5 kg
dapat dicapai dalam waktu 39 hari dengan konversi pakan 1,6 (Hunton 1990; McKay 2008).
Inovasi teknologi pemuliaan pada ayam kampung seperti ayam KUB juga ikut berperan
dalam upaya meningkatkan produktivitas dan produksi daging ayam di dalam negeri dengan
memanfaatkan sumber daya genetic ayam lokal. Demikian juga itik mojosari-alabio (MA)
Walaupun produktivitas ayam broiler dan petelur dapat dipercepat melalui teknologi
pemuliaan (Hunton1990; McKay 2008), kemajuan teknologi ini ada batasnya karena ayam
tersebut menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan memerlukan pakan berkualitas tinggi
(yang umumnya bersaing dengan bahan pangan untuk manusia) serta terjadi kelumpuhan
(kaki bengkok). Keadaan ini dalam jangka panjang dapat menimbulkan permasalahan lain
tanpa ada upaya melestarikan sumber daya genetic aslinya, karena ayam hasil pemuliaan ini
dapat menye- babkan terjadinya cacat genetik. Oleh karena itu, pengembangan teknologi juga
perlu lebih berhati-hati, jangan sampai menghilangkan sumber daya genetik alami.
Tidak tertutup kemungkinan kita akan kembali kepada pemanfaatan hewan asli/lokal yang
lebih tahan penyakit, responsif terhadap pakan berkualitas rendah, cenderung ramah
Teknologi persilangan untuk meningkatkan produksi daging pada sapi potong juga
telah diterapkan secara luas melalui inseminasi buatan (IB). Teknologi penciptaan domba
komposit Sumatera dan Garut juga dapat meningkatkan bobot potong hampir dua kali dari
domba aslinya pada periode pemeliharaan yang sama namun upayaperbanyakannya perlu
mendapat perhatian.
teknologi yang dapatmenghasilkan ternak yang tahan terhadap penyakit. Saatini disinyalir
ayam ras yang produktivitasnya tinggi hanya responsif dengan pakan berkualitas tinggi dan
serta relatif tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu, ternak-ternak asli/lokal dapat
teknologi yang dapat menghasilkan ternak yang tahan terhadap penyakit. Saat ini disinyalir
ayam ras yang produktivitasnya tinggi hanya responsif dengan pakan berkualitas tinggi dan
rentan (tidak tahan) terhadap serangan penyakit. Sementara itu, ternak asli/lokal dengan
produktivitas rendah sampai sedang dapat memanfaatkan bahan pakan berkualitas rendah
serta relatif tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu, ternak-ternak asli/lokal dapat
bahan pangan untuk manusia. Oleh karena itu, inovasi teknologi seperti penggunaan bungkil
inti sawit (BIS) yang dapat mensubstitusi jagung sampai 10% pada pakan unggasakan sangat
nyata kontribusinya dalam menghemat sumber daya alam yang semakin terbatas. Inovasi
teknologi untuk mencari bahan pakan nonkonvensional atau yang berasal dari hasil samping
industri yang mengandung nutrisi dan layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang diolah
maupun belum diolah (SNI, 2013). Bahan pakan ternak sapi pada pokoknya dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu pakan hijauan, pakan penguat, dan pakan tambahan
1.Pakan Hijauan
Pakan hijauan adalah semua pakan yang berasal dari tanaman atau tumbuhan berupa
daun-daunan, termasuk batang, ranting, dan bunga. Yang termasuk kelompok pakan hijauan
yang sangat penting karena hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan
ternak. Kelompok pakan hijauan ini termasuk pakan kasar, yaitu bahan pakan yang berserat
kasar yang tinggi. Ternak ruminansia akan mengalami gangguan pencernaan bila kandungan
Rerumputan ini termasuk pakan kasar, yakni bahan pakan yang mempunyai serat
kasar tinggi. Hewan memamah biak seperti sapi justru akan mengalami gangguan pencernaan
bila kandungan serat kasar di dalam ransum terlalu rendah.Kandungan serat kasar dibutuhkan
ternak sapi paling sedikit 13% dari bahan kering dalam ransum. Peranan hijauan yang harus
disajikan pada ternak ruminansia tidak bisa digantikan sepenuhnya dengan pakan penguat
yang kandungan serat kasarnya relatif rendah. Pakan hijauan berfungsi menjaga alat
pencernaan agar bekerja baik, membuat kenyang, dan mendorong keluarnya kelenjar
pencernaan. Salah satu hijauan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi adalah rumput
Kalanjana.
2.Pakan Penguat (Konsentrat)
Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar yang
relatif rendah danmudah dicerna. Bahan pakan penguat berupa bahan makanan yang berasal
dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, dan katul. Fungsi pakan penguat ini adalah
meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah
3.Pakan Tambahan
Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan
tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya berada di
dalam kandang terus-menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A dan
vitamin D. Sedangkan mineral yang dibutuhkan berupa Ca dan P. Urea sebagai bahan pakan
tambahan hanya bisa diberikan pada sapi dalam jumlah terbatas, yaitu 2%dari seluruh ransum
yang diberikan. Jikaterlalu banyak, menyebabkan sapi keracunan. Urea mengandung 45% N.
Dengan bantuan mikroorganisme di dalam rumen, N diurai dan diikat menjadi protein yang
bermanfaat.
Secara umum telah dikenal pengertian pakan berdasarkan asalnya (nabati dan
hewani), berdasarkan sifatnya (hijauan dan konsentrat) dan berdasarkan sumber zat
gizinya(sumber protein, mineral, energi). Namun secara internasional bahan pakan dibagi
mengandung serat kasar (lebih dari 18%) dan rendah energinya. Contoh: jerami (jerami dari
2.Hijauan segar (green forage, pasture). Contoh: rumput/hijauan segar lainnya yang baru
3.Silase (silage)adalah hijauan yang sengaja diawetkan melalui proses fermentasi secara
4.Sumber energi adalah pakan yang banyak mengandung energi (kandungan energi lebih dari
2250 Kkal/kg). Contoh: butir-butiran (jagung, sorghum/cantel, kedele, kacang dll), umbi-
umbian (ketela pohon, ketela rambat, kentang dll.), minyak (kelapa, sawit, kedele dll.), lemak
hewan (tallow), hasil samping industri pertanian (bekatul, pollard, tetes dll.).
5.Sumber protein adalah pakan yang mengandung protein lebih dari 20%. Contoh: umumnya
pakan asal hewani (tepung ikan, tepung daging, susu skim, tepung darah dll.), kacang-
lamtoro dll.); bungkil (bungkil dari kelapa; kelapa sawit; kedele; kacang; kapok; kapas;
jagung dll).
melengkapi ransum yang disusun. Contoh: penambah aroma/cita rasa, asam amino/campuran
mix.
a) bahan itu mudah didapat, b) murah harganya, c) tidak bersaing penggunaannya dengan
manusia, d) tidak beracun,
Beberapa bahan pakan mengandung zat anti-nutrisi yang dapat bersifat toksik (racun)
bagi ternak, misalnya: ketela pohon (asam sianida mengakibatkan gangguan metabolisme);
lamtoro (mimosine); turi (asam sianida); bayam (asam oksalat); daun wortel (carota toxin);
daun kol (asam oksalat); rumput setaria (asam oksalat); biji sorghum (tannin); bungkil biji
kapok (asam siklopropenoat); bungkil biji kapas (gosipol); bungkil jarak (risin). Oleh sebab
itu penggunaannya dalam ransum perlu dipertimbangkan sampai batas tertentu, dan dikaitkan
Penilaian terhadap bahan pakan perlu juga dilakukan untuk mengetahui kualitas dari
1.Penilaian fisik yaitu : dengan melihat perubahan warna, bentuk, bau dan berat jenis
penilaian fisik juga sering dilakukan pada penyimpanan pakan untuk melihat apakah pakan
yang terdapat dalam bahan pakan. Metode yang digunakan ada beberapa macam tetapi
umumnya yang dinilai adanya zat gizi, non gizi dan anti gizi yang terdapat dalam bahan
pakan diantaranya zat gizi : pati, serat kasar, lemak, protein, air, mineral, vitamin dan asam
amino. Sedangkan anti gizi/anti nutrisi antara lain : tanin, gosipol, HCN, siklo propenoat,
3.Penilaian biologis yaitu penilaian bahan pakan untuk melihat kegunaan dan
pengaruhnyapada ternak yaitu dengan mengamati respon ternak yang diberi pakan. Untuk
mengetahui tingkat kecernaan pakan ada tiga metode yang dikembangkan yaitu :oIn-vitro
dilakukan dilaboratorium yang dikemas sesuai keadaan sebenarnya dalam tubuh ternak oIn-
sacco dengan menggunakan kantong nilon untuk mengukur daya degradasi dan laju aliran,
kelarutan atau penyerapan pakan padat alat pencernaan tertentu misalnya rumen, abomasum
atau usus halus. Umumnya dilakukan pada ternak besar (ruminansia).oInvivo, pengukuran
Prosesing pada bahan pakan sangat penting karena dapat memberikan keuntungan,
atau bahkan mengakibatkan kerugian jika misalnya terjadi kerusakan fisik maupun kimia
yang tidak dikehendaki. Beberapa contoh yang lazim dilaksanakan misalnya: Chopping
proses pengeringan utamanya bila dilakukan pada umbi-umbian, dapat dilakukan dengan alat
pemotong (chopper). Chopping ini akan mengurangi sisa pakan yang mungkin
terbuang percuma terutama pada hijauan/rumput, dan dapat meningkatkan konsumsi serta
nilai kecernaannya. Pada sapi, pemotongan rumput atau hijauan lain dengan ukuran 3-5 cm
Pengeringan (Drying) tujuannya adalah mengurangi kadar air bahan pakan sehingga
kadar airnya kurang dari 12%. Pengeringan yang baik akan menghindarkan bahan pakan
rusak karena terjadinya pembusukan oleh aksi mikroorganisme, berkembanya jamur atau
kecernaan khususnya bagi butiran yang bijinya keras. Partikel yang lebih kecil akan
pakan dalam saluran pencernaan meningkat, saluran pencernaan cepat kosong, dan pada
gilirannya akan meningkatkan konsumsi pakan. Penggilingan juga penting jika bahan itu
akan dicampurkan dengan lainnya sehingga akan bercampur secara mesra (homogen),
yang mengandung zat anti-nutrisi dan bersifat racun. Melalui pemasakan atau pemanasan
dapat menguraikan senyawa yang merugikan tersebut, disamping itu juga dapat
mengkompresikan pakan berbentuk tepung dengan bantuan uap panas (steam) untuk
menghasilkan bentuk pakan yang silendris. Pelleting memberikan keuntungan: pakan tidak
berdebu, kandungan zat gizi pada setiap pelet tersebut seragam dan homogen, kepadatannya
(density) tinggi, akan mengurangi sisa pakan, memaksa ternak tidak memilih pakan yang
disukainya saja, dan pada akhirnya akan meningkatkan performans ternak yang
kasar atau berbentuk granular. Biasanya digunakan untuk ternak pada periode starter (awal)
atau grower (pertumbuhan) ternak. Pembuatan silase (Ensiling) prose pengawetan hijauan
pakan (dalam keadaan segar) melalui suatu proses fermentasi oleh bakteri anaerob (dalam
keadaan tanpa udara/oksigen) dalam suatu tempat yang disebut silo. Produk fermentasi
(ensiling) ini disebut silase. Silase berbau dan berasa asam, dan sebelum diberikan kepada
lambung ternak yang bersangkutan. Silase dapat dibuat dari rumput, hijauan jagung,
sorghum, pucuk tebu dan lain-lainnya dengan menambahkan starter (additive) misalnya tetes,
pati, dedak.
FORMULASI RANSUM.
Tabel kebutuhan zat pakan sesuai dengan tujuan beternak; b) Lihatlah Tabel komposisi zat
adalah.
3.Metode Simultaneous
Metode Diagonal (Pearson’s Square) Metode ini diterapkan untuk mencampur 2 (dua)
macam bahan atau lebih dengan satu macam nutrisi yang berbeda.