Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PEMANASAN GLOBAL NEGARA BANGLADESH

(FISIKA)

DISUSUN OLEH :

MOCHAMAD FADHIL NAUFAL : 0066961123

XJ
SMA NEGERI 1 CIKAMPEK
2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT.
karena atas limpahan dan hidayah-Nya lah penulisan laporan tugas fisika
mengenai pemanasan global yang negaranya berada di suatu benua yaitu benua
asia dan negara tersebut adalah Bangladesh ini, akhirnya dapat diselesaikan tepat
pada waktunya,

Dalam penulisan laporan tugas fisika ini, penulis mengalami berbagai macam
kendala, namun berkat karunia-Nya dan bantuan serta dukungan dari berbagai
pihak terutama keluarga, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas
fisika ini dengan sebaik mungkin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan tugas fisika ini masih
banyak terdapat kekurangan karena masih terbatasnya pengetahuan yang penulis
miliki, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dan memotivasi dari pembaca demi kesimpulan tugas laporan fisika
ini.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu ancaman serius yang dihadapi manusia saat ini adalah krisis
kelaparan. Jumlah penduduk yang terus meningkat telah menciptakan kebutuhan
pangan yang semakin meningkat pula. Tetapi hal itu seringkali tidak bisa dipenuhi
dengan baik. Kelaparan sudah menjadi isu global yang membutuhkan penanganan
serius oleh semua aktor dalam dunia Internasional. Setiap negara perlu memulai
menggagas solusi alternatif untuk mewujudkan agar kualtitas hidup
masyarakatnya dapat terjamin. Hal ini perlu dilakukan mengingat ancaman yang
di hadapi dunia tidak lagi didasarkan pada ancaman keamanan tradisional seperti
perang dan konflik, melainkan lebih kepada isu yang berdampak langsung
terhadap keberlangsungan hidup manusia. Di beberapa negara seperti Bangladesh
kelaparan menjadi persoalan yang sangat serius.
Bangladesh adalah sebuah negara di Asia Selatan dan merupakan salah satu
negara terpadat di dunia dengan sekitar 163 juta orang tinggal di daratan yang
relatif kecil dengan luas wilayah sebesar 144.000 kilometer persegi. Kondisi tanah
di Bangladesh merupakan tanah subur dan 70 persen dari populasi tinggal di
pedesaan dengan hampir 50 persen dari jumlah itu bekerja pada sektor pertanian.
Bangladesh dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah kebawah karena
memiliki GDP per kapita sebesar $ 1.517 pada tahun 2017 dan hidup dibawah
garis kemiskinan. Ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan kelaparan. Terkait
dengan masalah kemiskinan, salah satu yang sering terjadi di negara miskin
adalah kasus kelaparan.
Kelaparan di Bangladesh merupakan suatu permasalahan yang kompleks.
Kondisi yang diawali dengan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar
diperburuk oleh kondisi politik dan sosial. Tidak hanya berlatar belakang
terkendalanya pemenuhan akan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan
papan, tapi juga permasalahan-permasalahan sosial lain yang lebih kompleks.
Berdasarkan perhitungan FAO pada tahun 2014, lebih dari seperempat populasi
masyarakat Bangladesh rentan mengalami kelaparan yang jumlahnya mencapai 40
juta orang dan 11 juta diantaranya menderita kelaparan akut. Kelaparan yang
terjadi di Bangladesh akibat berbagai hal diantaranya penurunan produksi pangan
akibat rentan terjadinya bencana alam karena Iklim Monsun Tropis di Bangladesh
menghasilkan curah hujan musiman, suhu dan kelembaban ekstrem, serta banjir
dan topan. Lonjakan harga pangan (inflasi) akibat kenaikan biaya produksi pangan
yang disebabkan oleh kebijakan pembatasan dan pelarangan ekspor bahan pangan
yang diambil negara-negara eksportir seperti India dan Tiongkok. Berdasarkan
tingginya tingkat kelaparan serta diriingi dengan banyaknya permasalahan yang
muncul yang tidak dapat diatasi pemerintah, maka sangat dibutuhkan bantuan dari
dunia Internasional.
Sebelumnya sudah ada beberapa organisasi internasional yang telah
berusaha menangani permasalahan kelaparan di Bangladesh, seperti World Food
Programme (WFP) yang melakukan operasi bantuan pangan, Food and
Agriculture Organization (FAO) bergerak melalui bantuan pembangunan
pertanian secara teknis, dan International Fund for Agricultural Organization
(IFAD) melakukan bantuan keuangan internasional. Permasalahan lain yang
muncul dengan banyaknya bantuan yang masuk adalah pemerintahan yang korup
serta tidak kompeten dalam mengelola bantuan, situasi politik yang tidak kondsif
serta minimnya fasilitas umum, dan kualitas sumber daya manusia yang rendah.
Bangladesh sudah menerapkan kebijakan melalui Program Penguatan Kapasitas
Kebijakan Pangan Nasional (NFPCSP) pada tahun 2005-2015 untuk mengatasi
kelaparan. Namun berdasarkan hasil revisi dari (NFPCSP) masalah - masalah
seperti gender, perlindungan sosial dan pemberdayaan harus diberi perhatian
dalam kerangka kerja kebijakan yang di perbaharui karena berkaitan untuk
mengatasi kelaparan di Bangladesh.
Melihat fenomena kelaparan yang sangat serius dan tidak henti di
Bangladesh seiring dengan terjadinya ketidakefektifan dalam pemberian bantuan
yang ditunjukkan dengan banyaknya bantuan yang masuk tapi tidak tersalurkan
membuat lembaga-lembaga donor memberikan bantuan berupa program
pendampingan seperti pemberdayaan. Sebuah lembaga swadaya masyarakat
bernama The Hunger Project memberikan perhatian khusus kepada Bangladesh
terutama dalam hal pemberantasan kelaparan. The Hunger Project merupakan
jenis NGOs dengan status konsultatif terdaftar denganDewan Ekonomi dan Sosial
PBB (ECOSOC) yang memiliki fokus yang sangat spesifik dan terlibat dalam
penciptaan SDGs. The Hunger Project adalah organisasi global didasarkan pada
pendekatan holistik yang inovatif, yang memberdayakan perempuan dan laki-laki
yang untuk menjadi agen pembangunan mereka sendiri dan membuat kemajuan
berkelanjutan dalam mengatasi kelaparan dan kemiskinan yang berfokus kepada
aspek-aspek yang sangat teknis pada suatu area kebijakan yang sangat khusus.
Bagi The Hunger Project, isu kelaparan merupakan isu yang fundamental.
Jika terus berlanjut, kemiskinan, ketergantungan, dan diskriminasi gender akan
mengancam. Sehingga langkah-langkah yang harus dilakukan adalah mengatasi
kelaparan yang bukan hanya berhubungan dengan kekurangan nutrisi atau pangan,
tetapi juga kelaparan dalam hal kebebasan berekspresi, mandiri, martabat, dan
untuk mencukupi hidupnya sendiri. Upaya yang dilakukan The Hunger Project
dalam pemberian bantuan yang tak lagi berupa bantuan pendanaan tapi lebih
kepada program pemberdayaan sebagai langkah lain mengingat sulitnya mencapai
efektifitas bantuan. Dalam menjalankan program kerjanya, The Hunger Project
lebih cenderung mendorong adanya upaya pemberdayaan sumber daya manusia,
dengan berfokus pada pemberdayaan perempuan, karena perempuan di
Bangladesh harus mendapat perhatian karena keberadaannya yang masih
termajinalkan dengan banyaknya kondisi yang melemahkan perempuan seperti
diskriminasi gender, pengabaian perempuan, tradisi pemberian mas kawin oleh
pihak perempuan, poligami dan pandangan toleran terhadap kekerasan
perempuan.
Hasil program The Hunger Project terbukti berhasil diantaranya dibuktikan
pada Mei 2010, lebih dari 1.200 pemimpin perempuan di Bangladesh menghadiri
The Third Women's Convention of The Hunger Project. Mereka adalah
perwakilan dari lebih dari 3.000 perempuan yang dikelola oleh THP. Dalam
pertemuan itu, mereka menunjukkan pencapaiannya berupa menghentikan 654
pernikahan dini dan 533 mahar di tahun 2009, mengelola 1.502 organisasi lokal
dimana pengelolaannya berasal dari perempuan itu sendiri, total anggota 41.634
dan banyak di antara mereka yang mandiri, mereka berinisiatif untuk melakukan
13.357 tes arsenik, membangun sanitasi untuk 7.445 keluarga, mendeklarasikan
tujuh distrik bebas dari mahar dan pernikahan dini dan tiga distrik lainnya bebas
KDRT. Pencapaian ini terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2018
perempuan dan pemimpin muda, dan perwakilan pemerintah daerah di 180
kelompok desa yang pekerjaannya mencapai lebih dari 5 juta orang.
Program-program yang dilaksanakan The Hunger Project dikatakan berhasil
karena sukses menjadikan banyak perempuan Bangladesh menjadi lebih mandiri
sehingga tidak lagi dikhawatirkan akan terus bergantung pada bantuan dan terus
berada pada jurang kemiskinan. Dalam menganalisa permasalahan penulis melihat
bagaimana upaya The Hunger Project dalam mengatasi krisis kelaparan yang
terjadi di Bangladesh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi


permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi The Hunger Project dalam mengatasi krisis kelaparan yang
terjadi di Bangladesh?
2. Apa yang melatarbelakangi konflik di Bangladesh?
3. Bagaimana kondisi pemanasan global pada masa konflik di Bangladesh?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik di Bangladesh?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini nantinya akan dibatasi pada tahun 2010-2018. Dengan interval
waktu 8 tahun dirasa cukup bagi peneliti untuk melihat sejauh apa upaya dari The
Hunger Project dalam mengatasi kelaparan di Bangladesh. Interval waktu ini
diambil karena Program The Hunger Project mulai dinyatakan berhasil pada tahun
2010 dan berakhir di tahun 2018 di Bangladesh. Penelitian ini juga akan dibatasi
pada bagaimana upaya The Hunger Project sebagai NGO dengan status
konsultatif dalam mengatasi kelaparan di Bangladesh.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pemanasan Global

2.1.1 Pengertian Pemanasan Global

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata


atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi
telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,
“sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas- gas rumah
kaca akibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini
telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk
semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat
beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang
dikemukakan IPCC tersebut. Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC
menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0
hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu
dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas
rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Meningkatnya suhu global
diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya
permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain
adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai
jenis hewan. Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah
mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan
bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan
bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi
perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang
harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau
untuk beradaptasi terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar
pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi
Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

2.1.2 Penyebab Pemanasan Global

1. Efek rumah kaca


Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian
besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya
menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap
sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini
sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian
panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas
rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut
berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di
bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala
makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat
dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah
lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18
°C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya,
akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global
menjadi akibatnya.
2. Efek Umpan Balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh
berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca
seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air
yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca,
pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga
tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang
dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri.
(Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara,
kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara
menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-
lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Efek-efek umpan balik
karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari
bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga
akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan
tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa,
sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau
pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan
ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model
iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara
batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk
model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun
demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan
umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua
model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Umpan balik
penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh
es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair
dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut,
daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki
kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah
pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu
siklus yang berkelanjutan. Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4
dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang
berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas
CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk
menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan
oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi
pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon
yang rendah.
3. Variasi Matahari
Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir. Terdapat hipotesa yang
menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh
umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.
Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca
adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya
efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian
bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila
aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan
lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan
tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari
dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek
pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak
tahun 1950. Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi
Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari
Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi
terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-
2000, dan sekitar 25- 35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya
mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan
pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun
demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas
rumah kaca. Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman
dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan
tingkat “keterangan” dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari
hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat “keterangannya”
selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap
pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan
bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak
tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar
kosmis.

2.1.3 Dampak Pemanasan Global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola


presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global.
Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan
mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut,
pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia. Para ilmuan
memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari
belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-
daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan
akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut.
Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan
mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi
salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan
lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari
akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab
karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu
yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan
pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan
yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke
angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus
air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata,
sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di
seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini).
Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan
badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan
menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa
periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak
terprediksi dan lebih ekstrim.

2.1.4 Cara Mengantisipasi Pemanasan Global

Berikut adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk turut serta
dalam meminimalisir dampak pemanasan global :
1. Konservasi lingkungan seperti melakukan reboisasi, penenaman pohon dan
penghijauan lahan kritis.
2. Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif (Energi air,
matahari, angin, bioenergy) guna mengurangi penggunaan energi bahan bakar
fosil (minyak bumi dan batu bara).
3. Daur ulang dan efisiensi energi.
4. Upaya pendidikan kepada masyarakat luas dengan memberikan pemahaman
dan penerapan untuk mencegah terjadinya pemanasan global.

2.2 Bangladesh
Republik Rakyat Bangladesh adalah sebuah negara di Asia Selatan yang
berbatasan dengan India di barat, utara, dan timur, Myanmar di tenggara, serta
Teluk Benggala di selatan. Bangladesh, bersama dengan Benggala Barat di India,
membentuk kawasan etno linguistik Benggala. Bangladesh secara harfiah
bermakna "Negara Bangla". Ibu kota dan kota terbesar Bangladesh ialah Dhaka.
Perbatasan Bangladesh ditetapkan melalui pemisahan India pada tahun
1947. Negara ini merupakan sayap timur Pakistan (Pakistan Timur) yang terpisah
dari sayap barat sejauh 1.600 kilometer. Perbedaan politik, bahasa, dan ekonomi
menimbulkan perpecahan antara kedua sayap, yang berujung pada meletusnya
perang kemerdekaan tahun 1971 dan pendirian negara Bangladesh. Tahun-tahun
setelah kemerdekaan ditandai dengan kelaparan, bencana alam, kemiskinan, huru-
hara politik, korupsi, dan kudeta militer.
Bangladesh memiliki jumlah penduduk terbesar kedelapan di dunia dan
merupakan salah satu negara terpadat di dunia dengan tingkat kemiskinan yang
tinggi, tetapi pendapatan per kapita Bangladesh telah meningkat dua kali lipat
sejak tahun 1975 dan tingkat kemiskinan turun 20% sejak awal tahun 1990-an.
Negara ini dimasukkan sebagai salah satu bagian dari "Next Eleven". Ibu kota
Dhaka dan wilayah urban lainnya menjadi penggerak utama dibalik pertumbuhan
ini. Secara geografis, negara ini berada di Delta Gangga-Brahmaputra yang subur.
Bangladesh mengalami banjir muson dan siklon tahunan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif dimana dengan metode ini fakta terkait permasalahan penelitian
dikumpulkan dan digabungkan untuk membentuk sebah hubungan atau pola
bermakna dimana pola ini pada akhirnya akan merujuk pada generalisasi sebagai
kesimpulan. Maka dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendeskripsikan
keadaan yang ada di Bangladesh, khususnya mengenai masyarakat dan
pendidikannya sebagai latar belakang permasalahan. Selain itu, peneliti juga
mendeskripsikan mengenai organisasi non-pemerintah Shidhulai Swanirvar
Sangstha sebagai subjek penelitian beserta aktivitasnya dalam pengembangan
masyarakat. Deskripsi ini pada akhirnya dapat menjelaskan bagaimana strategi
yang dilakukan organisasi tersebut dalam rangka pengembangan masyarakat
melalui pendidikan di Bangladesh berdasarkan latar belakang permasalahan.

3.1.2 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Melalui metode ini, diharapkan penggunaan metode ini mampu
meliputi dan menjelaskan gejala atau fenomena yang berhubungan dengan
penelitian ini secara lengkap dan menyeluruh. Teknik analisa data dengan metode
ini juga memiliki kecenderungan pembahasan akan permasalahan yang mencakup
ruang lingkup sempit serta tingkat keberagaman yang rendah dengan pembahasan
yang mendalam dan tak terbatas.
Maka daripada itu, pembahasan dalam penelitian ini memiliki fokus sempit
yaitu mengenai strategi organisasi non-pemerintah Shidhulai Swanirvar Sangstha
dalam rangka pengembangan masyarakat melalui pendidikan di Bangladesh. Dari
hal ini dapat dilihat bahwa terdapat sebuah subjek khusus yaitu Shidhulai
Swanirvar Sangstha sebagai target penelitian ini. Tetapi, pembahasan yang
mendalam terkait hal tersebut masih dapat dilakukan.
Penelitian ini akan mengoperasikan konsep stratgei NGO dan
pengembangan masyarakat untuk menganalisis data serta menemukan strategi
yang digunakan oleh Shidhulai Swanirvar Sangstha dalam mencapai
pengembangan masyarakat melalui pendidikan. Awal dari analisis terhadap data
akan dilakukan dengan mengelaborasi fenomena banjir dan dampaknya terhadap
masyarakat dan pendidikan di masyarakat Bangladesh. Elaborasi selanjutnya
adalah mengenai identifikasi Shihdulai Swanirvar Sangstha sebagai NGO yang
bergerak dalam pengembangan masyarakat melalui pendidikan sebagai sarana
pengembangan. Kemudian akan dielaborasi mengenai kegiatan yang dilakukan
oleh Shidhulai Swanirvar Sangstha terkait pengembangan masyarakat melalui
pendidikan. Kegiatan ini kemudian akan diinterpretasikan dan digolongkan sesuai
dengan startegi dalam konsep: pengelolaan finansial melalui berbagai income-
generating activities dan sumber lainnya untuk mendukung pemenuhan
kebutuhan, fasilitator penunjang pengembangan masyarakat, pelaksanaan
kolaborasi melalu proyek, dan promosi partisipasi masyarakat untuk
pengembangannya melalui berbagai kegiatan. Jenis strategi yang sesuai dengan
kegiatan yang diimplementasikan oleh Shidhulai Swanirvar Sangstha akan
diambil sebagai kesimpulan dan dideskripsikan secara menyeluruh.

3.1.3 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini sendiri merupakan data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terstruktur dengan beberapa
aktor relevan. Wawancara dilakukan dengan empat narasumber melalui platform
Google Meet dan Zoom. Narasumber pertama adalah Dr. Jashim Uddin Ahmed
selaku peneliti dari North South University, Bangladesh yang dilakukan pada
tanggal 9 Mei 2021 melalui Google Meet. Data yang diperoleh mengenai profil
Bangladesh dan Shidhulai Swanirvar Sangstha karena latar belakang peneliti yang
pernah melakukan studi terkait operasional NGO tersebut. Narasumber kedua
adalah Sadiya Liya Jahan, seorang development enthusisast asal Bangladesh yang
membantu peneliti memperoleh gambaran terkait fenomena banjir, kondisi
pendidikan dan pembangunan di Bangladesh. Wawancara ini dilakukan melalui
platform Zoom pada tanggal 9 Mei 2021.
Kemudian, narasumber ketiga merupakan Education Specialist: Gender dari
salah satu partner besar Shidhulai Swanirvar Sangstha, yakni Commonwealth of
Learning. Melalui wawancara yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2021 via
Zoom, peneliti berhasil memperoleh berbagai data spesifik terkait Shidhulai
Swanirvar Sangstha, seperti orientasi, pendekatan, kolaborasi, hingga dampak
yang dilakukan dan dihasilkan oleh NGO tersebut melalui berbagai programnya.
Narasumber terakhir, yakni Mohammed Rezwan selaku founder dan CEO dari
organisasi Shidhulai Swanirvar Sangstha dengan wawancara yang dilaksanakan
pada tanggal 23 Juli 2021 via Zoom. Dari sesi wawancara tersebut, peneliti
berhasil mengumpulkan berbagai informasi terkait kaitan banjir dengan
pembangunan Bangladesh, khususnya sektor pendidikan dan ekonomi
masyarakat. Kemudian, narasumber juga memberikan data mengenai Shidhulai
Swanirvar Sangstha dalam konteks program dan beberapa pendekatan strateginya.
Data sekunder dikumpulkan menggunakan metode metode document-based
research untuk memperoleh data-data terkait. Hal ini dikarenakan melalui
dokumen, penulis dapat lebih mudah dalam melakukan kegiatan perolehan
informasi mengenai kondisi masyarakat dan pendidikan di Bangladesh, Shidhulai
Swanirvar Sangstha, hingga konsep NonGovernmental Organization (NGO) serta
indikator terkait lainnya. Data-data seperti ini akan menjadi sulit untuk diperoleh
apabila harus melakukan survey lapang dalam proses perolehan datanya. Dengan
studi dokumentasi ini, diharapkan berbagai aspek yang menjadi penekanan
peneliti yaitu strategi Shidhulai Swanirvar Sangstha dalam rangka
mengembangkan masyarakat melalui pendidikan di Bangladesh dapat terjawab
sebagaimana yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini.

3.1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memperjelas permasalahan yang menjadi poin pembahasan dalam


penelitian ini, untuk menghindari adanya penyimpangan ataupun perluasan
pembahasan, maka sekiranya perlu adanya sebuah ruang lingkup penelitian.
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :

3.1.5 Batasan Materi

Peneliti berfokus pada strategi yang dilakukan organisasi nonpemerintah,


dalam hal ini adalah Shidhulai Swanirvar Sangstha, terkait pada pengembangan
masyarakat Bangladesh melalui pendidikan yang menjadi batasan materi dalam
penelitian ini. Fokus terhadap pendidikan ini didasarkan oleh fokus utama dari
Shidhulai Swanirvar Sangstha sendiri, yakni di pendidikan yang bersifat non-
konvensional non-formal yang menawarkan fleksibilitas disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat.

3.1.6 Batasan Waktu


Adapun batasan waktu yang ditetapkan dalam penelitian ini untuk
membatasi melebarnya pembahasan adalah dalam jangka waktu tahun 2014
hingga 2019. Pembatasan ini didasarkan oleh tingkat terjadinya fenomena banjir
tertinggi beserta dampaknya yang semakin parah pada tahun 2014-2019,
khususnya di pendidikan dan kondisi masyarakat di Bangladesh.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Strategi The Hunger Project Mengatasi Krisis Kelaparan

Upaya yang dilakukan The Hunger Project dalam pemberian bantuan yang
tak lagi berupa bantuan pendanaan tapi lebih kepada program pemberdayaan
sebagai langkah lain mengingat sulitnya mencapai efektifitas bantuan. Dalam
menjalankan program kerjanya, The Hunger Project lebih cenderung mendorong
adanya upaya pemberdayaan sumber daya manusia, dengan berfokus pada
pemberdayaan perempuan, karena perempuan di Bangladesh harus mendapat
perhatian karena keberadaannya yang masih termajinalkan dengan banyaknya
kondisi yang melemahkan perempuan seperti diskriminasi gender, pengabaian
perempuan, tradisi pemberian mas kawin oleh pihak perempuan, poligami dan
pandangan toleran terhadap kekerasan perempuan.
Hasil program The Hunger Project terbukti berhasil diantaranya dibuktikan
pada Mei 2010, lebih dari 1.200 pemimpin perempuan di Bangladesh menghadiri
The Third Women's Convention of The Hunger Project. Mereka adalah
perwakilan dari lebih dari 3.000 perempuan yang dikelola oleh THP. Dalam
pertemuan itu, mereka menunjukkan pencapaiannya berupa menghentikan 654
pernikahan dini dan 533 mahar di tahun 2009, mengelola 1.502 organisasi lokal
dimana pengelolaannya berasal dari perempuan itu sendiri, total anggota 41.634
dan banyak di antara mereka yang mandiri, mereka berinisiatif untuk melakukan
13.357 tes arsenik, membangun sanitasi untuk 7.445 keluarga, mendeklarasikan
tujuh distrik bebas dari mahar dan pernikahan dini dan tiga distrik lainnya bebas
KDRT. Pencapaian ini terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2018
perempuan dan pemimpin muda, dan perwakilan pemerintah daerah di 180
kelompok desa yang pekerjaannya mencapai lebih dari 5 juta orang.
Program-program yang dilaksanakan The Hunger Project dikatakan berhasil
karena sukses menjadikan banyak perempuan Bangladesh menjadi lebih mandiri
sehingga tidak lagi dikhawatirkan akan terus bergantung pada bantuan dan terus
berada pada jurang kemiskinan. Dalam menganalisa permasalahan penulis melihat
bagaimana upaya The Hunger Project dalam mengatasi krisis kelaparan yang
terjadi di Bangladesh.

4.2 Latar Belakang Konflik Bangladesh

Salah satu ancaman serius yang dihadapi manusia saat ini adalah krisis
kelaparan. Jumlah penduduk yang terus meningkat telah menciptakan kebutuhan
pangan yang semakin meningkat pula. Tetapi hal itu seringkali tidak bisa dipenuhi
dengan baik. Kelaparan sudah menjadi isu global yang membutuhkan penanganan
serius oleh semua aktor dalam dunia Internasional. Setiap negara perlu memulai
menggagas solusi alternatif untuk mewujudkan agar kualtitas hidup
masyarakatnya dapat terjamin. Hal ini perlu dilakukan mengingat ancaman yang
di hadapi dunia tidak lagi didasarkan pada ancaman keamanan tradisional seperti
perang dan konflik, melainkan lebih kepada isu yang berdampak langsung
terhadap keberlangsungan hidup manusia. Di beberapa negara seperti Bangladesh
kelaparan menjadi persoalan yang sangat serius.
Bangladesh adalah sebuah negara di Asia Selatan dan merupakan salah satu
negara terpadat di dunia dengan sekitar 163 juta orang tinggal di daratan yang
relatif kecil dengan luas wilayah sebesar 144.000 kilometer persegi. Kondisi tanah
di Bangladesh merupakan tanah subur dan 70 persen dari populasi tinggal di
pedesaan dengan hampir 50 persen dari jumlah itu bekerja pada sektor pertanian.
Bangladesh dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah kebawah karena
memiliki GDP per kapita sebesar $ 1.517 pada tahun 2017 dan hidup dibawah
garis kemiskinan. Ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan kelaparan. Terkait
dengan masalah kemiskinan, salah satu yang sering terjadi di negara miskin
adalah kasus kelaparan.
Kelaparan di Bangladesh merupakan suatu permasalahan yang kompleks.
Kondisi yang diawali dengan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar
diperburuk oleh kondisi politik dan sosial. Tidak hanya berlatar belakang
terkendalanya pemenuhan akan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan
papan, tapi juga permasalahan-permasalahan sosial lain yang lebih kompleks.
Berdasarkan perhitungan FAO pada tahun 2014, lebih dari seperempat populasi
masyarakat Bangladesh rentan mengalami kelaparan yang jumlahnya mencapai 40
juta orang dan 11 juta diantaranya menderita kelaparan akut. Kelaparan yang
terjadi di Bangladesh akibat berbagai hal diantaranya penurunan produksi pangan
akibat rentan terjadinya bencana alam karena Iklim Monsun Tropis di Bangladesh
menghasilkan curah hujan musiman, suhu dan kelembaban ekstrem, serta banjir
dan topan. Lonjakan harga pangan (inflasi) akibat kenaikan biaya produksi pangan
yang disebabkan oleh kebijakan pembatasan dan pelarangan ekspor bahan pangan
yang diambil negara-negara eksportir seperti India dan Tiongkok.

4.3 Kondisi Pemanasan Global Pada Saat Konflik Bangladesh

Kelaparan yang terjadi di Bangladesh akibat berbagai hal diantaranya


penurunan produksi pangan akibat rentan terjadinya bencana alam karena Iklim
Monsun Tropis di Bangladesh menghasilkan curah hujan musiman, suhu dan
kelembaban ekstrem, serta banjir dan topan.

4.4 Upays Yang Dilakukan Untuk Menyelesaikan Konflik


Berdasarkan tingginya tingkat kelaparan serta diriingi dengan banyaknya
permasalahan yang muncul yang tidak dapat diatasi pemerintah, maka sangat
dibutuhkan bantuan dari dunia Internasional.
Sebelumnya sudah ada beberapa organisasi internasional yang telah
berusaha menangani permasalahan kelaparan di Bangladesh, seperti World Food
Programme (WFP) yang melakukan operasi bantuan pangan, Food and
Agriculture Organization (FAO) bergerak melalui bantuan pembangunan
pertanian secara teknis, dan International Fund for Agricultural Organization
(IFAD) melakukan bantuan keuangan internasional. Permasalahan lain yang
muncul dengan banyaknya bantuan yang masuk adalah pemerintahan yang korup
serta tidak kompeten dalam mengelola bantuan, situasi politik yang tidak kondsif
serta minimnya fasilitas umum, dan kualitas sumber daya manusia yang rendah.
Bangladesh sudah menerapkan kebijakan melalui Program Penguatan Kapasitas
Kebijakan Pangan Nasional (NFPCSP) pada tahun 2005-2015 untuk mengatasi
kelaparan. Namun berdasarkan hasil revisi dari (NFPCSP) masalah - masalah
seperti gender, perlindungan sosial dan pemberdayaan harus diberi perhatian
dalam kerangka kerja kebijakan yang di perbaharui karena berkaitan untuk
mengatasi kelaparan di Bangladesh.
Melihat fenomena kelaparan yang sangat serius dan tidak henti di
Bangladesh seiring dengan terjadinya ketidakefektifan dalam pemberian bantuan
yang ditunjukkan dengan banyaknya bantuan yang masuk tapi tidak tersalurkan
membuat lembaga-lembaga donor memberikan bantuan berupa program
pendampingan seperti pemberdayaan. Sebuah lembaga swadaya masyarakat
bernama The Hunger Project memberikan perhatian khusus kepada Bangladesh
terutama dalam hal pemberantasan kelaparan.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil data yang sudah dianalisis, menyatakan bahwa


Sebelumnya sudah ada beberapa organisasi internasional yang telah berusaha
menangani permasalahan kelaparan di Bangladesh, seperti World Food
Programme (WFP) yang melakukan operasi bantuan pangan, Food and
Agriculture Organization (FAO) bergerak melalui bantuan pembangunan
pertanian secara teknis, dan International Fund for Agricultural Organization
(IFAD) melakukan bantuan keuangan internasional.

Permasalahan lain yang muncul dengan banyaknya bantuan yang masuk


adalah pemerintahan yang korup serta tidak kompeten dalam mengelola bantuan,
situasi politik yang tidak kondsif serta minimnya fasilitas umum, dan kualitas
sumber daya manusia yang rendah.

Melihat fenomena kelaparan yang sangat serius dan tidak henti di


Bangladesh seiring dengan terjadinya ketidakefektifan dalam pemberian bantuan
yang ditunjukkan dengan banyaknya bantuan yang masuk tapi tidak tersalurkan
membuat lembaga-lembaga donor memberikan bantuan berupa program
pendampingan seperti pemberdayaan.

The Hunger Project adalah organisasi global didasarkan pada pendekatan


holistik yang inovatif, yang memberdayakan perempuan dan laki-laki yang untuk
menjadi agen pembangunan mereka sendiri dan membuat kemajuan berkelanjutan
dalam mengatasi kelaparan dan kemiskinan yang berfokus kepada aspek-aspek
yang sangat teknis pada suatu area kebijakan yang sangat khusus.

Sehingga langkah-langkah yang harus dilakukan adalah mengatasi


kelaparan yang bukan hanya berhubungan dengan kekurangan nutrisi atau pangan,
tetapi juga kelaparan dalam hal kebebasan berekspresi, mandiri, martabat, dan
untuk mencukupi hidupnya sendiri.

Dalam menjalankan program kerjanya, The Hunger Project lebih cenderung


mendorong adanya upaya pemberdayaan sumber daya manusia, dengan berfokus
pada pemberdayaan perempuan, karena perempuan di Bangladesh harus mendapat
perhatian karena keberadaannya yang masih termajinalkan dengan banyaknya
kondisi yang melemahkan perempuan seperti diskriminasi gender, pengabaian
perempuan, tradisi pemberian mas kawin oleh pihak perempuan, poligami dan
pandangan toleran terhadap kekerasan perempuan.

Dalam pertemuan itu, mereka menunjukkan pencapaiannya berupa


menghentikan 654 pernikahan dini dan 533 mahar di tahun 2009, mengelola 1.502
organisasi lokal dimana pengelolaannya berasal dari perempuan itu sendiri, total
anggota 41.634 dan banyak di antara mereka yang mandiri, mereka berinisiatif
untuk melakukan 13.357 tes arsenik, membangun sanitasi untuk 7.445 keluarga,
mendeklarasikan tujuh distrik bebas dari mahar dan pernikahan dini dan tiga
distrik lainnya bebas KDRT.

B. SARAN

Anda mungkin juga menyukai