Anda di halaman 1dari 7

Dampak Krisis Gizi Global Terhadap Pembangunan Berkelanjutan

Krisis gizi global pada tahun 2023 menjadi perhatian dunia karena
semakin banyak orang yang mengalami kelaparan dan kekurangan gizi. Menurut
Global Report on Food Crises 2023 ((FSIN), 2023), lebih dari seperempat miliar
orang mengalami kelaparan akut dan membutuhkan bantuan pangan dan
penghidupan yang mendesak. Pada tahun 2022, sekitar 258 juta orang di 58
negara dan wilayah mengalami ketidakamanan pangan akut pada tingkat krisis
atau lebih buruk. Angka ini meningkat dari 193 juta orang di 53 negara dan
wilayah pada tahun 2021. Krisis ini disebabkan oleh guncangan ekonomi dan
perang di Ukraina. Selain itu, Nigeria dan Yaman juga mengalami krisis gizi yang
signifikan (Zuraya, 2023).

Krisis gizi global pada tahun 2023 juga disebabkan oleh stunting, yaitu
masalah gizi kronis yang disebabkan oleh multi faktor dan bersifat antar generasi.
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan (2023)
menunjukkan bahwa Indonesia mengalami permasalahan gizi yang serius pada
sumber daya manusia yang akan datang (Zuraya, 2023). Menurut UNICEF,
jumlah ibu hamil dan menyusui yang menderita kekurangan gizi meningkat 25%
sejak 2020 di 12 negara yang dilanda krisis pangan (Adhi, 2023).

Krisis gizi global pada tahun 2023 membutuhkan solusi global yang lebih
dari sebelumnya. Beberapa cara untuk mengatasi krisis pangan adalah dengan
mengatasi perubahan iklim, mempromosikan keragaman pangan, menargetkan
produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan
kehidupan yang lebih baik. Selain itu, diperlukan kerjasama antar negara dan
organisasi internasional untuk mengatasi krisis gizi global ini.

Pengenalan Krisis Gizi dan Hubungannya dengan Pembangunan


Berkelanjutan

Pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan memiliki potensi untuk


membawa pertumbuhan yang berkelanjutan bagi masyarakat yang juga
berusaha menjaga keberlanjutan. Salah satu bidang di mana hal ini sangat
penting adalah dalam penanganan masalah gizi, yang merupakan prasyarat
penting bagi terwujudnya masyarakat yang berkelanjutan. Pendekatan
berkelanjutan didasarkan pada sistem yang berupaya memahami interaksi yang
kompleks di antara tiga pilar utama, yaitu aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Tiga pilar ini merepresentasikan tiga elemen penting dalam konteks
pembangunan berkelanjutan, yaitu manusia (people), planet (bumi), dan profit
(keuntungan).

Pengembangan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau


Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai pengganti Tujuan
Pembangunan Milenium (TPM) atau Millennium Development Goals (MDGs)
memiliki arti yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan
manusia melalui penetapan tujuan yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan.
Melalui TPB/SDGs, terciptalah momentum penting bagi seluruh dunia untuk
bersama-sama berusaha mencapai target terkait gizi dan kesehatan. Sasaran
pembangunan berkelanjutan menuntut kerja sama dari semua negara dan
masyarakatnya dalam usaha untuk mengakhiri kelaparan akibat kekurangan zat
gizi makro dan berbagai bentuk masalah malnutrisi pada tahun 2030
(Khuzaimah, Baliwati, & Tanziha, 2021).

Dengan demikian, pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dan


fokus pada aspek gizi dan kesehatan merupakan langkah penting dalam
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh. Dengan
memahami pentingnya keseimbangan antara manusia, lingkungan, dan
ekonomi, serta melalui komitmen global untuk mencapai tujuan-tujuan ini,
masyarakat dunia memiliki kesempatan untuk menciptakan masa depan yang
lebih berkelanjutan dan bermakna bagi semua orang.

Implikasi Krisis Gizi pada Pembangunan Berkelanjutan


Indonesia merupakan salah satu dari 88% negara di dunia yang
menghadapi minimal dua masalah gizi yang serius. Situasi ini pada akhirnya
berdampak merugikan terhadap kesehatan dan kualitas hidup jutaan warga
Indonesia, mengingat bahwa pencapaian kesehatan yang optimal hanya bisa
diwujudkan melalui asupan gizi yang memadai. Terutama di Provinsi Jawa Barat,
yang pada tahun 2017 memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia, yakni
sekitar 48.037.827 jiwa atau sekitar 18% dari total populasi Indonesia,
tampaknya menghadapi tantangan yang serius dalam hal malnutrisi.
Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi stunting pada anak-anak usia 0-
59 bulan di Provinsi Jawa Barat mencapai 31,1%, angka ini melebihi angka
nasional (30,8%) dan bahkan lebih tinggi daripada 16 provinsi lain di Indonesia.
Tidak hanya itu, Provinsi Jawa Barat juga menghadapi persoalan underweight
dengan tingkat prevalensi sekitar 13,2%, meskipun angka ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan prevalensi nasional yang mencapai 17,7%. Penting untuk
dicatat bahwa anak-anak yang mengalami underweight juga berisiko mengalami
stunting, wasting, atau bahkan kedua-duanya (Bromet, 2017).

Situasi tersebut mencerminkan kompleksitas permasalahan gizi di


Indonesia, terutama dalam wilayah Jawa Barat. Perlu adanya tindakan serius
untuk mengatasi tantangan ini guna menciptakan perbaikan yang signifikan
dalam hal kesehatan dan kesejahteraan anak-anak di daerah tersebut. Langkah-
langkah holistik perlu diambil untuk menghadapi permasalahan ini dengan
pendekatan yang komprehensif dan terpadu. Bukan hanya soal peningkatan
asupan gizi semata, tetapi juga melibatkan berbagai aspek seperti edukasi
tentang gizi yang benar, aksesibilitas terhadap makanan bergizi, serta
penggalangan dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai lembaga
terkait.

Selain itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat


tentang pentingnya gizi yang seimbang serta dampak positifnya terhadap
kesehatan jangka panjang. Kampanye edukatif dan program sosial dapat
dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan
memotivasi mereka untuk mengadopsi pola makan yang lebih sehat dan
bernutrisi. Pendekatan ini akan memiliki dampak jangka panjang yang signifikan,
karena masyarakat yang lebih sadar akan gizi akan lebih mampu mengambil
keputusan yang bijak terkait makanan dan pola hidup mereka.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, mengatasi krisis gizi


merupakan langkah penting yang harus ditempuh. Melalui solusi-solusi
terintegrasi dan kolaborasi lintas sektor, kita dapat mengarahkan Indonesia
menuju arah yang lebih baik dalam hal kesehatan masyarakat dan kualitas hidup.
Namun, langkah-langkah ini memerlukan komitmen dan kerjasama yang kuat
dari semua pihak terkait, serta upaya berkelanjutan dalam jangka panjang untuk
mencapai hasil yang signifikan.

Dampak krisis gizi terhadap pembangunan berkelanjutan memiliki dimensi


yang sangat penting, karena aspek nutrisi yang optimal menjadi elemen sentral
dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Sasaran Ketiga Belas
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang bertujuan untuk mengakhiri
kelaparan, mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan status nutrisi, dan
memajukan sistem pertanian berkelanjutan, telah terbukti memiliki dampak yang
signifikan terhadap prioritas pemerintah dalam Rencana Aksi Nasional Pangan
dan Gizi 2021-2024. Beberapa implikasi penting yang terkait dengan krisis gizi
dalam upaya pembangunan berkelanjutan dapat diuraikan sebagai berikut.

Krisis gizi berpotensi merusak kesehatan masyarakat dan meningkatkan


beban biaya perawatan kesehatan bagi individu. Keadaan kekurangan gizi pada
anak balita, baik dalam bentuk kronis ataupun akut, dapat memberikan dampak
jangka panjang terhadap kesehatan dan pertumbuhan anak. Selain itu, implikasi
dari krisis gizi juga mampu mengganggu sektor pertanian berkelanjutan,
mengingat nutrisi memainkan peran yang sangat penting dalam pertumbuhan
tanaman dan hewan ternak. Pendekatan pertanian berkelanjutan dapat menjadi
solusi untuk menghadapi tantangan krisis gizi ini dengan meningkatkan
ketersediaan pangan bergizi.

Dampak dari krisis gizi tidak hanya terbatas pada sektor kesehatan dan
pertanian, namun juga mempengaruhi perkembangan nasional secara
keseluruhan. Kesehatan dan kualitas hidup masyarakat menjadi elemen inti
dalam pembangunan berkelanjutan, dan dampak dari krisis gizi dapat merusak
produktivitas dan kualitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya menjadi
pilar utama dalam perwujudan pembangunan nasional. Selanjutnya, krisis gizi
juga dapat memperdalam ketergantungan terhadap impor pangan karena
penurunan kualitas dan kandungan gizi dalam produksi pangan domestik. Hal ini
berpotensi mengganggu stabilitas ketahanan pangan serta kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.

Untuk mengatasi krisis gizi dan mencapai tujuan pembangunan


berkelanjutan, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan dari
berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor
swasta. Langkah-langkah yang perlu diambil meliputi peningkatan akses dan
ketersediaan pangan berkualitas, peningkatan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya nutrisi, serta upaya meningkatkan produktivitas pertanian
berkelanjutan. Dengan demikian, kerja sama dan upaya bersama dari semua
pihak akan menjadi kunci dalam mengatasi krisis gizi dan memastikan
pembangunan berkelanjutan yang lebih baik di masa depan.

Pendekatan yang menggabungkan berbagai sektor menjadi langkah


penting dalam mengatasi krisis gizi, seiring dengan tujuan pencapaian
pembangunan berkelanjutan yang lebih luas. Isu krisis gizi melibatkan dimensi
yang lebih kompleks daripada hanya kesehatan semata. Sektor pertanian,
pendidikan, dan lingkungan juga memiliki keterkaitan yang erat dalam
menghadapi tantangan ini. Oleh karena itu, pendekatan yang terpadu dan holistik
menjadi kunci dalam mengatasi akar permasalahan yang melibatkan banyak
sektor ini.

Salah satu elemen penting dalam pendekatan terpadu adalah kerjasama


lintas sektor dan pemerintah. Dalam konteks ini, kolaborasi menjadi elemen
krusial dalam menjawab tantangan krisis gizi. Melalui kerjasama lintas sektor,
tercipta peluang untuk meningkatkan ketersediaan pangan yang berkualitas dan
mendukung kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan gizi yang memadai.
Selain itu, kerjasama ini juga mampu mendukung perkembangan pertanian yang
berkelanjutan melalui implementasi langkah-langkah yang holistik.

Peningkatan produksi pertanian menjadi aspek lain yang tak dapat


diabaikan dalam usaha mengatasi krisis gizi. Memastikan produksi pertanian
yang berkelanjutan tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga
memberikan nilai gizi yang cukup bagi masyarakat. Rencana Aksi Nasional
Pangan dan Gizi 2021-2024 menegaskan komitmen pemerintah dalam
meningkatkan produksi pertanian. Di samping itu, melalui pendekatan klaster
bisnis, pengembangan sektor pertanian dapat ditingkatkan dengan merancang
pengelolaan lahan yang lebih terpadu dan terkoordinasi.

Tidak hanya meningkatkan produksi pertanian, langkah penting lainnya


adalah memastikan akses dan ketersediaan pangan yang berkualitas.
Ketersediaan pangan yang kaya akan nutrisi menjadi elemen penting dalam
menjawab tantangan krisis gizi. Meskipun beberapa capaian telah terlihat, seperti
peningkatan akses terhadap pangan dan penurunan angka gizi kurang, tetap
diperlukan upaya lebih lanjut untuk mencapai hasil yang lebih optimal.
Menghadapi krisis gizi membutuhkan komitmen bersama untuk menciptakan
kondisi di mana pangan yang bergizi tersedia secara luas dan merata, sehingga
dapat mendukung kesejahteraan masyarakat.

Untuk meraih tujuan pembangunan berkelanjutan dan menangani krisis


gizi dengan efektif, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang terus menerus dari
berbagai pihak terkait. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta memiliki
peran masing-masing dalam menjawab tantangan ini. Dengan melibatkan semua
pemangku kepentingan, diharapkan solusi terintegrasi dan berkelanjutan dapat
ditemukan untuk mengatasi dampak dari krisis gizi yang mempengaruhi
masyarakat serta pembangunan berkelanjutan.

Dalam menghadapi krisis gizi global, kita dihadapkan pada tugas besar
untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Upaya kolektif dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga
masyarakat, menjadi pondasi yang kuat dalam menjawab tantangan ini. Melalui
pendekatan terintegrasi, kolaborasi lintas sektor, dan implementasi tujuan
pembangunan berkelanjutan terkait gizi, kita dapat membangun masyarakat
yang lebih sehat, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Momentum yang ada saat ini mengajak kita untuk bergerak maju dengan
tekad dan komitmen untuk mengatasi krisis gizi. Dengan mengutamakan
pendidikan tentang gizi yang benar, mendorong akses terhadap pangan
berkualitas, dan membangun lingkungan yang mendukung, kita dapat meraih
perubahan positif yang signifikan. Kesempatan untuk menciptakan dunia yang
lebih adil dan seimbang bagi semua warga bumi terletak di tangan kita. Dengan
bersama-sama berusaha menuju masyarakat sehat dan pembangunan
berkelanjutan, kita mampu menghadapi tantangan masa depan dengan lebih
kuat dan menginspirasi generasi yang akan datang.
Daftar Pustaka

(FSIN), F. S. (2023). Global Report on Food Crises 2023.

Adhi, I. (2023, March 7). UNICEF: Jumlah Ibu Hamil dan Menyusui Derita
Kekurangan Gizi Naik 25 Persen. Retrieved from Kompas:
https://www.kompas.com/global/read/2023/03/07/075737570/unicef-
jumlah-ibu-hamil-dan-menyusui-derita-kekurangan-gizi-naik-25?page=all

Bromet, E. J. (2017). Association between psychotic experiences and


subsequent suicidal thoughts and behaviors: a cross-national analysis
from the World Health Organization World Mental Health Surveys. JAMA
psychiatry. JAMA psychiatry, 1136-1144.

Khuzaimah, U., Baliwati, Y., & Tanziha, I. (2021). The Role of Sustainable
Development Goals Pillar in Tackling Undernutrition in West Java
Province. Journal Nutrition.

Zuraya, N. (2023, May 28). PBB: Setengah Juta Anak di Yaman Berisiko
Kekurangan Gizi Akut. Retrieved from Internasional Republika:
https://internasional.republika.co.id/berita/rvbso7383/pbb-setengah-juta-
anak-di-yaman-berisiko-kekurangan-gizi-akut

Anda mungkin juga menyukai