Anda di halaman 1dari 9

Perencanaan pangan dan gizi merupakan alat yang efsien, dengan langkah-

langkah yang logis dapat menjamin kemantapan dalam menanggapi berbagai


macam perkembangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di
bidang pangan dan gizi.

Perencanaan Pangan dan Gizi (Tinjauan Pustaka)


Gizi dan pembangunan ekonomi
Manfaat program gizi adalah penghematan biaya kesehatan dan pengobatan. Manfaat lainya adalah
berkurangnya kehilangan produktifitas karena kelemahan buruh atau pekerja yang mengalami gizi
kurang. Program – program gizi diasmping memberikan manfaat prokdutifitas secara langsung,
memberikan pula keuntungan sebagai berikut (Suhardjo 1989):
a. Menunkan angka kesakitan penduduk
b. Meningkatkan pendapatan penduduk
c. Meningkatkan kesehatan dan kemampuan ibu-ibu dalam kegiatan ekonomi serta meningkatkan
kualitasnya dalam memeluihara anak-anak
d. Meningkatan kemampuan sumber daya manusia pada umumya.
Faktor – Faktor yang Berpengaruh Pada Masalah Gizi
Menurut Suhardjo, 1989 masalah gizi dikenal sebagai masalah yang multikompleks karena disamping
banyaknya faktor yang berpengaruh juga saling berkaitan satu dengan faktor lain. Faktor – faktor
tersebut dapat dekelompokan dalam 3 bidang yaitu : a .produksi pangan, b. distribusi pangan, c.
pemanfaatan pangan.
Menurut Nugroho 2009 terdapat empat aspek yang mempengaruhi ketahanan pangan yaitu : aspek
produksi dan ketersediaan, aspek distribusi, aspek konsumsi, dan aspek kemiskinan.
Permasalahan aspek produksi diawali dengan...

ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh
laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari pertumbuhan permintaannya.
Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan. Ketersediaan bahan pangan bagi
penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan
(Nugroho 2009).

Permasalahan di dalam aspek distribusi adalah distribusi pangan dari daerah sentra produksi ke
konsumen di suatu wilayah. Distribusi adalah suatu proses pengangkutan bahan pangan dari suatu
tempat ke tempat lain, biasanya dari produsen ke konsumen (Nugroho 2009).
Permasalahan dari aspek konsumsi diawali dengan suatu keadaan dimana masyarakat Indonesia
memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan pangan beras (Nugroho 2009).
Aspek kemiskinan dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan
kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak
terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan berdampak pada
tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh
pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita lihat dari tahun ke
tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan masyarakat
yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia (Nugroho 2009).
Faktor Pertanian
Masalah yang sering dihadapi tentang kekurangan pangan adalah kecendrungan para petani beralih ke
tanaman perdagangan dan pada saat yang bersamaan jumlah penduduk semakin meningkat. Dalam
beberapa dasawarsa belakakangan ini lahan pertanian dunia telah berkembang, namun demikian
kebanyakan dari lahan tersebut tergolong sulit untuk diusahakan tanpa adanya biaya produksi yang
berarti. selain itu karena pertambahan penduduk yang sangat cepat, lahan pertanian manjadi lebih
kecil. Guna menangani masalah produksi pertanian ini maka perlu beberapa hal pokok mendapatkan
perhatian lebih yaitu mencakup (Suhardjo 1989):
a. Cara-cara budiadaya pertaniannyang lebih produktif
b. Perbaikan mutu lahan
c. Merubah pemanfaatan lahan untuk produksi pangan yang lebih menguntung kan
d. Menciptakan pola pertanaman yang lebih efisien dan produktif
e. Penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil pertaniann yang memadai
f. Maningkatkan perangsang berproduksi
g. Meningkatkan keterampilan dan kemampuan peatni untuk berproduksi
 Faktor Ekonomi
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum.
Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
makanan, sekitar dua pertiganya. Para perencana pembangunan ahli ekonomi berpendapat
bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi penduduknya pun akan meningkat.
Oleh karena itu perbaikan gizi dapat dianggap sebagai alat maupun sebagai sasaran
pembangunan (Suhardjo 1989).

Faktor Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat intraksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan
gizi kurang melalui berbagai mekanismenya.
Dasar- Dasar Kebijakan Pangan dan Gizi
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan program untuk menigkatkan panagan
dan gizi yang lebih baik antara lain (Suhardjo 1989):
a. Hasil produksi pertanian dan pembelian jenis bahan makanan (import) merupakan dasar
yang menentukan tingkat penyedian pangan dan gizi
b. Variasi jenis makanan yang dikonsumsi terutama tergantung pada variasi dan komposisi hasil
produksi pertanian setempat. Konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh pertambahan penduduk
sehingga memaksa adanya perluasan dan perbaikan system pemasaran pangan dan fasilitas-
fasilitas pengolahan bahan makanan, transport, dan penyimpanannya.
c. Perlua adanya penyuluhan untuk meningkatkan pengertian tentang kebutuhan gizi dan
adanya tindakan-tindakan yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi konsumen dalam
memilih makanannya, sehingga pola konsumsi pangan dapat diarahkan agar sesuai dengan
persyaratan gizi.
Kebijaksanaan pangan dan gizi dapat merupakan program-program khusus seperti (Suhardjo
1989):
a. Distribusi bahan makanan yang bernilai gizi tinggi atau dengan memberi subsidi kepada
kelompok masyarakat tertentu.
b. Melaksanakan program-program social untuk sebagian kecil masyarakat
c. Program pemberian makanan tambahan untuk golongan rawan atau golongan khusus seperti
bayi, wanita, menyusui, dan buruh-buruh perkebunan atau industry. Selain itu mereka dapat
diberikan motivasi melalui program penyuluhan gizi.
Langkah-langkah pokok perencanaan
Menurut Suhardjo 1989 pada setiap proses perencanaan setidak-tidaknya terdapat empat
langkah pokok yang harus dilalui. Dalam hal ini sebaiknya tidak dikacaukan penggunaan kata-
kata perencanaan (planing) dan rencana (plan). Istilah “Planing” dimaksudkan sebagai proses
perencanaannya, sedangkan “plan” merupakan hasil atau produksi dari perencanaan. Langkah-
langkah yang diambil dalam menyusun rencana adalah (a) penilaian situasi kini, (b) penetapan
tujuan dan sasaran, (c) penyusunan strategi program, (d) pentahapan pelaksanaan.
Konsumsi dan Sistem Ketahanan Pangan
Faktor demografi dan social ekonomi sangat menentukan perubahan konsumsi pangan.
Keadaan persediaan pangan dapat diketahui dengan metode Neraca Bahan Makanan. Kelebihan
metode NBM adalah (Suhardjo 1989):
a. dapat menggambarkan imbangan antara persediaan pangan dihubungkan dengan kebutuhan
yang seharusnya dipenuhi. Dapat dibandingkan terhadap konsumsi pangan yang nyata dari data
survey konsumsi pangan.
b. Bila persediaan total energy yang dibandingkan dengan perkiraan kebutuhan tidak banyak
berbeda, maka diduga tidak terdapat masalah kekurangan gizi yang serius bila distribusinya
merata. Namun demikian bila persediaannya jauh lebih rendah dari perkiraan kebutuhan, maka
dapat menyebabkan masalah kekurangan gizi berat. Demikian halnya dengan protein.
c. secara mudah dapat menggambarkan perkiraan persediaan zat gizi dari berbagai kelompok
jenis pangan, khususnya energy, protein, dan lemak. Namun kekurangan vitamin dan mineral
tidak tergambar dari NBM.
d. Sangat berarti sebagai alat komunikasi diantara ahli-ahli gizi, pertanian, dan ekonomi.
Permasalahan dari aspek konsumsi diawali dengan suatu keadaan dimana masyarakat
Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan pangan beras.
Berdasarkan data tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras sekitar 134 kg per
kapita (Nugroho 2009).
Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh dua faktor,
diantaranya : tingkat pengetahuan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau makanan
yang dikonsumsi dan pendapatan masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
bahan pangan juga sangat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu
masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi,
dan aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama dalam
menentukan pola konsumsi makanan mereka. Selain itu, pendapatan masyarakat sangat
berpengaruh di dalam menentukan pola konsumsi masyarakat. Berdasarkan data dari BPS
mengenai hubungan antara skor pola pangan harapan (PPH) suatu masyarakat dengan tingkat
pengeluaran per kapita per bulan. Terdapat hubungan positif dianta keduanya, yakni semakin
tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi
pula pola pangan harapan masyarakat tersebut (Nugroho 2009).
Perencanaan Konsumsi Pangan Berdasarkan PPH
PPH adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi, baik secara
absolute maupun relative terhadap total energi yang mampu mencukupi kebutuhan konsumsi
pangan dan gizi baik secara kuantitas, kualitas maupun keragamannya. Semakin tinggi skor
PPH, maka ketahanan pangan semakin kuat dan menu makin beragam, bergizi, dan berimbang
(Hotman 2009)
Nilai PPH tertinggi yaitu 100 yang berarti bahwa pangan yang ada baik ketersediaan atau
konsumsi sudah beragam, bergizi dan berimbang, serta sangat tahan pangan. Jika dalam
analisis ketersediaan atau konsumsi nilai PPH kurang dari 90 maka dapat dikatakan kurang
beragam, hal ini dapat diatasi dengan peningkatan produksi atau peningkatan impor pangan
yang nilai PPH-nya masih rendah serta diversifikasi pangan (Retnaningsih 2009).
Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan
sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan diversifikasi pangan
adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam sumber daya hayati. Indonesia
memiliki berbagai macam sumber bahan pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat.
Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda
dengan daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi
ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.nugroho
2009

Suhardjo. 1989. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: UPT Produksi Media Informasi Lembaga
Sumberdaya Informasi-IPB

Nugroho Galih. 2009. Meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia Berbasis Sumber Daya Lokal.
http://nugrohogalih.wordpress.com (16 Desember 2009).
Hotman Manurung. 2009. Ketahanan Pangan dan Pola Pangan Harapan.
http://www.hariansumutpos.com (16 Desember 2009).
Retnaningsih F. 2007. Pola Pangan Harapan. http://konsultasi-gizi-
fibry.ning.com/profiles/blogs/pola-pangan-harapan
(19 Desember 2009)
diposting oleh Nutrition Consultation @ 01.23

Permasalahan dalam Bidang Pangan dan Gizi

A. Jenis Permasalahan Pangan

Permasalahan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh


pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik untuk sementara
waktu dalam jangka panjang. Ada dua jenis permasalahan pangan, yaitu yang bersifat kronis dan
bersifat sementara.

Permasalahan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah tangga berarti
kepemilikan pangan lebih sedikit daripada kebutuhan dan untuk tingkat individu konsumsi pangan
lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang terjadi sepanjang waktu.

Sedangkan permasalahan pangan kronis mencakup permasalahan pangan musiman. Permasalahan


ini terjadi karena adanya keterbatasan ketersediaan pangan oleh rumah tangga, terutama
masyarakat yang berada di pedesaan.
B. Jenis-jenis Masalah Gizi Makro dan Mikro

Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi
mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kekurangan asupan energi dan protein. Masalaha gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya
disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat
gizi makro (kekurangan atau ketidak seimbangan asupan energi dan protein) umumnya disertai
dengan kekurangan zat gizi mikro (vitamin dan mineral).

Sumber daya manusia merupakan syarat mutlak menuju pembangunan disegala bidang. Status gizi
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia terutama
terkait dengan kecerdasan, produktivitas, dan kreativitas sumber daya manusia. Sementara itu, di
Indonesia masih menghadapi empat masalah gizi utama yaitu kurang kalori protein dan obesitas
(masalah gizi ganda), kurang Vitamin A, gangguan akibat kurang iodium (GAKI), anemia zat besi.

Kurang kalori protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat
energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG). (Supriasa, 2001). Sedangkan obesitas adalah Keadaan patologis dengan terdapatnya
penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh.

Kurang Vitamin A disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A dari makanan, rendahnya kualitas
makanan (vit A), penyakit Infeksi dan Parasit, serta rendahnya vitamin A dalam ASI (Bayi).

GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium
secara terus menerus dalam jangka waktu lama.

Defisiensi Fe merupakan akibat dari rendahnya biovailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe
selama periode kehamilan dan mnyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit
cacingan atau schistosomiasis. Anemia defisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat (severe)
yang berakibat pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat mengancam
kematian.

C. Determinan Masalah Pangan

Permasalahan pangan terjadi jika suatu rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami
ketidak-cukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan
kesehatan seluruh individu anggota keluarganya.

Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat permasalahan pangan, yaitu :

a. Kemampuan penyediaan pangan kepada individu/rumah;

b. Kemampuan individu / rumah tangga untuk mendapatkan pangan;

c. Proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya yang dimiliki oleh
individu/rumah tangga.
Ketiga hal tersebut, pada kondisi terjadinya permasalahan pangan yang akut atau kronis dapat
muncul secara stimultan dan bersifat relatif permanen. Sedangkan pada kasus permasalahan pangan
musiman dan sementara, faktor yang berpengaruh hanya salah satu atau dua faktor yang tidak
permanen.

Permasalahan pangan yang muncul tidak hanya persoalan produksi pangan semata, namun juga
merupakan masalah multidimensional, yakni juga mencakup masalah pendidikan, tenaga kerja,
kesehatan, kebutuhan dan prasarana fisik.

Permasalahan pangan tidak hanya ditentukan oleh tiga pilar tersebut namun oleh sejumlah faktor
berikut:

a. Sumber Daya Lahan

Menurut staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar), lahan sawah terancam
semakin cepat berkurang, walaupun sebenarnya lahan yang secara potensial dapat digunakan,
belum digunakan masih banyak.

Alasannya, pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya yang mahal,
sehingga tambahan lahan pertanian setiap tahun tidak signifikan dibandingkan dengan luas areal
yang terkonversi untuk keperluan non-pertanian.

Ironisnya, laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus meningkat dari tahun ke
tahun, sejalan dengan pesatnya urbanisasi (yang didorong oleh peningkatan pendapatan per kapita
dan imigrasi dari perdesaan ke perkotaan), dan industrialisasi.

b. Infrastruktur

Menurut analisis Khomsan (2008), lambannya pembangunan infrastruktur ikut berperan


menentukan pangsa sektor pertanian dalam mendukung ketahanan pangan. Pembangunan
infrastruktur pertanian sangat penting dalam mendukung produksi pangan yang mantap. Perbaikan
infrastruktur pertanian seyogyanya terus dilakukan sehingga tidak menjadi kendala penyaluran
produk pertanian dan tidak mengganggu arus pendapatan ke petani.

Sistem dan jaringan Irigasi (termasuk bendungan dan waduk) merupakan bagian penting dari
infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, diharapkan dapat meningkatkan
volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan.

c. Teknologi dan Sumber Daya Manusia

Teknologi dan SDM merupakan dua faktor produksi yang sifatnya komplementer, dan ini berlaku di
semua sektor, termasuk pertanian. Kualitas SDM di sektor pertanian sangat rendah jika
dibandingkan di sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri manufaktur, keuangan, dan jasa.
Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, lebih dari 50% dari jumlah petani adalah dari kategori
berpendidikan rendah, kebanyakan hanya sekolah dasar (SD). Rendahnya pendidikan formal ini
tentu sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani Indonesia mengadopsi teknologi-teknologi
baru, termasuk menggunakan traktor dan mesin pertanian lainnya secara efisien.

d. Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung.
Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh
petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan lewat jalur
tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang membuat input-
input lainnya dan alat-alat transportasi dan komunikasi

e. Modal

Keterbatasan modal menjadi salah satu penyebab rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia.
Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapat kredit dari
perbankan (dan juga dana investasi) di Indonesia. Kekurangan modal juga menjadi penyebab banyak
petani tidak mempunyai mesin giling sendiri. Padahal jika petani mempunyai mesin sendiri, artinya
rantai distribusi bertambah pendek sehingga kesempatan lebih besar bagi petani untuk
mendapatkan lebih banyak penghasilan. Berdasarkan SP 2003, tercatat hanya sekitar 3,06% dari
jumlah petani yang pernah mendapatkan kredit bank, sedangkan sisanya membiayai kegiatan
bertani dengan menggunakan uang sendiri.

f. Lingkungan Fisik/Iklim

Dampak pemanasan global diduga juga berperan dalam menyebabkan krisis pangan dunia, termasuk
di Indonesia, karena pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau
yang semakin tidak menentu.

Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi
dengan akurat. Pertanian pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terhadap dampak
perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan; hal ini karena
pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang memerlukan
banyak air.

Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan
produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola
hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim, dapat mengakibatkan pergeseran waktu,
musim, dan pola tanam.

D. Determinan Masalah Gizi

Terdapat 6 faktor yang mempengaruhi masalah gizi, yaitu:

1. Faktor manusia

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tubuh manusia, yaitu Usia, Jenis kelamin, Ras, Sosial
ekonomi, Penyakit-penyakit terdahulu, Cara Hidup, Hereditas, Nutrisi, Imunitas.

2. Faktor sumber/ Agent

Kondisi pejamu yang mengalami kekurangan ataupun kelebihan nutrisi dapat mengganggu
keseimbangan tubuh sehingga menyebabkan munculnya penyakit.

3. Faktor lingkungan/environment (fisik, biologis, ekonomi, bencana alam)


Terdiri dari Lingkungan biologis, Fisik, Sosial, Ekonomi. Mempunyai pengaruh & peranan yang
penting dalam interaksi antara manusia. Hubungan dengan permasalahan gizi, yaitu: Daerah dimana
buah-buahan & sayur mayur tidak selalu tersedia, Tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat gizi
sebagai tempat bermukim vector, Penduduk yang padat, Perang,menyebabkan kemiskinan dan
perpindahan penduduk, dan Bencana alam.

4. Ketersediaan bahan makanan yang kurang dipasaran: Krisis Ekonomi yang berkepanjangan dan
Kegagalan produksi pertanian, Ketersediaan bahan makanan yang kurang ditingkat rumah
tangga/individu: Keadaan sosial ekonomi kurang memadai, Daya beli yang kurang/menurun, Tingkat
pengetahuan yang kurang, dan Kebiasaan/budaya yang merugikan

5. Penyakit Infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun
dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih ringan, mempunyai pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi
pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri.

BAB III

PEMBAHASAN

Pada tahun 2000 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan tentang perlunya
upaya global untuk peningkatan kesejahteraan manusia melalui Millenium Development Goals
(MDGs). MDGs memiliki 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator. Tujuan pertama dari MDGs adalah
bahwa pada tahun 2015 setiap negara diharapkan mampu untuk menurunkan kemiskinan dan
kelaparan separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. Dua dari lima indikator sebagai penjabaran
tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator
keempat) dan menurunnya jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan (indikator kelima). Kedua
indikator tersebut mencerminkan tingginya keterkaitan antara kondisi ketahanan pangan dengan
status gizi masyarakat. Menggabungkan upaya untuk mewujudkan kedua indikator tersebut secara
sinergis merupakan langkah strategis yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian
sasaran.

Sebagai negara dengan penduduk besar dan wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan
merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Permasalahan pangan
menjadi masalah yang sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik Indonesia. Menjadi
sangat penting bagi Indonesia untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, wilayah,
rumah tangga dan individu yang berbasiskan kemandirian penyediaan pangan domestik.
Kemandirian ini semakin penting ditengah kondisi dunia yang mengalami krisis pangan, energi dan
finansial yang ditandai dengan harga pangan internasional mengalami lonjakan drastis;
meningkatnya kebutuhan pangan untuk energi alternatif (bioenergi); resesi ekonomi global yang
berakibat semakin menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan; serbuan pangan asing
(“westernisasi diet”) berpotensi besar penyebab gizi lebih dan meningkatkan ketergantungan pada
impor.

Secara umum, permasalahan gizi dan pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
faktor demografi seperti pertambahan jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi,
besarnya proporsi penduduk usia muda, penyebaran penduduk yang tidak merata, dan perubahan
susunan penduduk. Faktor sosial ekonomi juga mendorong terjadinya peningkatan kesejahteraan
masyarakat, dan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara baik langsung berpengaruh
pada pendapatan keluarga. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh pada masalah gizi dan pangan
adalah perkembangan IPTEK dimana terjadinya arus moderenisasi yang membawa banyak
perubahan pada pola hidup masyarakat termasuk pada pola makan. Salah satu dampak dari arus
moderenisasi adalah meningkatnya konsumsi lemak. Tidak heran jika penyakit jantung koroner
cenderung meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Soemarno, Prof.Dr. Ir. MS. 2012. “Ketahanan Pangan Food Security”.


http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/KOMPENDIUM-KETAHANAN-PANGAN.ppt. Diakses
pada tanggal 08 Oktober 2012.

Rusman, Efendi. _________. “Zat Gizi Makro dan Mikro”.


http://www.rusmanefendi.files.wordpress.com/2010/02/2-zat-gizi-makro-dan-mikro.pptx. Diakses
pada tanggal 09 Oktober 2012.

Reynald Geotena Lamabelawa, Yusuf. 2006. “Anaslisi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
dalam Mengatasi Masalah Gizi Buruk di Kabupaten Lembata”.
http://www.eprints.undip.ac.id/15975/1/Yusuf_Reynald_GL.pdf. Diakses pada tanggal 08 Oktober
2012.
Maas, Linda T. 2003. “Masalah Gizi dalam Kaitannya dengan Ketahanan Fisik dan Produktifitas
Kerja”. http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3774/1/fkm-linda.pdf. Diakses pada
tanggal 08 Oktober 2012.

Dewan Ketahanan Pangan (DKP). 2009. “Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015”.
http://www.bkp.bangka.go.id/donlot/tahan-pangan-dan-gizi-2015_datastudi.pdf. Diakses pada
tanggal 08 Oktober 2012.

Anonim. ________. “Hubungan Kebiasaan Pemberian Makanan Tambahan dengan Peningkatan


Berat Badan Pada Balita Kurang Kalori Protein di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu
Jakarta Selatan”. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1keperawatan/0910712012(SUDAH%20DI
%20KUNCI)/BAB%20I.pdf. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2012.

Aningsih, Fitria. 2012. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masalah Gizi Masyarakat”.


http://www.fitria1705.files.wordpress.com/2012/06/7-faktor-yg-mempengaruhi-masalah-gizi-
masyarakat.ppt. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai