Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

GLOBAL NUTRITION

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Global Health

Diajukan Oleh:
Kelompok Peminatan
Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (KMK)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. dr. Triawanti, M.Kes

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gizi baik merupakan pondasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas karena berkaitan erat dengan peningkatan kapasitas belajar, kemampuan kognitif
dan intelektualitas seseorang (Kemenkes RI, 2015). Gizi baik juga merupakan penanda
keberhasilan pembangunan dan terpenuhinya hak asasi manusia terhadap pangan dan
kesehatan. Perbaikan gizi masyarakat merupakan sarana untuk memutus rantai kemiskinan
melalui meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga berdampak pada kesejahteraan di
tingkat masyarakat, keluarga dan individu (Kemenkes RI, 2020).
Pandemi Covid-19 memicu krisis nutrisi global dan menyoroti pentingnya nutrisi yang
baik bagi kesehatan tiap individu. Mencapai pola makan yang sehat dan mengakhiri
malnutrisi telah menjadi tantangan yang lebih besar dari sebelumnya, khususnya bagi
kelompok yang paling rentan seperti orang miskin, wanita dan anak-anak, dan penduduk
yang tinggal di negara-negara miskin. Pada saat yang sama, adanya hubungan yang kuat
antara kesehatan, metabolisme yang buruk, termasuk obesitas dan diabetes, dan hasil Covid-
19 yang lebih buruk telah menyoroti pentingnya peningkatan nutrisi untuk kesehatan yang
baik di seluruh dunia.
Global Nutritional Report 2021 menawarkan gambaran paling komprehensif di dunia
tentang keadaan gizi global dan menilai skala tantangan yang dihadapi dalam upaya
mengatasi pola makan yang buruk dan malnutrisi dalam segala bentuknya.
Di seluruh dunia, 149,2 juta anak dibawah usia 5 tahun mengalami stunting, 45,4 juta
wasting, dan 38,9 juta kelebihan berat badan. Lebih dari 40% dari semua pria dan wanita (2,2
miliar orang) mengalami obesitas. Ada negara-negara yang menunjukkan beberapa kemajuan
yang menjanjikan. Misalnya, dari 194 negara yang dinilai, 105 berada di jalur untuk
memenuhi target mengatasi kelebihan berat badan pada anak-anak dan lebih dari seperempat
berada di jalur untuk memenuhi target pengerdilan dan wasting. Namun, tingkat anemia tidak
menunjukkan kemajuan atau memburuk di 161 negara.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 bahwa 30,8% balita Indonesia
mengalami stunting, balita yang mengalami underweight sebesar 17,7% dan sekitar 10,2%
balita mengalami wasting (gizi kurang). Indonesia masih termasuk Negara yang mengalami
masalah beban gizi ganda (double burden of malnutrition/DBM) karena tingginya prevalensi
kurang gizi dan kelebihan gizi pada saat bersamaan.
Status gizi anak di bawah lima tahun merupakan indikator kesehatan yang penting
karena usia balita merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah gizi dan penyakit.
Underweight dan wasting menunjukkan kekurangan gizi akut. Sedangkan stunting
merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga
anak terlalu pendek untuk usianya. Risiko yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam
jangka pendek diantaranya meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian, gangguan
perkembangan (kognitif, motorik, bicara), meningkatnya beban ekonomi untuk biaya
perawatan dan pengobatan anak yang sakit. Jangka panjang menyebabkan menurunnya
kesehatan reproduksi, konsentrasi belajar, dan rendahnya produktivitas kerja.

Investasi dalam gizi sangat penting untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun krisis nutrisi sudah ada sebelum pandemi, krisis ini menjadi semakin mendesak
dengan potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh hilangnya sumber daya terhadap
ketahanan pangan global dan kesehatan masyarakat. Sumber daya publik internasional dan
nasional telah terhambat karena penurunan ekonomi, sementara sejumlah besar pembiayaan
diarahkan untuk memerangi pandemi. Hal ini mempertaruhkan penduduk, khususnya di
negara-negara termiskin dan paling rapuh, mengalami pengurangan dukungan vital untuk
mencegah atau mengurangi kekurangan gizi. Perbaikan nutrisi merupakan kunci dalam
pemulihan dari pandemi yang sedang berlangsung saat ini.
Pembiayaan tambahan yang dibutuhkan untuk memenuhi target gizi meningkat secara
signifikan, dikarenakan dampak pandemi Covid-19. Data yang tersedia memungkinkan
memperkirakan kebutuhan pembiayaan khusus gizi untuk target gizi global hanya pada
stunting, wasting, anemia ibu hamil dan menyusui. Dibutuhkan rata-rata US$10,8 miliar
tambahan pembiayaan setiap tahun antara tahun 2022 dan 2030 untuk memenuhi keempat
target ini di tahun 2030, dengan memperhitungkan dampak Covid-19. Perkiraan sebelumnya
(untuk 2016-2025) adalah sekitar US$7 miliar per tahun (Global Nutrition Report, 2021).
Kemerosotan ekonomi yang dipicu oleh pandemi Covid-19, ditambah dengan
terganggunya sistem pangan dan kesehatan, mengancam peningkatan kekurangan gizi secara
signifikan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Estimasi kebutuhan
pembiayaan khusus nutrisi untuk ibu hamil, bayi, dan anak kecil tertentu telah meningkat,
dari sebelumnya sebesar US$7 miliar per tahun pada tahun 2016-2025 menjadi US$10,8
miliar per tahun selama 2022-2030; memperhitungkan kebutuhan yang sensitif terhadap
nutrisi terhadap keseluruhan target SDG 2 (Global Nutrition Report, 2021).
Pendekatan inovatif dan tindakan yang lebih besar dari sektor swasta akan diperlukan
untuk meningkatkan pembiayaan yang tersedia ke tingkat yang diperlukan untuk memenuhi
tujuan gizi dan mengakhiri kekurangan gizi dalam segala bentuknya.
Lebih lanjut, para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah negara, donor, bisnis,
dan organisasi masyarakat sipil (CSO) melalui Nutrition for Growth (N4G) adalah upaya
global untuk mempercepat kemajuan dalam mengatasi pola makan yang buruk dan malnutrisi
dalam segala bentuknya.1 Selama N4G 2013 Summit, para pemangku kepentingan
berkumpul untuk meningkatkan komitmen politik, meningkatkan investasi keuangan, dan
mengambil tindakan segera yang menghasilkan 110 pemangku kepentingan membuat 357
komitmen. KTT N4G 2017 menghasilkan 34 komitmen tambahan dari 16 pemangku
kepentingan.
Komitmen, seperti yang dilaporkan oleh pemangku kepentingan, dapat memiliki satu
atau beberapa tujuan terukur. Global Nutrition Report (GNR) adalah komitmen utama KTT
N4G pada tahun 2013 untuk memantau komitmen nutrisi, menilai dampak, dan untuk
mempercepat kemajuan dalam mengatasi pola makan yang buruk dan malnutrisi dalam
segala bentuknya di seluruh dunia.
Pada tahun 2021, untuk mendukung pendaftaran dan pelaporan komitmen gizi baru dan
SMART5 yang dibuat pada Tahun Aksi Gizi untuk Pertumbuhan dan seterusnya, GNR telah
menyusun Kerangka Kerja Akuntabilitas Gizi (NAF). Peran GNR dan kepengurusannya
dalam memantau keadaan gizi dunia menjadi lebih penting dari sebelumnya, mengingat
dampak pandemi Covid-19 terhadap sistem pangan, gizi dan ketahanan pangan, serta
konsekuensi kekurangan gizi ibu dan anak, serta persilangan yang kuat antara penyakit tidak
menular (PTM) terkait diet dan hasil Covid-19.
Berdasar uraian di atas, selanjutnya para penulis akan merangkum dan menganalisa
mengenai pembiayaan gizi dan kemajuan aksi komitmen Nutrition For Growth (N4G).

1.2 Tujuan
1.2.1 Menganalisa pembiayaan kebutuhan nutrisi secara global dan khususnya di Indonesia
saat ini untuk mengatasi semua bentuk malnutrisi dan membangun sumber daya
manusia.
1.2.2 Menganalisa kemajuan terhadap komitmen Nutrition For Growth (N4G) yang dibuat
oleh para pemangku kepentingann pada KTT tahun 2013 dan 2017.
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa dapat memahami tantangan dan bagaimana meningkatkan investasi
pembiayaan gizi.
1.3.2 Mahasiswa dapat memantau kemajuan komitmen Nutrition For Growth dan
dampaknya serta memahami bagaimana mempercepat kemajuan dalam mengatasi
pola makan yang buruk dan segala bentuk malnutrisi di seluruh dunia dan khususnya
di Indonesia.
BAB II
ANALISIS

2.1 Chapter 3 : Financing Nutrition


Pada dunia internasional pembiayaan global digunakan untuk mengatasi berbagai
permasalahan tentang malnutrisi. Dampak dari pandemi covid menyebabkan meningkatnya
kebutuhan pembiayaan baik untuk menanggulangi masalah nutrisi hingga sumber daya
manusia.
Perkiraan kebutuhan pembiayaan khusus nutrisi meningkat dengan pesat karena langkah-
langkah mitigasi Covid-19, dari US$7 miliar/tahun menjadi US$10,8 miliar/tahun selama
2022–2030 (berdasarkan perkiraan total US$97 miliar). Jika ditambahkan kebutuhan dasar
nutrisi dan SDG 2/ target nutrisi global, kebutuhan pembiayaan diperkirakan mencapai
US$39–50 miliar/tahun, namun hasil dari investasi tambahan pada target nutrisi global masih
tidak jelas.
Sumber daya domestik dan ODA perlu dilindungi, sementara kebutuhan yang meningkat
dapat dipenuhi melalui sumber lain. Sumber lain yang dimaksud dapat berupa investasi yang
lebih besar melalui pinjaman lunak, mekanisme pembiayaan inovatif dan sektor swasta, serta
penggunaan kembali subsidi regresif.
Sekitar US$1 triliun utang berkelanjutan untuk proyek-proyek lingkungan, sosial, dan
tata kelola (ESG) diterbitkan selama setahun terakhir, saat ini berjumlah US$3 triliun.
Obligasi sosial melonjak sebesar 720% dari tahun 2019 hingga 2020, dengan US$150 miliar
diterbitkan pada tahun 2020 dan US$715 miliar aset yang dikelola pada tahun 2020
(dibandingkan dengan US$50 miliar pada tahun 2007).
Obligasi nutrisi yang pernah diterbitkan hingga saat ini hanya berjumlah 2 obligasi
(obligasi IBRD34 dijual di Jepang pada tahun 2020/21, dan satu obligasi SDG domestik yang
diterbitkan oleh Pemerintah Meksiko) – dibandingkan dengan 634 obligasi hijau yang
memobilisasi lebih dari US$290 miliar pada tahun 2020 saja. Yang berkaitan dengan dampak
soaial berjumlah 31, sementara 24 tentang issue kesehatan dan pendidikan, tetapi hanya 1
yang berhubungan dengan gizi.
Saat ini tidak ada dana investasi dampak untuk nutrisi (hanya satu sedang direncanakan).
Sektor kesehatan global telah memobilisasi lebih dari US$285 juta melalui lima dana
investasi terkait dampak global. Para pemangku kepetingan menghabiskan sekitar US$1,2
miliar untuk upaya konservasi laut pada tahun 2020, dan jumlah penyandang dana kelautan
meningkat lebih dari tiga kali lipat dari 486 menjadi sekitar 1.600 antara tahun 2010 dan
2020, dan penangkapan ikan di sektor kelautan merupakan sumber makanan sehat yang
potensial.
Ada kepentingan global untuk menggunakan kembali lebih dari US$700 miliar subsidi
pertanian, beberapa di antaranya berpotensi mengalir ke nutrisi, serta menggunakan platform
perlindungan sosial dan cakupan kesehatan universal (UHC) untuk meningkatkan sumber
daya nutrisi. Semua ini merupakan peluang yang belum dieksplorasi untuk pembiayaan gizi,
baik dari segi instrumen pembiayaan maupun potensi kaitannya dengan agenda pembangunan
berkelanjutan.

2.1.1 Pembiayaan gizi sesuai cakupan kesehatan universal / UHC dapat meningkatkan
sumber daya gizi
Cakupan dan kualitas layanan khusus nutrisi tetap rendah di banyak rangkaian.
Mengoptimalkan pembiayaan kesehatan dengan cakupan kesehatan universal (UHC)
merupakan salah satu cara yang belum dimanfaatkan karena negara sering berkomitmen
untuk 'memasukkan nutrisi' ke dalam UHC tetapi gagal untuk menentukan apa yang tercakup
di dalamnya. Negara membutuhkan:
• paket layanan gizi yang jelas di bawah koridor UHC
• strategi pembiayaan yang secara efektif meningkatkan efisiensi alokatif (misalnya
Optima Nutrition atau NPERs)
• sistem terpadu untuk memantau pengeluaran, penyampaian layanan, dan hasil.

Dalam lingkungan fiskal saat ini, berbagai negara perlu menyelaraskan tujuan nutrisi
mereka dengan sistem pembiayaan kesehatan, termasuk mekanisme khusus untuk
peningkatan pendapatan, pengumpulan, dan pembelian di bawah UHC. Ini juga dapat
membantu mengintegrasikan nutrisi ke dalam rencana pembiayaan UHC, seperti yang
dilakukan oleh Presiden Ghana pada KTT Sistem Pangan PBB 2021. Beberapa mekanisme
yang mungkin termasuk peningkatan pendapatan melalui kebijakan fiskal seperti pajak atas
makanan tidak sehat, mengumpulkan dan menyelaraskan berbagai sumber pembiayaan dan
memasukkan dana donor ke dalam anggaran, dan mengembangkan skema pembiayaan
berbasis kinerja yang mencakup layanan nutrisi berdampak tinggi.
2.1.2 Peningkatan efisiensi pengeluaran : Contoh dari Optima Tool dan Nutrition PERs
Efisiensi alokatif mengacu pada alokasi sumber daya yang memaksimalkan manfaat
dengan mendanai program kerja yang paling hemat biaya. Model Nutrisi Optima digunakan
untuk memperkirakan dampak optimalisasi investasi tambahan US$180 juta per tahun di
antara masyarakat dengan tingakt ekonomi terbawah di Pakistan. Suplemen makanan bergizi
khusus (SNF) adalah intervensi kongkrit yang berdampak tinggi untuk mengurangi stunting
pada anak, namun memiliki tingkat biaya yan tinggi pula. Program investasi SNF, yang
hanya ditujukan untuk anak-anak dan wanita hamil atau menyusui, diperkirakan akan
menghasilkan tambahan 54.000 anak hidup dan tidak terhambat selama tahun 2020–2024.
Investasi yang sama yang dialokasikan secara optimal di seluruh program diperkirakan
menghasilkan dampak lebih dari empat kali lipat – tambahan 230.000 anak yang hidup dan
tidak stunting dalam kurun 2020–2024.
Tinjauan pengeluaran publik gizi (NPER), merupakan pendekatan lain dalam
peningkatkan efisiensi, berbeda dari PER sektoral karena mereka melampaui beberapa sektor.
Ketika dilakukan dengan baik, NPER dapat melampaui penghitungan berapa banyak yang
dialokasikan atau dibelanjakan untuk nutrisi dan mampu menganalisis seberapa baik uang
dibelanjakan di seluruh sektor.
NPER mendorong :
• keterlibatan kementerian keuangan dan/atau perencanaan dalam diskusi multisektor
tentang implikasi fiskal
• transparansi, melalui publikasi dan konsultasi, tentang apa yang dimaksud dengan
pengeluaran gizi
• menginformasikan strategi gizi nasional dan rencana investasi
• merumuskan rekomendasi berbasis bukti yang dapat ditindaklanjuti tentang alokasi
sumber daya strategis untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kesetaraan
• mengatasi kekuatan dan kelemahan kelembagaan dan mengarusutamakan belanja gizi
dalam manajemen keuangan publik.
Di Bangladesh, NPER 2019 menghasilkan revisi kebijakan besar, termasuk isu nutrisi
dan gender yang eksplisit dalam program jaring pengaman sosial, dan penambahan
pembahasan tentang nutrisi dalam Strategi Jaminan Sosial Nasional. Demikian pula, NPER
Rwanda tahun 2020 berkontribusi untuk memajukan dialog dengan kementerian keuangan
tentang perlunya 'penganggaran yang responsif nutrisi' untuk meningkatkan pengawasan di
semua lembaga dan tingkat pemerintahan.
Meskipun telah terdapat sumber data baru, data tentang sumber daya eksternal,
domestik, dan swasta yang tersedia untuk mendukung gizi tetap terbatas. Informasi tentang
kebutuhan pembiayaan untuk unsur-unsur gizi pun semakin terbatas, dan informasi mengenai
hasil yang diharapkan masih sedikit sekali.
Kerangka Konsep Akuntabilitas Nutrisi oleh Global Nutrition Report dirancang untuk
mendukung pemantauan komitmen nutrisi, termasuk investasi keuangan, untuk meningkatkan
akuntabilitas nutrisi di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, ada peluang yang signifikan untuk memperkuat pembiayaan
inovatif untuk nutrisi, tetapi mengembangkannya memiliki risiko yang signifikan dari
pemodal non-tradisional, terutama di sektor swasta. Investasi nutrisi dapat diakses di berbagai
platform, termasuk UHC, perlindungan sosial, dan ketahanan pangan, untuk memaksimalkan
potensi pembiayaan di seluruh sektor ini. Penyederhanaan keuangan non-tradisional dan
inovatif memiliki risiko dan perjuangan yang berat, namun peluang untuk perbaikan nutrisi
sangatlah bagus. Keterampilan teknis khusus dan modal ventura dapat memecahkan masalah
utama yang dihadapi sektor ini dalam membuka modal baru.

2.1.3 Pengeluaran pemerintah dalam negeri untuk gizi


Pembiayaan dalam negeri,dalam proyeksi Kerangka Investasi untuk Gizi (IFN) dan
ditegaskan kembali dalam Laporan Gizi Global 2020,diharapkan meningkat secara bertahap
untuk menyumbang hamper 80% dari dana tambahan yang diperlukan untuk memenuhi
target nutrisi global 2025 terpilih. Sebuah analisis baru-baru ini ,yang berfokus pada
pengaturan berpenghasilan rendah dan menengah, mendokumentasikan dampak yang
diantisipasi dari Covid19 terhadap pengeluaran kesehatan domestik. Ini adalah proksi terbaik
yang tersedia untuk antisipasi tren masa depan dalam pembelanjaan khusus nutrisi. Analisis
ini memproyeksikan penurunan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan di 118 negara
berpenghasilan menengah kebawah (LMICs) sebesar 7,2% pada tahun 2020, 4,2% pada
tahun2021, dan 2,2% pada tahun 2022, dengan pemulihan ketingkat prapandemi tidak
diantisipasi hingga akhir tahun. dekade kecuali ada pertumbuhan yang kuat di LMICs
(Gambar 3.2). Laporan lain tentang tren pembiayaan kesehatan dalam negeri menunjukkan
arah yang sama, meskipun studi Lancet baru menunjukkan tren pembiayaan kesehatan yang
lebih optimis. Estimasi baru untuk target pengurangan kelaparan (target SDG 2 2.1–2.6)
menunjukkan kebutuhan total sekitar US$39–50 miliar pertahun hingga tahun 2030 untuk
kebutuhan khusus nutrisi dan sensitif nutrisi. Namun estimasi lain menunjukkan bahwa
mengakhiri kelaparan dengan 2030 dapat menelan biaya hingga US$160 miliar/tahun,
meskipun bukti potensi kontribusi investasi besar ini terhadap target gizi global masih belum
jelas. Meskipun biaya ini tampak tinggi, biaya untuk tidak melakukan intervensi bahkan lebih
tinggi; perkiraan keuntungan ekonomi total bagi masyarakat yang berinvestasi dapat
mencapai US$5, 7 triliun/tahun pada tahun 2030 dan US$10,5 triliun/tahun pada tahun 2050.
Peluang bisnis baru termasuk dari mengatasi kehilangan pangan, menciptakan rantai nilai
baru untuk pertanian regeneratif dan beralih ke diet sehat – adalah bernilai
sekitar US$4,5 triliun/tahun pada tahun 2030.14 Ada seruan yang berani tetapi perlu untuk
pendanaan dalam negeri tambahan untuk ditingkatkan secara signifikan pada tahun 2025
menuju tujuan pembiayaan berkelanjutan, sementara ODA akan diturunkan.
Di Indonesia, pandemi Covid-19 juga berpengaruh terhadap kondisi ketahanan pangan
dan gizi sebagian besar penduduk dan menggerus perkembangan yang telah dicapai sejauh
ini. Untuk itu diperlukan strategi-strategi baru untuk memastikan terjaganya ketahanan
pangan dan gizi saat situasi darurat sekalipun. Maka disusunlah Rencana Aksi Nasional
Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2021-2024 yang memuat penajaman strategi dan aksi guna
mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (menghilangkan kelaparan, mencapai
ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan) dengan
tetap mempertimbangkan kesetaraan gender serta dampak kesehatan dan sosial-ekonomi
yang diakibatkan pandemi COVID-19. RAN-PG disusun oleh Kementerian/Lembaga terkait,
secara bersama-sama dan dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/Bappenas. RAN-PG
menjadi instrumen penting dalam mengintegrasikan kegiatan pembangunan bidang pangan
dan gizi di tingkat pusat maupun di daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi, termasuk upaya konvergensi penurunan stunting.
Triple burden malnutrition merupakan masalah yang saat ini dialami oleh Indonesia
dengan prevalensi stunting pada balita 27,67% (SSGBI, 2019), wasting 10,2% (Riskesdas,
2018), anemia pada ibu hamil 48,9% (Riskesdas, 2018), dan obesitas usia di atas 18 tahun
(21,8%). Berdasarkan hasil SSGI 2021, prevalensi stunting menunjukkan penurunan dari
27,7% di tahun 2019 menjadi 24,4%. Namun, prevalensi underweight mengalami
peningkatan dari 16,3% menjadi 17%.
Di dalam melaksanakan rencana aksi pangan dan gizi selain didasarkan kepada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020-2024), juga
memperhatikan beberapa komitmen global, di antaranya The World Health Assembly pada
tahun 2012, dan Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dan The
UN Decade of Action on Nutrition 2016-2025. Target global yang ingin dicapai pada tahun
2030 untuk tujuan kedua SDGs “menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan
gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan” sebagai berikut :
a. Menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang, khususnya orang
miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap makanan
yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang hidup.
b. Menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi, termasuk pada tahun 2025 mencapai
target yang disepakati secara internasional untuk anak pendek dan kurus di bawah usia 5
tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta
manual.
c. Menjamin sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan menerapkan praktik pertanian
tangguh yang meningkatkan produksi dan produktivitas, membantu menjaga ekosistem,
memperkuat kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrim, kekeringan,
banjir, dan bencana lainnya, serta secara progresif memperbaiki kualitas tanah dan lahan.

Prioritas nasional terkait percepatan perbaikan gizi masyarakat dilaksanakan dengan strategi:
a. Penguatan komitmen, kampanye, pemantauan dan evaluasi upaya perbaikan gizi
masyarakat;
b. Pengembangan sistem jaminan gizi dan tumbuh kembang anak dengan pemberian
jaminan asupan gizi sejak dalam kandungan, perbaikan pola asuh keluarga, dan
perbaikan fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan;
c. Percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi spesifik,
perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi;
d. Peningkatan intervensi yang bersifat life saving dengan didukung bukti (evidence based
policy) termasuk fortifikasi pangan;
e. Penguatan advokasi dan komunikasi perubahan perilaku terutama mendorong
pemenuhan gizi seimbang berbasis konsumsi pangan (food based approach);
f. Penguatan sistem surveilans gizi;
g. Peningkatan komitmen dan pendampingan bagi daerah dalam intervensi perbaikan gizi
dengan strategi sesuai kondisi setempat;
h. Respon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat.
Sementara itu, telah ditetapkan acuan utama RAN-PG 2021-2024 yaitu :
a. Pembangunan berkelanjutan – pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini
tanpa mengorbankan generasi masa depan, dengan mengedepankan kesejahteraan tiga
dimensi (sosial, ekonomi dan lingkungan).
b. Pengarusutamaan gender – mengintegrasikan perspektif gender ke dalam pembangunan,
mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta
pemantauan dan evaluasi.
c. Media sosial dan budaya – internalisasi nilai dan pendayagunaan kekayaan budaya untuk
mendukung seluruh proses pembangunan.
d. Trasformasi digital – mengoptimalkan peranan teknologi digital dalam meningkatkan
daya saing bangsa dan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi
Untuk pelaksanaan kegiatan RAN-PG 2021-2024 pembiayaan berasal dari pemerintah
(pusat dan daerah), Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), CSR, donor/mitra
pembangunan, serta sumber lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.
Pemanfaatan sumber pembiayaan dari pemerintah (pusat dan daerah) dapat dilakukan dengan
cara mengintegrasikan penganggaran dalam program dan kegiatan yang relevan, atau dengan
kata lain program dan kegiatan yang terkait dengan rincian Strategi, Aksi, dan Keluaran
penajaman program pangan dan gizi tahun 2021-2024.

2.2 Chapter 4 Dari Janji Ke Tindakan : Kemajuan Menuju 2013 Dan 2017 Untuk
Komitmen Perkembangan Nutrisi
Nutrition For Growth (N4G) adalah upaya global yang mengajak seluruh pemangku
kepentingan, termasuk pemerintah negara, sukarelawan, pelaku bisnis dan organisasi
masyarakat sipil (CSO) untuk mempercepat kemajuan dalam mengatasi pola makan yang
buruk dan berbagai bentuk dari malnutrisi.
Poin pada pokok bahasan bab 4 ini adalah :
 Pada tahun 2020, kurang lebih 40% sukarelawan dan organisasi masyarakat sipil telah
mencapai sasaran komitmen keuangan tentang pertumbuhan gizi, terdapat kemajuan
yang terbatas terhadap keuangan negara dan dampak sasaran .
 Hanya 36% dari semua tujuan nutrisi untuk pertumbuhan yang selaras dengan enam target
global tetang gizi ibu, bayi dan anak kecil. Tidak ada komeitmen sasaran yang selaras
dengan target terkait pola makan pada penyakit tidak menular.
 Pandemi covid-19 sangat mempengaruhi 43% tujuan komitmen negara. Kemajuan
terhambat karena kurangnya pendanaan atau pengalihan pendapatan dan sumber daya
nasional untuk penanggulangan covid 19.

Sementara itu, Global Nutrition Report (GNR) adalah komitmen utama KTT N4G pada
tahun 2013 untuk memantau komitmen nutrisi dan menilai terjemahan ke dampak untuk
mempercepat kemajuan dalam mengatasi pola makan yang buruk dan semua bentuk malnutri
di seluruh dunia.
 Kemajuan Kemajuan di tahun 2020 dalam mencapai komitmen N4G (Nutrition for
Growth) tahun 2013 dan 2017
Pada tahun 2020 kurang lebih 40% sukarelawan dan organisasi masyarakat sipil telah
mencapai sasaran komitmen keuangan tentang pertumbuhan gizi, sebesar 36% dari
semua sasaran komitmen pertumbuhan gizi yang selaras dengan enam target global
tentang status gizi ibu, bayi dan anak . Tidak ada sasaran komitmen yang selaras dengan
target terkait pola makan pada penyakit tidak menular.Sasaran komitmen yang dibuat
dalam Global Nutrition Summit 2017 lebih sedikit dan tingkat respons rendah (Global
Nutrition report, 2021)
 Penyelarasan tujuan komitmen N4G ( Nutrition for Growth) dengan target nutrisi global
Situasi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrem, mulai dari kelaparan
sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori, serta
kondisi kurus dan pendek sampai kegemukan. Di sisi lain, penyakit menular dan penyakit
tidak menular juga meningkat. Sangat jelas peran gizi berkontribusi bermakna pada
penanggulangan ke dua jenis penyakit ini. Untuk mencapai status kesehatan yang optimal,
dua sisi beban penyakit ini perlu diberi perhatian lebih pada pendekatan gizi, baik pada
masyarakat kaya maupun pada kelompok masyarakat miskin (WHO, 2008).
Target gizi global mencakup enam target gizi ibu, bayi, dan anak (MIYCN) dan tiga
target penyakit tidak menular terkait pola makan (NCD). Untuk menilai keselarasan.
Misalnya, sehubungan dengan target stunting, tujuan komitmen dianggap selaras jika
ditujukan untuk stunting apakah targetnya spesifik atau berbeda (misalnya, penurunan
50% bukannya penurunan stunting 40%).Demikian pula, jika suatu tujuan menguraikan
tindakan untuk mendukung target (misalnya, kampanye perubahan perilaku sosial untuk
mempromosikan pemberian ASI atau kebijakan gizi tenaga kerja ibu), itu dianggap selaras
dengan target pemberian ASI eksklusif. Dari 383 tujuan komitmen, 136 tujuan komitmen
(36%) selaras dengan setidaknya satu dari enam target nutrisi global MIYCN. Ini adalah
71 negara, 9 badan PBB, 9 masyarakat sipil, 10 sukarelawan dan 37 tujuan komitmen
bisnis. Tidak ada sasaran komitmen yang selaras dengan target NCD terkait tiga pola
makan. Sasaran komitmen negara yang paling selaras berfokus pada peningkatan MIYCN,
dan pengurangan stunting dan wasting. Dalam angka absolut: 31 tujuan diselaraskan
dengan pengurangan stunting (8,1%), 8 dengan pengurangan anemia (2,1%), 2 dengan
pencegahan berat badan lahir rendah (0,5%), 4 dengan pencegahan kelebihan berat badan
pada anak di bawah usia 5 tahun ( 1,0%), 73 tentang peningkatan kesehatan ibu,
menyusui, pemberian makan bayi dan anak kecil (19,1%) dan 18 tentang pengurangan
wasting (4,7%) (Global Nutrition report, 2021).
Rendahnya komitmen politik menjadi penyebab rendahnya prioritas intervensi pangan
dan gizi dari pemerintah nasional terkait tingginya beban penyakit akibat kekurangan gizi.
Sebagian besar negara menunjukkan pemimpin politik telah berkomitmen secara lisan dan
simbolis untuk mengatasi pangan dan gizi namun tidak menyiapkan anggaran yang
memadai untuk pelaksanaan program pangan dan gizi. Permasalahan pada anggaran dana
dapat disebabkan ketersediaan dana yang kurang atau keengganan pemerintah untuk
mengalokasikan dana untuk scalling up kebijakan pangan dan gizi (Fox et al. 2015).
Komitmen politik terdiri atas tiga dimensi, yaitu komitmen verbal (expressed
commitment) adalah dukungan secara verbal terhadap isu oleh pemimpin politik yang
berkuasa dengan memfokuskan pada tingkat permasalahan yang ada, komitmen
kelembagaan (institutional commitment) mencakup kebijakan yang spesifik dan
infrastruktur organisasi dalam dukungan terhadap isu gizi yang ada, dan komitmen
anggaran (budgetary commitment) mencakup alokasi sumber daya keuangan, sumber daya
lainnya terhadap isu gizi, prioritas kegiatan gizi, dan kesediaan penggunaan ekstra
anggaran untuk pembiayaan gizi.Peluang pengembangan kebijakan gizi menggunakan
konsep agenda-setting menggunakan tiga pendekatan untuk mengetahui sebuah isu
menjadi prioritas politik dalam agenda pemerintahan, yaitu aliran masalah merupakan
kondisi ketika sebuah masalah menjadi suatu isu strategis yang harus segera diselesaikan
melalui kebijakan, aliran kebijakan merupakan sebuah rangkaian solusi alternatif
kebijakan yang diusulkan untuk menangani isugizi yang ada, dan aliran politik merupakan
acara atau agendapolitik seperti pemilihan umum atau pergantian pemimpin yang dapat
menciptakan peluang untuk pengembangan masalah baru dan solusinya (Boli dkk, 2019).
Komitmen pemerintah daerah Provinsi di Indonesia relatif masih rendah sehingga
diperlukan peningkatan komitmen berupa pembuatan peraturan/kebijakan dan menyiapkan
anggaran yang memadai untuk program pangan dan gizi sesuai dengan permasalahan
masing-masing daerah. Diperlukan dukungan dari pemerintah pusat untuk peningkatan
komitmen pemerintah daerah seperti pemberian tambahan anggaran untuk provinsi yang
membutuhkan bantuan dana agar tercapainya ketahanan pangan dan gizi di seluruh
provinsi Indonesia (Syuryadi et all, 2020)
Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, dewasa ini
Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi
lebih. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan
pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi
(iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan
masyarakat tertentu yang disertai dengan minimnya pengetahuan tentang gizi, menu
seimbang, dan kesehatan. Dengan demikian, sebaiknya masyarakat meningkatkan
perhatian terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya gizi salah (malnutrisi) dan risiko
untuk menjadi kurang gizi (Mohamad Agus Salim, 2015). Masalah gizi merupakan
masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara
maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit
infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih (Anisa et al, 2017).
Sehingga perlu ada penanganan khusus untuk menyelesaikan kekurangan gizi pada
masyarakat karena banyaknya faktor penyebab kekerangan gizi tersebut.
Komitmen politik terdiri atas tiga dimensi, yaitu komitmen verbal (expressed
commitment) adalah dukungan secara verbal terhadap isu oleh pemimpin politik yang
berkuasa dengan memfokuskan pada tingkat permasalahan yang ada, komitmen
kelembagaan (institutional commitment) mencakup kebijakan yang spesifik dan
infrastruktur organisasi dalam dukungan terhadap isu gizi yang ada, dan komitmen
anggaran (budgetary commitment) mencakup alokasi sumber daya keuangan, sumber daya
lainnya terhadap isu gizi, prioritas kegiatan gizi, dan kesediaan penggunaan ekstra
anggaran untuk pembiayaan gizi.Peluang pengembangan kebijakan gizi menggunakan
konsep agenda-setting menggunakan tiga pendekatan untuk mengetahui sebuah isu
menjadi prioritas politik dalam agenda pemerintahan, yaitu aliran masalah merupakan
kondisi ketika sebuah masalah menjadi suatu isu strategis yang harus segera diselesaikan
melalui kebijakan, aliran kebijakan merupakan sebuah rangkaian solusi alternatif
kebijakan yang diusulkan untuk menangani isu gizi yang ada, dan aliran politik merupakan
acara atau agendapolitik seperti pemilihan umum atau
pergantian pemimpin yang dapat menciptakan peluang untuk pengembangan masalah
baru dan solusinya.
Mengenai dana dan pengalangan dana dalam kemitraan lintas sektor untuk
mendukung upaya penurunan stunting diketahui bahwa belum ada anggaran khusus dari
daerah mengenai stunting, jadi untuk kebijakan biaya masing-masing program
menyiapkan biaya untuk program masingmasing instansi sendiri, kemudian bantuan dana
yang didapatkan dari pemerintah pusat melalui dinas kesehatan yaitu melalui dana dana
BOKS (bantuan operasional kesehatan stunting. Dalam hal ini penangungjawab swadaya
masyarakat menyatakan tidak ada bantuan dana dari pihak manapun dalam hal upaya
penangulangan stunting, dana yang dimiliki berasal dari dana masyarakat itupun dipakai
untuk kebutuhan swadaya tersebut dan dalam hal ini kepala desa menyatakan bahwa
bantuan dana yang ada pada desa berasal dari dana desa dalam hal ini desa harus bisa
memanfaatkan dana desa secara baik dalam memperhatikan program-program desa yang
berhubungan dengan stunting, bukan hanya itu bantuan dana yang didapatkan juga dari
program keluarga harapan dari kementerian sosial yang langsung memberikan bantuan
kepada rakyat miskin maka hal ini sangat terbantu dalam hal upaya penangulangan
stunting. Namun adapun yang menjadi hambatan tidak ada alokasi dana khusus di daerah
untuk kelancaran kegiatan kemitraan stunting, hal ini dampak dari belum ada
pembentukan rencana aksi daerah sehingga anggaran khusus daerah belum diatur, maka
perlu adanya peran dan komitmen pemerintah daerah khususnya BAPEDDA sebagai
monitoring dalam memperhatikan upaya penangulangan stunting secara baik dengan cara
memastikan perencanaan dan penganggaran program/kegiatan untuk intervensi prioritas,
khususnya dilokasi dengan prevalensi tinggi (Soekakone dkk, 2021).

 Tantangan dalam mengukur kemajuan


Hanya 36% komitmen yang dibuat di KTT N4G sebelumnya selaras dengan target
MIYCN sementara tidak ada yang selaras dengan target NCD terkait diet. Alasan yang
mungkin untuk hal ini adalah kurangnya fokus pada kondisi terkait pola makan pada KTT
N4G pertama. Ada tantangan yang signifikan dalam mengukur kemajuan, yang telah lama
diketahui oleh komunitas gizi. Kebutuhan untuk mengatasi pola makan yang buruk dan
malnutrisi sudah baik. Malnutrisi memiliki penyebab yang sama, dan penanggulangannya
memerlukan tindakan dan pengawasan terpadu. Stunting dan wasting tetap menjadi
masalah yang signifikan di negara-negara berpenghasilan rendah, begitu pula prevalensi
anemia pada wanita sementara beban kematian dan kecacatan akibat pola makan yang
berkualitas buruk dan tidak sehat terus meningkat. Meskipun ada kemajuan, terdapat
beberapa negara yang tidak mencapai tujuan komitmen keuangan. Namun, ada perhatian
dan fokus baru untuk mengatasi malnutrisi, termasuk penekanan pada pembangunan
sistem pangan yang mendukung pola makan yang sehat dan berkelanjutan (Global
Nutrition report, 2021).
Upaya penurunan stunting tidak semata tugas sektor kesehatan karena penyebabnya
yang multidimensi, tetapi harus melalui aksi multisektoral. Intervensi spesifik dilakukan
oleh sektor kesehatan, sementara intervensi sensitif dilakukan oleh seluruh pemangku
kepentingan. Terdapat lima pilar penanganan stunting, yakni komitmen politik, kampanye
dan edukasi, konvergensi program, akses pangan bergizi, dan monitoring progam (PMK
No 21 Tahun 2020).
Hal terpenting yang dapat menurunkan prevalensi stunting adalah intervensi harus
dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Kerangka tindakan intervensi untuk
menghambat pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia terbagi menjadi
dua bagian, yaitu 30% intervensi gizi khusus di bidang kesehatan dan 70% intervensi gizi
sensitif di bidang non kesehatan. Studi yang dilakukan di 9 negara di sub-Sahara Afrika
menunjukkan bahwa intervensi multisektoral diperlukan untuk mencegah stunting. (Djide,
2021).

 Dampak dari Covid-19 terhadap masyarakat global dalam mencapai sasaran komitmen
Dampak pandemi Covid-19 terhadap kekurangan gizi ibu dan anak serta kematian anak
dan ketahanan pangan telah menjadi sorotan masyarakat global. Dampak kelebihan berat
badan dan obesitas, diabetes tipe 2 dan hipertensi tentang komplikasi yang memburuk dari
Covid-19 juga didokumentasikan dengan baik. GNR, sebagai bagian dari pelacakan N4G
telah memperluas survei tahun 2021 untuk menilai bagaimana pandemi Covid-19 telah
memengaruhi kemajuan dalam mencapai sasaran komitmen. Dalam survei yang sedang
berlangsung ini, dari 230 sasaran komitmen yang telah dilaporkan, 28 dilaporkan terkena
dampak parah hingga sangat parah akibat pandemi, 32 sedang, dan 23 dengan dampak kecil
atau rendah hingga tidak ada sama sekali. Dua puluh enam sasaran komitmen negara
berdampak sangat parah hingga sangat besar (43% dari semua sasaran komitmen negara),
dengan 18 berdampak sedang dan 15 berdampak rendah/sedikit hingga tidak ada dampak
Covid-19. Alasan yang paling umum dinyatakan adalah kurangnya dana untuk mencapai
komitmen nutrisi, karena kurangnya pendapatan di tingkat nasional karena gangguan
ekonomi atau pengalihan sumber daya (baik bantuan nasional maupun donor) untuk
intervensi Covid-19.
Pandemi Covid-19 berdampak parah pada sumber daya keuangan di tingkat negara,
yang kemungkinan akan memperlambat kemajuan. Terlepas dari pandemi yang sedang
berlangsung, komunitas global sedang melakukan gerakan Aksi gizi untuk Pertumbuhan,
KTT Sistem Pangan PBB, dan KTT N4G Tokyo 2021, untuk mengambil tindakan yang kuat
guna memenangkan perang melawan pola makan buruk dan malnutrisi.
Dalam mencapai sasaran komitmen sebagian besar program pencegahan stunting di
masyarakat berasal dari dana desa. selama pandemi Covid-19 dana desa tetap diberikan
sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar pendanaan
terhadap program pencegahan stunting di masyarakat tetap berjalan. Selain dana desa,
program pencegahan stunting juga berasal dari Bantuan Oprasional Kesehatan (BOK) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disalurkan melalui Dinas Kesehatan
(Arusmasi et all, 2022).
Pandemi COVID-19 berdampak pada kegiatan pelayanan kesehatan kurang optimal
khususnya pada tingkat pelayanan posyandu balita yang mana kegiatan posyandu memiliki
tugas memantau pertumbuhan dan perkembangan balita. Hasil penelitian Efrizal (2020)
menyatakan bahwa selama pandemi COVID-19 terdapat peningkatan prevalensi anak
berisiko stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 4,3%. Peningkatan
prevalensi stunting terjadi karena adanya keterbatasan akses terhadap konsumsi dan
pelayanankesehatan selama pandemi COVID-19 (Efrizal, 2020).
Dari data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi balita stunting
sebesar 24,4% yang mana hal ini menunjukkan hampir 1/4 balita mengalami stunting di
Indonesia, terdapat 7 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi antara lain, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa
Tenggara Barat, dan Aceh.
Kegagalan penyelesaian masalah stunting ini berdampak sangat serius karena dapat
mengakibatkan tidak tercapainya target pembangunan nasional, dan risiko beban besar yang
harus ditanggung negara akibat sangat rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang
tidak memiliki daya saing. Target Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi yang
diproyeksikan tahun 2030 dan perwujudan Indonesia Unggul tahun 2045 pun tidak tercapai
bila kita gagal dalam mengatasi masalah stunting. Pelaksanaan strategi prioritas nasional
penurunan stunting ditetapkan di bawah kendali koordinasi Sekretariat Wakil Presiden, dalam
hal ini Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dengan melibatkan
mitra Kementerian /Lembaga terkait. Dalam dokumen Strategi Nasional Percepatan
Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) 2018-2024 TNP2K, tercantum penetapan kabupaten /
kota prioritas nasional penanganan stunting di Indonesia tahun 2018 sebanyak 1.000 desa
fokus di 100 kabupaten/kota. Untuk tahun 2019 prioritas penanganan stunting ditetapkan
1.600 desa fokus di 160 kabupaten/ kota, sedangkan tahun 2020-2024 ditargetkan di semua
desa kabupaten/ kota prioritas secara bertahap. Kesiapan sumber daya manusia diperlukan
guna mendukung upaya pencegahan dan penanganan stunting di lokasi prioritas tersebut,
selain koordinasi agar sasaran program kegiatan dapat dijamin pencapaiannya.
BAB III
REKOMENDASI

3.1 Chapter 3

Terdapat beberapa tinjauan dalam penetapan pembiayaan nutrisi dalam beberapa


tahun terakhir, penetapan ini disesuaikan dengan kebutuhan di sektor lain. Ada beberapa
metode untuk memperkirakan biaya; Moreland dkk. (2019) memberikan ringkasan rinci
dalam A Guide to the Fundamentals of Economic Evaluation in Public Health. Salah satu
cara umum untuk mengkategorikan perkiraan biaya adalah dengan pendekatan top-down dan
bottom-up. Pendekatan top-down dilakukan dengan memilah pengeluaran tingkat tinggi ke
dalam kategori biaya atau fasilitas, sementara pendekatan bottom-up menggabungkan elemen
biaya individual. Pendekatan penetapan biaya bottom-up umumnya lebih intensif tetapi
memiliki keuntungan dalam memberikan perkiraan biaya yang lebih rinci, akurat dan dapat
diandalkan .

Metode umum pengumpulan data untuk penetapan biaya dengan metode bottom-up
adalah pendekatan berbasis bahan. Pendekatan berbasis bahan memperkirakan kuantitas dan
harga dari semua sumber daya yang dibutuhkan untuk intervensi atau program tertentu .
Pendekatan bottom-up lain yang biasa digunakan dalam alat penetapan biaya dan untuk
layanan klinis adalah penetapan biaya berbasis aktivitas. Penetapan biaya ini menilai biaya
kegiatan yang diidentifikasi untuk setiap layanan, atau 'area prioritas', dan tujuan dalam
rencana nutrisi multisektoral. Langkah pertama membuat daftar 'pusat biaya' yang
komprehensif, yang merupakan kategori kegiatan dan intervensi yang akan dilakukan, dan
penting bahwa keduanya saling eksklusif untuk menghindari penghitungan ganda. Dengan
informasi di tingkat pusat biaya, mudah untuk mengidentifikasi di mana biaya turun, di mana
biaya meningkat atau di mana pemotongan mungkin paling berguna. Pendekatan terkait yang
biasanya tidak diklasifikasikan sebagai top-down atau bottom-up adalah mengambil biaya
yang ada untuk saat ini, program serupa dan buat penyesuaian yang relevan. Beberapa
pendekatan penetapan biaya dapat digunakan atau digabungkan.
Gambar 3.1 Langkah kunci dalam pembiayaan nutrisi

Penetapan biaya dapat dilakukan dari awal atau dengan alat penetapan biaya yang
tersedia. Terdapat berbagai alat yang dapat digunakan untuk perencanaan strategis, penetapan
biaya dan dalam beberapa kasus, penganggaran dan pelacakan. Ruang lingkup dari banyak
alat ini difokuskan pada sektor kesehatan juga komponen nutrisi atau dapat membantu biaya
dan melacak kegiatan atau intervensi terkait nutrisi, tergantung pada sektor yang relevan
(mis. kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, pertanian). Beberapa alat menyertakan
manfaat dari intervensi tunggal, sementara yang lain menggabungkan efek dari banyak
intervensi secara bersamaan. Pengguna potensial bervariasi berdasarkan alat tetapi dapat
mencakup perencana di tingkat nasional, subnasional, dan kabupaten. Penting untuk dicatat
bahwa banyak dari alat ini memerlukan pelatihan sebelum digunakan, dan data default
mungkin perlu ditinjau dan diperbarui oleh pengguna untuk meningkatkan akurasi dan
penerapan pada konteks negara.
Tabel 4.1 Alat perencanaan dan pembiayaan komponen nutrisi

Penetapan biaya dapat menjadi tantangan tersendiri dalam kasus gizi karena, di
banyak negara, layanan gizi formal mungkin tidak ada dalam program nasional. Perencanaan
terkadang cakupannya terbatas atau tidak lengkap, membuat penetapan biaya menjadi sulit.
Layanan gizi seringkali berada di lintas sektor sehingga menjaga konsistensi dalam emtode
pembiayan dapat menjadi sulit.

3.2 Chapter 4

Nutrisi memegang peran sentral dalam mewujudkan kehidupan kita yang lebih sehat
dan sejahtera. Pentingnya kecukupan nutrisi dalam keberadaan kita sehari-hari untuk
menopang kehidupan yang produktif dan bermanfaat merupakan kenyataan yang tak
terbantahkan. Dapat dipastikan bahwa tanpa nutrisi yang mencukupi upaya kita untuk
mencapai kehidupan yang sejahtera dan bermartabat   akan sulit terwujud.

Dalam konteks Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals,


MDGs), yang telah menjadi komitmen bersama kita untuk dicapai, kemajuan dalam target-
target yang terkait dengan nutrisi akan memberikan sumbangan positif bagi percepatan
pencapaian MDGs. Pencapaian dalam upaya memberantas kemiskinan ekstrim dan
kelaparan, menurunkan tingkat kematian anak, serta target-target MDGs lainnya yang terkait
dengan kesehatan dan pendidikan, banyak bergantung pada seberapa jauh kita mencapai
kemajuan dalam bidang nutrisi.

Adapun Rekomendasi Komitmen Pelaksana Perkembangan Nurtisi yag dapat


dilakukan antara lain :

1. Peningkatan Nutrisi melalui Pendekatan Keluarga


Upaya yang dilakukan dengan membangun Gizi menuju bangsa Sehat berprestasi
“Keluarga Sadar Gizi, Indonesia Sehat dan Produktif”

Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan terintegrasi Upaya Kesehatan


Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang didasari oleh data dan
informasi profil kesehatan keluarga melalui kunjungan rumah. Pendekatan keluarga
mengintegrasikan pelayanan UKP & UKM secara berkesinambungan dengan target
keluarga diharapkan dapat “meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan
yang komprehensif”. Dengan pendekatan keluarga tersebut setiap keluarga dapat
menerapkan perilaku hidup sehat untuk mencegah terjadinya masalah gizi dan kesehatan
dalam keluarga.

2. Pendekatan lintas-sektor dan inovatif


Bidang-bidang pembangunan yang terkait langsung kecukupan nutrisi, seperti
ketahanan pangan, infrastruktur, air bersih dan sanitasi, belum berkembang secara
optimal. Oleh karena itu, kerja sama lintas sektor antara berbagai pemangku kepentingan
terkait, apakah pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat madani, merupakan pra-
kondisi mutlak untuk meningkatan status gizi masyarakat.
Berpikir secara kreatif (out-of-the-box) untuk menyelesaikan persoalan dengan
melibatkan pemangku kepentingan non-pemerintah, mungkin masih sering menjadi
kendala, terutama bagi mereka yang terbiasa berpikir dalam kotak-kotak birokrasi. Tapi
tanpa upaya-upaya kreatif dan inovatif yang bekelanjutan seperti ini upaya-upaya dalam
meningkatkan status gizi masyarakat akan terus menemui jalan terjal.
Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, menyadari bahwa diperlukan juga
komitmen dan terobosan inovatif lebih jauh untuk memperkuat   berbagai upaya
peningkatan gizi yang ada. Komitmen ini telah diaktualisasikan Program Kesehatan dan
Gizi Berbasis Masyarakat yang memberikan prioritas pada penguatan pemberdayaan
masyarakat, penguatan penyedia pelayanan, serta penguatan pada aspek pemantauan dan
evaluasi.

3. Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)


Dari sudut kebijakan, pemerintah telah melahirkan berbagai kebijakan dan rencana
aksi untuk mewujudkan peningkatan status gizi. Dari dari semua rangkaian aksi telah
dilalui, terlihat bahwa upaya-upaya koordinatif di tingkat implementasi serta aspek
pemantauan dan evaluasi masih merupakan mata rantai lemah yang masih harus
diperbaiki.
Gerakan 1000 HPK ini bertolak dari postulat bahwa periode terpenting dalam
kehidupan manusia adalah masa 1000 hari pertama dalam kehidupan, yang mencakup 270
hari dalam kandungan dan 730 hari setelah kelahiran. Kekurangan gizi selama periode
tersebut akan mempengaruhi secara negatif tumbuh kembang anak, mengakibatkan
kondisi kerdil, kurus kering atau pun obesitas, dan pada gilirannya memperburuk kualitas
hidup di masa dewasa.

Adapun tiga hal yang perlu dipenuhi sebagai upaya mengoptimalkan tumbuh
kembang anak dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), adalah Pertama,  pemenuhan
Nutrisi. Kedua. pemenuhan Asi Ekslusif, dan Ketiga, sanitasi Lingkungan yang sehat.

1).  Pemenuhan Nutrisi

Pesatnya tumbuh kembang anak selama periode 1000 hari pertama


kehidupannya perlu didukung dengan pemenuhan gizi yang tepat. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala tahun 2017 tentang Nutrisi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan
mengemukakan asupan nutrisi selama hamil mempengaruhi fungsi organ tubuh anak.
Kebutuhan gizi ibu selama kehamilan yakni karbohidrat, protein, lemak, asam folat,
kalsium, zat besi, vitamin D dan Yodium. Makanan pendamping ASI (MP-ASI)
setelah anak berusia 6 bulan hingga 2 tahun. Zat gizi yang terkandung dalam MP-ASI
adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Kebutuhan protein dan zat
gizi mikro seperti vitamin dan mineral diperlukan dalam jumlah tinggi karena pada
masa ini sampai anak berusia 2 tahun merupakan masa pertumbuhan dengan laju
metabolisme tinggi. Kandungan lemak pada makanan pendamping ASI anak
diperlukan ssebagai asam lemak esensial, memfasilitasi penyerapan vitamin larut
lemak. Kebutuhan lemak bagi anak dalam makanan pendamping ASI sekitar 30-45%
kebutuhan energi.

2). Pemenuhan Asi Ekslusif

WHO merekomendasikan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama


dan pemberian ASI diteruskan hingga anak berusia 2 tahun untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak. Riset Katulla, dkk (2014) dalam penelitian The first 1000 days of
life mengemukakan pemberian ASI Eksklusif menurunkan risiko infeksi saluran
cerna, alergi, infeksi usus besar dan usus halus, penyakit celiac, leukemia, limfoma,
obesitas, dan DM pada masa yang akan datang. Pemberian ASI Eksklusif hingga 2
tahun juga dapat mempercepat pengembalian status gizi ibu, menurunkan risiko
obesitas, hipertensi, kanker payudara ibu.

3). Sanitasi Lingkungan Yang Sehat

Sanitasi lingkungan ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak. Biasakan


untuk selalu mencuci peralatan botol susu, makan, masak serta mainan dengan
pembersih yang food grade. Mencuci tangan dengan sabun  dan air bersih yang
mengalir. Kemudian, pakaian sebaiknya dicuci dengan pembersih yang lembut.
Sanitasi lingkungan yang tidak baik akan mengakibatkan kejadian diare yang nantinya
akan menyebabkan infeksi sehingga berpengaruh dan anak akan mengalami kurang
gizi.
4. Peningkatan status gizi remaja dan faktor penentu
Seribu hari pertama kehidupan seorang anak, dari konsepsi hingga ulang tahun ke-2,
adalah waktu yang kritis di mana gizi ibu dan anak yang optimal dapat menyebabkan
anak mencapai potensi penuhnya selama sisa hidup mereka. Masa remaja juga merupakan
periode pertumbuhan eksponensial dan perkembangan untuk anak laki-laki dan
perempuan dan merupakan satu lagi jendela kesempatan dalam siklus kehidupan untuk
memperbaiki perilaku gizi dan Kesehatan yang berdampak pada perkembangan fisik dan
mental mereka. Karena menstruasi dan potensi mereka untuk melahirkan anak, remaja
putri membutuhkan perhatian lebih untuk memastikan kebutuhan gizi, Kesehatan
reproduksi, dan kebersihan mereka cukup terpenuhi.
Periode remaja merupakan windows of opportunity kedua yang sangat sensitif dalam
menentukan kualitas hidup saat menjadi individu dewasa dan juga dalam menghasilkan
generasi selanjutnya. Perbaikan gizi pada remaja melalui intervensi gizi spesifik seperti
pendidikan gizi, fortifikasi dan suplementasi serta penanganan penyakit penyerta
bertujuan untuk meningkatkan status gizi remaja, memutus rantai inter-generasi masalah
gizi, masalah penyakit tidak menular dan kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Anisa, Agnia Fila, Agung Darozat, Ahmad Aliyudin, Ajeng Maharani, Ali Irfan Fauzan,
Biyan Adi Fahmi, Chika Budiarti, Desi Ratnasari¸Dian Fadilah N, Evi Apriyanti
Hamim. 2017. Permasalahan Gizi Masyarakat dan Upaya Perbaikannya. Hal.: 1-22.
Available at: http://digilib.uinsgd.ac.id/20833/1/gizi%20pdfmasyarakat.pdf
Arumsari, W., Supriyati, D. and Sima, P., 2022. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan
Stunting di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 10(2),
pp.82-94.
Boli EB, Yayuk FB, Dadang S. 2018. Komitmen politik dan peluang pengembangan
kebijakan gii pemerintah daerah provinsi NTT. Jurnal MKMI. 14 (4); 321-360.
Djide, N.A.N., 2021. Hubungan Intervensi Spesifik Dari Indikator Program Indonesia Sehat
Dengan Pendekatan Keluarga (Pis-Pk) Dengan Prevalensi Stunting Di 10 Desa Lokus
Program Pencegahan Stunting Di Kab. Banggai Tahun 2018-2019. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 12(5), pp.121-231.
Fox AM, Balarajan Y, Cheng C, Reich MR. 2015. Measuring political commitment and
opportunities to advance food and nutrition security: piloting a rapid assessment tool.
Journal Health Policy and Planning 30(5):566-578.
Global Nutrition Report. 2021. The State of Global Nutrition. UK : Development Initiatives
Poverty Research Ltd.
Horton S, Shekar M, McDonald C, Mahal A, Brooks JK. Scaling Up Nutrition - What Will It
Cost?; 2010.
Kemenkes RI. 2015. Status Gizi Pengaruhi Kualitas Bangsa. Diakses pada
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20150210/2111924/status-gizi-
pengaruhi-kualitas-bangsa/ tanggal 22 Maret 2023.
Kemenkes RI. 2020. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020-2025.
Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018. Laporan Penelitian.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2018.
Mohamad Agus Salim. (2015). Pengaruh Antraknosa (Colletotricum capsici dan C.
Acutatum) Terhadap Respons Ketahanan Delapan Belas Genotive Buah Cabai Merah
(Capsicum annun L.). Jurnal Istek. 6 (1-2)
Moreland S, Foley S, Morris L. A Guide to the Fundamentals of Economic Evaluation in
Public Health.; 2019.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024.
Shekar M, Kakietek J, Dayton EJ, Walters D. An Investment Framework for Nutrition:
Reaching the Global Targets for Stunting, Anemia, Breastfeeding, and Wasting.; 2017.
SPRING. Comprehensive Costing in Micronutrient Supplementation. 2016:14.
Soakakone M, Sutopo PJ, Apoina. 2021. Analisis Komitmen stakeholder dalam kemitraan
upaya penanggulangan stunting melalui interveni gizi sensitive. Care: Jurnal Ilmiah
Ilmu Kesehatan. 9(2); 286-297.
SUN. Movement. Planning and Costing for the Acceleration of Actions for Nutrition:
Experiences of Countries in the Movement for Scaling Up Nutrition.; 2014.
SUN. Movement Strategy and Roadmap (2016-2020).; 2016.
Syuryadi, Novfitri, 2020. Pengembangan metode evaluasi komitmen pemerintah daerah
provinsi dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi. Thesis. Institut Pertanian
Bogor.
Vassall A, Sweeney S, Kahn J, et al. Reference Case for Estimating the Costs of Global
Health Services and Interventions.; 2017.
WHO. 2008. The Global Nutrition Challenge: Getting a Healthy Start. The Pacific Health
Summit.

https://promkes.kemkes.go.id/membangun-gizi-menuju-bangsa-sehat-berprestasi-keluarga-
sadar-gizi-indonesia-sehat?PageSpeed=noscript
https://pps.unj.ac.id/mengejar-periode-emas-1000-hari-pertama-kehidupan-anak/
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20150629/5412682/nutrisi-dalam-
pembangunan-bangsa/
https://www.unicef.org/indonesia/media/9246/file/Program%20Gizi%20Remaja%20Aksi
%20Bergizi%20dari%20Kabupaten%20Percontohan%20menuju%20Perluasan
%20Program.pdf

Anda mungkin juga menyukai