Anda di halaman 1dari 21

PERATURAN KEPALA KORPS KEPOLISIAN PERAIRAN DAN UDARA

NOMOR 1 TAHUN 2020


TENTANG
PROSEDUR PEMERIKSAAN KAPAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA KORPS KEPOLISIAN PERAIRAN DAN UDARA,

Menimbang : a. bahwa Peran Polri dipertegas dalam Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 5 Ayat (1) berbunyi “Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang berperan dalam
Harkamtibmas, Penegakan Hukum, memberikan perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri“;

b. bahwa Kepolisian Perairan dan Udara dalam rangka melindungi, mengayomi


dan melayani masyarakat serta memelihara Kamtibmas dan penegakan
hukum di wilayah perairan, perlu melakukan pemeriksaan terhadap kapal
yang patut diduga melakukan tindak pidana;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a


dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Korps Kepolisian Perairan
dan Udara tentang Pemeriksaan Kapal;

Mengingat : a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Acara Pidana;

c. Undang-Undang …..
2

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan


Indonesia;

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang


Pengesahan United Nations Coonvention on The Law of The Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut);

e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang


Pelayaran;

f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang


Perikanan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KORPS KEPOLISIAN PERAIRAN DAN UDARA TENTANG
PROSEDUR PEMERIKSAAN KAPAL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara ini yang dimaksud
dengan:

1. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan


dan perairan pedalamannya.

2. Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih
kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.

3. Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang
diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

4. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang selanjutnya disebut ZEEI, adalah jalur
di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan
berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang
meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar
200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia.

5. Laut …..
3

5. Laut Lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI, laut
teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman
Indonesia.

6. Perairan Kepulauan Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau
jaraknya dari pantai.

7. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi
darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk
kedalamannya semua, bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari
suatu garis penutup.

8. Alur laut kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara
asing di atas alur laut tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan
penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit yang terus
menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di
atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu
bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia dan bagian laut lepas
atau Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia lainnya.

9. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan
maritim.

10. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan


penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.

11. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

12. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan


keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal,
pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan
penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan
Pencemaran …..
4

pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di


perairan tertentu.

13. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-
pindah.

14. Kapal Asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak
dicatat dalam daftar kapal Indonesia.

15. Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.

16. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin
tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda

18. Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang
lain dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan/atau
rintangan- pelayaran.

19. Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.

20. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh


Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan
pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang- undangan
untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

21. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan
untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan
perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.

22. Penangkapan adalah tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu


kebebasan tersangka atau kapal apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh Undang
– undang.
23. Penggeledahan …..
5

23. Penggeledahan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk menaiki dan


memasuki kapal, kendaraan air, instalasi dan bangunan di laut, tempat tertutup
lainnya, dan atau melakukan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka
serta untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau
penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam ketentuan
perundangan.

24. Penahanan adalah penempatan tersangka pada tempat tertentu oleh penyidik
dengan penetapannya (surat perintah), dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam Undang – undang.

25. Hak Pengejaran seketika (the right of hot pursuit) adalah hak melakukan
pengejaran kapal asing berdasarkan alasan yang cukup untuk mengira bahwa
kapal tersebut telah melanggar peraturan perundang - undangan negara
pantai. Pengejaran itu harus dimulai pada saat kapal asing atau salah satu dari
sekocinya ada dalam perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial
atau zona tambahan negara pengejar, dan hanya boleh diteruskan di luar laut
teritorial atau zona tambahan apabila pengejaran itu tidak terputus. Hak
pengejaran seketika berlaku juga terhadap pelanggaran di ZEEI atau Landas
Kontinen. Hak pengejaran berhenti setelah kapal yang dikejar memasuki laut
teritorial negaranya sendiri atau negara ketiga.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2
Maksud dan tujuan peraturan ini adalah:

a. Maksud dibuatnya peraturan ini adalah sebagai pedoman bagi Komandan Kapal
Polri dan Personel yang bertugas di lapangan dalam pelaksanaan pemeriksaan
terhadap kapal yang patut diduga melakukan Tindak Pidana di wilayah perairan.

b. Tujuan dibuatnya peraturan ini adalah agar tercipta keseragaman dalam tata
cara pemeriksaan, sehingga tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan tertib,
lancar dan aman.

BAB III …..


6

BAB III
PERSIAPAN NAIK KAPAL

Pasal 3
Untuk memastikan target atau sasaran kapal yang akan diperiksa, Komandan Kapal
Polri perlu mengumpulkan data atau informasi yang diperoleh dari:

a. Data atau informasi intelijen;


b. Analisa Daerah Operasi (ADO) atau Karakteristik Kerawanan Daerah;
c. Laporan informasi dari Masyarakat;
d. Laporan informasi dari kapal lain.

Pasal 4
Sebelum Komandan Kapal Polri melakukan pemeriksaan kapal, maka perlu
dilakukan pengamatan dari beberapa aspek sebagai berikut:

a. Posisi kapal;
b. Kondisi cuaca dan arus;
c. Aktivitas kapal;
d. Tipe, Kondisi kapal serta peralatannya;
e. Bendera kapal;
f. Arah dan kecepatan kapal;
g. Para awak kapal;
h. Nama, Pelabuhan asal, dan Nomor-nomor identifikasi;
i. Nomor IMO;
j. Tanda-tanda yang tidak umum pada lambung kapal;
k. Reaksi kapal tersebut terhadap kehadiran Kapal Polri.

Pasal 5
Sebelum Komandan Kapal Polri melakukan pemeriksaan kapal, maka perlu
menyiapkan bahan-bahan pertanyaan sebagai berikut:

a. Nama dan identitas kapal;


b. Bendera;
c. Nama, tanggal lahir dan kebangsaan Nahkoda;
d. Kebangsaan para awak kapal;
e. Jumlah awak kapal;
f. Panjang, lebar dan draft kapal;
g. Pelabuhan …..
7

g. Pelabuhan terakhir dan Pelabuhan tujuan;


h. Muatan atau Cargo bawaan;
i. Apakah ada senjata atau barang berbahaya lainnya;
j. Dan lain-lain.

Pasal 6
Komandan Kapal Polri harus mampu menilai adanya potensi resiko yang akan
dihadapi dengan membuat skala penilaian resiko sebagai berikut:
a. Hijau (resiko atau ancaman rendah)
b. Kuning (Hati-hati)
c. Merah (resiko atau ancaman tinggi)

Pasal 7
Adapun parameter penilaian pada Pasal 7 huruf a, b, dan c sebagai berikut:
a. Jumlah orang di atas kapal;
b. Konfigurasi kapal;
c. Kebangsaan para awak kapal;
d. Kondisi cuaca;
e. Laporan informasi.

Pasal 8
Untuk menunjang keberhasilan Tim Boarding dalam pemeriksaan kapal, maka perlu
menyiapkan peralatan Boarding antara lain:
a. Daftar pemeriksaan kapal
b. Formulir-formulir
c. Perlengkapan alat tulis
d. Senter
e. Tali pengukur
f. Cermin untuk inspeksi
g. Alat perekam
h. Sarung tangan karet
i. Kamera
j. Label untuk barang bukti
k. Peralatan khusus (alat deteksi Narkotika, obat-obatan terlarang, dokumen, dll)
l. Dan lain-lain.
Pasal 9 …..
8

Pasal 9
Untuk menunjang keberhasilan dan keselamatan Tim Boarding dalam pemeriksaan
kapal, maka perlu menyiapkan perlengkapan perorangan antara lain:
a. Pelindung badan
b. Life jacket
c. Helm
d. Pelindung mata
e. Sepatu safety
f. Tongkat polisi
g. Senjata dan amunisi
h. Borgol
i. Pisau
j. Cairan atau gas kimia untuk melumpuhkan

Pasal 10
Sebelum menurunkan Tim Boarding, Komandan Kapal Polri memerintahkan Tim
Boarding untuk mendiskusikan beberapa hal sebagai berikut:
a. Tugas spesifik dari masing-masing anggota Tim Boarding
b. Tehnik Komunikasi (sandi)
c. Hasil penilaian menyeluruh atas situasi dan kondisi kapal
d. Antisipasi adanya penyerangan terhadap tim boarding
e. Apabila ditemukan adanya penumpang gelap
f. Apabila ditemukan adaanya senjata gelap
g. Apabila ditemukan adanya bukti pelanggaran hukum atau Tindak pidana di atas
kapal
h. Rencana-rencana kemungkinan yang akan timbul

BAB IV …..
9

BAB IV
PENGEJARAN SEKETIKA / HOT PERSUIT

Pasal 11
Hot Persuit sebagaimana dijelaskan pasal 111 Undang - undang No. 17 tahun 1985
tentang pengesahan UNCLOS 1982 adalah hak melakukan pengejaran seketika
dan tidak terputus mulai dari perairan Teritorial (Zona Tambahan) sampai kelaut
bebas atau kapal yang dikejar masuk ke wilayah laut negara ketiga. Hak pengejaran
dilakukan dalam hal dan tata cara sebagai berikut:

1) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Perundang - undangan nasional di


laut Teritorial;
2) Terjadi pelanggaran di Zona Tambahan terkait dengan Kepabeanan, Imigrasi
, Fiskal, Sanitasi, dan benda cagar budaya (purbakala dan benda-benda
bersejarah);
3) Terdapat alasan yang kuat bahwa kapal tersebut telah melakukan
pelanggaran sebagaimana angka 1) dan 2) dan telah dilakukan Prosedur
Penghentian sebagaimana mestinya;
4) Kapal dan Pesawat Terbang yang berhak melakukan pengejaran seketika
adalah kapal yang sedang melakukan tugas pemerintah dilakukan secara
terus menerus (tidak berhenti) dan dapat dilakukan secara bergantian oleh
Kapal atau Pesawat Terbang dalam dinas pemerintah.

Pasal 12
Pengecualian dalam hal penghentian terhadap kapal asing:

a. Yang melintasi laut teritorial untuk tujuan melasanakan yuridiksi perdata


bertalian dengan seseorang yang berada di atas kapal itu;

b. Tidak dapat melaksanakan eksekusi terhadap atau menahan kapal untuk


keperluan proses perdata apapun kecuali hanya berhubungan dengan
kewajiban atau tanggungjawab ganti rugi yang diterima atau yang dipikul oleh
kapal itu dalam perjalanannya melalui perairan indonesia (pasal 28 ayat 1 dan
2 UU no.17 tahun 1985 tentang ratifikasi UNCLOS).

BAB V …..
10

BAB V
PEMERIKSAAN KAPAL

Pasal 13
Setelah kapal dihentikan, maka selanjutnya dilaksanakan tindakan:
a. Melaksanakan pemeriksaan;
b. Atas perintah Komandan, kapal merapat ke Kapal Polri atau sebaliknya;
c. Dalam keadaan tertentu dapat menggunakan skoci / Ship Tender Kapal Polri
untuk merapat ke kapal yang diperiksa atau skoci kapal yang merapat ke Kapal
Polri (Kapal Polri tetap melaksanakan pengawasan terhadap kapal yang
dicurigai tersebut dalam jarak aman).

Pasal 14
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemeriksaan di laut:
a. Pemeriksaan di laut harus menggunakan sarana yang sah/resmi dengan
identitas/ciri-ciri yang jelas dan dapat dikenali sebagai Kapal Polri yang diberi
kewenangan untuk melakukan tindakan tersebut;
b. Tim pemeriksa harus menggunakan seragam lengkap dan dilengkapi surat
perintah;
c. Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nahkoda atau ABK kapal yang diperiksa;
d. Pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti, cepat, tidak terjadi
kehilangan, kerusakan dan tidak menyalahi prosedur pemeriksaan;
e. Selama peran pemeriksaan tim pemeriksa harus selalu berkomunikasi dengan
kapal yang diperiksa.

Pasal 15
Setelah selesai pemeriksaan, hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Membuat surat pernyataan tertulis dan ditanda tangani oleh Nahkoda kapal,
yang menerangkan tentang hasil pemeriksaan berjalan dengan tertib, tidak
terjadi kekerasan, kerusakan dan kehilangan;
b. Membuat surat pernyataan tertulis dan ditanda tangani oleh Nahkoda kapal,
yang menerangkan tentang hasil pemeriksan surat-surat/ dokumen kapal
dengan menyebutkan tempat dan waktu;
c. Mencatat dalam buku jurnal kapal yang diperiksa yang berisi:
d. Kapan dan dimana kapal diperiksa;
e. Pendapat …..
11

e. Pendapat tentang hasil pemeriksaan secara garis besar;


f. Perintah yang diberikan;
g. Perwira pemeriksa menandatangani hasil pemeriksaan pada buku jurnal kapal
dibubuhi stempel kapal pemeriksa.
h. Dalam hal buku jurnal kapal tidak ada, agar nahkoda membuat surat pernyatan
tentang tidak adanya buku jurnal kapal;
i. Terhadap Nahkoda kapal asing yang tidak dapat berbahasa Indonesia,
sesampai di pangkalan/pelabuhan terdekat diberikan penjelasan lengkap dan
rinci terkait perkaranya dengan dibantu oleh penterjemah sebelum dilakukan
penyidikan lanjutan.

BAB VI
PENGHENTIAN KAPAL

Pasal 16
Apabila kapal dicurigai melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang
cukup, diadakan penghentian dengan alasan-alasan sebagai berikut :

a. Di Perairan Indonesia, melakukan tindak pidana yang diatur dalam perundang -


undangan Indonesia;

b. Di Zona Tambahan, melakukan tindak pidana yang berhubungan dengan


Kepabeanan, Imigrasi, Fiskal, Sanitasi, dan Cagar Budaya (Purbakala dan
benda-benda bersejarah). Pengejaran dan penghentian serta pemeriksaan
terhadap kapal-kapal di Zona Tambahan dilakukan terhadap pelanggaran yang
terjadi dilaut teritorial dan menghukum pelanggaran terhadap peraturan-
peraturan tersebut. Tindakan ini dapat berupa pencegahan terhadap kapal-
kapal yang akan memasuki Zona Tambahan dan menghukum dalam hal kapal
akan meninggalkan Zona Tambahan namun melakukan pelanggaran;

c. Di ZEE, pengejaran dan penghentian serta pemeriksaan kapal-kapal asing di


zona ini dapat dilaksanakan apabila terdapat bukti atau petunjuk kuat dengan
didasari atas hak berdaulat atas kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
dan Yuridiksi untuk pendirian dan pemanfaatan pulau buatan, instalasi dan
bangunan, riset ilmian kelautan, perlindungan dan penjagaan lingkungan
maritim dari Negara pantai. Secara rinci kegiatan tersebut sebagaimana
dibawah ini:
1) Melakukan …..
12

1) Melakukan penelitian ilmiah kelautan tanpa ijin;


2) Melakukan eksplorasi/eksploitasi sumber daya di ZEE tanpa ijin
Pemerintah RI;
3) Meletakan/membongkar kabel dasar laut tanpa ijin;
4) Membangun dan menggunakan pulau buatan, instalasi dan bangunan;
5) Melakukan pencemaran;
6) Melakukan kegiatan lain yang bertentangan dengan hukum Nasional dan
Internasional.

d. Landas Kontinen

1) Melakukan eksplorasi/eksploitasi sumber daya alam di landas kontingen


tanpa ijin pemerintah RI;
2) Melakukan penelitian ilmiah di landas kontingen tanpa ijin;
3) Meletakan / membongkar kabel / pipa saluran tanpa ijin;
4) Membangun dan mengunakan pulau buatan instalasi dan bangunan tanpa
ijin;
5) Melakukan pencemaran;
6) Melakukan kegiatan lain yang bertentangan dengan hukum Nasional dan
Internasional.

e. Di laut lepas, kapal yang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan


hukum international, contoh : piracy, penyiaran gelap, perdagang budak.

Pasal 17
Penghentian kapal dilakukan bilamana ada dugaan yang cukup tentang telah terjadi
pelanggaran hukum dan atau untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum:

a. Pada saat Kapal Polri akan melaksanakan penghentian suatu kapal,


laksanakan peran pemeriksaan kapal, persiapan peralatan dan personel serta
menaikan tingkat kesiagaan;

b. Dimulai dengan memberikan isyarat untuk berkomunikasi dengan cara :

1) Mengibarkan bendera “K” (pada batas cuaca yang dapat dilihat);


2) Optis lampu “ KKK ” (pada batas cuaca yang dapat dilihat);
3) Semaphore huruf “K” (pada batas cuaca yang dapat dilihat);
4) Radio Komunikasi chanell 16.

c. Apabila …..
13

c. Apabila gagal perintah berhenti dapat juga dilakukan dengan cara :

1) Mengibarkan bendera Ular-ular pengganti “L” (pada batas cuaca yang


dapat dilihat);
2) Megaphon (pada batas yang dapat didengar);
3) Isyarat gauk.

d. Jika permintaan untuk berkomunikasi dan perintah berhenti menurut cara-cara


diatas tidak diindahkan, maka diberikan peringatan tembakan dengan
menggunakan jenis peluru hampa atau tajam ke arah atas;

e. Jika peringatan ini tidak diindahkan, laksanakan tembakan kearah laut disekitar
kapal yang percikannya dapat dilihat oleh kapal yang dicurigai;

f. Apabila dengan peringatan tersebut kapal tidak juga berhenti, maka dapat
diambil tindakan sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 jo pasal 7 ayat
(1) huruf j KUHAP dalam rangka melaksanakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab dengan menembak ke arah badan kapal pada tempat
yang diperkirakan tidak ada ABK-nya dan dilaksanakan pertolongan jika
diperlukan.

Pasal 18
Dalam melakukan penghentian kapal asing harus memperhatikan hak-hak kapal
tersebut selama melakukan lintas diperairan kepulauan dan laut teritorial sesuai
dengan ketentuan dalam Undan-undang No. 17 tahun 1985 tentang Ratifikasi
UNCLOS 1982.

BAB VII …..


14

BAB VII
NAIK KE ATAS KAPAL

Pasal 19
Aturan keamanan pada saat naik ke atas kapal:
a. Tim Boarding harus bekerja secara berpasangan
b. Memperhitungkan semua awak kapal
c. Memperhatikan arah tembak
d. Menjaga posisi senjata
e. Memperhitungkan ukuran dan konfigurasi kapal
f. Menghindari penglihatan terowongan (tunnel vision)

Pasal 20
Pada saat mendekati kapal yang akan diperiksa, Komandan Kapal Polri wajib
melakukan manuver “sepatu kuda” yaitu
a. Melakukan kegiatan manuver kapal dengan cara mengitari kapal yang akan
diperiksa dimulai dari lambung kiri menuju ke arah buritan dan dilanjutkan ke
lambung kanan, atau;
b. Melakukan kegiatan manuver kapal dengan cara mengitari kapal yang akan
diperiksa dari lambung kanan menuju ke arah buritan dan dilanjutkan ke
lambung kiri.

Pasal 21
Kegiatan manuver pada pasal 20 bertujuan untuk melakukan pengamatan
menyeluruh terhadap situasi dan kondisi kapal yang akan diperiksa, tidak dianjurkan
melakukan manuver dengan cara memotong haluan kapal yang akan diperiiksa.

Pasal 22
Pada saat Tim Boarding naik ke atas kapal yang akan diperiksa, agar memastikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Kapal yang diperiksa harus dalam keadaan berhenti atau dalam kecepatan
aman
b. Menginformasikan kepada nahkoda kapal untuk membantu proses Tim
Boarding naik ke atas kapal

c. Bila …..
15

c. Bila perlu mengumpulkan para awak kapal pada satu titik atau lokasi yang
dapat diawasi secara langsung
d. Tim Boarding segera menempatkan diri pada posisi yang telah ditentukan
dengan mempertimbangkan aspek keamanan.

Pasal 23
Sebelum melakukan pemeriksaan kapal perlu adanya perkenalan antara petugas
boarding dan nahkoda kapal dengan cara sebagai berikut:
a. Menyambut nahkoda dengan senyum, sapa dan salam
b. Memperkenalkan identitas diri dan kesatuan
c. Menanyakan perihal ada tidaknya senjata atau barang berbahaya lainnya di
atas kapal
d. Menjelaskan proses boarding
e. Menggunakan intonasi positif

Pasal 24
Apabila ditemukan senjata di atas kapal, maka hal yang perlu dilakukan antara lain:
a. Kosongkan senjata tersebut (bila memungkinkan)
b. Pisahkan senjata dari amunisi
c. Simpan senjata pada lokasi yang aman
d. Kembalikan senjata atau informasikan letak senjata pada saat proses
boarding selesai

BAB VIII …..


16

BAB VIII
INSPEKSI

Pasal 25
Agar memastikan keamanan Tim Boarding dan awak kapal, lakukan inspeksi awal
keamanan dengan mengitari sekeliling kapal untuk mengidentifikasi potensi yang
membahayakan keamanan dan menilai kelayakan kapal

Pasal 26
Dalam melakukan inspeksi awal keamanan dapat difokuskan pada:
a. Mencari dan mengamankan senjata yang sudah diketahui;
b. Awak kapal yang tidak dapat dijelaskan (penumpang gelap);
c. Hasil penilaian resiko keamanan.

Pasal 27
Selain melakukan inspeksi awal, maka perlu dilakukan inspeksi lanjutan meliputi:
a. Pengecekan dokumen kapal;
b. Pengecekan dokumen muatan;
c. Pengecekan dokumen awak kapal;
d. Pengecekan dokumen penumpang;
e. Pengecekan akomodasi dan ruang-ruang lainnya.

BAB IX …..
17

BAB IX
TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN KAPAL

Pasal 28
Apabila tidak terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang adanya
tindak pidana, maka:
a. Kapal diijinkan melanjutkan pelayaran;
b. Dalam buku Jurnal pelayaran dicatat bahwa telah diadakan pemeriksaan
dengan menyebutkan Posisi dan Waktu;
c. Meminta surat secara tertulis kepada Nahkoda kapal tentang tidak
terjadinya kekerasan, kerusakan dan kehilangan selama pemeriksaan serta
pernyataan tidak melakukan gugatan.

Pasal 29
Tindakan yang dapat diambil apabila terdapat bukti yang cukup atau petunjuk
yang kuat tentang telah terjadi suatu tindak pidana :

a. Perwira pemeriksa memberitahu kepada Nahkoda bahwa telah terjadi


tindak pidana dan untuk itu kapal akan dibawa ke pangkalan / pelabuhan
yang ditentukan;
b. Meminta kepada Nahkoda kapal untuk memberikan tandatangan pada peta
posisi, Gambar Situasi Pengejaran dan Penghentian;
c. Komandan Kapal Polri mengeluarkan surat perintah untuk membawa kapal
dan orang ke pangkalan/pelabuhan yang telah ditentukan.

BAB X …..
18

BAB X
ALTERNATIF MEMBAWA KAPAL

Pasal 30
Apabila terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang telah terjadi suatu
tindak pidana maka ada beberapa alternatif untuk membawa kapal:

a. Di Ad Hoc
1) Komandan Kapal Polri menerbitkan surat perinah Ad Hoc kepada
nahkoda/tersangka supaya membawa sendiri kapalnya ke pelabuhan sesuai
yang diperintahkan;
2) Surat-surat/dokumen, muatan dan benda-benda dipindahkan diamankan di
Kapal Polri;
3) Perintah Ad Hoc hanya diberlakukan terhadap kapal berbendera Indonesia
(ABK bukan asing) yang diyakini tidak akan melarikan diri;
4) Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Komandan kapal /nahkoda Kapal Polri:
(a) Waspadai Kapal tersebut tidak mematuhi perintah Ad Hoc dan
melarikan diri;
(b) Waspadai pertukaran Nahkoda kapal yang tidak sesuai sijil.
b. Dikawal
1) Kapal tetap dibawa Nahkoda dan ABK-nya menuju pelabuhan yang dituju;
2) Ditempatkan Tim kawal diatas kapal secara proporsional;
3) Kapal Polri dapat mengawal pada jarak aman;
4) Surat-surat/dokumen kapal/muatan dan benda-benda yang mudah
dipindahkan termasuk alat komunikasi diamankan di Kapal Polri;
5) Sebagian ABK dari kapal yang dikawal dapat dipindahkan ke Kapal Polri.

c. Digandeng/ditunda/ditarik

1) Dalam hal kapal mengalami kerusakan dapat dibawa oleh Kapal Polri
dengan cara digandeng/ditunda/ditarik dengan tetap memperhatikan
kesiapan tekhnis dan material Kapal Polri;
2) Sebagian ABK dapat dipindahkan ke Kapal Polri dan menempatkan petugas
di atas kapal yang dikawal;
3) Apabila kapal mengalami kerusakan berat dan kemungkinan akan
tenggelam serta upaya penyelamatan kapal tidak memungkinkan, maka
Nahkoda dan ABK dipindahkan ke Kapal Polri sebagai upaya pertolongan.
BAB XI …..
19

BAB XI
PENYERAHAN KEPADA PANGKALAN / KANTOR

Pasal 31
Pada prinsipnya Komandan Kapal Polri adalah Penyidik/penyidik pembantu, namun
dengan pertimbangan efisiensi waktu penyidikan lanjut diserahkan kepada
pangkalan/kantor berwenang tempat dimana kapal akan diperiksa lebih lanjut
(penyelidikan lanjutan penyidikan). Setelah kapal sampai dipangkalan/pelabuhan,
Komandan Kapal Polri segera menyerahkan kapal dan muatan, Nahkoda dan ABK
serta surat-surat/Dokumen kapal/muatan kepada pangkalan dengan dilengkapi :

a. Laporan Polisi;
b. Surat Perintah Pemeriksaan;
c. Berita Acara Pemeriksaan;
d. Pernyataan Keadaan Muatan;
e. Pernyataan Keadaan Hasil Pemeriksaan;
f. Pernyataan Hasil Pemeriksaan Dokumen;
g. Gambar Situasi Pengejaran dan Penghentian;
h. Pernyataan Posisi;
i. Surat Perintah Ad Hoc;
j. Surat Perintah Penangkapan;
k. Berita Acara Penangkapan;
l. Surat Perintah Membawa Kapal;
m. Berita Acara Membawa Kapal;
n. Daftar Adanya Tersangka;
o. Daftar Adanya Barang Bukti;
p. Berita Acara Serah Terima Tersangka dan Barang Bukti;
q. Tanda Terima Pelimpahan Alat Navigasi;
r. Surat Pengantar Serah Tersangka dan Barang Bukti;
s. Surat Peringatan;
t. Laporan Hasil Pemeriksaan;
u. Berita Acara Pemeriksaan Saksi;
v. Berita Acara Pengambilan Sumpah Saksi.

BAB XII …..


20

BAB XII
TURUN DARI KAPAL

Pasal 32
Adapun hal-hal yang harus dilakukan pada saat turun dari kapal antara lain:
a. Memberikan petunjuk kepada nahkoda dan awak kapal;
b. Mengembalikan barang pribadi milik awak kapal;
c. Melakukan inventarisasi peralatan Tim Boarding;
d. Melakukan komunikasi dan bertukar informasi dengan Tim Boarding untuk
mendapatkan kesimpulan pemeriksaan;
e. Melaporkan hasil pemeriksaan kapal kepada Komandan Kapal Polri;
f. Menyimpan peralatan Boading dan perlengkapan pemeriksaan kapal.

BAB XIII
PENUTUP

Pasal 33
Peraturan Korpolairud Baharkam Polri dibuat untuk dijadikan pedoman bagi
Komandan Kapal Polri dan Personel yang bertugas, sehingga dapat memberikan
kepastian akan kebenaran langkah-langkah yang diambil dalam rangka
melakukan pemeriksaan kapal di wilayah perairan.

Pasal 34
Agar setiap Komandan Kapal Polri dan personel yang bertugas di lapangan di
lingkungan Korpolairud Baharkam Polri dan Ditpolairud Polda wajib
mengetahuinya serta untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas.

Pasal 35
Dalam penerapannya Peraturan Kakorpolairud Baharkam Polri tentang Prosedur
Pemeriksaan Kapal ini akan selalu dikaji dan dievaluasi, serta bila perlu diadakan
perubahan sesuai dengan perkembangan perundang-undangan.

Pasal 36 …..
21

Pasal 36
Peraturan Kakorpolairud Baharkam Polri ini mulai berlaku sejak pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 30 Juli 2020
KAKORPOLAIRUD BAHARKAM POLRI

Drs. LOTHARIA LATIF, S.H., M.Hum.


INSPEKTUR JENDERAL POLISI

Anda mungkin juga menyukai