TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Harmonisasi Hukum Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia
Indonesia berkeistimewaan memanfaatkan dan mengelola wilayah perairan nasional
sebagaimana konsepsi negara kepulauan berdasarkan UNCLOS. Negara kepulauan bermakna
sebagai wilayah yang dikelilingi oleh satu hingga lebih pulau-pulau serta mencakup
kepulauan lainnya.1 Konsepsi negara kepulauan ditegaskan konstitusi nasional sebagai
wilayah, batas, dan hak yang melekat bagi Indonesia menguasai wilayah nasional. Kepulauan
bermakna penting bagi Indonesia menentukan status hukum pulau-pulau nasional. 2 Indonesia
identik dengan keberadaan PPKT berdasarkan pengakuan masyarakat internasional sebagai
negara kepulauan. Istilah PPKT termaktub dalam Pasal 47 ayat (1) UNCLOS sebagai sistem
penarikan titik pangkal kepulauan lurus menghubungkan titik terluar pulau hingga karang di
kepulauan terluar.3 Peristilahan “pulau” ditegaskan Pasal 121 konvensi yang berfokus pada
pembentukan wilayah daratan secara alami (naturally formed area of land) sebagai syarat
utama diakuinya pulau yang dikelilingi oleh air dan berada diatas permukaan air pada air
pasang (bukan pulau buatan atau reklamasi).4
7
Dhiana Puspitawati, Hukum Laut Internasional, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 23.
8
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), UU No. 17 Tahun 1985.
9
United Nations, “United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names”,
https://www.un-ilibrary.org/content/series/25227947, diakses 15 Maret 2022.
10
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar, PP No. 62 Tahun
2010, Ps. 1 ayat (2).
11
Arif Sutiarnoto, “the Management of Indonesia’s Outermost Small Islands as A National Strategic
Region Based On Eco Marine Tourism” ANR Conference Series 01 (2018), hlm. 219.
12
Indonesia, Peraturan Presiden Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Perpres
No. 18 Tahun 2020.
Sebelumnya, rencana pembangunan PPKT diproyeksikan melalui RPMJN 2015-2019 dan
dilanjutkan pada periode 2020-2024.
Regulasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem (UU No. 5/1990)
melengkapi fokus pengembangan PPKT membatasi unit lingkungan dan sumber daya melalui
pemanfaatan dan perlindungan sumber kekayaan hayati beserta ekosistem sebagai
perwujudan keseimbangan ekosistem laut.14 Aspek lingkungan PPKT identik dengan kegiatan
penelitian dan riset yang bermanfaat bagi peningkatan IPTEK nasional. Perlindungan
kawasan PPKT berbasis lingkungan menjamin berkembangnya ekologis kepulauan yang
berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir.15 Terlebih, kualitas lingkungan PPKT bermanfaat
bagi ekosistem nasional, sehingga diatur larangan menyangkut subjek hukum melakukan
aktivitas terlarang khususnya perdagangan lintas pelayaran terlarang.
13
Indonesia, Peraturan Presiden Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Perpres No. 78 Tahun
2005, Ps. 1 ayat (1).
14
Indonesia, Undang-Undang tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No.
5 Tahun 1990, Ps. 3-5.
15
UU No. 5 Tahun 1990, Ps. 7.
16
Indonesia, Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 23 Tahun 1997, Ps. 8.
17
UU No. 23 Tahun 1997, Ps. 4.
Peranan aktivitas pelayaran berpengaruh terhadap konektivitas jalur maritim nasional
berdasarkan alur geografis PPKT berdasarkan ketetapan tentang pelayaran (UU No.
21/1992). Operasi pelayaran nasional bergantung pada penyelenggaraan navigasi yang
memadai di sepanjang alur kepulauan.18 Jangkauan PPKT yang terpadu, berbasis
kepelabuhan, aman, dan berkembang memaksimalkan perluasan pelayaran nasional dan
internasional yang menguntungkan secara ekonomis bagi negara. Indonesia dapat
mengintegrasikan pembangunan PPKT berdasarkan standar okupasi meliputi bangunan dan
instalasi mencakup keamanan, keselamatan, dan navigasi pelayaran. 19 Alur lintas dan rute
laut memberikan keamanan lalu lintas pelayaran dengan ditetapkannya kebutuhan operasi,
rute dan pemetaan hidrografi yang bermanfaat bagi kualitas jalur maritim.
Pemanfaatan wilayah PPKT tidak terlepas dari pentingnya efektifitas penataan ruang
sebagai pedoman pembinaan wilayah pembangunan yang diatur berdasarkan peraturan
tentang penataan ruang (UU No. 26/2007). Keanekaragaman struktur wilayah PPKT,
memerlukan pembinaan dan tata kelola strategis demi tercapainya pemanfaatan ruang.
Konsep penataan PPKT dipadukan dengan asas keseimbangan, keberlanjutan, terpadu untuk
memaksimalkan ruang wilayah.21 PPKT nasional dipertimbangkan sebagai dasar
pembangunan yang berpengaruh terhadap geopolitik dan geostrategi nasional. Terlihat,
bagaimana pembangunan pulau yang berdampingan dengan batas maritim negara lain
mempertimbangkan strategi pertahanan dan keamanan berdasarkan stabilitas kawasan.
Penataan PPKT diwujudkan berdasarkan besarnya potensi kawasan meliputi pertahanan dan
keamanan, ekonomi, teknologi, dan politik hukum untuk menegakkan wilayah kedaulatan
dan yurisdiksi nasional.22 Anasir potensi PPKT dilaksanakan berdasarkan kemampuan negara
18
Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No. 21 Tahun 1992, Ps. 5.
19
UU No. 21 Tahun 1992, Ps. 8.
20
Indonesia, Undang-Undang tentang Perairan Indonesia, UU No. 6 Tahun 1997, Ps. 4.
21
Indonesia, Undang-Undang tentang Penataan Ruang, UU No. 26 Tahun 2007, Ps. 2.
22
UU No. 26 Tahun 2007, Ps. 6.
mengakomodir kebutuhan wilayah untuk memaksimalkan keunggulan dan meminimalisir
kekurangan wilayah pesisir.
Sektor pertahanan dan keamanan sebagai garda terdepan penegakkan hukum dan
kedaulatan PPKT diatur melalui peraturan tentang pertahanan negara (UU No. 3/2002).
Penyelenggaraan penegakan kedaulatan dilaksanakan melalui pengelolaan pertahanan yang
dibentuk berdasarkan kebijakan pertahanan nasional. Daya tangkal dan penangguhan
ancaman kedaulatan merupakan tujuan utama karakter pertahanan negara di PPKT khususnya
wilayah terluar yang berdampingan langsung dengan perairan internasional. PPKT
difungsionalkan kondisi dan tatanannya melalui perwujudan kesatuan pertahanan yang
berdaulat.23 Integrasi pelaksanaan pertahanan negara dilakukan melalui aparat penegak
hukum meliputi instansi TNI dan kepolisian. Ketentuan penegakan kedaulatan dan
pelaksanaan yurisdiksi dikolaborasikan kedua institusi penegakan hukum dengan
mengedepankan penghormatan dan keselamatan nasional.
Penentuan perbatasan laut teritorial ditegaskan pasal 2-32 UNCLOS sebagai indikator
negara menetapkan titik pangkal dalam mengukur perairan teritorial. Garis pangkal lurus
ditetapkan melalui garis pantai yang masuk dan menikung dimana terdapatnya pulau-pulau di
sepanjang garis pantai yang berdekatan.26 Sedangkan garis pangkal biasa ditetapkan
berdasarkan rezim zona maritim meliputi ZEE, zona tambahan, dan landas kontinen.
Peraturan nasional menetapkan UU No. 6/1996 sebagai instrumen hukum penetapan batas
wilayah laut nasional. Laut teritorial Indonesia ditetapkan dari titik pangkal kepulauan
23
Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UU No. 3 Tahun 2002, Ps. 5.
24
UNCLOS 1982, Ps. 15.
25
UNCLOS 1982, Ps. 2.
26
UNCLOS 1982, Ps. 7.
nasional sebagai batas lurus yang menghubungkan batas terluar garis air rendah pulau dan
karang terluar kepulauan nasional.27
Selain hukum nasional yang menyelaraskan UNCLOS dan UU No. 6/1996, beberapa
kesepakatan internasional tentang batas zona teritorial yang melibatkan Indonesia dengan
negara lain telah dicapai dan dalam proses perundingan. Kesepakatan batas teritorial
merupakan inisiasi negara menetapkan zona maritim atas pengamanan PPKT di wilayah
terluar nasional:
1. Perjanjian batas maritim laut teritorial antara Indonesia dengan Malaysia tertanggal
17 Maret 1970 dan diratifikasi peraturan nasional tentang ditetapkannya garis batas
laut kedua negara di Selat-Malaka;28
2. Perjanjian antara Malaysia dan Indonesia serta diratifikasi pada 1983 tentang rezim
hukum nusantara dan hak negara Malaysia di perairan teritorial dan nusantara
beserta ruang udara di atas laut teritorial;29 dan
3. Perjanjian batas maritim laut teritorial Indonesia dan Singapura masih dalam proses
perundingan untuk segmen timur khususnya area delimitasi garis batas perairan
teritorial.
Batas zona ZEE menjadi bagian wilayah laut nasional yang berperan terhadap
penetapan status hukum PPKT. UNCLOS menetapkan ZEE sebagai wilayah terluar dan
bersandingan dengan perairan teritorial.30 Penetapan ZEE ditetapkan sejauh 200-mil laut yang
dihitung berdasarkan garis pangkal dari pengukuran perairan teritorial. Pengukuran dan
penetapan ZEE sangatlah penting, mengingat penetapan titik dasar ZEE dihitung berdasarkan
posisi PPKT suatu negara.31 Kondisi ZEE nasional yang luas dan dikelilingi PPKT,
melimpahkan keistimewaan negara memaksimalkan aktivitas pemanfaatan sumberdaya, dan
hak berdaulat. Kewenangan negara berpantai di ZEE ditegaskan pasal 56 Konvensi untuk
dimanfaatkan potensi sumberdaya alam dan bahari khususnya wilayah PPKT yang termasuk
cakupan 200-mil laut.
Indonesia menetapkan peraturan perundang-undangan tentang ZEE (UU No. 5/1983).
Peraturan tersebut menekankan pentingnya penegakan hukum di zona ZEE yang
berdampingan dengan negara lain berkaitan dengan kepentingan nasional bagi peningkatan
kesejahteraan dan pemanfaatan sumberdaya termasuk perlindungan atas kepentingan
27
Indonesia, Undang-Undang tentang Perairan Indonesia, UU No. 6 Tahun 1996, Ps. 5.
28
Indonesia, Undang-Undang tentang Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Malaysia tentang
Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka, UU No. 2 Tahun 1971.
29
Indonesia, Undang-Undang tetang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Malaysia
Tentang Rejim Hukum Negara Nusantara dan HakHak Malaysia di Laut Teritorial dan Perairan Nusantara Serta
Ruang Udara Diatas Laut Teritorial, Perairan Nusantara dan Wilayah Republik Indonesia ynag Terletak di
Antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat, UU No. 1 Tahun 1983.
30
UNCLOS 1982, Ps. 55.
31
Massie, Cornelis Djelfie, hlm 138.
nasional. Negara mengharmonisasikan pengaturan ZEE nasional yang diklasifikasikan pada
pengelolaan sumberdaya di kawasan PPKT:
1. Peraturan perundang-undangan tentang perairan nasional;32
2. Peraturan perundang-undangan tentang perikanan;33
3. Peraturan perundang-undangan tentang konservasi sumberdaya hayati dan
ekosistem;34 dan
4. Peraturan perundang-undangan tentang penggunaan sumberdaya di ZEE nasional.35
Sebagai tindak lanjut penetapan UU No. 5/1983, konsepsi bangsa kepulauan yang
dengan keberadaan PPKT memperoleh pengakuan hukum internasional terhadap
perkembangan rezim ZEE diantaranya:36
1. Melindungi negara berpantai terhadap tindakan pemanfaatan sumber daya oleh
negara lain yang posisi geografisnya berdampingan dengan negara pantai;
2. Sumberdaya hayati yang berlimpah pada wilayah dimungkinkan pulih kembali,
namun pembatasan pemanfaatan dan pengelolaan perlu diterapkan untuk
menghindari eksploitasi diluar surplus; dan
3. Melindungi hak dan kepentingan nasional negara berpantai melaksanakan
pelestarian dan perlindungan laut termasuk dilakukannya kegiatan penelitian
maritim bagi ilmu kelautan.
32
Indonesia, Undang-Undang tentang Perairan Indonesia, UU No. 6 Tahun 1996.
33
Indonesia, Undang-Undang tentang Perikanan, UU No. 45 Tahun 2009.
34
Indonesia, Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Eksosistemnya, UU No. 5
Tahun 1990.
35
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Sumber Daya Alam di Zona Ekonomi Eksklusif,
PP No. 14 Tahun 1984.
36
Effendy Abdullah, Strategi Mengatasi Problematika Batas Perairan Negara Kepulauan Republik
Indonesia, cet.2, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), hlm. 116.
37
Indonesia, Undang-Undang tentang Perjanjian Antara Indonesia dan Australia Mengenai Garis-Garis
Batas Tertentu Antara Indonesia dan Papua New Guinea, UU No. 6 Tahun 1973.
38
Harmen Batubara, Pertahanan Kedaulatan di Perbatasan, cet. 2, (Bandung: Wilayah Pertahanan,
2017), hlm. 286
4. Memorandum of Understanding antara Indonesia dengan Australia perihal hak
penangkapan perikanan di wilayah terluar perairan Australia yang berbatasan
dengan PPKT nasional bagian timur Indonesia.39
Landas kontinen sebagai bagian penetapan wilayah laut nasional diartikan sebagai
bagian tepian kontinen diantara garis pantai dan patahan landas atau tidak terlihatnya
kemiringan diantaranya garis pantai dan titik kedalaman air diatasnya. 40 Merujuk Pasal 76
UNCLOS, batasan kontinen negara pantai terdiri atas perpanjangan dasar laut dari wilayah
darat negara berpantai termasuk dasar laut dan wilayah dibawahnya dari daerah bawah laut
terbentang di luar perairan teritorial sampai tepi luar kontinen sampai 200-mil laut dimana
tepi luar kontinen tidak mencapai jarak.41 Secara yuridis, Indonesia berhak menetapkan batas
terluar daratan kontinennya dimanapun tepian kontinennya melampaui batas dengan
menetapkan lereng kontinen.
Penentuan landas kontinen diantara negara yang berpantai yang saling berhadapan
diwajibkan melakukan persetujuan pengaturan landas kontinen dalam menghindari sengketa
batas.42 Pengaturan sementara dibentuk masing-masing negara untuk menghindari konflik
batas maritim yang dimungkinkan timbul akibat kegiatan nelayan lintas negara. UNCLOS
mempertegas penyelesaian penentuan landas kontinen dan ZEE melalui negosiasi atau
perundingan dengan memperhatikan hukum internasional serta memberikan asas
kemanfaatan bagi masing-masing negara. Kawasan PPKT yang tersebar dari wilayah barat ke
timur Indonesia memberikan potensi ditetapkan landas kontinen untuk mengukuhkan
kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya PPKT mencakup wilayah Pulau Papua menuju
wilayah utara Indonesia, wilayah pulau Sumba menuju wilayah selatan Indonesia, dan
wilayah Aceh menuju wilayah barat Indonesia.43
Indonesia memiliki peraturan nasional landas kontinen jauh sebelum terbentuknya
UNCLOS melalui peraturan perundang-undangan landas kontinen nasional (UU No. 1/1973).
UU No. 1/1973 dibentuk berdasarkan pedoman Geneva Convention 1958 yang secara
substantif berbeda dengan kodifikasi UNCLOS 1982. UU No. 1/1973 menekankan batas
kedalaman 200-meter untuk dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya sebagai hak
eksklusif negara atas kekayaan alam berdasarkan amanat konstitusi. Perkembangan
kompetensi UNCLOS perlu dimasukan pada RUU landas kontinen nasional untuk
mengembangkan muatan pengaturan hukum internasional yang bermanfaat bagi penarikan
39
Ida Kurnia, Kedudukan Negara-Negara Pada Zona Ekonomi Eksklusif Berdasarkan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982, cet. 1, (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 47.
40
Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS), the Continental Shelf,
https://www.un.org/depts/los/clcs_new/continental_shelf_description.htm, diakses 25 Maret 2022.
41
UNCLOS 1982, Ps. 76.
42
UNCLOS 1982, Ps. 83.
43
Massie, Cornelis Djelfie, hlm 154.
landas kontinen pada 350-mil laut.44 Disamping itu, Indonesia menyepakati kesepakatan
landas kontinen dengan negara lainnya, diantaranya:
1. Perjanjian Indonesia - Australia tertanggal pada 1971 dan diratifikasi oleh
Indonesia;45
2. Perjanjian Indonesia - India pada 1974 dan dirafitikasi Indonesia; 46
3. Perjanjian Indonesia - Malaysia pada 1969 dan diratifikasi Indonesia; dan47
4. Perjanjian Indonesia - Vietnam pada 2003 dan diratifikasi Indonesia.48
Selain penetapan batas PPKT berdasarkan wilayah laut, penetapan wilayah darat
merupakan bagian ditentukannya batas wilayah nasional antar negara. Penentuan batas darat
PPKT berbatasan dengan negara tetangga (Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste)
ditetapkan berdasarkan perbatasan yang terasing (alienated border), perbatasan yang hidup
berdampingan (coexistent border), perbatasan yang saling bergantung (interdependent
border), dan perbatasan terintegrasi (integrated border).49 Alienated border merupakan
wilayah perbatasan yang timbul akibat aktivitas agresi mencakup perang dan konflik serta
perbedaan ideologi. Kondisi ini timbul pada batas wilayah Indonesia - Papua Nugini yang
terjadi perang saudara sejak tahun 1965.50 Coexistent border merupakan wilayah perbatasan
konflik wilayah, namun dapat dikendalikan berkaitan dengan penguasaan konsesi
sumberdaya wilayah. Kondisi perbatasan ini timbul akibat melimpahnya kekayaan alam
untuk dikuasai negara seperti perbatasan Blok-Ambalat yang memiliki potensi migas terletak
di perbatasan tapal batas landas kontinen Indonesia - Malaysia.51
Interdependent border merupakan wilayah perbatasan yang memiliki tanda batas
berdasarkan hasil interaksi hubungan internasional. Perbatasan ini memberikan keuntungan
timbal balik bagi kedua negara yang berfokus pada tingkat kesejahteraan dan perekonomian
masyarakat pesisir. Konsep ini ditemui diantara perbatasan Entikong - Sarawak yang
berdampingan langsung dengan kehidupan penduduk perbatasan menjalani kebutuhan hidup
44
UNCLOS 1982, Ps. 76.
45
Indonesia, Keputusan Presiden tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Pemerintah
Commonwealth Australia Tentang Penetapan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu, Keppres No. 42 Tahun 1971.
46
Indonesia, Keputusan Presiden tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Republik India tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara, Keppres No.
51 Tahun 1974.
47
Indonesia, Keputusan Presiden tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Pemerintah
Malaysia tentang Penetapan Garis-Garis Landas Kontinen Antara Kedua Negara, Keppres No. 89 Tahun 1969.
48
Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen, UU No. 18 Tahun 2007.
49
Bangun, Budi Hermawan, “Konsepsi dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara: Perspektif Hukum
Internasional,” Tanjungpura Law Journal 1 (2017), hlm. 55.
50
Arya Damarjana, “Postur Kebijakan Perbatasan Indonesia – Papua New Guinea,” Jurnal Analisis
Hubungan Internasional 3 (2012), hlm. 108.
51
Bakhtiar, Aziz Ikhsan, “Penyelesaian Sengketa Antara Indonesia dan Malaysia di Wilayah Ambalat
Menurut Hukum Laut Internasional,” Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 2015, hlm. 3.
berdasarkan interaksi jual beli atau perdagangan transnasional. 52 Sedangkan integrated
border merupakan perbatasan yang menyatu akibat intensifnya hubungan masyarakat kedua
negara. Konsep perbatasan ini ditemui kembali di perbatasan Sarawak - Entikong yang
terbentuk berdasarkan hubungan erat masyarakat akibat hubungan perdagangan dan ekonomi.
Penetapan perbatasan wilayah darat PPKT tertuang pada Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (UU No. 43/2008). UU No. 43/2008 menekankan
pentingnya pengelolaan wilayah darat PPKT sebagai batas kawasan terluar untuk dikelola
dan dikembangkan melalui:53
1. Perundingan dengan negara lain yang berbatasan langsung dengan pesisir daratan
PPKT berdasarkan hukum internasional dan nasional;
2. Penetapan kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan perbatasan;
3. Membangun simbol batas di wilayah darat perbatasan;
4. Pendataan wilayah perbatasan yang berdampingan dengan negara lain termasuk
PPKT dan unsur geografisnya;
5. Membentuk peta wilayah kawasan perbatasan; dan
6. Pengamanan dan penegakan wilayah perbatasan.
Perbatasan darat tidak terlepas dari konflik dan penyelesaian penetapan batas wilayah.
Konsep stabilitas perbatasan atau border stability berperan terhadap antisipasi negara
menyelesaikan batas wilayah darat dengan negara lain. Konsep ini mengedepankan
terjaminnya stabilitas perbatasan terhadap proses penyelesaian batas wilayah. 54 Konsep ini
timbul pada wilayah perbatasan darat Indonesia dan Malaysia khususnya di Camar Bulan,
Kabupaten Sambas.55 Terhitung sejak 1980, wilayah perbatasan tersebut belum mencapai
kesepakatan kawasan perbatasan darat akibat perbedaan perspektif pengaturan batas wilayah
yang menghambat diselesaikannya perjanjian perbatasan. Penggunaan konsep ini perlu
dilakukan setiap negara yang wilayah daratannya berbatasan untuk mengendalikan stabilitas
dan hubungan masyarakat pesisir melalui harmonisasi pengaturan hukum. Konsep stabilitas
perbatasan diperkuat dengan prinsip hukum Uti Possidetis Juris yang merupakan penguasaan
negara terhadap wilayah atau teritori berdasarkan aspek historis penjajahan.56
52
Pusat Pengkajian dan Pengenbangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar
Negeri Republik Indonesia, “Pembangunan Pelabuhan Daratan (Dry Port) di Entikong Kalimantan Barat,”
(Laporan disampaikan pada laporan akhir tentang Peluang Sinergi Perdagangan Lintas Batas Indonesia dan
Malaysia, Jakarta, November 2017), hlm. 38.
53
Indonesia, Undang-Undang tentang Wilayah Negara, UU No. 43 Tahun 2008, Ps. 10.
54
Massie, Cornelis Djelfie, hlm. 110.
55
Jayanti, Yustina Dwi, “Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Darat Antara Indonesia dan Malaysia
(Studi Kasus di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat),” Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum (2014), hlm.
4.
56
Harmen Batubara, hlm 213.
Indonesia bersepakat mengadakan perjanjian perbatasan darat dengan negara lain
guna mengantisipasi konflik perbatasan:
1. Perjanjian sementara perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste tertanggal
8 April 2005;57
2. Perjanjian perbatasan darat antara Indonesia dan Papua Nugini tertanggal 12
Februari 1973; dan
3. Nota kesepahaman perbatasan barat antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan
tahun 1978 (belum disepakati termasuk 10 titik perbatasan).58
57
Mutia Anggita, “the Agreement on the Land Boundary Between RI and Timor Leste: A Study of
Indonesian Border Diplomacy,” Jurnal Penelitian Politik 11 (2014), hlm. 23.
58
Muhammad, Simela Victor, “Masalah Perbatasan Indonesia – Malaysia,” Jurnal Hubungan
Internasional 3 (2011), hlm. 6.
59
UNCLOS 1982, Ps. 21.
60
Lubis, M. Zainudin, Pengantar Survei Hidrografi, cet. 1, (Bogor: IPB Press, 2017), hlm. 2-4.
61
Indonesia, Undang-Undang Tentang Kelautan, UU No. 32 Tahun 2014, Ps. 5.
hukum laut dan penetapan batas maritim negara. Hukum internasional mengatur kepemilikan
pulau alami dan memberikan kepastian hukum negara pantai yang berciri khas kepulauan.
Penyesuaian hukum internasional dan nasional diperlukan negara dalam mengakomodir
penetapan status dan kepastian hukum keberadaan PPKT. Perjanjian perbatasan mendorong
terjaminnya integritas perbatasan wilayah dengan negara lain untuk mendorong
penghormatan wilayah negara. Penegakan kedaulatan PPKT nasional dapat dikuasai dan
dikembangkan sebagai tanggung jawab negara terhadap pengelolaan wilayah negara
berdasarkan mandat konstitusi negara.
Kepemilikan laut memberikan pemahaman bahwa wilayah laut suatu negara memiliki
kedaulatan penuh tetapi terbatas pada hak dan kewenangan. Kedaulatan negara maritim
berhubungan dengan kemampuan negara menjelajahi laut berdasarkan dua pendekatan yaitu
pendekatan kekuatan laut (sea power) dan sekuritisasi (securitization).68 Pendekatan sea
power berfokus pada kemampuan negara melaksanakan fungsionalitas kekuatan militer
dalam menegakan hukum. Skema tersebut merupakan perkembangan gagasan tradisionalis
terhadap keamanan yang mengaitkan negara sebagai aktor utama dan kekuatan laut sebagai
komponen utama. Sedangkan pendekatan securitization berpedoman pada kemampuan
65
Rebecca Strating, “Maritime Territorialization, UNCLOS and the Timor Sea Dispute,” Contemporary
Southeast Asia 40, (2018), hlm. 102.
66
UNCLOS 1982, Ps. 56.
67
Natalie Klein, Maritime Security and the Law of the Sea, ed. 1, (United Kingdom: Oxford University
Press, 2011), hlm. 37.
68
Agastasia, I.G.B. Dharma, Maritime Security in the Indo-Pacific, cet. 1, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2016), hlm. 4-7.
negara menyediakan kebijakan pertahanan untuk mengamankan wilayah laut berdasarkan
ketentuan hukum internasional dan nasional.
Amanat konvensi terhadap kedaulatan negara termaktub secara inklusif pada perairan
kepulauan, teritorial, dan pedalaman. Perairan kepulauan menurut UNCLOS merupakan
perwujudan kedaulatan negara maritim menggunakan alur laut di sepanjang perairan
kepulauan dengan memperhatikan keselamatan navigasi, alur laut, dan skema pemisah lalu
lintas terhadap lintas kapal.69 Ketentuan alur laut dan skema pemisah lalu lintas di perairan
teritorial merupakan hak negara maritim yang bersifat penuh. Kedaulatan negara maritim
diatur untuk menetapkan batas perairan teritorial negara tidak melebihi batas dua belas-mil. 70
Kedaulatan negara maritim memiliki hak penuh di perairan teritorial. Pengaturan batas
teritorial melahirkan kewajiban internasional atas penghormatan hak lintas damai
berdasarkan Pasal 17 UNCLOS. Berdasarkan konvensi, negara berkonsep kepulauan
memegang keistimewaan menetapkan perairan pedalaman berdasarkan Pasal 8 UNCLOS.
Suatu negara dapat menetapkan batas perairan pedalaman sepanjang pantai dan alur
kepulauan, sehingga menghasilkan persamaan wilayah berdasarkan sisi darat negara.71
Hukum internasional sebagai sistem hukum yang mengatur hubungan antar negara,
memberikan makna kedaulatan tidak terbatas pada kekuatan militer dan perang. Aspek
pendukung lainnya merupakan bagian kedaulatan yang tidak terpisahkan bagi suatu negara.
Seorang negarawan asal Inggris yaitu Sir Walter Raleigh beranggapan bahwa pendekatan
69
UNCLOS 1982, Ps. 22.
70
UNCLOS 1982, Ps. 3.
71
UNCLOS 1982, Ps. 8.
72
UNCLOS 1982, Ps. 56.
73
UNCLOS 1982, Ps. 76.
yang dilakukan negara terhadap perwujudan penegakan hukum maritim tidak hanya
bergantung pada kekuatan laut, tetapi perdagangan lintas perairan (seaborne trade) dan geo-
politik global berpengaruh terhadap penegakan kedaulatan negara. Karenanya, konsep
kedaulatan negara maritim melingkupi berbagai faktor perwujudan dan tidak berfokus
tunggal pada persoalan militerisasi. Kedaulatan negara maritim memerlukan konteks
hubungan antar negara sebagai sistem hukum internasional yang mengatur hubungan
internasional.
77
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.
78
Syaiful Anwar, Melindungi Negara, cet.1, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2016), hlm. 6.
79
Paul Whelan, “Generational Change: Implications fot the Development of Future Military Leaders,”
Partnership for Peace Consortium of Defense Academies and Security Studies Institutes 5, (2006), hlm. 161.
internasional.80 Konotasi negara besar identik dengan kekuatan militer memberikan pengaruh
terhadap dunia internasional khususnya bidang diplomasi, pertahanan dan ekonomi.
Analis pertahanan dan keamanan nasional yaitu Dr. Connie Rahakundini Bakrie
mengekspresikan kepentingan nasional sebagai pengendali utama perilaku negara dalam
tatanan politik internasional.81 Identitas nasional terikat terhadap perilaku negara menjalin
hubungan antar negara yang menentukan arah kebijakan dalam mencapai objektivitas politik
internasional. Terdapat negara besar yang memiliki pengendali utama dalam suatu kawasan
yang mempengaruhi kedaulatan wilayah perbatasan, yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok.
Kedua negara memberikan posisi mengkhawatirkan bagi negara di kawasan Indo-Pasifik dan
LTS. Aktivitas kedua negara di kawasan strategis tersebut, menjadikan negara maritim
seperti Indonesia memanfaatkan peluang meningkatkan strategi penegakan hukum dan
pengamanan wilayah perbatasan melalui militer dan diplomasi dalam meningkatkan
pengaruh terhadap stabilitas wilayah perbatasan.
80
J. Boone Bartholomees et al., Guide to National Security Policy and Strategy, ed. 2, (United States:
U.S. Army War College, 2006), hlm. 43
81
Agastasia, I.G.B. Dharma.
82
Syaiful Anwar, hlm. 53.
83
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pertahanan Negara, UU No. 3 Tahun 2002, Ps. 3 ayat (1).
pertahanan negara secara tunggal. Kelangsungan hidup dan eksistensi bangsa dipengaruhi
oleh kemampuan negara memahami dan menguasai kondisi wilayah perbatasan negara
khususnya geografis.84
Stabilitas kawasan merupakan situasi atau keadaan ideal negara menjalankan fungsi
wilayah negara berdasakan aspek kehidupan berbangsa. Negara maritim yang dikelilingi
kepulauan merupakan kondisi ideal negara memperkuat kekuatan pertahanan dalam
memaksimalkan wilayah perbatasan. Pembatasan limitatif negara terhadap perairan laut,
melahirkan kewajiban pemaksimalan kekuatan sebagai kepentingan nasional. Kebijakan
negara terhadap pengembangan Angkatan Laut tidak berfokus tunggal pada modernisasi
alutsista. Kompleksitas penjaminan kedaulatan negara mencakup stabilitasnya jalur
perdagangan laut dan navigasi. Untuk memaksimalkan cakupan perairan maritim yang aman,
pengembangan Angkatan Laut membangun pangkalan militer terintegrasi dibutuhkan sebagai
wujud kehadiran negara menjaga dan melindungi teritori laut.
Sumber daya alam merupakan fokus negara maritim memperoleh nilai ekonomis
terhadap peningkatan ekonomi nasional.87 Negara dengan dominasi wilayah laut,
menegakkan kedaulatan melalui pembangunan pangkalan militer dalam melindungi sumber
daya seperti perikanan, migas, dan ekosistem bahari. Karakteristik terakhir yang signifikan
adalah fungsi pemerintahan. Kepentingan negara mengelola laut dituangkan pada kebijakan
maritim nasional. Melalui kebijakan maritim, negara mengatur perangkat realisasi
84
Hermina Manihuruk, “Strengthening the State Defense System of the Republic of Indonesia through
Implementation of the State Defense Policy,” Udayana Journal of Social Sciences and Humanities 5, (2021),
hlm. 2-3.
85
Astika, I made Jiwa et al., “Measurement of Indonesian Naval Base Development in a Border Area,”
International Journal of Applied Engineering Research 13, (2018), hlm. 1561.
86
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, “Pengembangan Postur Pertahanan Militer Guna
Mendukung Terwujudnya Poros Maritim Dunia,” Wira Jurnal 59, (2016), hlm. 17.
87
Tri Sulistyaningtyas, Sinergitas Paradigma Lintas Sektor di Bidang Keamanan dan Keselamatan Laut,
cet. 1, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015), hlm. 193.
pembangunan wilayah berdasarkan pertimbangan anggaran, tujuan, dan wewenang
pemerintahan terhadap implementasi kebijakan. Sinergi otoritas pemerintahan terhadap
suksesi pembangunan kekuatan Angkatan Laut penting dalam realisasi pengelolaan maritim.
Berikut ini adalah pilar kebijakan maritim Indonesia dalam mewujudkan identitas kelautan
nasional:88
92
Global Security, Royal Malaysian Navy,
https://www.globalsecurity.org/military/world/malaysia/navy.htm, diakses 18 Maret 2022.
93
Bashiran Begum dan Nor Asiah Mohamad, “Labuan: Its Legal History and Land Tenure System,”
Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society 82, (2009), hlm. 18.
94
Global Security, Taiwan Naval Bases, https://www.globalsecurity.org/military/world/taiwan/naval-
base.htm#:~:text=Taiwan%20has%20major%20naval%20facilities,with%20helicopters%20operating%20from
%20destroyers., diakses 18 Maret 2022.
ancaman dan pergeseran pendekatan militer Tiongkok kepada Taiwan yang rentan konflik
lintas selat.95
Negara Filipina sebagai negara maritim dan kepulauan yang cukup luas,
mengantisipasi ancaman dan pelanggaran kedaulatan maritim nasional melalui pembangunan
pangkalan militer. Filipina memiliki pangkalan Angkatan Laut Rafel Ramos terletak di Kota
Lapu-Lapu, Cebu.96 Lokasi tersebut merupakan lokasi perbatasan strategis dan ideal bagi
Filipina memaksimalkan kapasitas Angkatan Laut mengawasi perairan selatan dan utara.
Infrastruktur diperbaharui melalui sistem drainase dan dermaga untuk memenuhi kebutuhan
kapal militer sebagai inventarisasi Angkatan Laut Filipina. Tujuan utama Filipina terhadap
infrastuktur militer adalah reformasi pertahanan dan efektifitas strategi maritim. 97 Reformasi
pertahanan Filipina berimplikasi pada penguatan wilayah utara kawasan yang mengalami
dampak atas perluasan LTS. Keputusan Filipina menguatkan unsur pertahan merupakan
bentuk pelaksanaan sektor kekuatan laut (sea power) dan sekuritisasi (securitization)
kedaulatan perbatasan.
Sea
Control
95
Arthur S. Ding dan Paul A. Huang, “Taiwan’s Paradoxical Perceptions of the Chinese Military,”
China Perspectives 4, (2011), hlm. 43.
96
Republic of the Philippines News Agency,Maritime
Cebu Naval Base Ideal for PN’s Frigates, Large Ships,
Power
Deterrence
https://www.pna.gov.ph/articles/1040953, diakses 18Sovereignty
Maret 2022. Estimation
97 Strategy“Implementing the Philippine Defense Reform
Severino V. T. David dan Aaron C. Taliaferro,
Program in Partnership with US Department of Defense Support of Philippine Defense Institutions,” Journal of
Indo-Pacific Affairs Summer, (2019), hlm. 17.
Maritim
e
Gambar 2: Diagram Strategi Kedaulatan Perbatasan Maritim
Maritime
Infrastructure
98
Indonesian Navy, “Indonesian Naval Power to Achieve the Global Maritime Fulcrum,” the Horizon
Military
Magazine of the Indonesian Navy Base
3, (2020), hlm. 6. Supplies Facility
99
Construction
Dr. Marsetio, A World Class Indonesian Navy: The New (Logistic)
Paradigm, ed.2, (Jakarta: Indonesian Navy
Head Quarters, 2014), hlm. 47.
Gambar 3: Diagram Ideal Pembangunan Infrastruktur Militer
Dalam mencapai fungsi pertahanan negara yaitu keamanan nasional, inisiasi negara
memperkuat infrastruktur militer menjaminkan perlindungan terhadap komponen penegakan
hukum diantaranya keamanan fisik, ekonomi, politik, lingkungan, dan sumber kekayaan
alam.101 Keamanan fisik merupakan dimensi utama penegakan hukum yang berpusat pada
kehadiran aparat militer dalam melaksanakan mobilisasi pencegahan dan perlindungan
ancaman wilayah yang berpotensi menganggu kelangsungan hidup masyarakat dan kondisi
wilayah pesisir. Pentingnya sarana infrastruktur yang terjangkau, memungkinkannya
perlindungan maksimal wilayah dan masyarakat terhadap potensi pelanggaran kedaulatan.
Keamanan fisik mengedepankan integritas teritorial mencakup ancaman internal dan
eksternal. Instrumen negara merespon ancaman keamanan fisik meliputi penangkalan,
diplomasi, dan pencegahan. Membangun keamanan negara membutuhkan penguatan
100
Chappy Hakim, Pertahanan Indonesia: Angkatan Perang Negara Kepulauan, cet.1, (Indonesia: Red
& White Publishing, 2011), hlm. 54.
101
AB Susanto, Manajemen Bela Negara Pendekatan Modern Menjadi Bangsa Yang Besar, cet. 1,
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2020), hlm. 6.
profesionalisasi dan modernisasi pertahanan yang mengarah pada kekuatan militer
berdasarkan “non-provocative defense”.102
102
Kusnanti Anggoro, “Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan Ketertiban Umum,” (Makalah
pembanding disampaikan pada seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional VIII, Denpasar, 14 Juli 2003), hlm.
8.