Anda di halaman 1dari 11

IMPLEMENTASI STRATEGI PERTAHANAN DAN KEAMANAN MARITIM

INDONESIA MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR


DI WILAYAH KERJA PANGKALAN TNI AL BANJARMASIN

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki


17.506 pulau-pulau besar dan kecil, serta luas wilayah nasional lebih dari 5 juta
kilometer persegi, yang dua pertiga bagiannya merupakan perairan seluas lebih dari
3,1 juta kilometer persegi. Dari Zona Ekonomi Ekslusif selebar 200 mil, Indonesia
mendapat tambahan pengelolaan laut seluas 2,7 juta kilometer persegi, sehingga
seluruh luas perairan yang menjadi tanggung jawab Indonesia menjadi sekitar 5,8 juta
kilometer persegi, dengan panjang garis pantai keseluruhan adalah sekitar 80.791
kilometer. Selain wilayah perairan yang sedemikian luas, konstelasi dan posisi
geografi Indonesia adalah terletak sedemikian rupa, pulau-pulaunya tersebar luas di
posisi silang dunia, antara benua Asia dan Australia dan menghubungkan Samudera
Hindia dengan Samudera Pasifik, sehingga memilikii nilai strategis sangat penting
bagi negara Indonesia sendiri maupun bagi dunia.
Pemerintah telah memiliki konsep kebijakan strategis di bidang maritim, yaitu
mewujudkan visi maritim Indonesia sebagai poros maritim dunia yang tertuang melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan
Kelautan Indonesia. Salah satu pilar dari 7 (tujuh) pilar kebijakan yang dirancang
adalah; kebijakan pertahanan; keamanan; penegakan hukum; dan keselamatan di
laut dalam rangka menegakkan kedaulatan dan hukum; mempertahankan keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan
di wilayah laut. Berangkat dari konsep kebijakan tersebut, TNI/TNI AL sebagai
komponen utama pertahanan Negara di laut memiliki peran yang sangat besar untuk
berperan aktif dalam mempertahankan dan mengamankan wilayah perairan yuridiksi
Indonesia demi terwujudnya visi maritim Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Kebijakan Pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan maritim menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan
Kelautan Indonesia, adalah melalui; pembangunan pertahanan dan keamanan laut
yang tangguh melalui postur pertahanan kelautan Indonesia yang proposional dengan
luas wilayah perairan dan wilayah jurisdiksi Indonesia, serta mampu menanggulangi
ancaman dan gangguan dari dalam dan luar negeri, ikut berperan dalam membangun
perdamaian dan keamanan kawasan; peningkatan kemampuan dan kinerja
pertahanan dan keamanan secara terpadu di seluruh wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi, serta di luar wilayah yuridiksi sesuai dengan hukum internasional;
peningkatan pembangunan kawasan perbatasan di laut dan pulau-pulau kecil terluar;
peningkatan peran aktif Indonesia dalam kerja sama pertahanan dan keamanan laut
baik di tingkat regional maupun internasional; penegakan kedaulatan dan hukum di
wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi; optimalisasi sistem komando, kendali,
komunikasi, komputerisasi, intelijen, serta pengawasan dan pengintaian;
pembangunan karakter bangsa yang berorientasi kelautan dalam upaya bela negara;
dan meningkatkan keamanan dan keselamatan pelayaran.
Untuk memahami sasaran dan arah kebijakan pertahanan dan keamanan
maritim sebagaimana tersebut diatas, diperlukan sebuah pemahaman terhadap
sesuatu yang dianggap sebagai ancaman. Menurut Keputusan Kepala Staf Angkatan
Laut Nomor Kep/07/II/2001 tentang Doktrin TNI Angkatan Laut Eka Sasana Jaya
dikatakan bahwa ancaman aspek laut dipersepsikan sebagai penggunaan laut yang
membahayakan terhadap pertahanan dan keamanan Negara. Ancaman keamanan
terbagi menjadi dua yaitu ancaman tradisional dan non-tradisional. Ancaman
tradisional berupa invasi atau agresi militer dari negara lain. Sementara itu, ancaman
keamanan non-tradisional adalah berupa tindakan-tindakan penangkapan ikan secara
ilegal, pembajakan dan perompakan, penyelundupan manusia, penyelundupan
narkoba, terorisme dan lain sebagainya. Laporan Sekretaris Jenderal PBB tahun 2008
tentang kelautan dan Hukum Laut menyebutkan 7 tujuh (tujuh) bentuk ancaman
keamanan, yaitu; Pembajakan dan perampokan bersenjata; tindakan teroris;
perdagangan gelap senjata dan senjata pemusnah missal; perdagangan gelap
narkotika; penyelundupan dan perdagangan orang melalui laut; penangkapan ikan
illegal; dan perusakan lingkungan laut yang disengaja dan tidak sah.
Dalam menghadapi ancaman pertahanan dan keamanan maritim, TNI AL telah
mendapat mandat sebagaimana diterangkan dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor
34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia untuk menjaga kedaulatan NKRI
dan menegakan hukum dan peraturan perundang-undangan lainnya didalam wilayah
yuridiksi Nasional Indonesia. Secara lebih detail Pasal 9 menyebutkan bahwa tugas
TNI AL adalah melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai
dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan
politik luar negeri yang ditetapkan oleh Pemerintah; melaksanakan tugas TNI dalam
pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut; serta melaksanakan
pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
Pemberdayaan wilayah pertahanan laut dimaksud hendaknya memperhatikan
kondisi geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan dan melibatkan seluruh warga
Negara Indonesia sebagaimana tersebut pada Pasal 1, Ayat 5 Undang-undang
Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, bahwa pertahanan negara
adalah segala usaha untuk menegakkan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan melindungi keselamatan segenap
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun
dengan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Pasal Ayat 6 dijelaskan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan
yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber
daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan
untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan
melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman. Pertahanan rakyat
semesta memiliki ciri kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan.
Salah satu tugas TNI AL adalah melaksanakan pemberdayaaan wilayah
pertahanan laut sebagai upaya untuk mewujudkan kekuatan penangkal awal dalam
menghadapi ancaman dan gangguan yang dapat menghambat pembangunan
nasional. Pemberdayaan wilayah pertahanan laut mencakup kegiatan pemberdayaan
masyarakat maritim dengan maksud dan tujuan adalah untuk membantu Pemerintah
dalam peningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat
pesisir menjadi medan juang bagi TNI AL untuk membantu Pemerintah dalam
mencarikan solusi terhadap kesulitan yang dihadapi warga masyarakat pesisir.
Masyarakat yang sejahtera akan memiliki ketahanan ekonomi yang baik, kecintaan
pada tanah air, wawasan Nusantara dan yang terpenting adalah agar masyarakat
mau menyiapkan diri mereka untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha bela-Negara.
TNI AL telah merumuskan strategi pertahanan laut sebagai penerjemahan dari
apa yang di kandung dalam Undang-Undang Nomor 34 tentang TNI melalui
Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Kep/07/II/2001 tentang Doktrin TNI
Angkatan Laut Eka Sasana Jaya. Didalam doktrin tersebut, TNI AL membagi wilayah
pertahanan laut kedalam 3 (tiga) medan pertahanan yaitu; medan pertahanan
penyangga, medan pertahanan utama dan medan pertahanan perlawanan. Medan
Pertahanan Penyangga, yaitu daerah pertahanan lapis pertama yang terletak di luar
garis batas ZEE Indonesia dan lapisan udara di atasnya. Medan Pertahanan Utama,
yaitu daerah pertahanan lapis kedua mulai dari batas luar laut teritorial sampai
dengan ZEE Indonesia dan lapisan udara di atasnya. Medan pertahanan perlawanan,
yaitu daerah pertahanan lapis ketiga yang merupakan daerah-daerah perlawanan,
yang berada pada laut teritorial dan perairan kepulauan dan lapisan udara di atasnya
dalam menghadapi setiap bentuk ancaman terhadap keselamatan bangsa dan
negara.
Pangkalan TNI AL Banjarmasian yang karena posisi geografisnya berada di
Perairan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan memiliki wilayah
kerja meliputi perairan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan tengah,
memiliki tanggung jawab pemberdayaan masyarakat pesisir sepanjang pesisir
Selatan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan agar siap dalam
mendukung proyeksi kekuatan TNI AL dan berpartisipasi dalam memelihara
keamananan kawasan perairan yang menjadi wilayah kerja Pangkalan TNI AL.
Tulisan ini akan membahas sejauh mana Pangkalan TNI AL Banjarmasin telah
memperdayakan masyarakat pesisir yang berada dalam wilayah kerjanya melalui
program-program yang telah dijalankan serta melihat output apa saja yang dihasilkan
dari pelaksanaan program-program yang telah dijalankan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang temuan-


temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya
(Strauss & Corbin, 2003). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif (Noor,
2011). Penelitian ini juga sebuah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai
macam materi pustaka seperti buku, penelitian terdahulu, artikel, catatan, serta
berbagai jurnal yang berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan. Kegiatan
dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyimpulkan data
dengan menggunakan Teknik tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan
yang dibahas (Sari & Asmendri, 2020). Sehingga data yang digunakan merupakan
data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dan peneliti dapat
mencari data ini melalui sumber lain yang berkaitan dengan data yang ingin dicari
(Kuncoro, 2009).

PEMBAHASAN

1. Fungsi Lanal TNI AL Banjarmasin


Pangkalan TNI AL Banjarmasin memiliki fungsi sebagaimana Pangkalan TNI
AL lainnya, yaitu untuk mendukung satuan operasi dan dispersi kekuatan berupa
dukungan fasilitas labuh, fasilitas pemeliharaan dan perbaikan, fasilitas pembekalan,
fasilitas perawatan personel, fasilitas pembinaan pangkalan/keamanan laut dan
pemberdayaan potensi maritim atau dengan kata lain tugas Pangkalan TNI AL
Banjarmasin adalah untuk memenuhi unsur 4R (Rest, recreation, repair, and
replenishment) yang diperlukan oleh satuan operasi yang sedang melaksanakan misi.
Fungsi dukungan dimaksud adalah agar satuan-satuan operasi dapat bertahan lama
selama menjalankan misi,
Karena sifatnya yang kewilayahan dan berhubungan dengan masyarakat
dimana Pangkalan TNI AL berada, maka fungsi tambahan Pangkalan TNI AL
Banjarmasin adalah melaksanakan pemberdayaan masyarakat pesisir sebagai bagian
dari pembinaan wilayah pertahanan laut sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Masyarakat pesisir yang menjadi daerah
pembinaan meliputi daerah-daerah pesisir Selatan Provinsi Kalimantan Tengah dan
Selatan hingga menjorok sejauh 12 mil kearah laut Jawa.
Pangkalan TNI AL Banjarmasin juga harus mampu menjamin stabilitas
keamanan laut, garis Perhubungan Laut (GPL) antar pulau, antar wilayah, antar
negara dan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI II), keamanan sumber hayati dan non
hayati maupun sumber daya alam lainnya di laut, dan lingkungan laut. Kegiatan
pengawanan laut dilaksanakan secara terbatas dengan dukungan sarana-prasana
yang dimilki oleh Pangkalan TNI AL Banjarmasin.
Yang tidak kalah pentingnya dari fungsi tersebut diatas, Pangkalan TNI AL
Banjarmasin memiliki kemampuan intelijen maritim yang meliputi kemampuan
penyelidikan, kemampuan pengamanan, dan kemampuan penggalangan.
Kemampuan penyelidikan berarti bahwa Pangkalan TNI AL Banjarmasin
melaksanakan kegiatan penyelidikan maritim yang mencakup kegiatan pengamanan
laut, pendeteksian dan pengidentifikasian sasaran terutama di daerah-daerah rawan
yang berada dalam wilayah Kerja Pangkalan TNI AL Barjamasin. Kemampuan
Pengamanan berarti bahwa kemampuan untuk mencegah dan menanggulangi setiap
kerawanan serta kegiatan intelijen lawan/bakal lawan. Kemampuan penggalangan
adalah kemampuan lanal Banjarmasin untuk mempengaruhi sikap dan perilaku pihak
tertentu untuk menciptakan iklim yang menguntungkan bagi kepentingan pertahanan
negara di laut untuk membantu terwujudnya daya tangkal kewilayahan yang dapat
digunakan bagi kepentingan operasi-operasi TNI AL.

2. Elemen Kekuatan Maritim :


Pemberdayaan masyarakat kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yang menjadi wilayah kerja Pangkalan
TNI AL Banjarmasin mengacu pada beberapa elemen kekuatan maritim sebagaimana
telah dirumuskan dalam Doktrin TNI Angkatan Laut Eka Sasana Jaya. Beberapa
elemen akan dibahas dibawah ini:
a. Geografi
1) Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau
Kalimantan dengan letak di antara garis bujur 1 o 21’ 49” LS, 114 19 “33”
BT – 116 33’ 28 BT, dan 21’ 49” LS 110 “14” LS di peta. Kalimantan
Selatan memiliki total luas 37.377.53 km2 dan terbagi menjadi empat
daerah. Daerah-daerah tersebut adalah Kotabaru sebagai daerah
terluas di Kalimantan Selatan dengan luas 13.044.50 km2, kabupaten
Banjar dengan luas 5.039.90 km2, kabupaten Tabalong dengan luas
3.039.90 km2, dan kota Banjarmasin sebagai daerah tersempit dengan
luas 72.00 km2.
Kalimantan Selatan dikenal sebagai “tanah seribu sungai”, hal itu
dikarenakan oleh jumlah sungai yang banyak terdapat di Kalimantan
Selatan. Dari sungai-sungai tersebut, salah satu sungai yang terkenal
adalah sungai Barito yang namanya diambil berdasarkan
daerah Barito (dahulu Onder Afdeeling Barito) yang berada di hulu
termasuk wilayah provinsi Kalimantan Tengah, tetapi sering dipakai
untuk menamakan seluruh daerah aliran sungai ini hingga ke muaranya
pada Laut Jawa di Kalimantan Selatan yang dinamakan Muara
Banjar/Kuala Banjar. Sungai Barito biasa digunakan untuk kegiatan jual
beli pasar terapung. Selain itu, terdapat juga sungai Martapura
yaitu anak sungai Barito yang muaranya terletak di kota
Banjarmasin dan di hulunya terdapat kota Martapura ibukota Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 13 Tahun 2018 tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2018 – 2038 telah menetapkan wilayah-
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan pesisir sebagaimana
digambarkan dalam peta berikut:
2) Kalimantan Tengah
Provinsi  Kalimantan  Tengah,  dengan  ibukota  Palangka  Raya,
terletak antara 0°45’  Lintang  Utara s.d. 3°30’   Lintang  Selatan  dan 
111° s.d. 116°  Bujur  Timur.  Provinsi Kalimantan Tengah memiliki 11
(sebelas) sungai besar dan tidak kurang dari 33 (tiga puluh tiga) sungai
kecil/anak sungai, keberadaannya  menjadi salah satu ciri khas Provinsi
Kalimantan Tengah. Adapun Sungai Barito dengan panjang mencapai
900 km memiliki kedalaman mencapai 8 m, merupakan sungai
terpanjang di Kalimantan Tengah sehingga dapat dilayari hingga 700
km. 
Batas Provinsi Kalimantan Tengah di bagian utara yaitu sabuk
pegunungan Muller Schwanner, paling tidak 52 bukit, dari ketinggian
343 meter yaitu Bukit Ancah sampai 2278 meter yaitu Bukit Raya. Bukit
Batu Tatau dengan ketinggian 1652 meter paling ujung perbatasan
Kalimantan Tengah - Kalimantan Timur. Titik tertinggi wilayah
Kalimantan Tengah terdapat di Gunung Batu Sambang dengan
ketinggian hingga 1660 Meter dpl.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, Provinsi
Kalimantan Tengah yang semula terdiri atas 5 kabupaten dan 1 kota,
dimekarkan menjadi beberapa 13 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu:
a) Kota Palangka Raya dengan ibukota Palangka Raya. 
b) Kabupaten Kotawaringin Barat dengan ibukota Pangkalan
Bun. 
c)    Kabupaten Kotawaringin Timur dengan ibukota Sampit.
d)     Kabupaten Kapuas dengan ibukota Kuala Kapuas. 
e)    Kabupaten Barito Selatan dengan ibukota Buntok.
f) Kabupaten Barito Utara dengan ibukota Muara Teweh.
g)    Kabupaten Lamandau dengan ibukota Nanga Bulik.
i)    Kabupaten Sukamara dengan ibukota Sukamara. 
j)   Kabupaten Seruyan dengan ibukota Kuala Pembuang. 
k)  Kabupaten Katingan dengan ibukota Kasongan. 
l)   Kabupaten Gunung Mas dengan ibukota Kuala Kurun. 
m)  Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukota Pulang Pisau. 
n)   Kabupaten Barito Timur dengan ibukota Tamiang Layang. 
o) Kabupaten Murung Raya dengan ibukota Puruk Cahu.

Panjang Pesisir Pantai Provinsi Kalimantan Tengah ± 750 Km


yang terbentang di 7 (Tujuh) Kabupaten. Luas Laut Kalimantan Tengah
94.500 Km², dengan berbagai jenis ikan-ikan pelagis, udang dan
rajungan. Potensi Perairan Tawar (daratan) 2.290.000 Ha, terdiri dari 11
sungai besar, 690 danau dan rawa. Dengan 300 species ikan air tawar
dan 30 % memiliki nilai ekonomis penting. Sedangkan potensi wilayah
pesisir 84.400 Ha, potensial untuk pengembangan usaha budidaya
tambak khususnya Udang dan Bandeng.
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat
dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan
Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, di mana ke
arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari
wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke
arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

b. Karakteristik  Laut Jawa


Wilayah kerja Pangkalan TNI AL Banjarmasin yang meliputi Laut Jawa,
cendrung memiliki ombak lebih kecil dan tenang. Akan tetapi pada musim –
musim tertentu ombak di sekitar perairan Laut Jawa berada pada titik tertinggi
yaitu pada saat angin monsoon barat tiba. Angin monsoon barat terjadi sekitar
akhir bulan Desember hingga awal Januari dan saat itu angin bergerak dari
arah barat menuju timur. Maka tidak heran jika ombak Laut Jawa sangat
dipengaruhi oleh angin. Laut Jawa termasuk golongan laut dangkal dengan
kedalaman hingga 46 meter di bawah permukaan laut. Tidak heran jika Laut
Jawa menyimpan berbagai macam biota laut karena dipengaruhi oleh
banyaknya sinar matahari yang dapat menembus ke dalam perairan sehingga
banyak ditemukan berbagai macam jenis ikan dan terumbu karang.

3. Banglingstra dan Kondisi Kamla


Perkembangan situasi global sebagai dampak arus globalisasi berjalan
semakin cepat hingga meningkatkan interdependensi antarnegara, serta telah
memengaruhi kebijakan geopolitik, geoekonomi, geostrategis negara-negara di dunia
sebagai upaya untuk menjaga kepentingan nasionalnya. Permasalahan global telah
semakin kompleks seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kelangkaan pangan dan energi dunia sehingga berpengaruh terhadap stabilitas
keamanan suatu negara.
Perkembangan lingkungan strategis (Lingstra) pada tataran global, regional,
dan nasional yang berlangsung cepat dan dinamis berpengaruh terhadap geopolitik
dan geoekonomi suatu Negara serta memberikan multiplier effect. Perkembangan
Lingstra berubah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, terjadinya
kelangkaan energi, meningkatnya kebutuhan pangan serta meningkatnya aksi
terorisme baik pada tataran global, regional maupun nasional. Akumulasi dari
berbagai persoalan tersebut di atas, berpengaruh terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan pertahanan negara. Kondisi ini sangat memengaruhi pola dan
bentuk ancaman yang semakin kompleks dan multidimensional, berupa ancaman
militer dan ancaman nonmiliter, baik yang datang dari luar negeri maupun dalam
negeri yang dapat membahayakan kedaulatan dan keutuhan NKRI.
Perairan Indonesia bagian tengah yang merupakan wilayah kerja Pangkalan
TNI AL Banjarmasin merupakan jalur pelayaran perdagangan yang ramai dilalui oleh
kapal niaga maupun kapal lainnya. Posisi strategis tersebut menjadikan perairan
tengah khususnya Laut Jawa memiliki tingkat kerawanan yang sangat tinggi terhadap
kegiatan-kegiatan pelanggaran keamanan di laut yang dapat mengganggu stabilitas
keamanan dan keutuhan NKRI. 

4. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan.     


Pemberdayaan wilayah dalam rangka pertahanan dan keamanan nasional
dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan kekuatan penangkal awal dalam
menghadapi ancaman dan gangguan yang dapat menghambat pembangunan
nasional. Penyiapan wilayah pertahanan dan keamanan dilakukan oleh pemerintah
secara dini meliputi ruang juang, alat juang dan kondisi juang. Penyiapan tata ruang
wilayah dalam rangka pembangunan nasional di daerah tidak boleh mengabaikan
kepentingan pertahanan dan keamanan sebagai ruang juang karena mengandung
kerawanan di kemudian hari, keduanya haruslah dilaksanakan secara sinergis agar
aspek pertahanan dan keamanan terakomodir dalam perencanaan pembangunan di
daerah. Di sisi lain penataan ruang diselenggarakan dengan tetap memperhatikan
kondisi fisik wilayah NKRI yang rentan terhadap bencana, kondisi potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta
kondisi geostrategi, geopolitik dan geoekonomi.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Nomor 13 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2018 – 2038 telah
menetapkan beberapa kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan di laut,
yang dalam hal ini untuk dijadikan daerah latihan militer TNI-AL. Kawasan tersebut
meliputi:
a. pantai Takisung-Tanjung Dewa Panyipatan yang selanjutnya disebut
KSN-01;
b. perairan Tanjung Pemancingan yang selanjutnya disebut KSN-02; dan
c. perairan Pulau Sembilan di Pulau Kalambau dan Pulau Matasirih yang
selanjutnya disebut KSN-03.
5. Kegiatan pemberdayaan Masyarakat Pesisir oleh Lanal Banjarmasin
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas,
dorongan atau bantuan kepada Masyarakat agar mampu menentukan pilihan yang
terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara
lestari guna mendukung pelaksanaan operasi laut yang diselenggarakan TNI
AL/Lanal Banjarmasin. Tujuan dari kegiatan pemberdayaan masyarakat maritim
selain untuk meningkatkan kesejahteraan, adalah untuk mendapatkan dukungan
masyarakat terhadap penyelenggaraan operasi laut TNI AL oleh personel TNI AL
yang tergabung dalam berbagai satuan kerja (operasi, intelijen, logistik, dll), peralatan
instruksi dan penolong instruksi, dan alutsista gelar atau patkamla yang tersedia.
Beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir oleh Pangkalan TNI AL
Banjarmasin adalah sebagai berikut:
a.      Pembinaan SDM dalam bentuk meningkatkan kecerdasan, meningkatkan
kemampuan dan keterampilan bela negara, rasa nasionalisme, semangat
juang, etos kerja, nilai-nilai bangsa dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
serta kebutuhan daerah.
b. Pembinaan SDA dan SDB dalam bentuk kegiatan inventarisir,
pendataan, penyiapan dan pemeliharaan serta pengumpulan dan pemutahiran
data SDA/SDB berkoordinasi dengan Satkowil, Lembaga Kementerian,
Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan swasta setempat.
c.        Pembinaan Sarana dan Prasarana dilaksanakan sebagai alat penunjang
untuk kepentingan pertahanan Negara dalam rangka mendukung kepentingan
nasional dan dapat ditranformasikan sebagai komponen pertahanan laut.
d        Dukungan personel, material dan anggaran pada setiap kegiatan
penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilaksanakan oleh
instansi samping.
e        Menyelenggarakan Komunikasi social dalam bentuk ceramah-ceramah
kepada masyarakat pesisir dalam rangka menyiapkan Alat Juang yaitu SDM
untuk mendukung pertahanan negara.
g        Penyelenggaraan Bakti TNI AL dalam bentuk membantu pemerintah
dalam percepatan pembangunan di wilayah, membantu penyelenggaraan
kegiatan bantuan kemanusiaan untuk menangani masalah-masalah sosial atas
permintaan instansi terkait dan atau inisiatif sendiri serta menyiapkan Ruang
Juang untuk pertahanan negara.
h         Penyelenggaraan bintahwil untuk mewujudkan kekuatan pendukung
pertahanan laut, dalam semua aspek kehidupan (ipoleksosbudhankam) dan
keterampilan yang meliputi  meliputi:
1)       kegiatan ketahanan pangan, dengan memberikan pelatihan,
memotivasi dan mengajak masyarakat bahu membahu memfaatkan
lahan yang ada untuk melaksanakan kegiatan pertanian dengan
penanaman/berkebun (pemanfatan lahan dengan berkebun di halaman
rumah/perkantoran  dan berkebun secara bioponik).
2)       Kegiatan merajut  potensi maritim budidaya perikanan, dengan
memberikan pelatihan perikanan  (pembesaran ikan di kolam empang,
kolam viber dan kolam terpal, kerambah, serta penanaman rumput laut).
3)        Lanal Banjarmasin melaksanakan inventarisasi potensi-potensi
yang dimiliki oleh masyarakat pesisir dalam wilayah kerjanya yang dapat
diberdayakan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir
dalam mendukung kebutuhan informasi dan logistik bagi pelaksanaan
operasi TNI AL, mempelajari metode dan mengimplementasikan dalam
proses pemberdayaan masyarakat pesisir, dan memanfaatkan secara
aktif potensi yang ada di masyarakat pesisir untuk kepentingan operasi
laut TNI AL.
4)        Lanal Banjarmasin melaksanakan evaluasi terhadap hasil
pelaksanaan, dan menyusun rencana-rencana yang telah
dikembangkan untuk meningkatkan hasil dari setiap kegiatan
pembinaan potensi maritime.
5)        Lanal Banjarmasin melaksanakan koordinasi dengan pemerintah
daerah setempat dengan penyelenggaraan program-program yang telah
disusun secara sinergis dalam rangka mendukung aktifitas
pembangunan pemerintah daerah.
6)        Lanal Banjarmasin melaksanakan inisiasi dan upaya untuk
terlibat bersama pemerintahan daerah untuk melakukan upaya
penataan wilayah-wilayah pertahanan yang digunakan untuk
kepentingan pertahanan Negara.

d.        Kehadiran di laut.
Operasi keamanan laut terbats Lanal Banjarmasin adalah upaya
mengefektifkan kehadiran di laut sekaligus meningkatkan profesionalisme serta
kemampuan prajurit dan mengefisiensikan penggunaan sumber daya yang tersedia.
Ends atau sasaran dari strategi ini adalah terwujudnya kemampuan dalam menjamin
stabilitas keamanan di perairan Laut Jawa yang menjadi wilayah kerja Pangkalan TNI
AL Banjarmasin dan mengantisifasi muncul nya sengketa antara Nelayan yang
berasal dari pesisir Kalimantan bagian Selatan dan Nelayan yang berasal dari Jawa.
1)         Lanal Banjarmasin menyusun pola operasi yang efektif dan efisien,
melakukan analisis untuk menentukan wilayah rawan, dan melakukan
penentuan unsur gelar operasi.
2)         Lanal Banjarmasin menyusun analisis daerah operasi terkini,
menyiapkan kemampuan dukungan pangkalan terhadap satuan operasi di
wilayah kerjanya dan melaksanakan opskamla terbatas untuk menutupi
kekosongan unsur gelar di wilayah kerjanya.
3)         Lanal Banjarmasin melakukan sosialisasi terkait berbagai peraturan
bidang kelautan kepada masyarakat nelayan atau pesisir sehingga secara tidak
langsung akan dapat menekan pelanggaran potensial.
4)        Mengoptimalkan fungsi pos pengamat TNI Angkatan Laut (posal)
sebagai kepanjangan tangan dari Lanal Banjarmasin dalam mengumpulkan
data dan informasi.
5)         Lanal Banjarmasin bekerja sama dengan instansi lain baik pemerintah
daan swasta nasional dalam rangka pemenuhan kebutuhan logistik bagi
satuan-satuan operasional di lapangan.

KESIMPULAN

Pangkalan TNI AL Banjarmasin dengan wilayah kerja sepanjang pesisir


Selatan Provinsi Kalimantan Selatan dan Tengah dan menjorok sejauh 12 mil dari
garis pantai kearah laut Jawa merupakan satuan kewilayahan TNI AL dengan peran
dan fungsi dukung terhadap satuan-satuan operasi TNI AL. Selain dari pada itu,
Pangkalan TNI AL Banjarmasin memiliki tanggung jawab dalam pemberdayaan
wilayah pertahanan maritim sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 34
Tahun 204 tentang TNI. Untuk memenuhi tugasnya tersebut, beberapa kegiatan yang
terkait dengan pemberdayaan wilayah pertahanan telah dijalankan melalui
pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam wilayah kerja
Pangkalan TNI AL Banjarmasin.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Barat sebagai sebagai
counterpart pemberdayaan masyarakat pesisir telah memiliki Peraturan Daerah yang
mengatur zonasi sesuai peruntukannya, yang termasuk didalamnya adalah zonasi
wilayah pesisir dan Kawasan strategis Negara untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan Negara, yakni berupa kawasan yang diperuntukan untuk latihan militer.

Anda mungkin juga menyukai