Disusun oleh :
1
A. PENDAHULUAN
Perjalanan sejarah Armada Nusantara menunjukkan bahwa Indonesia
pada masa lalu menjadi pusat perekonomian dan jalur konektivitas maritim
dunia 1. Geoffrey Till dalam karyan monumentalnya Seapower: A Guide for
the Twenty-first Century. menuliskan konsep kajian keamanan maritim abad
ke 21 terutama berfokus pada strategi maritim. Till memberikan titik berat
kepada lima karakteristik dasar maritim yakni: laut sebagai sumber daya, laut
sebagai media transportasi dan pertukaran, laut sebagai media informasi , laut
sebagai media dominasi, dan laut sebagai wilayah kedaulatan. 2 Misalnya
masalah seputar kawasan Laut Natuna Utara, kawasan Ambalat, dan
Kawasan Celah Timor sebagai kasus yang menggabungkan kelima sudut
pandang secara strategis dan integratif. 3
Wilayah maritim Indonesia secara geostrategis terletak di
persimpangan jalur utama SLOC dan SLOT antara Samudra Pasifik dan
Samudra India serta Benua Asia dan Benua Australia, yang merupakan jalur
utama antarnegara dalam ekonomi dan perdagangan. 4 Ini berarti Indonesia
berfungsi sebagai the global supply chain system dengan posisi geostrategis
tersebut. 5 Sehingga Indonesia menjadi pusat dalam jalur perdagangan dan
pelayaran duinia yang membutuhkan lembaga negara yang khusus menangani
keamanan dan keselamatan dalam pelayaran serta dikuatkan oleh perundang-
0undangan.
Posisi strategis dan kekayaan laut Indonesia tersebut merupakan aset yang
berharga bagi bangsa Indonesia. Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut
Indonesia, baik laut teritorial maupun Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dapat
1Harjo Susmoro, The Spearhead of Sea Power, Pandiva Buku, Yogyakarta 2019. Hal.19
2 Geoffrey Till, Seapower: A Guide for the Twenty-first Century, Routledge, 2013. Hal.113
3 John B.Hattendorf, Naval War College Review., 2014. Vol 67.No.4 Article 10.
3 John B.Hattendorf, Naval War College Review., 2014. Vol 67.No.4 Article 10.
4
BPPK Kemlu. 2015. "Diplomasi Poros Maritim: Ekonomi Kelautan dalam Perspektif Politik Luar
Negeri".
5
Bernard Kent Sondakh. Pengamanan Wilayah Laut Indonesia. Jurnal Hukum Internasional. Fakultas
Hukum Indonesia. Jakarta.2014 Hal 39-48
2
berkontribusi besar terhadap pengembangan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Meskipun demikian, modalitas tersebut belum dimanfaatkan
secara optimal. Sektor perikanan baru menyumbang 2,46% dari PDB
Nasional. Selain itu, hanya sekitar 1 0% dari potensi min yak nasional yang
saat ini telah dieksplorasi dan dimanfaatkan. Padahal, perairan Indonesia
menyimpan 70% potensi minyak nasional. 6
Visi Poros Maritim Dunia dinyatakan melalui prioritas kebijakan
pembangunan jangka panjang nasional yang memuat program pembangunan
dan arah kebijakan strategis kelautan nasional. Strategi maritim Indonesia
dilaksanakan melalui tiga dimensi, yaitu: (i) dimensi kedaulatan
(sovereignty); (ii) dimensi keamanan (security); dan (iii) dimensi
7
kesejahteraan (prosperity). Dimensi ini merupakan hal yang saling
terintegrasi berbasis Wawasan Nusantara8 yang memandang Indonesia
sebagai stau kesatuan politik sosisla ekonomi budaya pertahanan dan
keamanan
6
Marsetio, Mengembalikan Kejayaan Maritim, Jurnal Universitas Pertahanan, Jakarta
2018. hal. 30
7
Rujito Dibyo Asmoro, Peran Indonesia dalam Menjaga Stabilitas guna Mewujudkan
Indonesia sebagai Negara Poros Maritim Dunia. Jurnal Kajian Lemhannas RI.Jakarta Edisi
36, 2018. Hal 87-103
8
Hasyim Djalal. 2000. Masa Depan Indonesia Sebagai Negara Kesatuan Ditinjau Dari Segi
Hukum Laut dan Kelautan. Pustaka Sinar Harapan Jakarta hal. 90
9
3
dan hidrogafi. Ketiga, laut bebas dari ancaman terdadap sumber daya laut
berupa pencemaran dan perusakan ekosistem. Keempat, laut bebas dari
ancaman pelanggaran hukum seperti illegal logging, illegal fishing, dan
lainnya. 10 Seiring dengan arah kebijakan pembangunan Indonesia saat ini,
dimana kelautan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendukung
pembangunan khususnya dari sektor ekonomi, maka kini sudah saatnya bagi
bangsa Indonesia untuk mengubah paradigmanya dari “Land Based Socio-
Economic” menjadi “Marine Based Socio-Economic”. 11
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 mengenai Rencana Pembangunan
Nasional Jangka Panjang Tahun 2005-2025 , didalamnya mengatur bahwa
sumber daya maritim belum dieksplorasi secara optimal karena beberapa
hal, antara lain: (1) penetapan batas maritime yang belum ditetapkan; (2)
konflik internal dalam penggunaan wilayah maritim; (3) penegakan
keamanan dan keselamatan di kawasan pmaritim yang masih belum stabil (4)
egosentris daerah yang menyebabkan pemahaman yang berbeda dalam
pemanfaatan potensi maritim; (5) minimnya pengetahuan dan prasarana
untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya maritim (6)
Minimnya hasil penelitian dan publikasi serta sosialisasi teknologi tepat guna
dalam pemanfaatan potensi kemaritiman.
Fungsi pelaksanaan keamanan maritim harus difokuskan secara
sinergis dan integratiibawah satu koordinasi lembaga sipil yakni Bakamla
Pertimbangan yang diambil adalah mekanisme sinergis yang terintegrasi
antara pengawasan lalu lintas laut, manusia dan barang di sejumlah pintu
masuk pelabuhan laut.
Pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko
Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014, mendirikan
Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang sebelumnya bernama Badan
10
Shanti Dwi Kartika, Keamanan Maritim dari Aspek Regulasi dan Penegakan Hukum, Jurnal Negara
Hukum, Vol 5 No,2 2014 hal 103-115
11
Kementerian Kelautan dan Perikanan,2018, Laut Masa Depan Bangsa, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta
4
Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Bakorkamla, yang awalnya hanya
menjalankan fungsi sebagai pengawas ditataulang pada tanggal 8 Desember
2014 menjadi Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla) dengan wewenang
yang lebih luas sampai dengan kewenangan untuk menindak segala bentuk
pelanggaran di laut. Hal ini menimbulkan pro dan kontra, karena persoalan
utama yang terjadi adalah kurangnya koordinasi antar lembaga, bukan
membuat lembaga baru. Lembaga yang sudah ada memang dijalankan sesuai
tupoksi masing-masing dan ini mengindikasikan peran spesifik dari masing-
masing lembaga (spesialisasi). Peran spesialiasi inilah yang harus diperkuat
melalui fungsi koordinasi dari Bakamla. 12
Gubernur Lemhannas RI Agus Widjojo dalam salah satu fokus
perhatiannya perihal keamanan maritim menyatakan bahwa pertahanan
maritim adalah murni tanggung jawab TNI Angkatan Laut. Sedangkan
keamanan maritim yang merupakan fungsi penegakan hukum di wilayah
maritim nasional harus dilaksanakan secara sinergi bersama dengan lembaga
sipil terkait.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud
MD menyebutkan bahwa banyaknya produk hukum terkait keamanan laut 13
tersebut justru bisa menjadi faktor yang menghambat dalam program
keamanan laut, terutama dari sisi kerumitan peraturan yang justru bisa
memunculkan celah-celah bagi pelanggaran hokum dan kedaulatan wilayah
maritim Indonesia.
Alasan pemilihan judul tulisan ini untuk mendapatakan peran
kolaboratif Bakalmla selkaku koordinator kemananan maritim nasional yang
Tentunya konfigurasi ini harus berbasis pada Wawasan Nusantara. Sudah
terbukti timbulnya car memandang egosentris masing-masing lembaga terkait
kemananan maritim menimbulkan celah/legal gap menyebabkan
terganggunya stabilitas kedaulatan Negara Kesatuan republik Indonesia.
12
Christian Bueger.2015."What is Maritime Security?". Marine Policy, Vol. 53 2015 (159-164).
13
David Maharya Ardyantara, Reposisi Kewenangan Antar Lembaga Negara Dalam Pengaturan Terkait
Pertahanan Keamanan Kemaritiman Nasional , Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2, Juli 2020
5
Keamanan kawasan maritim nasional mencakup seluruh wilayah baik di
permukaan maupun di kolom air serta dasar laut. Sehingga peran Bakamla
selaku koordinator lembaga sipil sangat berpengaruh terhadap kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangkaian sidang-sidang BPUPKI bulan Mei – Juni 1945, telah
dibahas masalah wilayah Negara Indonesia merdeka yang lebih populer
disebut tanah air atau juga “tumpah darah” Indonesia. Dalam sidang-sidang
ini yang patut dicatat adalah pendapat :
1.Dr. Supomo, SH dan Muh. Yamin, SH pada tanggal 31 Mei 1945 serta Ir.
Sukarno tanggal 1 Juni 1945. - Supomo mennyatakan : “Tentang syarat
mutlak lain-lainya, pertama tentang daerah, saya mufakat dengan pendapat
yang menga-takan : pada dasarnya Indonesia yang harus meliputi batas
Hindia Belanda…” -
2,Muh Yamin menghendaki : “….. bahwa Nusantara terang meliputi
Sumatera, Jawa-Madura, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, dan
semenanjung Malaya, Timor dan Papua. ….Daerah kedaulatan negara
Republik Indonesia ialah daerah yang delapan yang menjadi wilayah pusaka
bangsa Indonesia”. -
3.Sukarno pribadi dalam pidatonya : “ ….. Orang dan tempat tidak dapat
dipisahkan. Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah
kakinya. … Tempat itu yaitu tanah-air. Tanah-air itu adalah satu kesatuan.
Allah SWT membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat
peta dunia, kita dapat menunjukkan dimana “kesatuan-ke-satuan” disitu.
Seorang anak kecilpun, jikalau ia melihat dunia, ia dapat menunjukkan bahwa
kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. ….”
Yang disepakati sebagai wilayah negara Indonesia adalah bekas
wilayah Hindia Belanda. Namun demikian dalam rancangan UUD maupun
dalam keputusan PPKI tentang UUD 1945, ketentuan tentang mana wilayah
negara Indonesia itu tidak dicantumkan. Hal ini dijelaskan oleh ketua PPKI—
Ir. Sukarno—bahwa : dalam UUD yang modern, daerah (= wilayah) tidak
6
perlu masuk dalam UUD (Setneg RI, tt : 347). Berdasarkan penjelasan dari
Ketua PPKI tersebut, jelaslah bahwa wilayah atau tanah air atau tumpah darah
Indonesia meliputi batas bekas Wilayah Hindia Belanda. Untuk menjamin
pelestarian kedaulatan, serta melindungi unsur wilayah dan kepentingan
nasional dibutuhkan ketegasan tentang batas wilayah. Ketegasan batas
wilayah tidak saja untuk mempertahankan wilayah tetapi juga untuk
menegaskan hak bangsa dan negara dalam pergaulan internasional. Wujud
geomorfologi Indonesia berdasarkan Pancasila—dalam arti persatuan dan
kesatuan—menuntut suatu konsep kewilayahan yang memandang
daratan/pulau, lautan serta udara angkasa diatasnya, sebagai satu kesatuan
wilayah. Dari dasar inilah laut bukan lagi sebagai alat pemisah wilayah.
Dalam menentukan batas wilayah negara, Pemerintah RI meng-acu pada
Aturan peralihan UUD 45, pasal II—“Segala badan negara dan peraturan
yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undangundang dasar ini”—yang memberlakukan undang-undang
sebelumnya. Pemerintah Hindia Belanda telah menge-luarkan peraturan
perundang-undangan wilayah dan termuat dalam Ordomantie tahun 1939
yang diundangkan pada 26 Agustus 1939 yang dimuat dalam Staatblad No.
422 tahun 1939, tentang “Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonantie”.
Berdasarkan ketentuan ordonansi ini, penentuan lebar laut wilayah
sepanjang 3 mil laut dengan cara penarikan garis pangkal berdasar garis air
teritorial sendiri-sendiri. Sedangkan disisi luar atau sisi laut (outer limits) dari
tiap-tiap laut teritorial dijumpai laut bebas. Jarak antara satu pulau dengan
pulau lain yang menjadi bagian wilayah negara Republik Indonesia “dipi-
7
sahkan” oleh adanya kantong-kantong laut yang berstatus sebagai laut bebas
yang berada diluar yuridiksi nasional kita. Dengan demikian dalam kantong-
kantong laut nasional tidak berlaku hukum nasional. Berdasar itulah pada
terhadap ketentuan ordonansi pada lembaran negara (staatblad) no. 422 tahun
1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi didasarkan pada garis pasang
surut (low water line), tetapi didasarkan pada sistem pe-narikan garis lurus
(straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik
ujung yang terluar dari pada pulau-pulau atau bagian pulau yang termasuk
2. Penentuan lebar laut wilayah dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut. Deklarasi
8
laut wilayah. b. Makna dan pengertian : perairan Indonesia, laut wilayah
tentang : lalu lintas laut damai kendaraan air asing di perairan pedalaman,
pengertian dan makna lalu lintas damai kendaraan asing, bentuk dan luas
Keamanan.
1998 yaitu dalam Ketetapan MPR No. II \ MPR \ 1998. Pada GBHN 1999
sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. IV \ MPR \ 1999 tidak lagi
9
Pada masa sekarang ini, dengan tidak adanya lagi GBHN, rumusan
maritim Nusantara. Hal ini tertuang dalam Pasal 25A UUD 1945 Amandemen
yang mengatur hal ini adalah UndangUndang Nomor 6 Tahun 1996 tentang
Perairan Indonesia.
10
Kesatuan Republik Indonesia untuk menga harmonisme ritme instrumentasi
kemanan maritim tetap terjaga.
Kebaharuan penulisan ini adalah membahas politik hukum keamanan
maritim nasional yang laksanakan oleh Bakamla selaku koordinator
keamanan maritim nasional dengan Sistem Keamanan Maritim Nasional
berbasiskan Wawasan Nusantara
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut , maka perumusan masalah dalam
artikel ini adalah
1. Mengapa Badan Keamanan Laut (Bakamla) menjadi koordinator lembaga
sipil negara dalam menjaga keamanan lmaritim nasional?
2. Bagaimana kendala Bakamla dalam menjalankan peran sebagai
koordinator lembaga sipil negara dalam menjaga keamanan maritim
nasional?
3, Bagaimana konfigurasi sistem keamanan maritim nasional berbasis
Wawasan Nusantara ?
C. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Metode pendekatan
dan tata cara memecahkan suatu masalah”. Tidak hanya itu, beliau juga
menambahkan bahwa metode merupakan cara kerja atau tata cara untuk
bersangkutan.14
14
Soekanto,Soerjono Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2006 hlm 35
11
Berdsarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka metode pendekatan
Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut
yang menjadi dasar hukum mengenai Bakamla yang bertugas sebagai penjaga
15
Peter Mahmud Marzuki,2014, penelitian Hukum, prenadamedia Group, Jakarta
hlm 133
12
keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia serta
Laut dan Pantai/ KPLP yang juga memiliki tugas yang sama dan ada terlebih
sekunder, dan tersier. Data sekunder tersebut secara rinci dijelaskan dibawah
Tentang Pelayaran;
13
B. Bahan hukum tersier
metode wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab dengan nara sumber yang
14
digunakan pedoman daftar pertanyaan yang telah disusun berkaitan dengan
2.1.Paradigma
Dalam maknanya yang luas partadigma adalah suatu perkakas mental (mental
16
Awasilah,Chaedar, 2011.Pokoknya Kualitatif: Dasar-Dasar merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif.. Jakarta, Pustaka Jaya. hal 53
17
Erlyn Indarti, Komparasi Berbagai Aliran Hukum dan Ekonomi, Suatu Kajian
Filsafat Hukum, Jurnal Masalah-Masalah Hukum Jilid 37 No,2,Juni 2008, hlm.93
18
Erlyn Indarti, , Bridging The Gaps : A Paradigmatic being into Philosophy of Law,
October 2016, Diponegoro Law Review, Volume 01 Number 01. Hlm. 6
15
metodologi adalah Ilmu hukum yang mmembahas masalah kemanannan
mendasar yaitu:
prinsip utama dan atau pertama yang memandu Tindakan (action) para
penganutnya.
penganutnya -sifat dan ciri ‘dunia’ dan rentang hubungan yang mungkin
19
Yvonna S LIncoln dan Egon G Guba, 1994, Paradigm as Worldview California
Sage. hlm 87
16
postpositivism, critical theory dan constructivism serta
,maka kita harus menghubungkan dengan set basic beliefe atas paradigma
1.Ontologi, (bagaimanakah bentuk dan sifat dari realitas yang ada dan,
karenanya, apakah yang dapat diketahui dari hal ini?); Dalam hal ini adalah
pikiran dan alam pikiran / kosmos tertentu, sehingga dalam hal ini antara
diteliti dan apa yang dapat diketahui tentang hal ini?), yaitu subyektifitas
20
Erlyn Indarti, 2010, Opcit hlm 18
17
praktis; penggunaan Bahasa yang didasarkan pada konteks pengalaman
bersama (membumi).
18
Sedangkan metodologi dalam paradigma participatory adalah tisipasi politis
D. PEMBAHASAN
19
Terdapat lima lembaga negara dalam tabel 1 yang benar-benar
Kelautan)
n al n n
1 TNI AL ˅ ˅ ˅ ˅
2 Bakamla ˅ ˅ ˅
3 KPLP ˅ ˅ ˅
4 PSDKP ˅ ˅ ˅ ˅
5 Bea ˅ ˅ ˅
Cukai
21
Cribb,R. Indonesia as an Archipekago : Managing Islands, Managing the Seas. Institute of Southeast
Asian Studioes, Singapore.2009. Hal. 127
20
Ambiguitas dan kerancuan dalam penerapan pertahanan dan
Indonesia(UU ZEE)
Perairan)
Indonesia(UU Polri)
Pertahanan)
21
Perubahan atasUndang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(UU Perikanan)
Indonesia(UUTNI);
tersebut bukan hanya merupakan perubahan nama saja, namun juga disertai
22
kurang efektif dan sangat lemah dalam menjalankan penegakan hukum di laut
tahun 1972 melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertahanan dan
diantaranya adalah :
1. Kedudukan
Tugas
23
Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 Tentang
tugas dari instansi ini, tugas dari Bakamla yaitu melakukan patroli
yurisdiksi Indonesia.
Tentang Bakamla.
4. Kewenangan
24
2014 Tentang Bakamla menyebutkan secara jelas mengenai
25
Undangnya masing-masing. Setelah disyahkannya Undang-Undang
26
dan klimatologis berpotensi menimbulkan bencana (alam). Penerapan
22
Yukiko, M. 2009. Global’s maritime coast guard: the state and private involvement.
London. Routledge Curzon..
27
Namun apabila merujuk kata Costguard maka timbullah kendala
dimanaMenyebutkan kata Coast Guard, Inonesia sendiri telah memiliki
KPLP jauh sebelum adanya Bakamla yang juga telah dinobatkan sebagai
Coast Guard. Perlu diketahui sebelum dibentuknya Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, KPLP sebenarnya sudah ada sejak tahun
1942 dan secara Internasional sudah dikenal sebagai satu-satunya lembaga di
Indonesia yang bertugas sebagai penegak hukum dalam hal penjagaan
keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia, khususnya di
bidang pelayaran. KPLP secara Internasional sudah dikenal dengan Indonesia
Sea and Coast Guard (ISCG). Dengan adanya dua instansi yang berperan
sebagai Coast Guard, tidak menutup kemungkinan akan adanya benturan/
gesekan kepentingan dari ke dua instansi tersebut. Terlepas dari kemungkinan
akan adanya benturan/ gesekan tersebut, alangkah baiknya kita mengetahui
mengenai sedikit penguraian dari Bakamla serta KPLP. Penguraian tersebut
diantaranya adalah :
A. Kedudukan
Kementerian/ LPNK .
(lembaga independen).
B. Tugas
1. Bakamla
28
Dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Bakamla
yurisdiksi Indonesia
2. KPLP
Dalam Pasal 276 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran menyebutkan bahwa KPLP memiliki enam tugas yang lebih luas
C. Fungsi
1. Bakamla
Dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Bakamla
2. KPLP
29
Dalam Padal 276 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
D. Kewenangan
yang dijalankan secara terintegrasi dan terpadu dalam satu kesatuan komando
dan kendali. Hal inilah yang dapat menguntungkan dalam mencapai satu
pemangku kepentingan.
2. KPLP
30
KPLP, maka dapat dilihat mengenai kelebihan serta kelemahan dari kedua
A. Kelemahan
1. Bakamla
keamanan.
2. KPLP
pelayaran
B. Kelebihan
1. Bakamla
yurisdiksi Indonesia
31
b. Sudah menerapkan sistem peringatan dini/ sistem deteksi dini (Early
2. KPLP
pelayaran.
jika dibandingkan dengan KPLP yang diatur sesuai dengan dasar hukumnya
2008. Karena KPLP bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis
32
yang mengatur mengenai KPLP juga memiliki tugas pengawasan dan
air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut yang sesuai Pasal 276 ayat
(1) huruf d.
menyerahkan kapal tersangka ke instansi terkait (Pasal 63 ayat (1) huruf b).
32 Tahun 2014 maupun Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tidak
sehingga apabila Bakamla memiliki kapal sendiri maka akan dianggap illegal.
Berbeda dengan KPLP yang dalam Pasal 279 ayat (1) Undang-Undang
penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 didukung
oleh prasarana berupa pangkalan armada penjaga laut dan pantai yang
pesawat udara yang berstatus sebagai kapal Negara atau pesawat udara
Negara”.
33
marine based socio develpoment. Masalah-masalah yang terjadi di dalam
bidnag maritim bwlum menjadi issue nasional. Meskipun potensi dalam
bidang kemaritiman sangat menjanjikan bagi kemakmuran bangsa.
Masalhnya adalah menyangkut keamanan maritim nasional karena yangaktor
negara maupu perorangan mampu membaca hal tersebut (State/non state
actor). Se hinggaKendala yang paling utama adalah maritim belum menjadi
arus utama dalam pembangunan nasional, pemerintah lebih
mengarusutamkan pembangunan daratan (land-based oriented). Hal ini
menurut penulis menjadi dasar negara untuk mendorong Bakamla
mengambil langkah strategi keamanan berbasis wawasan nusantara dalam
menjaga keamanan maritim nasional. Jangan sampai oknum penguasa atau
bahkan negara sendiri memiliki interpretasi tersendiri untuk menerjemahkan
strategi keamanan maritim nasional sesuai dengan kepentingannya. 23
Hasil analisa menunjukkan kewenangan lembaga sipil berdasarkan
amanat UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI dan UU No. 6 tahun 1996 tentang
Perairan Indonesia, Perpres 178 /2014 dan UU No. 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan menunjukkan bahwa di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah
Bakamla. Termasuk didalamnya wilayah pengusahaan perikanan Indonesia
yang terdiri atas laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan, dan perairan
pedalaman Indonesia, serta ZEEI.
Pembentukan Bakamla dalam Pasal 59 UU Nomor 32/2014 dikuatkan
denga Perpres 178/2014 mengamanatkan pembentukan koordinator dalam
menjaga keamanan, konektivitas pelayaran dan keselamatan maritim
nasional.
Pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi kejadian penerobosan
wilayah maritim seperti Laut Natuna Utara memerlukan format startegi dan
prosedur operasi yang sesuai dengan ekonomi biru yang dijalankan. Bakamla
perlu mendapatkan otoritas untuk melakuakn tindakan persuasif mendekati
23
Kandar, Memanfaatkan Konflik di Laut Tiongkok Selatan guna Meningkatkan Stabilitas Keamanan
Nasional, Jurnal Kajian Lemhannas RI, Edisi 36. Desember 2018. Hal 54-68
34
kapal asing dengan harapan akan keluar dari wilayah Indonesia. Sehingga
gesekan-gesekan ekstrem ytang diharapkan terjadi oleh para penerobos dapat
dihindari, yang diframing untuk mendapatkan simpati luar negeri dan
mengandung muatan yang menguntungkan negara asing tersebut. Tentunya
akan sangat merugikan bagi negara Indonesia dan tidak sesuai dengan
ekonomi biru yang dilaksanakan.
Hal yang perlu diperhatan oleh pemerintah adalah dalam UU Kelautan
Pasal 62-63 menerangkan bahwa kewenangan laut berada dalam satu
komando dan kendali Bakamla. Namun dalam pertahanan dan keamanan
maritim terdapat 24 aturan perundangan yang tidak bisa dilaksanakan
dibawah satu jalur komando karena kedudukannya setingkat. Apabila
Bakamla dipaksakan oleh pemerintah menjadi single task multi agency, maka
selayaknya diamanatkan dalam suatu perundang-undangan tersendiri.
Indonesia sampai dengan saat ini masih perlu lebih fokus dalam
menindaklanjuti urgensi tata kelola kemaanan maritim. Persoalan ini menurut
penulis dapat ditelusuri melalui implementasi dari teori Friedman yakni
sustansi hukum, struktur kelembagaan, dan kultur. Kerangka hukum
berfungsi untuk menyediakan seperangkat regulasi tentang pertahanan
keamanan maritim. Kemudian sumberdaya yang meliputi kapabilitas dan
sistem pembagian wilayah, personel dan pelatihan yang terintegrasi..
Sedangkan aspek kelembagaan meliputi sinergitas dan koordinasi antar
lembaga negara terkait pertahanan keamanan maritim serta pelibatan sistem
informasi. Mengandalkan undang-undang untuk membangun budaya maritim
nasional yang berkarakter tunduk, patuh dan terikat pada norma hukum
sangat sesuai dalam tata kelola pertahanan keamanan maritim nasional..
Kerangka substansi hukum sangat berperan besar dalam
menerjemahkan legitimasi lembaga sipil terkait pertahanan keamanan
maritim nasional. Indonesia dewasa ini hanya memiliki peraturan
perundangan yang benar-benar berkaitan dengan maritim ysitu UU Nomor 32
Tahun 2014 tentang Kelautan. Peraturan perundangan ini secara spesifik
35
menggarisbawahi pentingnya menciptakan sistem pertahanan maritim, dan
kewajiban aktivitas dalam keselamatan pelayaran. Namun belum secara
spesifik menyatakan suatu sistem perlindungan wilayah maritim nasional
yang mengintegrasikan lembaga-lembaga terkait dengan pembagian fungsi
dan peran yang jelas. Tulisan ini menyatakan sangat pentingnya membuat
strategi keamanan biru sebagai dasar pelaksanaan untuk memperjelas
langkah-langkah konkrit dalam pengelolaan keamnanan maritim di
Indonesia. Sehingga dapat menjadikan sinergisitas antar lembaga dalam
pelaksanaan pertahahan keamanan maritim.
Wilayah maritim yang diakui secara yuridis sebagai wilayah
kedaulatan negara Indonesia mempunyai konsekuensi bahwa negara
Indonesia berdaulat sepenuhnya untuk mendiami dan mengelola wilayah
tersebut. Sesuai dengan pernyataan Jean Bodin dalam teori kedaulatan bahwa
kedaulatan negara muncul bersamaan dengan berdirinya suatu negara.
Kedaulatan Negara merupakan kedaulatan yang berasal dari negara itu
sendiri. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang
berlaku terhadap seluruh wilayah dan segenap rakyat dalam negara tersebut.24
Kedaulatan negara menjadi hak dasar dan hak tertinggi, baik secara alamiah,
de jure maupun de facto. Kedaulatan bagi Indonesia menjadi tujuan dan
kerangka untuk mencapai cita-cita nasional dalam Pereambule Undang-
Undang Dasar 1945.
Dalam artikel ini kondisi geografis inilah menjadi titik awal pemikiran
dalam merumuskan Bakamla sebagai lembaga sipil koordinator keamanan
maritim nasional. Bersamaan dengan hal tersebut diharapkan Bakamla dapat
memiliki pemahaman yang bulat dan utuh tentang bagaimana posisi
sebenarnya dalam penyelenggaraan keamanan maritim Indonesia. Selain
kondisi geografis, upaya identifikasi ancaman keamanan maritim di
Indonesia menjadi salah satu unsur utama. Sesuai yang dinyatakan oleh Cribb
24
Hadjon,Philipus. Tentang Wewenang, Yuridika, Universitas Airlangga. Nomor 5&6 XII September-
Desember 1999.
36
(2009) menyatakan bahwa secara garis besar ancaman-ancaman keamanan
maritim di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu (i) kejahatan
yang memanfaatkan laut sebagai obyek (seperti IUU fishing, illegal waste
dumping,danillegal poaching), dan (ii) kejahatan yang memanfaatkan laut
sebagai sarana(seperti penyelundupan manusia dan perdagangan orang serta
pembajakan dan perampokan bersenjata di laut).
Indonesia sampai saat ini belum layak disebut sebagai negara karena
belum dapat memanfaatkan dan mengelola potensi kemaritiman secara
optimal. Menurut Penulis, pemerintah dalam RPJPN maritim belum menjadi
arus utama dalam pembangunan nasional, pemerintah lebih
mengarusutamakan pembangunan daratan (land-based oriented).25 Hal ini
menurut penulis menjadi dasar untuk penyusunan reposisi kewenangan dalam
pertahanan dan keamanan maritim nasional. Hal ini sesuai dengan gambaran
masalah pertahanan maritim di Indonesia, sebagaimana diungkapkan
Laksdya TNI Dr. Desi Albert Mamahit, M.Sc., ada empat hal yaitu
kecenderungan keamanan laut, disparitas pembangunan kelautan, regulasi
dan kelembagaan, serta infrastruktur pertahanan dan keamanan. Terkait
dengan masalah kecenderung keamanan laut, hingga saat ini masih marak
terjadi aktivitas pencurian ikan (illegal fishing) dan sumber daya alam lainnya
yang dapat mengancam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Selain
masalah pencurian sumber daya alam, juga diperparah dengan masih
terdapatnya sejumlah kekerasan di laut berupa pembajakan, perompakan, dan
sabotase.
Makalah ini memetakan peran Bakamla selaku koordinator lembaga
sipil dalam keamanan maritim nasional berdasarkan pembagian tugas sipil.
Bakamla menjadi single agency yang mengkoordinasikan lembaga-lembaga
sipil baik KKP, Kemenhub, Bea Cukai dan POLRI. Kewenangan atribusi
kelembagaan untuk menegakan keamann maritim nasional Bakamla sesuai
25
Efendi,Yusuf, Wawasan Maritim Mengapa Belum Bergema?, Jalasena edisi 3, tahun
III/2013
37
dengan materi muatan yang diatur dalam undang-undang. Sesuai dengan teori
kewenangan yang disampaikan oleh Philipus M Hadjon bahwa atribusi dapat
dinyatakan juga sebagai suatu mekanisme untuk mendapatkan wewenang
dalam pemerintahan.26 Dengan demikian jelas bahwa kewenangan yang
diperoleh melalui atribusi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah
merupakan kewenangan asli, disebabkan kewenangan tersebut didapatkan
langsung dari konstitusi atau perundangan. Melakukan pengkategorian
perundang-undangan mengenai kemaritiman menjadi dua, yaitu pertama,
undang-undang yang bersifat umum, seperti UU Pertahanan; dan kedua,
undang-undang yang seluruhnya mengatur laut, seperti UU Kelautan, UU
Perairan, UU ZEE; UU Perikanan, UU Pelayaran. Pengkategorian tersebut
menjadi kesannya adalah dipaksakan menjadi dasar kewenangan Bakamla
sebagai koordinator dari lembaga-lembaga terkait pertahanan keamanan
maritim. Pemerintah Indonesia perlu membuat Undung-undang Keamanan
Maritim untuk menegaskan posisi kewenangan Bakamla sekaligus
memberikan arah bagi konfigurasi keamanan maritim nasional.
Bakamla secara kewilayahan menangani keamanan konektivitas jalur
kemaritiman dengan jangkauan wilayah mulai dari Perairan Indonesia (12
Nm), sampai mencapai wilayah Perairan Zona Ekslusif Indonesia, Landas
Kontinen (200-350 Nm). Bahkan harus didorong perannya sampai dengan
wilayah delimitasi. Bakamla sebagai penengah atas klaim tumpang tindih
perbedaan garis batas Landas Kontinen dan ZEE.
Bakamla selaku penanggung jawab keamanan maritim nasional dalam
operasionalnya masih berdasarkan 27 :
(1) Pengaturan Tata Ruang Laut yang tercantum dalam UU Nomor 17 tahun
1985 tentang ratifikasi UNCLOS 1982, dimana kewenangan dibedakan
26
David Maharya Ardyantara, Blue Secure Strategy : Indonesian Maritime Security Agency
(Bakamla) in Maintain Security and Safety in the Indonesian Territorial. Annals of The
Romanian Society for Cell Biology 2020 25(2), 1762–1767
27
Octavian,A. Sosiologi Maritim : Rezim Pengelolaan Maritim Indonesia .Jurnal Kajian Lemhanas RI
Ed. 14 tahun 2012 Hal 63-84
38
berdasar tata ruang laut mulai dari Perairan Pedalaman, Perairan
Kepulauan,Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dan
Landas Kontinen
(2) Berdasarkan Lembaga Militer dan Lembaga sipil, dimana lembaga militer
menjadi kewenangan TNI AL dan lembaga sipil dibawah Bakamla selaku
Single Agency Multi Task / SAMT / Koordinator Tunggal
wawasan nusantara yang lebih baik dalam ranah kehidupan pribadi maupun
39
merupakan bagian integral yang menjamin eksitensi bangsa dan negara dalam
dengan tetap menghargai kebhinekaan itu sebagai anugerah Tuhan dan aset
bangsa.
dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun
dan bernegara.
mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang me-liputi seluruh
mempunyai letak equatorial beserta segala sifat dan corak khasnya, maka
40
negara Republik Indonesia. Untuk dapat memenuhi tuntutan itu dalam
haruslah sedini mungkin ditata dan diatur menjadi suatu kekuatan yang utuh
dalam konstitusi negara (baik tertulis maupun tidak tertulis). Namun UUD’45
tidak memuat secara jelas ketentuan wilayah negara Republik Indonesia, baik
Nusantara yang asli pemikiran nasioanal dan anehnya yang sangat menjadi
kendala dan menimbulkan legal gap utama menurut penulis seperti telah
era Jokowi dengan misi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
41
memiliki kewenangan yang sangat besar dalam pengelolaan potensi maritim..
tersebut, dalam poin ini keamanan maritim sangat diandalkan dapat berperan
transportasi maritim.
42
oleh laut, membutuhkan partisipasi dan sinergi antar lembaga bersama rakyat
28
Siwi Sukma Aji, Mengawal Poros Maritim Dunia, Amazon Publishing, Jakarta. 2020
43
segala ancaman, termasuk menjaga kedaulatan dan kekayaan alam, menjaga
keselamatan pelayaran dan keamanan maritim di wilayah yurisdiksi nasional;
serta dampak internasional yang ditimbulkan adalah terpeliharanya situasi
damai di wilayah Samudera Hindia dan Pasifik.
Pengaturan keamanan maritim dalam pengelolaan sektor kemaritiman
sanngat penting dilakukan dalam upaya mendukung Indonesia menjadi poros
maritime dunia. Titik berat yang harus didorong adalah tentang perekonomian
biru dalam penyelenggaraan pengelolaan hasil laut yang berkelanjutan.
Sistem Keamanan Maritim Nasional diharapkan akan dapat memecahkan
permasalahan tersebut, antara lain dengan mencegah eksplorasi kekayaan laut
melalui pemetaan ilegal drone bawah air yang dilakukan berkedok penelitian,
eksploitasi kekayaan laut seperti penambangan pasir alut, pengeboman
karang, serta mengeliminir inefisiensi biaya logistik dengan waktu tempuh
yang lama akibat pemeriksaan oleh berbagai institusi sehingga menyebabkan
tingginya biaya angkut pulang pergi dari kawasan Indonesia Timur ke
kawasan Indonesia Barat dan masih rendahnya kesadaran memanfaatkan jalur
tol laut menjadi tantangan dalam pelaksanaan Sistem Keamanan Maritim
Nasional.
C. KESIMPULAN
44
tindihnya lembaga negara terkait kemananan maritim dengan
mengedepankan kolaboratif dan sinergitas yang berbasiskan Wawasan
Nusantara
3. Pengaturan keamanan maritim kedepan adlaha pengeloalaan sektor
kemaritiman dalam satu ruang lingkup Wawsan Nusantara yang memanadang
Indoneisia sebagi satu kesatuan. Jangan sampai maritim Indonesia hanya
dinilai sebagai suatu nilai ekonomi (blue economy) saja. Karena akan
menimbulkan potensi gangguan kedaulatan NKRI>
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, guna mewujudkan kepastian hukum dalam
pelaksanaan sistem keamanan maritim nasional, Penulis menyarankan agar
pemerintah dan legislatif duduk bersama untuk membahas RUU Keamanan
Maritim. Hal ini perlu dilakukan mengingat masih belum adanya sinergi
partisipatif yang optimal di seluruh wilayah perairan Indonesia terkait
pengamanan maritim.
DAFTAR PUSTAKA
Buzan, Barry, Ole Waever dan Jaap de Wilde. 1998. Security: A New
Framework for Analysis. Boulder: Lynne Rienner Publication.
45
Indarti,Erlyn, Diskresi dan Paradigma : Sebuah Telaah Filsafat Hukum,
Pidato Pengukuhan disampaikan pada upacara pengukuhan Guru
Besar pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2010,
Semarang,
Jurnal
Ardyantara,DM Reposisi Kewenangan Antar Lembaga Negara Dalam
Pengaturan Terkait Pertahanan Keamanan Kemaritiman Nasional ,
Jurnal USM Law Review Vol 3 No 2, Juli 2020
46
Efendi,Yusuf, Wawasan Maritim Mengapa Belum Bergema?, Jalasena edisi
3, tahun III/2013
Kartika, Shanti Dwi, Keamanan Maritim dari Aspek Regulasi Dan Penegakan
Hukum, Jurnal Negarfa Hukum,Universitas Hasanuddin Vol 5 No.
2.2014
47
Yusuf, Efendi. Wawasan Maritim Mengapa Belum Bergema?, Jurnal
Jalasena edisi 3, tahun III/2013.Universitas Karimun,Kepri.
Undang-Undang
UUD NRI 1945
UU No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
UU No 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982
UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Kelautan
Indonesia
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2015 Tentang Kebijakan Umum
Pertahanan Negara Tahun 2015-2019
48