net/publication/351853024
CITATION READS
1 1,407
1 author:
Boy Anugerah
School of Government and Public Policy - Indonesia
88 PUBLICATIONS 6 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Boy Anugerah on 25 May 2021.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keamanan maritim (maritime Security) merupakan isu global yang terus
berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Pemahaman akan konsep dan
pemikiran terkait keamanan maritim ini sangat tergantung pada pemahaman
domain maritim yang dihadapkan pada kepentingan nasional suatu bangsa.
Menurut Robert Mangindaan (2011), domain maritim terkait dengan beberapa
aspek yang meliputi; fisiknya, kegiatan mengelola fisik, aturan mengenai
pengelolaanya dan budaya pengelolaan wilayah maritim. Apabila dipetakan dalam
kepentingan berbangsa dan bernegara, maka domain maritim ada aspek politik,
ekonomi, sosial dan militer dengan bobot yang sangat kuat dijadikan drivers untuk
mengembangkan kepentingan nasional.1
Menurut Geofry Till, 2013, menjelaskan bahwa setidaknya ada empat
indikasi bahwa kawasan laut memiliki nilai yang sangat penting bagi sejarah
manusia, Pertama laut sebagai potensi sumber daya alam, yang sangat besar,
Kedua, laut sebagai medium transportasi dan pertukaran, dimana hal ini dapat
dijelaskan bahwa transportasi laut merupakan urusan lokal, akan tetapi teknologi
kelautan terus berkembang. Trasnportasi laut yang bersifat lokal dan regional,
dapat menjadi sistem yang memapu menguasai dunia dan menciptakan sistem
kolonialisasi. Ketiga, laut sebagai medium informasi dan penyebaran ide.
Keempat, laut sebagai medium dominasi. Laut adalah posisi strategis dimana
sebuah negara/masyarakat dapat diserang atau menyerang, tidak mengagetkan
bila berbagai negara berlomba atau mencari sumber instabilitas (keamanan),
penopang ekonomi nasional, arena kerjasama internasional (politik-diplomatik),
mensejajarkan bangsa (sosial-budaya), yang kesemuanya mengindikasikan
bahwa domain maritim memiliki bobot yang kuat untuk dijadikan drivers bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan gambaran tersebut, dipahami bahwa pemanfaatan laut secara luas
diera globalisasi, telah melahirkan beragam konsep pemikiran tentang keamanan
maritim. Namun demikian, dalam perspektif pendekatan yang komprehensif
maritim security (keamanan Maritim) dipahami sebagai The combination of
preventif and responsive measures to protect the maritime domain against threats
and intentional unlawful acts.2 Secara umum, tantangan dan isu keamanan
maritim yang meliputi piracy an armed robbery, maritime terorism, illicit trafficking
by sea (Ex. Narcotics trafficking), small arms and light weapons trafficking, human
1
Mangindaan Robert, 2011, Indonesia dan Keamanan Maritim :Apa pentingnya?, Forum Kajian
Pertahanan dan Maritim, Jakarta.
2
Luttz Feldr et al, 2013, Maritime Security-Perspective for A Comprehensive Approach, ISPWS
Strategy Series, Focus on Defense And International Security April 2013, Jakarta.
2
trafficking, global climate change, cargo theft, dll. Tantangan tersebut senatiasa
berkembang dari waktu ke waktu dalam berbagai bentuknya.
Dalam lingkup regional ASEAN, isu keamanan maritim telah dipandang
sebagai salah satu isu penting dalam gagasan ASEAN Security Community.
Untuk itulah dibentuk ASEAN Maritime Forum sebagai wadah untuk membahas
langkah untuk memberikan respons terhadap ancaman-ancama keamanan
maritim yang meliputi; pembajakan, perampokan bersenjata, lingkungan kelautan,
illegal fishing, penyelundupan barang berbahaya, manusia, senjata, dan obat-obat
terlarang. Terkait dengan hal tersebut, tantang dan ancaman keamanan maritim
yang cukup menonjol adalah masih sering terjadi tindak kejahatan lintas negara
dan masih adanya permasalahan regional yang berpotensi akan mengganggu
stabilitas kawasan ASEAN, yang apabila tidak segera ditangani akan memberikan
implikasi pada stabilitas dan ketahanan nasional masing-masing negara anggota
ASEAN.
Sementara itu pada lingkup nasional, pembahasan mengenai keamanan
maritim akan sangat terkait erat dengan aspek geografis yang melekat pada
Indonesia. Indonesia sejak dahulu kala dikenal dengan sebutan negara bahari
karena penguasaan akan wilayah perairan yang sangat luas. Nenek moyang
bangsa Indonesia adalah kaum pelaut yang menghabiskan sebagian besar
waktunya di laut untuk menangkap ikan sebagai mata pencaharian utama
penduduk yang hidup di sekitar wilayah perairan. Secara geografis, Indonesia
merupakan negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia. Klaim tersebut
mengacu pada Data Rujukan Kelautan Nasional yang dirilis pada 10 April 2018
oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal TNI AL),
Badan Informasi Geospasial (BIG), serta Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman sebagai fasilitator.3
Berdasarkan data tersebut, luas wilayah kelautan Indonesia terdiri dari
perairan pedalaman dan perairan kepulauan seluas 3.110.000 km2, serta laut
teritorial seluas 290.000 km2. Luas wilayah berdaulat Indonesia terdiri dari zona
tambahan seluas 270.000 km2, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 3.000.000
km2, serta landas kontinen seluas 2.800.000 km2. Luas perairan Indonesia seluas
6.400.000 km2 dan luas daratan Indonesia seluas 1.900.000 km2. Dengan
demikian, luas total Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mencakupi
wilayah lautan dan daratan adalah seluas 8.300.000 km2. Panjang garis pantai
sepanjang 108.00 km dengan jumlah pulau kurang lebih sebanyak 17.504 pulau 4.
Jika dilihat dari perspektif maritim, atribut geografis yang dimiliki oleh Indonesia
tersebut memberikan keuntungan yang sangat strategis bagi Indonesia, utamanya
dari sisi perdagangan.5
Wilayah perairan yang luas, khususnya lautan, menyimpan potensi sumber
kekayaan alam yang sangat besar meliputi sumber daya perikanan dan terumbu
karang, serta kandungan minyak bumi dan gas alam sebagai sumber energi
nasional. Selain itu, posisi wilayah perairan Indonesia menjadi jalur perlintasan
strategis bagi kapal-kapal niaga dari banyak negara yang berpotensi memberikan
keuntungan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Meskipun luasnya wilayah laut
tersebut memberikan keuntungan, namun juga tak dimungkiri dapat menghadirkan
ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) sebagai konsekuensi
3
Susmoro, Harjo. 2019. The Spearhead of Sea Power. Yogyakarta: Pandiva Buku. Halaman. 37.
4
Ibid.
5
Ibid.
3
logis. AGHT dapat hadir baik secara fisik maupun non-fisik, dapat digerakkan oleh
aktor negara, bisa juga datang dari aktor non-negara. AGHT bisa datang dari
pihak luar, bisa juga berasal dari level domestik atau dalam negeri. Yang paling
dikhawatirkan adalah AGHT yang asalnya dari pihak eksternal karena berpotensi
untuk merongrong kedaulatan dan dapat mengancam keutuhan wilayah NKRI.
Di era globalisasi saat ini, kejahatan transnasional telah berkembang begitu
pesat. Kejahatan model ini dilakukan oleh aktor-aktor non-negara seperti sindikat
penyelundupan manusia (people smuggling), kartel obat bius dan narkoba (drugs
trafficking), penyelundupan BBM (gas and oil smuggling), perompak laut yang
beroperasi lintas negara (transnational piracy), serta pelaku illegal logging, illegal
mining, dan illegal fishing yang sering beroperasi di negara perairan seperti
Indonesia. Kondisi tersebut belum termasuk aksi-aksi unilateral (aksi sepihak)
beberapa major power yang tak segan-segan melanggar kedaulatan dan hak
berdaulat negara lain di wilayah perairan seperti yang ditunjukkan oleh Tiongkok
dengan melanggar ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara beberapa waktu yang
lalu. Sebagai gambaran tingginya AGHT terhadap wilayah perairan Indoensia, kita
dapat merujuk data yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP
RI) bahwa kejahatan illegal fishing yang terjadi pada awal sampai dengan
pertengahan tahun 2019 berjumlah sekitar 38 kasus.
KKP RI setidaknya berhasil menangkap 38 kapal ikan ilegal, dengan rincian
15 Kapal Ikan Asing (KIA) Vietnam, 13 KIA Malaysia, dan 10 KIA Indonesia.
Jumlah tersebut menambah total tangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh KKP
sepanjang 2014-2019 dengan jumlah 582 kapal.6 Lain halnya dengan
penyelundupan narkoba, menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), jalur laut
adalah jalur paling rawan penyelundupan narkoba. Hal tersebut didukung oleh
data yang mengungkapkan bahwa 90% dari total kasus terjadi melalui jalur
tersebut.7 Kasus yang terjadi pada akhir tahun 2019, pihak terkait yaitu Polri, BNN
dan Bea Cukai, menggagalkan penyelundupan narkoba dengan modus
penjemputan dari kapal ke kapal (ship to ship) yang dibawa masuk dari Malaysia
menggunakan sampan motor menuju Sumatera Utara dengan barang bukti sabu-
sabu seberat 37 kg.8
Maraknya beragam kejahatan transnasional tersebut merupakan sebuah
kausalitas yang logis dari pesatnya kemajuan di bidang teknologi, informasi, dan
komunikasi di era globalisasi saat ini. Para pelaku penangkapan ikan secara ilegal
misalnya, sangat paham dalam memetakan titik lemah suatu negara yang lalai
dalam mengawasi wilayah perairannya. Ketika tidak ada tim yang melakukan
patroli, mereka masuk ke wilayah perairan dan menjalankan aksi-aksinya. Aksi-
aksi tersebut tidak dilakukan secara tradisional, melainkan menggunakan
teknologi penangkapan ikan dengan proses cepat dan skala tangkap yang masif.
Demikian juga halnya dengan sindikat kejahatan narkoba internasional. Beragam
6
“Kinerja Pengawasan KKP Sepanjang Triwulan 1/2019 Tunjukan Capaian Positif” diunduh dari
https://kkp.go.id/djpsdkp/artikel/10030-kinerja-pengawasan-kkp-sepanjang-triwulan-1-2019-
tunjukkan-capaian-positif, diakses pukul 19.30 WIB tanggal 21 Januari 2020.
7
“BNN Sebut 90 Persen Penyelundupan Narkoba Lewat Jalur Laut”, diakses di
https://www.liputan6.com/news/read/3662296/bnn-sebut-90-persen-penyelundupan-narkoba-
lewat-jalur-laut, pada 1 Maret 2020, pukul 22.35 WIB.
8
”Bea Cukai dan Bareskrim Ringkus Penyelundup 37 Kg Sabu-Sabu”, diakses di
https://mediaindonesia.com/read/detail/277100-bea-cukai-dan-bareskrim-ringkus-penyelundup-
37-kg-sabu-sabu, pada 1 Maret 2020, pukul 22.40 WIB.
4
2. Rumusan Masalah
Secara garis besar, keamanan maritim mengandung lima esensi, yang
terkandung dalam kepentingan nasional yang meliputi aspek kedaulatan dan
hukum di laut, utilisasi atau pemanfaatan laut secara aman dan damai, penegakan
hukum (law enforcement) baik hukum nasional sebuah negara maupun hukum
internasional, peran aktif Indonesia dalam menjaga keamanan regional dan global,
serta kerja sama aktif dari semua elemen bangsa. Kelima esensi keamanan
maritim tersebut penting untuk diberikan atensi dalam menyikapi potensi ancaman
di laut yang bersifat kompleks dan dinamis. Seperti yang sudah diulas di latar
belakang, luasnya wilayah perairan Indonesia di satu sisi memberikan
keuntungan, namun di sisi lain menghadirkan ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan. Secara umum, potensi AGHT di laut meliputi ancaman kekerasan
(misal perompakan kapal niaga dan kapal tanker), ancaman terhadap sumber
daya laut dan lingkungan (misal illegal fishing dan illegal logging), ancaman
pelanggaran hukum, serta ancaman bahaya navigasi.
Berbagai ancaman tersebut apabila tidak dipetakan dan direspons secara
masif, terstruktur dan sistematis, maka dapat berimplikasi negatif terhadap
kedaulatan nasional dan keutuhan wilayah NKRI. Persoalannya bagi Indonesia
adalah kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki oleh Indonesia belum cukup kuat
dan tangguh dalam mewujudkan keamanan maritim. Setidaknya ada dua
permasalahan besar yang dihadapi, yakni belum solid dan terintegrasinya
komitmen nasional sebagai bangsa maritim, serta kemampuan pengamanan
wilayah maritim yang belum optimal. Lemahnya komitmen nasional sebagai
bangsa maritim disebabkan oleh belum komprehensifnya pemahaman komponen
bangsa mengenai konsep negara maritim dan negara berkekuatan maritim, serta
kebijakan nasional di bidang maritim yang belum dijabarkan secara menyeluruh ke
segenap lapisan masyarakat.
5
6. Pengertian
a. Penguatan adalah proses, cara, perbuatan menguati atau
menguatkan9
b. Keamanan yang asal katanya aman adalah suatu kondisi yang
bebas dari segala macam bentuk gangguan dan hambatan.
c. Maritim adalah mencakup ruang/wilayah permukaan laut, pelagik
dan mesopelagik yang merupakan daerah subur di mana pada
daerah ini terdapat kegiatan seperti pariwisata, lalulintas, pelayaran
dan jasa-jasa kelautan.10
d. Hak berdaulat adalah hak untuk mengelola dan memanfaatkan untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di
atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan
berkenan dengan kegiatan lain untuk eksplorasi dan eksploitasi zona
ekonomi tersebut, seperti produksi energi dari air, arus, dan angin.11
e. Kedaulatan adalah kekuasaan sebuah negara untuk menentukan
sikap dan nasibnya sendiri terlepas dari intervensi negara lain.12
f. Komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu13
9
Pengertian Penguatan. Diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/penguatan, pada tanggal
14 Juli 2020 pukul 17.03 wib
10
Dewan Maritim Indonesia. 2003. Laporan Semiloka Kebijakan Nasional Bidang Kemaritiman.
11
“Beda Kedaulatan dan Hak Berdaulat di Laut Menurut UNCLOS 1982”, diakses di
http://maritimnews.com/2016/04/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-menurut-unclos-1982/,
pada 15 Juli 2020, pukul 04.33 WIB.
12
“Pengertian Kedaulatan Rakyat”, diakses di http://eprints.umm.ac.id/40138/3/BAB%20II.pdf, pada
1 Maret 2020, pukul 17.00 WIB.
13
Pengertian Komitmen. Diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/penguatan, pada tanggal
14 Juli 2020 pukul 17.03 wib
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7. Umum
Selama beberapa tahun terakhir ini, konsep keamanan maritim menjadi
bahasan penting. Langkah yang diambil pemerintahan Presiden Joko Widodo
yang mengarusutamakan keamanan maritim sejak 2014 yang lalu melalui
kebijakan Poros Maritim Dunia (World Maritime Axis) patut diapresiasi. Upaya
menguatkan keamanan maritim merupakan wujud kesadaran bangsa dan negara
Indonesia atas diri dan lingkungannya. Kepemilikan akan wilayah lautan yang luas
meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, serta laut teritorial beserta
segala potensi sumber kekayaan alam yang ada di dalamnya, tidak akan berdaya-
guna secara optimal apabila tidak dikelola dan dikawal dengan keamanan maritim
yang tangguh.
Dalam konteks penguatan keamanan maritim, pemerintah masih
berhadapan dengan kendala-kendala yang harus ditangani terlebih dahulu.
Kendala tersebut secara garis besar terdiri atas dua hal, pertama, belum solid dan
terintegrasinya komitmen nasional sebagai bangsa maritim, dan kedua,
kemampuan pengamanan wilayah maritim yang belum optimal. Kendala pertama
lebih bersifat filosofis. Persoalan keamanan maritim masih dianggap sebagai
tugas dan tanggung jawab TNI saja, dalam hal ini TNI Angkatan Laut. Padalah
konsep keamanan maritim juga meliputi pengelolaan sumber kekayaan alam
maritim. Persoalan kedua lebih bersifat teknis dan operasional. Oleh sebab itu,
upaya penanganannya lebih membutuhkan strategi jangka panjang serta dana
yang memadai yang dimaktubkan dalam APBN dan APBD.
Untuk menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut, dalam rangka
mencari jalan keluar terbaik bagi penguatan keamanan maritim Indonesia, pada
penulisan Kertas Karya Perorangan LUSOR Analysis ini, penulis akan melakukan
studi literatur dengan menggunakan sumber-sumber akademik yang kredibel.
Sebagai kerangka teoritis (theoretical framework) dalam penulisan, penulis akan
menggunakan Teori U yang dikembangkan oleh Otto Scharmer sebagai Analisis
pengambilan keputusan (decision making process). Selain Teori U, penulis juga
menggunakan Teori Kekuatan Laut (sea power theory) yang dirumuskan oleh
Alfred Tayer Mahan. Teori ini penulis anggap sangat relevan dengan objektif yang
hendak dicapai oleh pemerintah Indonesia melalui penguatan keamanan maritim,
yakni stabilitas keamanan di satu sisi, serta pembangunan ekonomi di sisi lainnya.
Untuk mengoperasionalisasikan kerangka teoritis yang sudah ditetapkan,
penulis akan menggunakan beberapa kerangka konseptual yang relevan yakni
konsep kekuatan maritim, konsep keamanan maritim, konsep kepentingan
nasional, konsep kedaulatan, serta konsep kewaspadaan nasional. Konsep
kekuatan dan keamanan maritim digunakan untuk mengelaborasi lebih jauh
mengenai upaya-upaya yang potensial ditempuh dalam menguatkan keamanan
maritim sebagai variabel independen dalam penulisan ini. Sedangkan konsep
kepentingan nasional, konsep kedaulatan, dan konsep kewaspadaan nasional
akan digunakan untuk menjelaskan variabel dependen dalam penulisan yakni
menjamin tegaknya kedaulatan NKRI. Penulisan ini juga akan diperkuat dengan
landasan yuridis kebijakan di bidang maritim, data fakta keamanan maritim
Indonesia, serta lingkungan strategis yang mempengaruhi, baik nasional, regional,
maupun internasional.
9
8. Kerangka Teoritis
a. Teori U dari C. Otto Scharmer14
Teori U merupakan sebuah teori yang membahas mengenai metode
manajemen perubahan, diperkenalkan oleh Otto Scharmer. Asumsi dasar
dari teori ini adalah bahwa sebagai bagian dari suatu masyarakat,
organisasi terkesan sulit dan kurang mampu dalam merespons segala
perubahan yang terjadi di dunia. Organisasi kerapkali hanya terpaku pada
pola pikir kelembagaannya saja dalam merumuskan solusi terhadap
permasalahan global seperti kesetaraan gender, kemiskinan, polusi, dan
masih banyak lagi. Secara umum, Teori U dijadikan sebagai panduan bagi
para pemimpin politik di suatu negara atau manajemen tertinggi sebuah
perusahaan dalam memecahkan sebuah persoalan penting dengan
mempelajari pola perilaku masa lalu yang tidak produktif yang
menyebabkan pola pengambilan keputusan (decision making) menjadi
tidak produktif.
Inti dari Teori U adalah kapasitas untuk hadir (presence) dan
mengindera (sensing). Secara mendetil teori U mencakupi lima aspek
penting, yakni: (a) mengawali niat bersama, yakni berhenti dan mulai
mendengarkan orang lain, serta mengikuti panggilan hidup yang akan
dilakukan, (b) sensasi, pergi ke tempat-tempat yang paling potensial, serta
dengar dengan pikiran dan hati yang terbuka lebar, (c) mempersembahkan
ilham dan kehendak bersama dengan pergi ke ambang pintu dan
membiarkan pengetahuan batin yang muncul, (d) mengeksplorasi masa
depan, dan (e) berkembang bersama melalui inovasi dengan mempelajari
ekosistem yang memfasilitasi penglihatan dan tindakan secara
keseluruhan.
Teori U dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas
kepemimpinan seseorang, baik pemimpin politik dalam konteks negara,
maupun manajemen puncak perusahaan untuk sektor privat. Ada tujuh
kapasitas yang hendak dikembangkan melalui teori ini, sebagai berikut: (a)
kapasitas untuk memegang ruang, yakni mampu mendengarkan panggilan
hidup yang akan dilakukan, (b) kapasitas untuk mengamati dan berfikir
terbuka, (c) kapasitas untuk melakukan penginderaan, terhubung dengan
hati, (d) kapasitas untuk terhubung ke sumber terdalam yang terdapat
dalam diri, (e) kapasitas untuk memegang komitmen yang teguh, (f)
kapasitas untuk berfikir serta bertindak secara efektif, jauh dari hal-hal yang
sifatnya distraksi seperti sikap reaktif dan terlalu banyak analisis ketimbang
praktik, serta (g) kapasitas untuk melakukan yang terbaik (performing)
semisal menemukan pemimpin yang tepat atau teknologi yang bagus untuk
menjalankan sebuah proyek.
Manfaat dari implementasi Teori U antara lain: (a) ada keterkaitan
antara kesadaran pemimpin dengan kinerja yang dihasilkan, (b) individu
dan tim akan bergerak melalui keseluruhan sistem proses perencanaan
terpadu yang menggabungkan metode pengamatan, mengetahui, serta
memvisualisasikan pengambilan keputusan, (c) menciptakan inovasi, (d)
proses pembuatan kebijakan terhubung dan terintegrasi dengan visi dan
14
Scharmer, C . Otto. (2008). Theory U: Leading From the Future as It Emerges. The Social
Technology of Presencing. San Fransisco: Barret-Koehler Publishers Inc.
10
15
Mulya, Lillyana. (2013). Postur Maritim Indonesia: Pengukuran Melalui Teori Mahan. Jurnal
Lembaran Sejarah No. 2 (10), Oktober 2013.
11
16
Soebijanto, Slamet. Kekuatan Maritim Sebagai Salah Satu Pilihan Pembangunan Ketahanan
Nasional Bangsa. Jurnal Ketahanan Nasional No. IX(2), Agustus 2004. Diakses di
https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/view/22150/14784, pada 1 Maret 2020, pukul 15.59 WIB.
17
Anugerah, Prima Tegar. (2017). Sea Power, Security, and Good Order at Sea. Diakses di
https://www.researchgate.net/publication/325069679_Sea_Power_Security_Good_Order_at_Sea/li
nk/5af49273a6fdcc0c030af447/download, pada 1 Maret 2020, pukul 16.11 WIB.
13
21
Usman, Wan Prof. (2003). Daya Tahan Bangsa. Jakarta: Program Studi Pengkajian Ketahanan
Nasional Universitas Indonesia.
22
Bahan Ajar Bidang Studi Kewaspadaan Nasional Tahun 2020 Lembaga Ketahanan Nasional
Republik Indonesia (Lemhannas RI). Halaman. 103.
15
Pelanggaran wilayah maritim yang dilakukan oleh negara lain tercatat juga
mengalami peningkatan pada tahun 2019. Rekap data pelanggaran wilayah laut
pada Tahun 2018, pelanggaran Kapal terjadi 15 kasus oleh negara : Malaysia (3),
Vietnam (5), Singapura (2), Tiongkok (3) dan Kanada (2), adapun pelanggaran
Pesawat Udara/Heli, 3 kasus oleh negara : Tiongkok (2) dan Kanada (1).
Sedangkan pada tahun 2019, pelanggaran kapal terjadi 21 kasus yang dilakukan
oleh kapal-kapal dari negara : Malaysia (4), Vietrnam (9), Amerika (1), Singapura
(4) dan Tingkok (3), sedangkan pelanggaran Pesawat Udara/Heli, terjadi 108
kasus oleh negara : Amerika (4), Singapura (96), Tiongkok (2), Australia (2),
Cayman Island (1), Kanada (1), Filipina (1) dan Maldives (1).37
36
Sopsal pada Rakorops TNI, 13-14 Februari 2020.
37
Ibid.
19
masyarakat politik dan keamanan ASEAN pada 2020 sebagai satu dari tiga
pilar dalam Visi ASEAN 2020. Poin penting yang perlu digarisbawahi dari
komitmen pembentukan komunitas politik dan keamanan ASEAN tersebut
adalah upaya untuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang aman dan
damai, terbebas dari segala ancaman, khususnya ancaman dari pihak luar
kawasan. Bentuk konkret dari komitmen tersebut dapat dilihat pada
bagaimana Indonesia, Malaysia, dan Singapura saling bersinergi dan
menguatkan koordinasi dalam hal pengamanan Selat Malaka yang bernilai
strategis bagi ketiga negara.
c. Lingkungan Nasional
Ketahanan nasional terdiri atas dua gatra secara garis besar, yakni
gatra statis dan gatra dinamis. Gatra statis terdiri atas 3 aspek (Trigatra),
yakni geografis, demografis, serta sumber kekayaan alam. Sedangkan
gatra dinamis terdiri atas 5 aspek (Pancagatra), yakni ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan keamanan. Kedelapan aspek
tersebut meskipun berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi saling mempengaruhi
satu sama lain dalam menopang ketahanan nasional Indonesia.
Persoalan keamanan maritim tentu saja sangat terkait dengan
dimensi ketahanan nasional. Dari sisi gatra statis, keamanan maritim akan
terkait dengan aspek geografis dan sumber kekayaan alam. Secara
geografis, penguasaan atas wilayah perairan yang sangat luas akan
memberikan keuntungan strategis bagi Indonesia dalam bentuk padatnya
lalu lintas kapal-kapal niaga di tanah air yang akan menggerakkan
perdagangan internasional antara Indonesia dengan negara-negara
lainnya. Namun di sisi lain, penguasaan wilayah perairan yang luas namun
belum mumpuni dalam hal pengamanan akan berdampak pada maraknya
kejahatan transnasional di wilayah tersebut.
Dari sisi sumber kekayaan alam, penguasaan wilayah perairan yang
luas yang di dalamnya terkandung sumber kekayaan yang besar apabila
dapat dioptimalkan pemanfaatannya maka akan berdampak positif bagi
penguatan ketahanan ekonomi masyarakat dan negara. Sebaliknya, sisi
negatif dari penguasaan sumber kekayaan alam yang besar adalah dapat
mengundang aktor-aktor eksternal, baik negara, maupun non-negara, untuk
datang dan mengambil kekayaan alam tersebut dengan segala cara
(imperialisme gaya baru). Keterkaitan dengan dimensi statis secara
langsung menempatkan permasalahan keamanan maritim bersinggungan
dengan aspek dinamis, khususnya aspek politik, ekonomi, dan pertahanan
keamanan.
Dari ketiga aspek dinamis tersebut, yang perlu mendapatkan sorotan
lebih adalah pada aspek politik dan pertahanan keamanan. Kedua aspek ini
saling bertaut satu sama lain. Titik singgungnya terletak pada persepsi
masyarakat selama ini bahwa keamanan maritim identik dengan wilayah
tugas dan tanggung jawab TNI dalam mengamankan wilayah perairan.
Persepsi ini tentu saja kurang tepat mengingat dalam doktrin sistem
pertahanan keamanan rakyat semesta, yang bertanggung jawab terhadap
keutuhan wilayah dan kedaulatan negara adalah segenap bangsa
Indonesia tanpa kecuali. Oleh sebab itu, dibutuhkan political will dari
pemerintah untuk mengkoordinasikan semua kementerian dan lembaga
20
terkait, tidak hanya TNI saja, dalam penguatan kesadaran dan kapasitas
keamanan maritim nasional.
21
BAB III
PEMBAHASAN
12. Umum
Pembahasan mengenai menegakkan kedaulatan negara mencakup
berbagai aspek, dimana keamanan maritim menjadi salah satu aspek yang
penting. Untuk mewujudkan wilayah maritim yang aman, tidak terlepas dari peran
aktif seluruh komponen bangsa. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk
menguatkan keamanan maritim, akan tetapi kenyataannya belum berjalan sesuai
harapan, ini terlihat di dalam data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
dimana masih terjadi pelanggaran dan gangguan keamanan di wilayah maritim.
Berbagai ancaman tersebut harus diinventarisir, dipetakan dan direspons secara
masif, terstruktur dan sistematis, agar tidak menimbulkan implikasi negatif
terhadap kedaulatan negara. Melihat dari kondisi tersebut, maka perlu
dilaksanakan pendekatan yang lebih efektif untuk menguatkan keamanan maritim.
Secara garis besar, penguatan keamanan maritim akan membahas dua
aspek penting. Pertama, komitmen nasional sebagai negara maritim yang solid
dan terintegrasi ke seluruh komponen bangsa Indonesia, dimana komitmen
tersebut dijadikan sebagai landasan berpikir, bersikap dan bertindak bangsa
Indonesia. Kedua, meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia didalam
mengamankan wilayah maritim. Aspek pertama lebih bersifat intangible (tak
terlihat), sedangkan aspek kedua bersifat tangible (fisik). Agar kedua aspek
tersebut dapat berjalan dengan baik dan mencapai objektifnya, maka dibutuhkan
soliditas antar para pemangku kepentingan, termasuk juga peran serta
masyarakat yang diharapkan terlibat aktif dalam mendukung kebijakan-kebijakan
pemerintah di bidang keamanan maritim. Oleh karenanya di dalam bab ini akan
dijelaskan lebih mendalam mengenai upaya menguatkan keamanan maritim untuk
menegakkan kedaulatan NKRI.
38
Nainggolan, Poltak Partogi Dkk. (2015). Agenda Poros Maritim Dunia dan Perubahan
Lingkungan Strategis. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika. Halaman. xvi.
39
Mengenai UNCLOS, dapat dilihat di United Nations Convention on the Law of the Sea. Jakarta:
Dewan Kelautan Indonesia, 2010.
24
dimana pada tahap ini para pemimpin institusi mulai menyatukan apa yang
telah dirasakan, didengar dan dilihatnya. Salah satu belief yang penting
pada tahap ini adalah diharapkan tumbuhnya kesadaran bahwa adanya
kesamaan dan kesetaraan antara pemimpin dan anak buah dalam
mencapai tujuan organisasi, sehingga diharapkan penjabaran kebijakan
maritim yang akan dibuat dapat menguntungkan semua pihak. Berikutnya
tahap co-creating, dimana para pemimpin institusi membuat program
secara detail sebagai implementasi kebijakan maritim sesuai bidangnya.
Selain itu, pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan melalui
inovasi dan pola kepemimpinan yang lebih efektif agar kebijakan-kebijakan
tentang kemaritiman yang dihasilkan dapat tersosialisasikan dengan baik
ke masyarakat. Prinsip ini selaras dengan Teori U mengenai pentingnya
manajemen perubahan dalam tata kelola dan operasionalisasi sebuah
organisasi, terlebih lagi negara merupakan sebuah entitas yang tak
sederhana, ada aspek politik, serta sosial budaya yang kompleks di
dalamnya. Ada dua hal yang harus dipastikan oleh pemerintah, yaitu pihak
yang melaksanakan proses sosialisasi kebijakan, serta pihak yang
menerima sosialisasi.
Kedua hal tersebut sangat penting untuk dikondisikan terlebih dahulu
karena output sosialisasi berkorelasi positif dengan eksistensi kedua hal
tersebut. Sebagai contoh, UU No. 17/2008 tentang Pelayaran. Banyak
pihak yang menjadi pemangku kepentingan (stakeholders) di sektor
pelayaran tanah air seperti penyedia jasa angkutan laut, angkutan sungai
dan danau, angkutan penyeberangan, serta penyedia jasa pelabuhan dan
terminal, baik yang berstatus sebagai badan usaha milik pemerintah
(BUMN dan BUMD), maupun dari pihak swasta. Secara spesifik, pihak-
pihak tersebut meliputi PT. Pelindo Persero, PT. Pelni Persero, PT. ASDP
Indonesia Ferry, dan masih banyak lagi. Pihak-pihak tersebutlah yang
menjalankan peran sosialisasi kebijakan pemerintah. Sosialisasi yang
dimaksudkan di sini mencakupi semisal hak dan kewajiban mereka sebagai
penyelenggara kegiatan di bidang pelayaran. Sedangkan yang pihak yang
disosialisasikan adalah mereka yang berstatus sebagai penerima manfaat
dari para pemangku kepentingan tersebut.
Dari contoh regulasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pencapaian objektif sebuah regulasi di bidang maritim, khususnya dalam
ikhtiar mewujudkan penguatan komitmen nasional segenap komponen
bangsa sebagai sebuah negara maritim, akan sangat ditentukan oleh
kapasitas para pemangku kepentingan yang diatur dalam masing-masing
regulasi. Akan sulit mewujudkan komitmen nasional yang kuat sebagai
bangsa maritim apabila bangsa Indonesia tidak memahami tugas dan
tanggung jawab para pemangku kepentingan di sektor pelayaran dalam
menyelenggarakan jasa pengangkutan yang prima.
b. Konsep Negara Maritim dan Kekuatan Maritim sebagai pedoman
penyusunan Kebijakan Nasional di Bidang Geografi, Demografi, dan
Pengelolaan SKA
Negara maritim dan negara berkekuatan maritim (maritime power)
merupakan dua konsep yang berbeda. Konsep pertama merujuk pada
atribut nasional suatu negara yang mana kepemilikan wilayah perairan
beserta segala SKA yang terkandung di dalamnya merupakan suatu hal
25
40
Soebijanto, Slamet. Kekuatan Maritim Sebagai Salah Satu Pilihan Pembangunan Ketahanan
Nasional Bangsa. Jurnal Ketahanan Nasional No. IX(2), Agustus 2004. Diakses di
https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/view/22150/14784, pada 1 Maret 2020, pukul 15.59 WIB.
41
Mulya, Lillyana. (2013). Postur Maritim Indonesia: Pengukuran Melalui Teori Mahan. Jurnal
Lembaran Sejarah No. 2 (10), Oktober 2013.
42
“BNN Sebut 90 Persen Penyelundupan Narkoba Lewat Jalur Laut”, diakses di
https://www.liputan6.com/news/read/3662296/bnn-sebut-90-persen-penyelundupan-narkoba-
lewat-jalur-laut, pada 1 Maret 2020, pukul 22.35 WIB.
26
43
Tim Pokja Geostrategi dan Ketahanan Nasional. (2020). Bahan Ajar Bidang Gestrategi dan
Ketahanan Nasional. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas
RI). Halaman. 68
44
Tim Pokja Empat Konsensus Dasar Bangsa Sub Bidang Pancasila. (2020). Bahan Ajar Sub
Bidang Pancasila. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI).
Halaman. 69
28
45
Tugas Pokok dan Fungsi BPIP. Diakses di https://bpip.go.id/, pada 3 April 2020, pukul 20.10
WIB.
29
46
Perpres No. 10/2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Diakses di
https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/174381/Perpres%20Nomor%2010%20Tahun%202015.pdf,
pada 3 April 2020, pukul 20.42 WIB.
47
Nainggolan, Poltak Partogi. (2015). Kebijakan Poros Maritim Dunia Joko Widodo dan Implikasi
Internasionalnya. Jurnal Politica Volume 6(2). Agustus 2015. Halaman. 169.
30
48
Tim Pokja Geopolitik dan Wawasan Nusantara. (2020). Bahan Ajar Bidang Studi Geopolitik dan
Wawasan Nusantara. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas
RI). Halaman. 161-171.
49
“UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara”, diakses di http://buk.um.ac.id/wp-
content/uploads/2016/05/Undang-Undang-Nomor-3-Tahun-2002.pdf, pada 5 April 2020, pukul
14.18 WIB.
50
“Tugas TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Sesuai UU No. 34/2004
tentang TNI”, diakses di https://tni.mil.id/view-4980-tugas-tni-angkatan-darat-angkatan-laut-dan-
32
55
Mulya, Lillyana. (2013). Postur Maritim Indonesia: Pengukuran Melalui Teori Mahan. Jurnal
Lembaran Sejarah No. 2 (10), Oktober 2013.
36
56
“Kajian Pualu Terdepan/Terluar”, diakses di
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/695/jbptunikompp-gdl-riskahelma-34707-9-unikom_r-i.pdf, pada
11 Mei 2020, pukul 01.00 WIB.
57
Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1312/XII/2018 tanggal 10 Desember 2018 tentang
Pembangunan Prioritas Pulau Terluar Tertentu dan Daerah Yang Bersifat Strategis. Halaman 5.
37
yang datang dan dapat pula bertindak sebagai satuan pemukul terdepan
yang memiliki kemampuan bertempur dan bertahan secara mandiri.
Adapun tugasnya antara lain mencegah pelanggaran wilayah yang
memasuki wilayah Indonesia pada saat perang dan damai.58 Dari lima
lokasi yang direncanakan sebagai basis STT, baru terealisasi STT di Pulau
Natuna (Kepulauan Riau). Sementara yang berlokasi di Pulau Yamdena
dan Pulau Selar (Maluku), Kabupaten Merauke (Papua), Pulau Morotai
(Maluku Utara) dan Pulau Biak (Papua), masih dalam proses perencanaan.
Perencanaan pembangunan STT dimulai pada Tahun 2016 dan
direncanakan selesai pada Tahun 2028.59 Rentang waktu yang panjang
tersebut untuk memenuhi semua kebutuhan seperti ketersediaan dan
penyiapan personel pengawak organisasi, reposisi maupun pengadaan
alutsista, pembangunan fasilitas, sarana perkantoran dan messing,
pembangunan fasilitas radar sebagai sarana deteksi dini, pengadaan piranti
lunak untuk kepentingan operasi, pembangunan sarana pendukung seperti
lapangan terbang, rumah sakit, fasilitas perbaikan, fasilitas logistik sampai
dengan penyiapan jalur distribusi logistik dan sebagainya. Diperlukan juga
mekanisme kerjasama, koordinasi dan operasional dengan pemerintah
daerah serta institusi-institusi terkait lainnya, serta yang tidak kalah
pentingnya adalah penyiapan anggaran oleh pemerintah.
Menurut Teori Kekuatan Laut, karakter geografis merupakan faktor
penentu yang harus ditangani dalam upaya mengembangkan kekuatan
maritim. Sejalan dengan hal tersebut, maka konsep penguasaan pulau-
pulau dan daerah strategis menjadi penting dalam rangka mengamankan
wilayah maritim. Oleh karenanya, konsep TNI di atas, meskipun belum
menjangkau seluruh pulau strategis, upaya tersebut harus diapresiasi dan
didukung, agar konsep pertahanan keamanan yang memanfaatkan pulau-
pulau strategis dapat terwujud. Dalam konteks pendekatan keamanan,
perencanaan pembangunan sistem pertahanan negara yang dirancang TNI
saat ini, tidak hanya didasarkan kepada arah datangnya ancaman saja,
akan tetapi harus terkait erat dan terkoordinasi dengan program-program
pemerintah yang ada, seperti kebijakan pembangunan nasional, program
pembangunan dari daerah pinggiran, program nawacita, program tol laut
dan sebagainya, sehingga sistem pertahanan yang mengacu kepada
konstelasi geografis berjalan dengan sinkron dan terkoordinir.
Masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pulau-pulau terluar atau
terdepan pada dasarnya dapat memainkan peran sebagai penjaga
kedaulatan negara. Namun demikian, harapan tersebut terasa terlalu ideal
apabila melihat tingkat kesejahteraan mereka. Peralatan nelayan yang
masih tradisional serta kesulitan untuk mendapatkan BBM mengakibatkan
aktivitas melaut dan menangkap ikan tidak optimal. Belum adanya
transportasi umum yang memadai untuk menghubungkan tempat tinggal
mereka dengan lingkungan luar menjadikan mereka terisolasi, Hal ini
ditambah dengan minimnya jaringan komunikasi sehingga menyebabkan
mereka tidak terlalu update dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang
dapat menunjang kehidupan mereka. Permasalahan menjadi semakin
kompleks apabila melihat tingkat kesejahteraan penduduk di pulau-pulau
58
Ibid. Halaman 15.
59
Ibid. Halaman 14.
38
yang ada, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki setiap institusi tersebut,
harus dijadikan sebagai peluang untuk saling mengisi dan melengkapi,
dalam menyelesaikan pesoalan di wilayah maritim.
b. Meningkatkan Kapasitas Perekonomian dan Kesejahteraan
Masyarakat di Wilayah Hak Berdaulat
Selain penguatan kapasitas militer dalam melakukan pengamanan
terhadap wilayah yang menjadi hak berdaulat Indonesia dalam konteks
pendekatan keamanan, strategi lainnya yang dapat ditempuh oleh
pemerintah adalah melalui pendekatan kesejahteraan melalui penguatan
kapasitas perekonomian dari masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah
tersebut. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa hanya masyarakat yang
terpenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan
kesehatan) dengan baik yang dapat dijadikan sebagai benteng terdepan
NKRI dalam menghadapi segala macam ancaman, gangguan, hambatan,
dan tantangan (AGHT) yang dapat menggerus kedaulatan dan hak
berdaulat Indonesia. Masyarakat tersebut secara otomatis akan menjadi
filter utama terhadap segala macam AGHT karena mereka memiliki
keterikatan yang kuat dengan NKRI di mana secara ekonomis mereka
sangat tergantung pada ketersediaan sumber kekayaan alam di wilayah
mereka bermukim sebagai mata pencaharian utama dan sumber kehidupan
mereka.
Kasus masuknya kapal-kapal penangkap ilegal Tiongkok di perairan
Natuna Utara pada akhir Desember 2019 menjadi bukti sahih betapa
pemerintah belum melakukan penguatan pada aspek kesejahteraan secara
memadai. Luasnya wilayah perairan Natuna Utara dan besarnya sumber
daya perikanan di wilayah tersebut tidak berbanding lurus dengan kapasitas
masyarakat dalam menjalankan profesi sehari-harinya sebagai nelayan.
Para nelayan di wilayah tersebut masih terkendala oleh minimnya jumlah
perahu motor yuang mereka miliki untuk melaut, pasokan bahan bakar
minyak untuk menghidupkan perahu motor, alat tangkap yang masih
bersifat tradisional sehingga menyebabkan hasil tangkapan kurang
maksimal. Pada tataran lebih lanjut, keterbatasan mereka semakin
kompleks ketika fasilitas listrik belum memadai dan belum tersedianya
storage untuk menyimpan hasil tangkapan mereka sebelum dipasarkan dan
diperjualbelikan untuk menopang biaya hidup.
Menyikapi situasi dan kondisi ini, pemerintah dipandang perlu untuk
mengambil langkah-langkah penguatan kapasitas perekonomian dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Ada banyak kebijakan
yang bisa digagas, dalam konteks Natuna Utara misalnya, pemerintah
dapat melakukan penguatan industri perikanan guna meningkatkan taraf
hidup masyarakat setempat. Penguatan industri perikanan dengan
mengoptimalkan keberadaan Sentra Kelautan dan Perikanan yang telah
dilengkapi dengan berbagai fasilitas perikanan di Selat Lampa Natuna
misalnya, merupakan jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan persoalan
ekonomi di wilayah tersebut. Penguatan juga dapat dilakukan dengan
dioptimalkannya armada kapal ikan asal Natuna yang berjumlah 811 unit
kapal di atas 30 GT, serta kapal-kapal ikan berukuran kecil. Dalam rangka
penguatan industri perikanan di wilayah Natuna, sempat muncul ide untuk
memobilisasi kapal-kapal ikan dari Pantura Jawa untuk beroperasi di
43
Natuna Utara, hanya saja ide ini kurang relevan karena berbagai kendala
teknis terkait.64
Penguatan kapasitas perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
di wilayah hak berdaulat tentu tidak bisa dilakukan secara beragam.
Dengan kata lain, diperluakan pendekatan customize dengan menilik
kapasitas masing-masing wilayah dan kesiapan masyarakatnya. Gagasan
lainnya yang dapat dimunculkan untuk memperkuat perekonomian
masyarakat sekitar adalah dengan menjadikan wilayah hak berdaulat
sebagai destinasi pariwisata bahari atau laboratorium alam untuk studi
tentang kemaritiman atau perikanan. Gagasan ini sejatinya bersifat lanjutan
karena untuk menopang ide ini, pemerintah pusat maupun daerah harus
berkolaborasi secara sinergis dan intens dalam menyipakan infrastruktur
dasarnya, seperti listrik, air bersih, termasuk sarana transportasi dan
komunikasi. Dalam konteks Natuna misalnya, akan sangat sulit untuk
memancing animo para wisatawan untuk berkunjung apabila aksesibilitas
dari darat, laut, maupun udara ke wilayah tersebut belum diakomodasi
dengan baik.
Ide menjadikan wilayah hak berdaulat sebagai destinasi pariwisata
bahari atau laboratorium terbuka untuk studi maritim pada dasarnya dapat
menjadi trickle-down effect yang dapat memperkuat pembangunan
kesejahteraan masyarakat di semua lini. Dalam mengeksekusi gagasan-
gagasan besar, pemerintah setempat dituntut untuk berfikir kreatif dan peka
terhadap segala kebutuhan yang ada. Menjadikan wilayah hak berdaulat
semisal Natuna Utara sebagai laboratorium alam untuk studi kemaritiman,
mau tidak mau membuat pemerintah setempat harus membangun fasilitas
pendidikan yang memadai, semacam mempertimbangkan pembentukan
sekolah khusus kemaritiman untuk mencetak nelayan-nelayan yang tidak
hanya terampil, tapi juga terdidik baik secara wawasan maupun
penggunaan teknologi untuk optimalisasi pengelolaan sumber daya laut
dan perikanan ke depan. Inilah yang dapat menjadi modalitas sosial budaya
yang sangat berharga bagi penguatan aspek perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
Pemunculan ide-ide kreatif baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dalam menguatkan perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat yang bermukim dan bermatapencaharian di wilayah hak
berdaulat sejatinya selaras dengan teori kekuatan maritim yang dicetuskan
oleh Alfred Tayer Mahan, yakni kapasitas penduduk dan kebijakan
pemerintah atau birokrasi sangat berperan penting dalam menghantarkan
sebuah negara sebagai negara berkapasitas maritim, tidak sekedar
berstatus negara maritim secara taken for granted. Perlu adanya animo
yang besar dari masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya, begitupun
strategi brilian yang digagas oleh pemerintah dalam menyikapi kendala dan
permasalahan yang ada. Hal inipun sesuai dengan teori U yang digagas
oleh C. Otto Scharmer mengenai perubahan. Dibutuhkan cara pandang
yang progresif dan terbuka agar permasalahan yang dihadapi dapat
diselesaikan dengan menggunakan cara-cara baru dan tidak terjebak pada
64
“Penguatan Industri Perikanan, Solusi Untuk Natuna”, diakses di
https://www.mongabay.co.id/2020/01/09/penguatan-industri-perikanan-solusi-untuk-natuna/, pada
15 Juli 2020, pukul 05.00 WIB.
44
cara lama yang tidak efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
Pendekatan kesejahteraan merupakan pendekatan yang paling pas dan
saling mendukung dengan pendekatan keamanan yang telah ditempuh oleh
pemerintah.
45
BAB IV
PENUTUP
15. Kesimpulan
Penguatan keamanan maritim untuk menegakkan kedaulatan NKRI telah
dipresentasikan. Visi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara
maritim menjadi langkah awal dalam membangun kekuatan maritim dan
mengelola potensi sumberdaya maritim yang dimiliki Negara Indonesia. Sebagai
negara maritim, keamanan wilayah maritim merupakan tuntutan yang harus
terpenuhi agar visi tersebut dapat terlaksana. Namun dalam kenyataannya saat
ini, meskipun sudah dilakukan upaya untuk mengamankan wilayah maritim, akan
tetapi wilayah maritim Indonesia masih belum aman, hal ini ditandai dengan masih
terjadinya pelanggaran kedaulatan, pemanfaatan secara ilegal dan pencurian
sumber daya alam oleh pihak asing. Selain itu pemanfaatan potensi dan sumber
daya yang dimilik Bangsa Indonesia dalam rangka menunjang terlaksananya
pengamanan wilayah maritim juga belum optimal. Oleh karena itu, untuk
mengatasinya diperlukan langkah-langkah untuk menguatkan keamanan maritim
melalui peningkatan komitmen nasional sebagai negara maritim dan peningkatan
kemampuan pengamanan wilayah maritim.
Persoalan pertama yang harus dijawab adalah mengenai upaya agar
komitmen nasional sebagai negara maritim menjadi solid dan terintegrasi ke
seluruh komponen bangsa. Tantangan dari upaya ini adalah: 1) Penjabaran
kebijakan nasional di bidang maritim belum optimal, 2) Konsep negara maritim
dan kekuatan maritim belum dijadikan sebagai pedoman pembuatan kebijakan
teknis, 3) Konsep negara maritim dan kekuatan maritim belum diintegrasikan ke
dalam kebijakan pemerintah dalam mengelola gatra kehidupan nasional. Solusi
yang dapat dilakukan antara lain dengan: 1) Menjabarkan secara masif, terstruktur
dan sistematis terhadap kebijakan nasional di bidang maritim ke segenap lapisan
masyarakat, 2) Konsep negara maritim dijadikan pedoman atau panduan dalam
penyusunan kebijakan di level gatra statis nasional yang meliputi aspek geografi
(pengelolaan wilayah), aspek demografi (pengelolaan sumber daya manusia),
serta sumber kekayaan alam, 3) Konsep negara maritim dijadikan pedoman atau
panduan dalam penyusunan kebijakan di level gatra dinamis nasional yang
meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan
keamanan.
Kedua, mengenai upaya meningkatkan kemampuan pengamanan wilayah
maritim yang sudah ada saat ini. Tantangan dari upaya ini adalah: 1) Kekuatan
maritim yang ada saat ini belum mampu secara optimal mengamankan wilayah
maritim, 2) Kondisi geografis Indonesia belum dimanfaatkan dan dikelola secara
optimal untuk mengamankan wilayah maritim, 3) Pengelolaan keamanan wilayah
maritim belum sinergi dan terkolaborasi dengan baik. Solusi yang dapat dilakukan
antara lain dengan: 1) Membangun kekuatan maritim modern, 2) Menjadikan
pulau-pulau terdepan, terluar, dan terpencil sebagai keuntungan geografis dengan
memanfaatkannya sebagai benteng terdepan di dalam konsep pengamanan
wilayah maritim, 3) Meningkatkan sinergi dan kolaborasi dalam penyelenggaraan
keamanan maritim.
Ketiga, mengenai upaya untuk menegakkan hak berdaulat Indonesia di
wilayah ZEE yang notabene memiliki sumber kekayaan alam yang sangat besar
dan memiliki peran yang sangat potensial dalam menopang perekonomian
46
16. Rekomendasi
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan beberapa
rekomendasi terkait penguatan keamanan maritim untuk menegakkan kedaulatan
NKRI sebagai berikut:
a. Pemerintah perlu membuat kebijakan nasional tentang
pembangunan, pengelolaan dan pemanfaatan tata ruang di darat dan di
udara yang berorientasi kepada konsep negara maritim. Kebijakan yang
beraspek darat dan udara tersebut harus sejalan dan sinkron dengan
kebijakan nasional tentang negara maritim yang sudah ada. Keterpaduan
antar kebijakan tersebut diharapkan akan dapat saling menguatkan, saling
mengisi dan saling menutupi kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi.
b. Pemerintah perlu membentuk Badan Kemaritiman Nasional (BKN)
yang bertugas dan berwenang melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap semua aktivitas yang menggunakan laut sebagai sarana. Badan
tersebut dibentuk sebagai representatif dari seluruh institusi yang memiliki
kewenangan di laut, bukan hanya dalam hal personel dan material saja,
tetapi yang lebih esensial adalah sebagai kendali dan sebagai pusat kontrol
dari semua kegiatan yang dilaksanakan oleh semua institusi di laut serta
terwakilinya semua kepentingan dari semua institusi tersebut. Badan
tersebut dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang
memadai sehingga dapat mengawasi, mengendalikan dan bahkan
merencanakan dan melaksanakan tindakan aksi apabila diperlukan dengan
menggunakan jaringan organisatoris yang ada di dalam badan tersebut.
Tujuannya untuk mewujudkan adanya kesatuan komando didalam
pelaksanaan pengamanan wilayah maritim, sehingga diharapkan adanya
kesamaan cara pandang, sikap dan tindakan didalam menyelesaikan
semua persoalan yang terjadi di laut dan di wilayah maritim Indonesia.
c. Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri sebagai leading sector
serta kementerian terkait membuat konsep tentang adanya sebuah
47
DAFTAR REFERENSI
Nainggolan, Poltak Partogi Dkk. (2015). Agenda Poros Maritim Dunia dan
Perubahan Lingkungan Strategis. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza
Grafika. Halaman. xvi.
Soebijanto, Slamet. Kekuatan Maritim Sebagai Salah Satu Pilihan Pembangunan
Ketahanan Nasional Bangsa. Jurnal Ketahanan Nasional No. IX(2), Agustus
2004. Diakses di https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/view/22150/14784, pada 1
Maret 2020, pukul 15.59 WIB.
Mulya, Lillyana. (2013). Postur Maritim Indonesia: Pengukuran Melalui Teori
Mahan. Jurnal Lembaran Sejarah No. 2 (10), Oktober 2013.
“BNN Sebut 90 Persen Penyelundupan Narkoba Lewat Jalur Laut”, diakses di
https://www.liputan6.com/news/read/3662296/bnn-sebut-90-persen-
penyelundupan-narkoba-lewat-jalur-laut, pada 1 Maret 2020, pukul 22.35
WIB.
Tim Pokja Geostrategi dan Ketahanan Nasional. (2020). Bahan Ajar Bidang
Gestrategi dan Ketahanan Nasional. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional
Republik Indonesia (Lemhannas RI). Halaman. 68
Tim Pokja Empat Konsensus Dasar Bangsa Sub Bidang Pancasila. (2020). Bahan
Ajar Sub Bidang Pancasila. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik
Indonesia (Lemhannas RI). Halaman. 69
Tugas Pokok dan Fungsi BPIP. Diakses di https://bpip.go.id/, pada 3 April 2020,
pukul 20.10 WIB.
Perpres No. 10/2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Diakses di
https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/174381/Perpres%20Nomor%2010%20Tahu
n%202015.pdf, pada 3 April 2020, pukul 20.42 WIB.
Nainggolan, Poltak Partogi. (2015). Kebijakan Poros Maritim Dunia Joko Widodo
dan Implikasi Internasionalnya. Jurnal Politica Volume 6(2). Agustus 2015.
Halaman. 169.
Tim Pokja Geopolitik dan Wawasan Nusantara. (2020). Bahan Ajar Bidang Studi
Geopolitik dan Wawasan Nusantara. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional
Republik Indonesia (Lemhannas RI). Halaman. 161-171.
“UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara”, diakses di
http://buk.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/Undang-Undang-Nomor-3-
Tahun-2002.pdf, pada 5 April 2020, pukul 14.18 WIB.
“Tugas TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Sesuai UU No.
34/2004 tentang TNI”, diakses di https://tni.mil.id/view-4980-tugas-tni-
angkatan-darat-angkatan-laut-dan-angkatan-udara-sesuai-undang-undang-
no-34-tahun-2004.html, pada 5 April 2019, pukul 15.20 WIB.
“TNI Prioritaskan Peningkatan Kekuatan Pertahanan Pada 2020”, diakses di
https://nasional.republika.co.id/berita/q0jxja430/tni-prioritaskan-peningkatan-
kekuatan-pertahanan-pada-2020, pada 5 April 2020, pukul 15.47 WIB.
Kemenhan RI, Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan. (7 Oktober 2019). Data
Pencapaian Minimum Essential Force (MEF) Aspek Fisik Bidang Alutsista.
Armada Kapal Patroli Laut, “Sea and Coast Guard” Indonesia, diakses di
https://jurnalmaritim.com/armada-sea-and-coast-guard-indonesia/, pada 8
April 2020, pukul 22.20 WIB.
“Anggaran Pertahanan Kecil, Indonesia Sulit Modernisasi Alutsista Nasional”,
diakses di
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/12/12200321/anggaran-
51