LembarPengesahan
HALAMAN PENGESAHAN
1.JudulPenelitian
2.Bidang Ilmu
3. Ketua Peneliti
Namalengkap
JenisKelamin
NIDN
NIP
Disiplin Ilmu
Pangkat/Golongan
Jabatan
Fakultas/Jurusan
Alamat
No.Telepon/Faks
Alamat rumah
k. Telepon/Faks
4.Jumlah anggota peneliti
Anggota Peneliti (1)
Nama Lengkap
NIDN
Perguruan Tinggi
5.Lokasi Penelitian
: Indonesia
6. Jumlah Biaya yang diusulkan
: Rp. 20.000.000
Mengetahui
Dekan FISIP Universitas Airlangga
(Drs.I BasisSusilo,MA)
NIP195408081981031007
Mengetahui,
KetuaLembagaPenelitian/
LembagaPenelitiandanPengabdiankepadaMasyarakat
UniversitasAirlangga
(Dr.DjokoAgusPurwanto,Apt.,M.Si.)
NIP195908051987011001
dengan ini menyatakan kesediaan untuk ikut serta sebagai Anggota Peneliti dan
meluangkan waktu selama 12 jam/bulan dalam riset yang berjudul:
Kebijakan Keamanan Maritim Indonesia:
Eksplorasi Opsi Kolaborasi Peran Negara Dan Aktor Non-negara
Apabila saya ternyata dikemudian hari tidak memenuhi kesediaan yang telah disebutkan di
atas maka saya bersedia diberhentikan keikutsertaannya dari riset tersebut.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Surabaya, 28 Maret 2014
Yang membuat pernyataan
dengan ini menyatakan kesediaan untuk ikut serta sebagai Anggota Peneliti dan
meluangkan waktu selama 12 jam/bulan dalam riset yang berjudul:
Kebijakan Keamanan Maritim Indonesia:
Eksplorasi Opsi Kolaborasi Peran Negara Dan Aktor Non-negara
Apabila saya ternyata dikemudian hari tidak memenuhi kesediaan yang telah disebutkan di
atas maka saya bersedia diberhentikan keikutsertaannya dari riset tersebut.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Surabaya, 28 Maret 2014
Yang membuat pernyataan
dengan ini menyatakan kesediaan untuk ikut serta sebagai Anggota Peneliti dan
meluangkan waktu selama 12 jam/bulan dalam riset yang berjudul:
Kebijakan Keamanan Maritim Indonesia:
Eksplorasi Opsi Kolaborasi Peran Negara Dan Aktor Non-negara
Apabila saya ternyata dikemudian hari tidak memenuhi kesediaan yang telah disebutkan di
atas maka saya bersedia diberhentikan keikutsertaannya dari riset tersebut.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Surabaya, 28 Maret 2014
Yang membuat pernyataan
dengan ini menyatakan kesediaan untuk ikut serta sebagai Anggota Peneliti dan
meluangkan waktu selama 12 jam/bulan dalam riset yang berjudul:
Kebijakan Keamanan Maritim Indonesia:
Eksplorasi Opsi Kolaborasi Peran Negara Dan Aktor Non-negara
Apabila saya ternyata dikemudian hari tidak memenuhi kesediaan yang telah disebutkan di
atas maka saya bersedia diberhentikan keikutsertaannya dari riset tersebut.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Surabaya, 28 Maret 2014
Yang membuat pernyataan
BAB I
Pendahuluan
Selama dua puluh tahun terakhir ancaman keamanan maritim seperti perompakan,
penyelundupan, pencurian ikan, dan terorisme di Kawasan Asia Tenggara telah mendapat
perhatian besar dan menjadi konsen serius para akademisi dan pembuat kebijakan. Secara
tradisional isu keamanan maritim dijadikan sebagai domain tanggung jawab pemerintah
nasional, yang mencakup dua elemen, yakni; menanggulangi kejahatan maritim dan sekaligus
menjamin keamanan negara (Liss 2013, 141-142). Oleh karena itu, analisis kebijakan
diarahkan untuk mengeksplorasi opsi-opsi respon negara yang efektif untuk menangani
gangguan keamanan di wilayah laut nasional maupun internasional. Aparat keamanan negara,
polisi dan dalam kasus tertentu angkatan laut, diberi proporsi maksimum untuk mengelola
agenda dan sumber daya yang tersedia di sektor pengamanan laut (Wirth 2012, 240).
Akan tetapi problema maritim dewasa ini, khususnya di perairan Indonesia yang
secara langsung terhubung dengan jalur-jalur lalu lintas laut Asia Tenggara, lebih kompleks;
sehingga tidak hanya membutuhkan pendekatan konvensional militer maupun pemolisian
berorientasi kekuatan personel serta teknologi. Peran serta aktor-aktor baru sangat
diperlukan sebagai komponen penunjang sektor keamanan maritim. Untuk itu, digagaslah
cara berfikir alternatif untuk menghadapi perkembangan ancaman keamanan maritim dengan
melibatkan partisipasi pihak non-negara, seperti organisasi non-pemerintah dan perusahaan
jasa keamanan swasta (Adha 2012, 655).
Keamanan maritim adalah bagian yang vital dari keseluruhan agenda keamanan
nasional Indonesia sebagai negara kepulauan; pandangan yang dianut pula oleh negara
maritim Asia Tenggara secara umum (Tan 2012, 312-313). Memelihara keamanan di wilayah
laut berkaitan dengan penjagaan teritori negara secara total, sebab Indonesia memiliki
perbatasan laut langsung dengan delapan negara anggota ASEAN. Sehingga masalah
keamanan maritim berimplikasi terhadap penegakan kedaulatan teritorial yang utuh (KhaidirAnwar 1996, 14). Menjaga wilayah laut Indonesia merupakan tugas yang penuh tantangan.
Secara geografis perairan nasional Indonesia terdiri atas garis pantai yang panjang dan
menjorok ke dalam (long-indented coastlines), laut semi-terbuka (semi-enclosed seas) yang
bersentuhan langsung dengan perbatasan berbagai negara Asia dan Pasifik, wilayah sungai
yang sulit dinavigasi, dan ribuan pulau lepas pantai yang belum berpenghuni.
Walaupun demikian, wilayah maritim Indonesia memiliki nilai strategis ekonomis dan
pertahanan yang sangat tinggi, bahkan tidak tertandingi oleh laut-laut di negara lain. Di
dalam perairan Indonesia terdapat kekayaan alam mineral, hidrokarbon dan hayati yang luar
biasa, menopang kehidupan jutaan penduduk dan menjadi andalan ekspor nasional yang
sangat dibutuhkan oleh negara lain. Contohnya ialah sektor perikanan dan perminyakan.
Selain itu, wilayah laut Indonesia merupakan mandala inti pelayaran dunia yang meliputi
jalur lalu lintas ekonomi dan militer global terpenting, di antaranya ialah Selat Malaka, Selat
Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar.
Dalam konteks tantangan geografis dan nilai strategis inilah aneka ragam ancaman
maritim hadir, dan memerlukan tanggapan yang efisien dan fisibel. Ancaman yang datang
dari klaim pihak luar, terutama negara tetangga, atas kedaulatan wilayah di pulau atau areal
laut Indonesia. Kasus Ambalat, misalnya, telah sempat menimbulkan ketegangan antara
Jakarta dan Kuala Lumpur. Sengketa Laut Cina Selatan yang walaupun secara formal
memang tidak melibatkan Indonesia, akan tetapi potensi dampaknya mengancam stabilitas
keamanan maritim nasional dan regional. Selain itu gangguan yang berasal dari aktivitas
ilegal seperti penyelundupan senjata, narkotika dan manusia, pencurian ikan, perompakan
serta aksi terorisme lebih mudah dilakukan di wilayah perairan Indonesia yang luas namun
sulit dikontrol. Akibatnya, resiko bahaya yang bisa terjadi terhadap keamanan masyarakat
lebih besar. Apalagi kapasitas negara untuk mengamankan laut sangat lemah. Belum lagi jika
fenomena global seperti perubahan iklim yang menyebabkan pergeseran pola lingkungan
biofisika di wilayah laut turut diperhitungkan, maka potensi implikasi ancaman maritim juga
akan termanifestasi dalam aspek ekonomi masyarakat lokal; nelayan dan petani di daerah
pantai. Oleh karena perpaduan faktor geografi, bentuk ancaman kontemporer dan lingkungan
sosial berpengaruh terhadap bagaimana cara memahami dimensi-dimensi ketidakamanan
maritim di Indonesia.
BAB II
Rumusan Masalah
Penelitian ini mengajukan pertanyaan bagaimanakah formula kebijakan keamanan
nasional yang memiliki viabilitas dan fisibilitas untuk merespon kompleksitas persoalan
maritim dewasa ini? Fokus penelitian adalah;
Pertama, menganalisis secara kritis keterbatasan-keterbatasan aplikasi kebijakan
keamanan maritim nasional yang selama ini berorientasi kepada penggunaan kekuatan
konvensional negara polisi dan angkatan laut. Perspektif yang diaplikasikan ialah statecentric-security policies yang mengasumsikan keamanan sebagai domain monopoli struktur
negara.
Kedua, mengeksplorasi opsi-opsi kebijakan keamanan nasional di kancah maritim
yang mengikutsertakan kekuatan aktor non-negara. Argumentasinya, permasalahan maritim
yang kompleks harus ditanggapi dengan pendekatan yang lebih komprehensif, di sini disebut
hybrid maritime security governance, yang mengasumsikan bahwa negara perlu
berkolaborasi dengan aktor-aktor keamanan baru seperti LSM dan perusahaan swasta dalam
mewujudkan keamanan nasional di wilayah laut. Kebijakan keamanan komprehensif
mencakup tiga aspek; penegakan yurisdiksi teritorial laut, penjagaan dan manajemen sumber
daya kelautan, dan kontrol perbatasan. Sedangkan tipologi aktor yang dapat dilibatkan untuk
membantu fungsi negara ialah aktor yang berorientasi profit, aktor yang tidak berorientasi
profit, dan institusi multilateral.
BAB III
Tinjauan Pustaka
Setelah berakhirnya Perang Dingin terjadi pergesearan signifikan dalam perspektif
pembuatan kebijakan keamanan dari yang state-centric dengan pendekatan militer
konvensional menuju ke arah people-centric dengan pendekatan non-militer. Transformasi
cara pandang yang berlangsung di berbagai negara dipengaruhi oleh kemunculan isu seperti
konflik komunal, krisis keuangan dan isu perubahan iklim (climate change) yang ternyata
berimplikasi luas dan multidimensi (Beeson & Bisley 2010, 2-4). Dalam konteks ini, aktivitas
pengelolaan keamanan pun membutuhkan keterlibatan aktor yang lebih beragam, dengan
demikian dominasi aktor tradisional negara jelas berkurang. Kejahatan transnasional, seperti
terorisme dan penyelundupan manusia (human trafficking) tidak bisa hanya ditangani oleh
polisi maupun tentara. LSM dan perusahaan swasta memainkan peran yang sangat penting
sebagai komponen keamanan nonkonvensional (Smith 2004). Implikasi berikutnya ialah
sudah tidak ada batasan yang tegas antara wilayah keamanan nasional dan internasional;
antara keamanan negara dan masyarakat, sebab semua berkaitan dan saling timbal balik.
Seperti telah diungkapkan di atas, ada tiga tipologi aktor non-negara yang dapat
berperan dalam membantu negara mengurusi masalah-masalah keamanan nasional, yaitu;
aktor yang berorientasi profit, aktor yang tidak berorientasi profit, dan aktor multilateral.
Karakteristik masing-masing aktor bisa dijelaskan menurut motivasi, kapasitas dan
kepentingan mereka. Secara ringkas definisi ketiganya bisa dilihat dalam tabel di bawah ini
(diekstrak dari Liss 2013, 144-147).
Aktor
Keamanan Motivasi
Kapasitas
Kepentingan
Non-negara
Aktor
berorientasi Ekonomi
profit
Pengelolaan
isu Material
dan
nonmiliter,
apresiasi
khususnya
kelembagaan, posisi
menyangkut
politik
observasi
sumber mempengaruhi
melalui
pendekatan
paramiliter dan nonmiliter
Aktor
berorientasi profit
politik praktis
kemanusiaan
operasi Admokasi
agenda
misi kosmopolitan
dan
global,
serta
kebijakan
pro-rakyat
Aktor multilateral
Ekonomi,
hukum Militer
dan
stabil
di
lingkungan regional
ketertiban
dan global
internasional
dan disertasi, surat kabar serta webpage. Untuk mendukung penelusuran informasi pustaka,
maka akan dilakukan konsultasi dengan aparat pemerintah, dalam hal ini dari lembaga
kepolisian, angkatan laut dan Kementerian Pertahanan. Diskusi bersama para ahli dan
pengamat masalah keamanan nasional juga sangat penting untuk memperkaya perspektif
penelitian.
Dengan memahami permasalahan mendasar yang dihadapi dunia maritim Indonesia,
akan bisa dipetakan beberapa opsi kebijakan komprehensif kelautan (comprehensivemaritime-security governance) bagi Indonesia. Inklusif dalam desain optional kebijakan yang
digagas ialah peran yang fisibel bagi masing-masing aktor keamanan maritim yang telah
disebut aktif di tempat lain.
Daftar Pustaka
Adha, S. 2012. Countering terrorism in maritime Southeast Asia: soft and hard power
approaches. The Journal of Asian and African Studies. 47(6): 652-665.
Beeson, M & Bisley, N. 2010. Issues of the 21st century world politics. New York. Palgrave
Macmillan.
Cordner, L. 2011. Progressing maritime security cooperation in the Indian Ocean. Naval
War College Review. 64(4): 68-89.
Khaidir-Anwar, D. F. 1996. Indonesias strategic culture: ketahanan nasional, wawasan
nusantara, hankamrata. Griffith University. The Centre for Australian-Asian Relations.
Liss, C. 2013. New actors and the state: addressing maritime security threat in Southeast
Asia. Contemporary Southeast Asia. 35(2): 141-152.
Oztiss, M. J. 2009. Managing without management: the failure of Australias maritime
security governance. London. RoutledgeCurzon.
Smith, P. J. 2004. Terrorism and violence in Southeast Asia: transnational challenges to
states and regional stability. New York. Armonk.
Tan, S. S. 2012. Specers on Leifer: insights on security and order for Southeast Asia today.
Contemporary Southeast Asia. 34(3): 309-337.
Valencia, N. A. 2008. South American maritime business rises up. London. Zed Book.
Wirth, C. 2012. Ocean governance, maritime security, and the consequensces of modernity
in Northeast Asia. The Pacific Review. 25(2): 223-245.
Yukiko, M. 2009. Japans maritime governance: the state and private involvement. London.
RoutledgeCurzon.
Jadwal Penelitian
Kegiatan
Bulan
Mar
Pengumpulan data
Menulis draft pertama
Revisi dan menulis draft kedua
Revisi dan menulis draft ketiga
Revisi dan menulis draft final
Penyusunan laporan akhir penelitian
Evaluasi (seminar)
Revisi pasca seminar
Finalisasi administrasi penelitian dan laporan
akhir penelitian
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Biaya (Rp)
500.000
300.000
200.000
100.000
400.000
6.000.000
2.500.000
1.500.000
2.500.000
1.000.000
1.000.000
1.500.000
1.500.000
500.000
450.000
50.000
20.000.000