Anda di halaman 1dari 6

Badan Keamanan Laut

Sebagai Single Agency Multy Task Dalam Bidang Keamanan Wilayah Laut Indonesia
Gery Gugustomo
Program Studi Manajemen Pertahanan
Universitas Pertahanan Indonesia
Sentul, Bogor, Indonesia
gery.gugustomo@gmail.com

Abstract Cornelius van Bynkershoek berkata dalam artikel


jurnal di [1], Terrae Protestas Finitur, Ubi Finitur Armorum
Vis. Kalimat tersebut berarti kedaulatan teritorial berakhir, saat
kekuatan senjata berakhir. Cornelius van Bynkershoek
mengatakannya dalam buku berjudul De Dominio Maris
Desertatio yang terbit tahun 1703, bahwa semua negara yang
memiliki wilayah laut agar menyadari bahwa kedaulatannya
sangat bergantung kepada kemampuannya melakukan
pengawasan secara fisik terhadap wilayah laut yang dikuasainya.
Di Indonesia sistem kelembagaan mempengaruhi kinerja
pengamanan laut Indonesia. Pemerintah Indonesia terus
berusaha melakukan perbaikan, terutama pemerintahan baru
dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dengan membentuk
Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai single agency dalam
kemanan laut Indonesia.

terhitung dari periode 1 Januari 2014 - 30 September 2014.


Angka tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan
dengan lokasi-lokasi perompakan lain dari seluruh dunia.
Salah satu kendala yang muncul adalah sampai dengan
pertengahan tahun 2014 Indonesia belum memiliki lembaga
penegak hukum di laut yang solid seperti di Amerika Serikat,
Jepang, dan Australia dengan nama Coast Guard atau Coast
Maritime.

KEYWORDS WILAYAH LAUT, KEAMANAN, KELEMBAGAAN, SINGLE


AGENT.

I. PENDAHULUAN
Bagi Indonesia, laut beserta isinya merupakan hal yang
penting, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah
perairan yang terdiri dari 2,8 juta Km2 luar perairan nusantara,
0,3 juta km2 luas perairan territorial laut dan 2,7 juta Km2
luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Wilayah dan segala
macam sumberdaya yang berada dalam perairan tersebut
merupakan potensi besar yang dapat memberikan implikasi
positif bagi perekonomian Indonesia. Potensi tersebut antara
lain berupa perikanan baik melalui penangkapan langsung
maupun melalui budidaya, industri pertambangan laut seperti
minyak bumi, serta pariwisata.
Dengan wilayah perairan yang demikian luasnya serta
potensinya yang besar, merupakan tantangan dan tanggung
jawab yang besar pula bagi Indonesia untuk dapat menjaga
keamanan wilayah lautnya dari berbagai macam ancaman.
Berbagai ancaman, terutama ancaman non-tradisional, seperti
penyelundupan obat-obatan terlarang, terorisme di laut,
perompakan bersenjata (piracy), pencemaran laut, illegal
fishing, illegal logging, illegal crossing, serta imigran gelap
belum dapat dihadapi dengan baik oleh Indonesia dan masih
terus mengancam wilayah laut Indonesia. Sebagai contoh
ancaman perompakan di laut, International Maritime Bureau
(IMB) dalam datasheet di [10], mencatat pada tahun 2014 ada
72 kejadian perampokan di wilayah perairan Indonesia

Tabel 1. Peringkat Negara berdasarkan jumlah kejadian perompakan di


wilayahnya.

Mereka menerapkan konsep Single Agent Multi Tasking,


dimana segala kebijakan dalam penanganan penegakakan
hukum di laut berada dalam naungan satu lembaga. Kini,
Pemerintahan baru Indonesia dibawah kepemimpinan
Presiden Joko Widodo mulai merubah sistem kelembagaan
penegakkan hukum laut dengan mendirikan Badan Keamanan

Laut (Bakamla). Hal tersebut menarik untuk dibahas, sehingga


menjadi topik dalam tulisan ini. Hal-hal yang akan dibahas
dalam tulisan ini antara lain deskripsi mengenai kondisi
Kelembagaan Penegak Hukum Laut sebelum Pemerintahan
Presiden Joko Widodo, Bakamla sebagai pembawa perubahan
dengan konsep single agent multi tasking, serta Pengelolaan
Bakamla.
II. KONDISI KELEMBAGAAN PENEGAK HUKUM DI
WILAYAH LAUT INDONESIA
Peter D. Feaver, dalam artikel jurnal di [7] menjelaskan
mengenai Principal Agent Theory, dalam teori disebutkan
bahwa dalam interaksi antar organisasi, ada otoritas yang
didelegasikan dari Principal (Pelaku Utama/Stakeholder)
kepada sebuah Agent (Pelaksana). Hubungan tersebut
merupakan penggunaan sebuah otoritas oleh agen mewakili
pelaku utama melalui alat utama yaitu sebuah kontrak. Sistem
agen yang dipakai dapat menggunakan Single-Agent System
atau Multi-Agent System. Secara garis besar, dua sistem agen
tersebut merupakan sistem yang dianut beberapa Negara di
dunia, kelebihan dan kekuarangannya sebagaimana yang
disebutkan dalam artikel jurnal di [2] berikut:
1. Single agent merupakan sistem yang menggunakan satu
institusi untuk menjalankan tugas dan kewenangan
pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, sampai
pada fungsi search and rescue (SAR). Dengan adanya
satu institusi saja, sistem operasi institusi tersebut dapat
didesain secara serdehana dengan komando yang tegas
dan jelas. Namun potensi praktek korupsi di institusi
tersebut cukup besar, karena kewenangan yang besar
memiliki kecenderungan menyebabkan praktik korupsi
terjadi.
2. Multi Agent merupakan sistem dimana dalam
penegakan hukum di laut terdapat beberapa instansi
yang memiliki tugas dan kewenangan masing-masing
sesuai dengan dasar hukumnya. Dengan menerapakan
sistem
ini,
pertanggungjawaban
administrasi,
manajemen dan yuridis menjadi jelas. Hanya saja dalam
menajemen, mempunyai banyak agen untuk mencapai 1
tujuan yang sama merupakan hal yang tidak efisien, dan
berpotensi menyebabkan tumpang tindih tugas serta
kewenangan.

dengan gaya yang berbeda sesuai dengan visi masingmasing organisasi.


Ada 12 (dua belas) instansi yang melakukan penegakan
hukum dan peraturan tentang laut secara bersama-sama,
seperti yang disebutkan dalam artikel jurnal di [1], antara lain
TNI Angkatan Laut, Markas Besar TNI, Kepolisian RI
(Polair), Kementrian Luar Negeri, Kementrian Dalam Negeri,
Kementrian Pertahanan, Kementrian Hukum dan HAM,
Kementrian Keuangan, Bea dan Cukai, Kementrian
Perhubungan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kejaksaan
Agung, serta Badan Intelejen Negara.

Gbr. 1 Ilustrasi interaksi Bakorkamla dengan 12 instansi/lembaga keamanan laut


Indonesia

Lembaga-lembaga tersebut mesing-masing mempunyai


landasan hukum masing-masing yang isinya hampir
bersinggungan. Meski bersinggungan, dalam menjalankan
fungsinya sebagai penegak hukum di wilayah laut Indonesia,
aktivitas mereka belum terintegrasi sehingga pengamanan dan
penegakkan hukum belum berjalan maksimal. Masing-masing
instansi/Kementrian terkait mempunyai kebijakan, sarana
prasarana, serta sumber daya manusia yang berbeda-beda. Hal
tersebut menyebabkan sering terjadi tumpang tindih
kewenangan. Sistem kelembagaan ini disebut dengan multiagent systems.
Wulansari, pada jurnal artikel [6], berpendapat bahwa
penerapan sistem multi agency single task secara spesifik
menyebabkan kerugian negara Indonesia antara lain:
1. Ketidakmampuan Indonesia dalam memelihara
keamanan dan keselamatan di perairan-nya membuat
Selama ini di Indonesia menganut sistem multi-agen
citra Indonesia menurun di mata internasional. Negaramerupakan sistem kelembagaan dimana terdapat lebih dari 1
negara asing tidak percaya terhadap keamanan perairan
institusi/lembaga yang berinteraksi secara bersama-sama
Indonesia sehingga sering kali mereka mengancama
untuk mencapai atau untuk menyelesaikan masalah yang sama.
akan menggunakan kapal perang untuk mengawal
Ferber & Gutknecht dalam artikel jurnal di [8] berpendapat
kapal niaga yang akan melewati perairan Indonesia.
bahwa agen-agen tersebut merupakan suatu entitas otonom
2. Secara finansial, kerugian negara mencapai 30-40
yang berperilaku individual, bahkan cenderung mementingkan
Triliun Rupiah per tahun karena ilegal fishing,
diri sendiri. Sifat interaksi multi-agen tersebut timbul karena
penyelundupan, serta kerusakan lingkungan laut dan
hal-hal sebagaimana yang disebutkan dalam artikel [8]:
pantai.
- Sistem organisasi yang heterogen. Masing-masing
3. Beban asuransi maritim di perairan Indonesia
institusi mempunyai struktur organisasi tersendiri.
meningkat seiring dengan pernyataan IMB mengenai
- Perbedaan Budaya dan Sistem Kerja antar organisasi.
wilayah laut Indonesia sebagai wilayah laut paling tidak
Meski berada dalam satu platform atau satu cakupan
aman.
bidang, masing-masing organisasi dikembangkan

4.
5.

Penggunaan alokasi anggaran untuk lembaga-lembaga


penegak hukum di wilayah laut menjadi tidak efisien.
Ada perbedaan persepsi antar aparat penegak hukum
dalam penerapan hukumnya di wilayah laut, hal
tersebut menyebabkan penegakan hukum menjadi tidak
optimal dan angka pelanggaran dan kejahatan di laut
tetap tinggi.

Susilo Bambang Yudoyono, sebagaimana yang ditulis dala


artikel [5] menyatakan pada media TEMPO tahun 2004, saat
beliau masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang
Politik dan Keamanan di era Pemerintahan Megawati. Beliau
menyatakan: "BAKORKAMLA belum menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai dengan yang diharapkan". Lebih lanjut
dikatakan bahwa lembaga ini tidak dapat menanggulangi
masalah tindak kriminal antar negara (transnational crimes)
yang meningkat secara signifikan pada akhir-akhir ini.
Ketidakefektifan program penegakan hukum di Indonesia
diperkirakan telah merugikan Indonesia sebesar kurang lebih
Rp. 90 triliyun per tahunnya, sebagaimana yang dimuat oleh
TEMPO.
Dr. Marsetio berpendapat pada buku Sea Power Indonesia
[11] Kekurangan lain adalah kurangnya Maritime Domain
Awareness (MDA) atau kesadaran akan segala yang
berhubungan dengan laut, baik itu dari aspek politik,ekonomi
dan keamanan. Hal tersebut berdampak pada reputasi
Indonesia yang menjadi kurang bagus dalam hal maritim.
Negara maju member klasifikasi undergovened maritime
space terhadap Indonesia merujuk pada hal ketidakmampuan
Indonesia dalam mengelola kawasan maritime di wilayah
sendiri.
Dalam buku yang sama [11], Dr. Marsetio mengemukakan
bahwa untuk membangun MDA sangatlah dibutuhkan
dukungan politik dari pemerintahan dan DPR. Sebab MDA
merupakan sistem nasional yang melibatkan semua pemangku
kepentingan maritim yang terkait, di bawah kendali
pemerintah untuk meningkatkan kepedulian. Dukungan politik
DPR adalah dalam bentuk penataan undang-undang yang
mengatur kewenangan penegak hukum di laut. Undangundang hendaknya dapat direvisi, sehingga kewenangan
penegak hukum di laut hanya diberikan kepada instansi
tertentu saja. Selama klasifikasi undergoverned maritime
space masih melekat pada Negara Indonesia, maka hal
tersebut member peluang kepada pihak asing untuk
menintervensi dan mengancam stabilitas kawasan maritim
Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah mencoba mencari jalan keluar
untuk kelemahan-kelemahan sistem multi-agen tersebut, salah
satunya dengan membentuk Badan Koordinasi Keamanan
Laut (Bakorkamla) pada tahun 1972 melalui Keputusan
Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan / Panglima
Angkatan Bersenjata, Menteri Perhubungan, Menteri
Keuangan, Menteri Kehakiman, dan Jaksa Agung, Nomor :
KEP/B/45/XII/1972;
SK/901/M/1972;
KEP.779/MK/III/12/1972 ; J.S.8/72/1;KEP-085/J.A/12/1972
tentang Pembentukan Badan Koordinasi Keamanan di Laut
dan Komando Pelaksana Operasi Bersama Keamanan di Laut

(Bakorkamla, 2014). Selama lebih dari 2 (dua) dekade,


Bakorkamla beroperasi dengan tidak efektif karena tidak ada
dasar hukum yang kuat, dukungan anggaran resmi, bersifat
militeristik, pada jurnal artikel [6] mengatakan adanya
Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang
Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian
Negara Republik Indonesia, implikasinya POLRI tidak
mengirimkan unsurnya dalam BAKORKAMLA dan adanya
otonomi daerah.
Dengan adanya perubahan tata pemerintahan dan
perkembangan lingkungan strategis, Pemerintah melakukan
perombakan dalam organisasi Bakorkamla dalam rangka
meningkatkan koordinasi antar berbagai instansi pemerintahan
di bidang keamanan laut. Pada tanggal 29 Desember 2005,
maka ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81
Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut
( BAKORKAMLA ), Perpres tersebut yang menjadi dasar
hukum dari Badan Koordinasi Keamanan Laut. Tugas
pokoknya mengkoordinir seluruh kegiatan operasional
keamanan di laut, memecahkan semua permasalahan
pelanggaran hukum di laut, menyelenggarakan kerjasama
dengan negara-negara tetangga dengan maksud agar
penyelengaraan operasi keamanan di laut senantiasa
terjamin daya maupun hasil gunanya secara optimal.
Kehadiran Bakorkamla, meski dengan landasan hukum
yang jelas, dinilai tetap masih memiliki kelemahan, sebab
faktanya masing-masing institusi sering berjalan sendirisendiri sesuai dengan kewenangannya. Badan tersebut hanya
bersifat koordinasi bagi instansi-instansi menyangkut tugastugas penegakan hukum yang tercakup dalam perundangundangan masing-masing dan tidak memiliki otoritas
memaksa, sehingga pelaksanaan pengamanan wilayah maritim
menghadapi berbagai kendala dalam pelaksanaannya. Seperti
saat Bakorkamla sudah merencanakan patroli laut secara
gabungan, rancana tersebut sering tidak terlaksana karena
kurang mendapat dukungan dari institusi terkait, terutama
mengenai pengoperasian kapal patroli.
III. BAKAMLA SEBAGAI SINGLE AGENT DALAM
PENEGAKAN HUKUM DI LAUT INDONESIA
Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden Joko
Widodo, mencoba merubah sistem kelembagaan multi agent
menjadi single agent untuk penegakan hukum di laut
Indonesia. Bakorkamla, yang awalnya hanya sebagai
koordinator direvitalisasi pada tanggal 8 Desember 2014
menjadi Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla) dengan
wewenang yang lebih luas sampai dengan kewenangan untuk
menindak segala bentuk kejahatan di laut sesuai dengan yang
telah di atur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 178
Tahun 2014. Kebijakan tersebut untuk mendukung visi
pemerintahan baru yang ingin menjadikan Indonesia sebagai
poros maritime, sebagaimana yang diberitakan dalam website
[14]
"Sekarang kita bisa operasi, penindakan. Penyidikannya
kita serahkan bisa ke polisi atau kejaksaan. Tapi kita bisa ikuti

proses penyidikan sampai keluar keputusan pengadilan," ujar


Plt Kepala Bakamla, Laksamana Madya DA Mamahit. Untuk
menjalankan tugas tersebut, saat ini Bakamla masih banyak
berkoordinasi dengan TNI AL dan Polisi Air, karena
keterbatasan sarana kapal patrol yang masih berjumlah 3 unit.
Rencana kapal patrol tersebut jumlahnya akan bertambah
menjadi 33 setelah proyek pembangunan kapal patrol selesai
dalam jangka waktu 5 tahun ke depan. Jumlah tersebut masih
belum termasuk kapal hibah dari TNI AL, sebagaimana yang
diberitakan dalam website [14]

Gbr. 2: Kapal Patroli Bakamla, KN Bintang Laut 4801 dan KN Singa Laut 4802

Meski dengan kondisi kapal patrol yang minimalis,


Bakamla, dengan Kapal Patroli KN Kuda Laut 4803 berhasil
menangkap sebuah kapal penampung ikan KM Sumber
Anugerah II di perairan Ambon, Maluku tanggal 26 Desember
2014 yang diduga tidak memiliki SLO, pelunasan pungutan
serta transmiter yang sudah kadaluarsa seperti yang
diungkapkan dalam website [15]. Selain itu, Bakamla
dikabarkan juga aktif dalam tugas Search and Rescue (SAR).
dalam website [16] satu kapal patrol KN Bintang laut 4801
dikerahkan dalam misi pencarian pesawat Air Asia QZ8501
yang meledak dan jatuh di perairan Belitung Timur.
Dari dasar hukum pembentukan Bakamla, Perpres No. 178
Tahun 2014, ada beberapa poin penting mengenai Bakamla
yang perlu diketahui, antara lain:
1. Bakamla bertanggung jawab secara langsung kepada
Presiden melalui Menko Polhukam.
2. Program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan oleh
Bakorkamla menjadi program kerja dan kegiatan
Bakamla yang disesuaikan dengan tugas, fungsi, dan
kewenangan Bakamla.
3. Seluruh personel dan sarana prasarana Bakorkamla
menjadi milik Bakamla
4. Fungsi Bakamla adalah melaksanakan penjagaan,
pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran
hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah
yurisdiksi Indonesia; menyinergikan dan memonitor
pelaksanaan patroli perairan oleh instansi terkait; dan
memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di
wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi
Indonesia.

5. Wewenang Bakamla dilaksanakan secara terintregasi


dan terpadu dalam satu komando dan kendali antara
lain melakukan pengejaran seketika; memberhentikan,
memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan
kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk
pelaksanaan proses hukum lebih lanjut; dan
menyinergikan sistem informasi keamanan dan
keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah
yurisdiksi Indonesia
6. Dari struktur organisasi, operasional Bakamla meliputi
pembuatan kebijakan dan strategi, operasi dan latihan,
serta informasi, hukum, dan kerjasama.
7. Pengawasan organisasi dilakukan oleh unsure
pengawas internal Bakamla.
8. Pendanaan Bakamla dibebankan kepada APBN
Dalam konteks penerapan sistem single agency multi tasks
dapat dilakukan dengan jalan mengoptimalkan segenap
kewenangan, kekuatan dan kemampuan yang dimiliki
stakeholder secara sinergi dengan tidak menghapus
stakeholder yang ada dan fungsi/kewenangan utamanya serta
peraturan
perundang-undangan
yang
memberikan
kewenangan kepadanya sebagaiman dikemukakan dan artikel
[6]. Konsep tersebut oleh Pemerintah Indonesia telah
diterapkan dengan benar, instansi-instansi yang sebelumnya
bersama-sama melaksanakan tugas penegakan hukum di
wilayah laut Indonesia kini menjadi stakeholder dari Bakamla,
sesuai dengan yang tertera dalam situs resmi Bakamla. Badan
ini dibentuk sebagai wadah pengintegrasian fungsi dan
wewenang penegakan hukum, keamanan, dan keselamatan di
laut yang secara sektoral berada di stakeholder.

IV. PENGELOLAAN BAKAMLA


Bakamla merupakan wujud dari realisasi konsep Indonesia
sebagai Poros Maritim Dunia, seperti yang dicanangkan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Presiden, sebagai mana yang diungkapkan dalam artikel jurnal
[3], telah menyatakan dalam peresmian Bakamla di Kotabaru,
bahwa pembentukan Bakamla adalah suatu keharusan untuk
menjaga kedaulatan perairan NKRI. Meski dalam membangun
Bakamla perlu anggaran yang besar, hal tersebut penting
untuk mencegah kerugian finansial Pemerintah Indonesia
setiap tahun-nya yang disebabkan oleh kejahatan di laut.
Sebagai organiasi yang baru terbentu, Bakamla perlu di
kelola dengan gaya yang tepat sesuai dengan visi dan misinya.
Sekretaris
Kabinet,
Andi
Wijayanto
mengatakan,
Pembentukan Bakamla menandakan era baru sinergitas
operasi keamanan laut yang didukung oleh Sistem Peringatan
Dini dan Unit Penindak Hukum yang Terpadu sebagai mana
yang diungkapkan dalam artikel jurnal [3]. Dari pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa, meski Bakamla merupakan
single-agent dalam penegakan hukum di laut Indonesia,
namun kinerjanya tidak dapat dilepaskan dari 12
lembaga/instansi yang telah bertugas dalam bidang keamanan
laut.

Seperti halnya organisasi lain, mengelola Bakamla berarti


mengelola sumber daya yang dimiliki, baik tangible maupun
intangible sebagaimana yang diungkapkan oleh Roger Darby
dalam paper seminar [13]. Sumber daya yang pertama adalah
Keuangan. Bakamla bukanlah organisasi yang berorientasi
pada keuntungan. Sumber pendanaannya bergantung pada
APBN. Penggunaan anggaran tersebut harus dikelola secara
maksimal, efektif dan efisien. Kebehasilan penggunaan
anggaran dapat dilihat dari output-nya, dalam penggunaanya
antara rencana dan realisasi harus sesuai atau kurang lebih
sesuai. Penegakan hukum yang baik membutuhkan biaya yang
besar dan mahal untuk pengadaan fasilitas peralatannya,
diperkirakan paling sedikit seperempat sampai lebih dari
setengah dana pemerintah negara-negara berkembang akan
habis bila dipergunakan untuk membiayai kegiatan ini. Faktor
pembiayaan adalah faktor yang sangat menentukan untuk
sukses atau gagalnya suatu sistem penegakan hukum di laut.
Biaya adalah salah satu aspek yang selalu menjadi pusat
perhatian pemerintah dalam setiap kegiatan pembangunan.
Oleh karena itu aspek efisiensi dan efektivitas dalam
pembentukan suatu sistem penegakan hukum merupakan hal
yang harus diperhatikan.
Kedua, Manusia sebagai salah satu aset yang sangat penting,
sistem recruitment, benefit bagi pegawai, promosi dan mutasi,
pengembangan kemampuan pegawai, sampai dengan aturan
pensiun dan pemberhentian pegawai perlu diatur dengan
sebaik-baiknya agar kinerja pegawai juga maksimal dan
pegawai juga merasa nyaman.
Ketiga, Teknologi. Perlu adanya mekanisme pengelolaan
teknologi peralatan dan perlengkapan yang akan dipakai,
meliputi pembelian, pemeliharaan, sampai pembuangan.
Keempat, Pengetahuan. Merupakan sumber penting dalam
mengelola organisasi. Pengetahuan berasal dari setiap
pegawai
disemua
level
kepegawaian.
Pengelolaan
pengetahuan yang baik secara umum sudah menjalan tiga
aktivitas berikut yaitu: menangkap (Capture), membuat
(Create), dan transfer. Agar pengetahuan yang beredar di
dalam organisasi tetap merupakan pengetahuan terkini dan
terjaga relevansinya.

Gbr.3 Proses Mengelola sumber daya menjadi kebutuhan-kebutuhan strategis

Roger Darby dalam paper seminar [13] juga


mengemukakan bahwa mengelola sumber daya bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan startegis organisasi, yaitu


kebutuhan untuk membangun kapabilitas, kapasitas, serta
keahlian khusus kemudian mempertahankan tingkatannya

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


The more the merrier, lebih banyak lebih menyenangkan.
Frase tersebut tampaknya tidak berlaku bagi sistem
kelembagaan keamanan laut
Indonesia.
Ada 12
lembaga/institusi yang berperan dalam penegakan hukum di
laut Indonesia, namun keamanan laut Indonesia faktanya
termasuk yang terburuk. Bakorkamla dibentuk dengan
harapan dapat menjadi coordinator bagi lembaga/institusi
tersebut, namun terdapat beberapa kelemahan dalam
Bakorkamla sehingga tidak dapat menjalankan fungsi sebagai
coordinator dengan optimal.
Sudah kurang lebih 3 dekade sejak berdirinya Bakorkamla,
belum ada solusi signifikan untuk mengatasi masalah
keamanan laut Indonesia. Sampai pada saatnya Pemerintah
baru Joko Widodo merevitalisasi Bakorkamla menjadi
Bakamla, memberikan organisasi ini wewenang yang lebih
luas. Kebijakan tersebut sekaligus merubah sistem
kelembagaan dari multi-agent menjadi single-agent.
Harapan stakeholder terhadap Bakamla bukam lagi menjadi
sebagai badan coordinator, tapi menjadi badan yang dapat
mensinergikan kekuatan-kekuatan lembaga-institusi Indonesia
dibidang penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.
Untuk mewujudkannya, Bakamla perlu dikelolas secara
efektif dan efisien. Beberapa rekomendasi dalam pengelolaan
organisasi Bakamla yang dapat diberikan sebagai berikut:
1.
Bakamla perlu menjalin hubungan yang sangat erat
dengan TNI AL. Memaksimalkan peran TNI AL dalam
mengembangkan operasional organisasi melalui knowledge
management. Sebagai Organisasi baru, ada kemungkinan
besar ada peluang di dalam Bakamla terjadi suatu kesenjangan
pengetahuan. Aldi dalam artikel jurnal [4] mengemukakan
bahwa hubungan antara manajemen pengetahuan dan strategi
perusahaan seringkali tidaklah sejalan sehingga terdapat gap
antara keduanya. Gap dalam strategi terjadi antara apa yang
harus dilakukan organisasi dan apa yang dapat dilakukan
organisasi. Hal itu terjadi karena dalam manajemen, terdapat
kesenjangan antara pengetahuan yang perusahaan harus
ketahui dan apa yang perusahaan ketahui. Oleh karena itu,
perlu kiranya organisasi Bakamla dijalankan dengan strategi
berbasis sumber daya yaitu pengetahuan.
Dalam artikel [4] juga dideskripsikan bahwa
pengetahuan (knowledge) melekat dalam organisasi dan setiap
anggota organisasi. Dalam Organisasi, pengetahuan dapat
dilihat secara jelas dalam bentuk aturan dan prosedur
karyawan sedangkan di individu melekat dalam pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki pegawai. Pendayagunaan
keunggulan pengetahuan yang terpatri dalam organisasi
tersebut adalah knowledge management.
Pengalaman TNI AL dalam menjalankan tugas
pengamanan wilayah perairan Indonesia secara terpadu,
dengan menggunakan unsur laut (Gugus Keamanan
Laut/Guskamla) dan unsur udara (Pusat Penerbangan

Angkatan Laut/Pusnerbal), akan menjadi aset pengetahuan


yang sangat berharga bagi Bakamla.
2.
Badan pengawas sebaiknya dibentuk dari pihak
eksternal organisasi untuk menjaga kenetralannya, tidak hanya
untuk melakukan pengawasan tapi juga melakukan penilaian
kinerja organisasi, hal tersebut penting dilakukan secara rutin.
Ada beberapa metode alat ukur yang dapat digunakan untuk
menilai kinerja organisasi seperti yang disebutkan dalam
paper seminar [13], yang sering digunakan adalah metode
Balance Scorecard dan Capability Review, keduanya sudah
secara regular diterapkan oleh Pemerintah Inggris untuk
menilai kinerja organisasi pemerintahannya.
REFERENSI
[1]

[2]

[3]

[4]

[5]
[6]

(2014)
Sejarah
Bakorkamla
[Online]
Available:
http://www.bakorkamla.go.id/index.php/profil/sejarahbakorkamla2
(2014) Kajian Pengawasan Laut Di Indonesia [Online].
Available:
http://www.perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERJURNAL/2
014_kajian_pkpn_Kajian%20Pengawasan%20Lalu%20Lintas
%20Laut%20di%20Indonesia.pdf
B. Syahputra. (2014) Hanya Ada Satu Komando, Bakamla
[Online]. Available: http://jurnalmaritim.com/2014/12/hanyaada-satu-komando-bakamla/
B. E. Aldi. (2005) Menjadikan Manajemen Pengetahuan
Sebagai Keunggulan Kompetitif Perusahaan Melalui Strategi
Berbasis
Pengetahuan
[Online].
Available:
http://kombinasi.net/wpcontent/uploads/Menjadikan_Manajemen_Pengetahuan_Sebag
ai....by_B._Elnath_Aldi.pdf.
Dirhamsah. Penegakan Hukum di Laut Indonesia, vol. 32.
Oseana; Jakarta, 2007, pp.1-13
E. M. Wulansari. Penegakan Hukum Di Laut dengan Sistem
Single Agency Multy Tasks [Online]. Available:
http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/PENEGAKAN%
20HUKUM%20DI%20LAUT%20DENGAN%20SISTEM%20
SINGLE%20AGENCY%20MULTY%20TASKS.pdf.

[7]

[8]

[9]

[10]

[11]
[12]

[13]

[14]

[15]

[16]

G. E. Petrina. (2005) An Agency Theory View of The Military


Advisor
[Online].Available:
http://www.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD=ADA477032
J. Ferber, O. Gutknecht. (1998) A Meta-Model for The
Analysis and Design of Organizations in Multi-Agent Systems
[Online].Abailable:
http://www.researchgate.net/publication/2596853_A_MetaModel_for_the_Analysis_and_Design_of_Organizations_in_M
ulti-Agent_Systems/file/72e7e520fe363e5652.pdf
Jurnal Kajian Lemhannas RI, Penataan Pengamanan WIlayah
Maritim guna Memelihara Stabilitas Keamanan dalam Rangka
Menjaga Kedaulatan NKRI 14th Ed.,, pp. 74-87, Dec.2012.
ICC International Maritime Bureau. (2014) Piracy and Armed
Robbery Against Ships Report for The Period 1 January 30
September 2014 [Online] Available: www.icc-ccs.org
Marsetio, Sea Power Indonesia, Universitas Indonesia; Jakarta,
2014, pp. 54-59
N. Leksono. (2009) Bynkershoek dan Politik Kelautan RI
[Online].
Available:
http://nasional.kompas.com/read/2009/06/24/05155052/Bynker
shoek.dan.Politik.Kelautan.RI
R.Darby. Information and Knowledge Management,
PowerPoint, Centre for Defence Management & Leadership,
Cranfield University, UK, Nov.2014
Rivky. (2014) Berubah Nama, Bakamla Kini Bisa Operasi dan
Menindak
Kejahatan
Laut
[Online].
Available:
http://news.detik.com/read/2014/12/18/160014/2781552/10/ba
kamla-kini-bisa-operasi-dan-menindak-kejahatan-laut
U. Rusmana. (2014) KN Kuda Laut 4803 Tangkap Kapal
Penampung Ikan di Perairan Ambon [Online]. Available:
http://www.bakorkamla.go.id/index.php/2012-11-20-02-3833/berita-internal/450-kn-kuda-laut-4803-tangkap-kapal-ikanillegal?tmpl=component&print=1&page=
U. Rusmana. (2014) Bakamla Mengerahkan GS Bangka
Belitung dan KN. Bintang Laut 4801 Untuk Pencarian Pesawat
AirAsia
QZ8501
[Online].
Available:
http://www.bakorkamla.go.id/index.php/2012-11-20-02-3833/berita-internal/449-kn-bintang-laut-4801-bantu-basarnasmencari-pesawat-hilang?tmpl=component&print=1&page=

Anda mungkin juga menyukai