Anda di halaman 1dari 27

PEMBINAAN POTENSI DIRGANTARA DAN

PERMASALAHANNYA...
henribadawi.blogspot.co.id/2012/12/pembinaan-potensi-dirgantara-dan.html

LATIHAN...

1.

Pokok Permasalahan

a.
Pertahanan Negara Indonesia pada hakikatnya adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada
kekuatan sendiri dihadapkan pada segala bentuk ancaman serta perkembangan lingkungan strategis dan
dinamika pada tataran global, regional maupun nasional domestik Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1]
Penyelenggaraan pertahanan negara menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama
dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung pertahanan negara. TNI sebagai alat
negara di bidang pertahanan mempunyai tugas pokok untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah NKRI serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dari segala ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.[2] Tugas pokok tersebut dilakukan dengan operasi militer,
baik itu Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Pelaksanaan
operasi militer tersebut tentunya memerlukan dukungan kekuatan kewilayahan serta segenap kekuatan
pendukung pertahanan negara.
b.
TNI Angkatan Udara sebagai bagian integral TNI merupakan alat pertahanan negara di udara
mempunyai tugas menegakkan kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa dari setiap ancaman yang datang baik dari luar negeri
maupun dalam negeri. Dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, TNI AU harus mampu
mendayagunakan seluruh potensi kekuatan udara secara maksimal, baik pada masa perang maupun pada
masa damai[3]. Dengan wilayah yang demikian luas serta obyek-obyek vital yang bertebaran di seluruh wilayah
negara, membutuhkan kekuatan yang memadai untuk mempertahankan dan mendayagunakan secara dini
sesuai sistem pertahanan semesta. Dihadapkan dengan keterbatasan alutsista dan persepsi ancaman yang ada
saat ini, TNI AU sebagai komponen utama pertahanan negara di udara untuk tetap dapat melaksanakan
tugasnya salah satu langkah yang dilaksanakan adalah dengan memberdayakan wilayah pertahanan
khususnya matra udara.
c.
Pemberdayaan wilayah pertahanan negara pada hakekatnya adalah membantu pemerintah menyiapkan
potensi nasional yang ada di wilayah menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan secara dini dengan
tujuan menyinergikan peran instansi fungsional dalam membina Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya
Alam (SDA), Sumber Daya Buatan (SDB) dan Sarana prasarana nasional serta nilai-nilai, teknologi yang
tangguh untuk mendukung pertahanan negara yang dilaksanakan secara terencana, terpadu dan
berkesinambungan[4]. Disamping itu pemberdayaan wilayah pertahanan khususnya matra udara mempunyai
sasaran mewujudkan Ruang, Alat dan Kondisi juang (RAK juang) yang meliputi terkelolanya SDA, SDM, SDB
dan sarana-prasaranan nasional serta tersedianya komponen cadangan dan komponen pendukung yang
terorganisir sebagai kekuatan pengganda TNI. Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut maka TNI AU
dalam melaksanakan peberdayaan wilayah pertahanan matra udara yang dilaksanakan oleh organisasi di
jajaran TNI AU yaitu Kowil (Komando Kewilayan) yakni Koopsau dan pangkalan-pangkalan TNI AU di jajaran
dengan melaksanakan pembinaan potensi kedirgantaraan (binpotdirga). Dalam pelaksanaanya jajaran komando
kewilayahan TNI Angkatan Udara belum dapat melaksanakan secara optimal, hal ini disebabkan masih adanya
kendala baik secara internal maupun external sehingga pembardayaan wilayah pertahanan udara belum dapat
sepenuhnya mendukung tugas-tugas TNI AU. Berangkat dari permasalahan tersebut maka diperlukan suatu
kebijakan, strategi dan upaya yang tepat dan komprehensif dari TNI AU yang melibatkan segenap komponen
bangsa yang terkait untuk mengoptimalkan pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga guna

1/27

meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas TNI AU sehingga dapat mendukung penyelenggaraan pertahanan


negara.
Dari pembahasan latar belakang di atas maka permasalahan utama yang menjadi fokus pembahasan adalah:
bagaimana mengoptimalkan pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga guna meningkatkan
pelaksanaan tugas-tugas TNI AU dalam rangka mendukung penyelenggaraan pertahanan negara .
2.

Pokok-Pokok Persoalan.

Pokok persoalan dari permasalahan diatas adalah sebagai berikut :

a.
Belum Memadainya Struktur Organisasi Binpotdirga. Dalam melaksanakan pemberdayaan wilayah
pertahanan TNI AU dengan melaksanakan binpotdirga. Dengan melihat perkembangan situasi dan kondisi yang
ada saat ini maka organisasi binpotdirga dijajaran TNI AU belum tertata secara proporsional dihadapkan dengan
luasnya wilayah yang harus di cakup, beratnya beban dan tanggungjawab yang diemban baik di tingkat
Mabesau, Kotama, maupun Lanud sehingga organisasi binpotdirga yang ada kurang memadai dalam
melaksanakan kegiatan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
b.
Terbatasnya Personel Binpotdirga. Terbatasnya jumlah staf perwira dan bintara yang berkualifikasi
binpotdirga ( personel yang sudah kursus binpotdirga ) sebagai koordinator pelaksanaan di lanud-lanud
menjadi kendala dalam pemberdayaan wilayah pertahahan udara, mengingat tugas dan tanggungjawab yang
berat sehingga memerlukan personel yang profesonal sesuai dengan bidang tugasnya, karena saat ini di
beberapa lanud, jabatan kasi binpotdirga tidak semuanya terisi dan terkadang dirangkap oleh kadisop lanud.
c.
Terbatasnya Piranti Lunak . Piranti lunak sebagai payung hukum bagi TNI AU dan jajaranya dalam
melaksanakan tugas sebagai pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga adalah sebagai
berikut :
1)
Undang-udang komponen cadangan dan pendukung pertahanan Negara (KCPN) dan (KPPN)
saat ini belum ada sehingga hal ini menjadi penghambat terhadap usaha penyiapan komponen cadangan dan
komponen pendukung pertahanan Negara yang berakibat pada pelaksanaan pembinaan terhadap potensi
dirgantara yang belum dapat dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang baku.
2)
Kesepakatan bersama memorandum of understanding ( MOU) antara Mendagri dan Kasau
tentang Binwilhan (Pembinaan Wilayah Pertahanan) belum ada sehingga belum seluruh Pemda mengerti dan
memahami pentingnya pembinaan wilayah yang diberdayakan untuk kepentingan pertahanan negara.
3)
Terbatasnya buku-buku petunjuk induk tentang binpotdirga di TNI AU terutama terkait khusus dengan
pemberdayaan wilayah pertahanan matra udara, saat ini pemberdayaan wilayah pertahanan matra udara
diamanatkan sebagai tugas TNI AU seperti yang tertuang dalam Doktrin Swa Bhuwana Paksa Tahun 2007
sebagai buku petunjuk dasar, namun belum dijabarkan ke dalam piranti lunak dibawahnya.
d.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana. Fasilitas, sarana dan prasarana sebagai pendukung
dalam melaksanan kegiatan merupakan kebutuhan yang harus mendapatkan prioritas. Namun sarana dan
prasaran saat ini yang tersedia di Lanud-lanud dalam mendukung kegiatan binpotdirga terkait dengan kegiatan
olah raga dirgantara masih sebatas di lanud-lanud yang berada di kota antara lain, workshop sebagai tempat
perbaikan dan pengembagan selanjutnya belum dimiliki padahal dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedirgantaraan saat ini sangat mungkin dikembangkan pesawat aeromodelling menjadi pesawat UAV
yang dapat dimanfaatkan oleh TNI AU dalam kekuatan matra udara
e.
Terbatasnya Anggaran. Anggaran binpotdirga terkait dengan tugas pemberdayaan wilayah
pertahanan yang ada dari Kodam selaku Penyelenggara Tugas dan Fungsi/ PTF Kemhan di daerah dan
anggaran yang berasal dari TNI AU kurang memadai sehingga membatasi kegiatan yang dilaksanakan.
f. Belum Optimalnya Mekananisme Pembinaan Sumber Daya Nasional. Pembinaan terhadap sumber
daya nasional aspek udara yang disiapkan sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung bagi

2/27

kepentingan pertahanan negara khusus matra udara perlu dilaksanakan secara terarah dan berlanjut dan
melibatkan instansi tekait baik Pemda maupun swasta. Pada pelaksanaanya saat ini terbatas di bawah
koordinasi Kodam sebagai Pelaksana Tugas dan Fungsi (PTF) Kemhan di daerah sedangkan Lanud sebagai
Kowil TNI AU dalam pembinaan terhadap potensi dirgantara nasional masih terbatas pada inventarisasi.
g. Belum Adanya Keterpaduan Penataan Ruang Wilayah Pertahanan Matra Udara di Daerah. Dalam
pelaksanaan pemberdayaan wilayah pertahanan matra salah satunya adalah mewujudkan kondisi RAK juang
yang diimplementasikan dengan penataan dan pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pertahanan
udara. Permasalahannya adalah belum terpadunya terkait tujuan dan persepsi penataan ruang wilayah di
daerah khususnya matra udara dengan kepentingan Pemda dalam melaksanakan pembangunan di daerah.
3.

Pokok-Pokok Pemecahan Persoalan.

a.
Kebijaksanaan. Terwujudnya optimalisasi pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui
binpotdirga dengan perwujudan organisasi binpotdirga yang memadai, penambahan personel binpotdirga,
pemenuhan piranti lunak, pemenuhan sarana dan prasarana, peningkatan anggaran, pengoptimalan
mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara, dan perwujudan keterpaduan penataan ruang
wilayah pertahanan di daerah guna meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas TNI AU dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pertahanan negara.
b.
Strategi.
berikut :

Untuk mewujudkan kebijakan diatas perlu diambil langkah-langkah strategi sebagai

1)
Strategi 1. Mewujudkan strukur organisasi binpotdirga yang memadai dengan tujuan agar
organisasi binpotdirga tersebut memilki kewenangan yang lebih luas dan pengawakanya lebih mewadahi
sehingga mampu melaksanakan program kerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya dengan metode
yang digunakan adalah re-organisasi di Mabes TNI AU, Kotama dan Lanud dengan sarana pengusulan serta
koordinasi di tingkat Mabes TNI dengan Mabes TNI AU.
2).
Strategi 2. Menambah jumlah personel binpotdirga yang mempunyai kemampuan untuk
mengembangkan potensi kedirgantaraan, mempunyai pengetahuan yang memadai dalam bidang
kebinpotdirgaan dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi staf binpotdirga dalam melaksanakan tugasnya
dan mengembangkan kedirgantaraan sebagai sarana pemberdayaan kewilayahan TNI AU dengan metode yang
gunakan adalah merumuskan, rekriutmen, pendidikan, pengkajian, melalui sarana dinas penerimaan personel,
lembaga-lembaga pendidikan TNI AU /Kodikau.
3).
Strategi 3.
Memenuhi penyediaan piranti lunak yang meliputi Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
buku petunjuk Induk maupun piranti lunak pada lintas sektoral seperti pemda dan swasta, dengan tujuan
memberikan dasar atau payung hukum bagi organisasi, satuan/personel dalam pelaksanaan pembinaan
kedirgantaraan sehingga proses pembinaan dapat dilaksanakan secara terencana, teratur dan
berkesinambungan dengan metode perumusan,penyusunan, pembuatan,revisi, distribusi, kerjasama, dan
sosialisasi melalui sarana koordinasi pejabat yang terkait di Kementerian Pertahanan, Mabes TNI/TNI AU
maupun kotama dan lanud.
4). Strategi 4. Memenuhi sarana dan prasarana dengan tujuan meningkatkan kemampuan TNI AU dalam
melaksanakan pengembangan binpotdirga terutama berkaitan dengan kegiatan pembinaan minat dirgantara
dengan metode pengusulan, pengadaan, pembuatan dan kerjasama melalui dinas penelitian dan
pengembangan TNI AU dan koordinasi antar organisasi serta pejabat terkait.
5).
Strategi 5 Meningkatkan anggaran dengan tujuan menambah dan mengefektifkan penggunaan
anggaran binpotdirga dengan metode perubahan mekanisme penganggaran, penyusunan, penyesuaian melalui
sarana Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU serta pembuatan renproja, laporan renlakgiat
secara tertib dan teratur.

3/27

6)
Strategi 6.
Mengoptimalkan mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara (SDN) dalam
menyiapkan komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara dengan tujuan meningkatkan
pertahanan Negara matra udara dan mewujudkan sistem pertahanan Negara yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh komponen bangsa dengan metode pembinaan yang meliputi pengkajian, inventarisasi,
perekrutan, pendidikan, pelatihan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pengerahan dan pengakhiran
melalui sarana pengorganisasian, koordinasi, sosialisasi dan kerjasama antar lintas sektoral.
7) Strategi 7.
Mewujudkan keterpaduan penataan ruang wilayah pertahanan di daerah dengan tujuan
terwujudnya persamaam persepsi terkait dengan RTRW pertahanan antara kepentingan sipil dan militer dengan
memperhatikan kepentingan kesejahteraan dan kepentingan pertahanan khususnya matra udara. Metoda yang
digunakan adalah pendataan, pembuatan, sosialisasi, kerjasama, pengawasan dan pengendalian melalui
sarana koordinasi antar instansi yang terkait dan sinkronisasi program pembangunan daerah dalam bentuk
master plan.
c.
Upaya. Untuk mewujudkan kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan upaya-upaya sebagai berikut:
1).
Strategi 1. Mewujudkan struktur organisasi binpotdirga yang memadai mulai dari tingkat Mabes TNI AU
sampai tingkat lanud dengan cara sebagai berikut:
a)
Mabes TNI AU mere-organisasi struktur jabatan Dispotdirga tidak lagi dibawah supervisi Asops Kasau
namun berdiri sendiri dengan struktur jabatan baru setingkat asisten berpangkat bintang dua langsung dibawah
Kasau sehingga pembinaan potensi kedirgantaraan yang dilaksanakan dapat lebih terukur dan tercapai sesuai
dengan tujuan dan sasaran.
b)
Mabes TNI AU merevisi organisasi jabatan Pabandya binpotdirga di tingkat kotama menjadi jabatan
setingkat asisten dengan pangkat Kolonel dan membawahi baberapa Pabandya. sehingga dengan kewenangan
yang dimilki mampu melaksanakan tugas pembinaan potensi dirgantara dengan lebih luas dan terarah.
c)
Mabes TNI AU merevisi organisasi jabatan Kasibinpotdirga menjadi jabatan setingkat Kadis di lanud
(Lanud tipe A berpangkat Kolonel, Lanud Tipe B berpangkat Letnan Kolonel, Lanud Tipe C berpangkat Mayor
dan Lanud tipe D berpangkat Kapten)
2).

Strategi 2.

Menambah jumlah personel binpotdirga dengan cara sebagai berikut:

a)
Mabes TNI AU melalui Dispotdirga dan Kodik AU melaksanakan penyusunan kurikulum pendidikan
binpotdirga yang komprehensif dan berkesinambungan dengan menyesuaikan perkembangan lingkungan
strategis yang ada khususnya terkait dengan aspek kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan
sehingga materi pelajaran tersebut dapat mengikuti dan selaras serta relevan dengan perkembangan kondisi
yang ada.
b)
Kodikau melalui Skadron Pendidikan (Skadik) melaksanakan pendidikan binpotdirga sesuai dengan
kurikulum yang telah disusun kepada personel yang akan bertugas sebagai pelaksana binpotdirga baik Perwira,
Bintara maupun Tamtama terutama tingkat operasional Kotama dan Lanud sehingga memilki kemampuan dan
pengetahuan tentang binpotdirga yang memadai.
c)
Mabes TNI AU melalui Kodikau melaksanakan penambahan frekuensi pendidikan binpotdirga dan
penambahan alokasi personel peserta pendidikan.
d)
Mabes TNI AU melaksanakan rekruitmen personel binpotdirga khususnya perwira yang memiliki
prestasi baik dan mempunyai latar belakang ilmu kedigantaraan.
3).

Strategi 3.

Memenuhi penyediaan piranti lunak dengan cara sebagai berikut :

4/27

a)
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI melaksanakan sosialisasi dan
komunikasi dengan Kementerian dan instansi terkait, DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) serta masyarakat pada umumnya tentang rencana jangka panjang (blue print)
pemberdayaan wilayah pertahanan yang dilaksanakan oleh TNI melalui kematraan masing-masing (TNI AU
melalui binpotdirga) serta perlunya penyiapan secara dini potensi sumber daya nasional sebagai kekuatan
pendukung pertahanan Negara sehingga mempercepat dapat proses legislasi RUU tentang Komponen
Cadangan Pertahanan Negara (KCPN), RUU Komponen Pendukung Pertahanan Negara (KPPN) dan RUU
lainnya serta mekanisme penyelenggaraannya.
b)
Mabes TNI AU dalam hal ini adalah Kasau membuat kerjasama dalam bentuk MOU dengan Mendagri
tentang binpotdirga dalam kaitannya dengan pembinaan wilayah pertahanan aspek udara sebagai dasar dan
pedoman bagi TNI AU (Kowil TNI AU) dan pejabat Pemda dalam melaksanakan koordinasi dan kerjasama
sehingga proses pembinaan dan pemberdayaan wilayah pertahanan yang meliputi pembinaan sumber daya
nasional dan sarana prasarana dapat lebih optimal.
c)
Mabes TNI AU menyusun buku petunjuk induk tentang binpotdirga yang menjabarkan dan menjembatani
Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Pakca sebagai Buku Petunjuk Dasar (Bujukdas) dengan Buku Petunjuk
Pelaksanaan (Bujuklak) dan Buku Petunjuk Teknis (Bujuknis) di bawahnya.
4).

Strategi 4 Memenuhi sarana dan prasarana dengan cara sebagai berikut :

a)
Mabes TNI AU dan Mabes TNI mengusulkan kepada Kemeterian Pertahanan melalui pengajuan untuk
pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan khususnya ke Lanud-lanud di jajaran dalam kaitanya
dengan tugas binpotdirga sebagai sarana melaksanakan tugas pemberdayaan wilayah pertahanan berupa
fasilitas perkantoran dan sarana mobilitas personel dalam rangka melaksanakan pembinaan terhadap sumber
daya nasional yang berada di wilayah tersebut.
b)
Mabes TNI AU menyediakan fasilitas dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai kepada
satuan-satuan di daerah/Lanud seperti peralatan olahraga kedirgantaraan, aeromodelling, dukungan pesawat
udara untuk joy flight bagi masyarakat sekitar lanud sehingga dengan adanya sarana dan prasarana yang
memadai maka dalam menumbuhkan minat kedirgantaraan melalui olah raga dirgantara dapat lebih optimal.
c)
Mabes TNI AU melalui Dinas Penelitian dan Pengembangan menyediakan workshop sebagai sarana
untuk melaksanakan menelitian dan pengembangan terhadap pesawat aeromodelling untuk dijadikan sebagai
pesawat UAV sehingga nantinya dapat dipergunakan untuk kepentingan TNI AU.
5).

Strategi 5. Memenuhi anggaran dengan cara sebagai berikut :

a)
Kemhan dan Mabes TNI merubah mekanisme anggaran dalam kegiatan pemberdayaan wilayah
pertahanan sebagai rangkaian dalam kegiatan binpotdirga yang selama ini dilaksanakan ke Kodam sebagai
PTF Kemhan, namun dengan adanya Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang /27/IV/2010 tentang penetapan
gelar bala Pertahanan Wilayah (Balahanwil) sebagai Kowil TNI dimana Koopsau dan Lanud jajaran ditetapkan
sebagai Kowil TNI AU yang posisinya sejajar dengan Kowil TNI AD dan Kowil TNI AL maka terkait masalah
anggaran untuk TNI AU seharusnya sudah tidak lagi melalui Kodam akan tetapi langsung diterimakan ke Kowil
TNI AU sehingga proses mekanisme anggaran lebih efektif.
b)
Mabes TNI AU melaksanakan penyesuaian penggunaan angaran pemberdayaan wilayah pertahahanan
udara melalui binpotdirga yang ada dengan baik dengan lebih efisisen dan disesuaikan dengan cara menyusun
kegiatan atau program kerja secara skala prioritas..
c)
Mabes TNI AU melaksanakan pengawasan dan memonitor terhadap penggunaan anggaran berupa
pembuatan rencana pelaksanaan kegiatan (renlaksgiat) setiap bulan, Tri wulan, Semester dan tahunan yang
memuat pelaksanaan kegiatan binpotdirga terutama yang ada di lanud-lanud sehingga tidak terjadi kebocoran

5/27

dalam penggunaan anggaran.


6)
Strategi 6. Mengoptimalkan mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara .
Penyelenggaraanya sebagai berikut :

a)

Pengkajian.

(1)
Kementerian Pertahanan bekerjasama dengan Mabes TNI dan instansi terkait melaksanakan pengkajian
untuk merumuskan tujuan, sasaran dan strategi manajemen SDN terkait dengan penyiapan komponen
cadangan dan pendukung pertahanan negara.
(2)
Mabes TNI AU mengkaji, merumuskan dan menyusun postur SD N yang memenuhi kriteria untuk
dipersiapkan sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara yang meliputi kemampuan
dasar yang dibutuhkan untuk memperkuat TNI AU sebagai komponen utama pertahanan Negara matra udara
serta sebagai pedoman bagi Kowil TNI AU dalam menyelenggarakan pembinaan SDN di daerah.
b)
Inventarisasi.
(1)
Kemhan dan Mabes TNI bekerjasama dengan Pemda dan instansi terkait melaksanakan
inventarisasi/pendataan SDN sesuai dengan matra masing-masing angkatan.
(2)
Mabes TNI AU mellui Koopsau dan Lanud melaksanakan inventarisasi SDN yang sesuai dengan kriteria
sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara di wilayah tugasnya.
c)
Perekrutan.
(1)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan pencatatan terhadap SDN yang
telah memenuhi persyaratan untuk didata dan klasifikasikan dalam komponen cadangan dan komponen
pendukung matra udara.
(2)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan penetapan terhadap SDN yang
memenuhi persayaratan sesuai dengan postur komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara.
(3)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan proses administrasi terhadap
SDN yang terpilih mencakup pembuatan kartu anggota, ansuransi, dan ketentuan lain yang ditetapkan sebagai
komponen cadangan dan komponen pendukung kekuatan matra udara.
d)

Pedidikan dan pelatihan.

(1)
Kementerian pertahanan dan Mabes TNI, dibantu Kementerian/instansi pemerintah non kementerian
yang terkait membuat kebijakan umum tentang pembinaan (pendidikan dan pelatihan) dari SDN khususnya
SDM yang telah ditetapkan.
(2)
Kowil TNI termasuk Pangkalan TNI AU mendukung kebijakan umum Kementerian Pertahanan dan
Mabes TNI dengan melaksanakan tugas penyiapan program pendidikan dan latihan sesuai dengan rumusan
dan kebijakan dari atas (Kamhan dan Mabes TNI).
e)
Pengawasan dan Pengendalian.
(1)
Kementerian pertahanan dan Mabes TNl merumuskan kebijakan dan program pengawasan dan
pengendalian serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara bersama-sama dengan
kementerian/instansi terkait lainnya dalam penyelenggaraan manajemen SDN.
(2)

Mabes TNI AU melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembinaan SDN

6/27

pertahanan matra udara yang dilaksanakan jajaran Kowil TNI AU.


f)
Pengerahan.
(1)
Kemhan dan Mabes TNI merumuskan kebijakan serta ketentuan tentang mekanisme dan prosedur
pengerahan SDN yang sudah terbentuk sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung pertahanan
disesuaikan dengan Undang undang.
(2)
Mabes TNI AU bersama dengan Pemda serta instansi terkait lainnya serta Lembaga Kemasyarakatan
(LSM) mendukung pelaksanaan pengerahan SDN yang terpilih dalam menghadapi keadaan darurat di wilayah
tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
g)

Pengakhiran.

(1)
Kementerian Pertahanan menyusun kebijakan mengenai pengembalian dan pengakhiran penggunaan
SDN sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung yang disesuaikan dengan undang-undang.
(2)
Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan kebijakan dari Kementerian Pertahanan secara
operasional dan teknis dalam rangka pengembalian dan pengakhiran masa penggunaan SDN sebagai
komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara.
7)
Strategi 7. Mewujudkan keterpaduan penataan ruang wilayah pertahanan di daerah dengan cara
sebagai berikut :
a)
Kementerian Pertahanan, bekerjasama dengan Kementerian lain yang terkait dan Lembaga Non
Kementerian merumuskan kebijakan strategis dan mensinergikan program pembangunan nasional di daerah
dengan penyelenggaraan pemberdayaan wilayah pertahanan dalam bentuk penataan ruang wilayah secara
terpadu antara kepentingan militer dengan sipil.
b)
Mabes TNI merumuskan kebijakan operasional dalam
bentuk peraturan Panglima TNI terkait dengan pemberdayaan
wilayah dan potensi pertahanan khususnya dalam pembuatan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pertahanan.
c)
Mabes TNI AU melalui Koopsau dan lanud-lanud di
jajaran bekerjasama dengan Pemda dan instansi terkait lainnya
melaksanakan pendataan di wilayahnya terhadap aspek kondisi
geografis, demografi, sosial budaya termasuk adanya
kemungkinan ancaman, potensi sumber daya nasional ,obyek
vital dan permasalahan yang ada dari keseluruhan aspek
tersebut dalam rangka pembuatan RTRW pertahanan matra
udara.

[1] Departemen Pertahanan RI. Strategic Defence Review : Menata Sistem Pertahanan. Jakarta: Dephan RI,
2005. Hal. 5
[2] Setneg RI. Undang-undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Bab IV, Bagian
Ketiga, Pasal 7.
[3] Bujukin TNI AU Tentang Operasi Udara No Skep/475/XII/2006
[4] Ceramah Aster TNI Pada Pelajaran Pasis Seskoau A-48 TP 2011.
1.

Pokok Permasalahan

7/27

a.
Pertahanan Negara Indonesia pada hakikatnya adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada
kekuatan sendiri dihadapkan pada segala bentuk ancaman serta perkembangan lingkungan strategis dan
dinamika pada tataran global, regional maupun nasional domestik Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1]
Penyelenggaraan pertahanan negara menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama
dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung pertahanan negara. TNI sebagai alat
negara di bidang pertahanan mempunyai tugas pokok untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah NKRI serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dari segala ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.[2] Tugas pokok tersebut dilakukan dengan operasi militer,
baik itu Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Pelaksanaan
operasi militer tersebut tentunya memerlukan dukungan kekuatan kewilayahan serta segenap kekuatan
pendukung pertahanan negara.
b.
TNI Angkatan Udara sebagai bagian integral TNI merupakan alat pertahanan negara di udara
mempunyai tugas menegakkan kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa dari setiap ancaman yang datang baik dari luar negeri
maupun dalam negeri. Dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, TNI AU harus mampu
mendayagunakan seluruh potensi kekuatan udara secara maksimal, baik pada masa perang maupun pada
masa damai[3]. Dengan wilayah yang demikian luas serta obyek-obyek vital yang bertebaran di seluruh wilayah
negara, membutuhkan kekuatan yang memadai untuk mempertahankan dan mendayagunakan secara dini
sesuai sistem pertahanan semesta. Dihadapkan dengan keterbatasan alutsista dan persepsi ancaman yang ada
saat ini, TNI AU sebagai komponen utama pertahanan negara di udara untuk tetap dapat melaksanakan
tugasnya salah satu langkah yang dilaksanakan adalah dengan memberdayakan wilayah pertahanan
khususnya matra udara.
c.
Pemberdayaan wilayah pertahanan negara pada hakekatnya adalah membantu pemerintah menyiapkan
potensi nasional yang ada di wilayah menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan secara dini dengan
tujuan menyinergikan peran instansi fungsional dalam membina Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya
Alam (SDA), Sumber Daya Buatan (SDB) dan Sarana prasarana nasional serta nilai-nilai, teknologi yang
tangguh untuk mendukung pertahanan negara yang dilaksanakan secara terencana, terpadu dan
berkesinambungan[4]. Disamping itu pemberdayaan wilayah pertahanan khususnya matra udara mempunyai
sasaran mewujudkan Ruang, Alat dan Kondisi juang (RAK juang) yang meliputi terkelolanya SDA, SDM, SDB
dan sarana-prasaranan nasional serta tersedianya komponen cadangan dan komponen pendukung yang
terorganisir sebagai kekuatan pengganda TNI. Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut maka TNI AU
dalam melaksanakan peberdayaan wilayah pertahanan matra udara yang dilaksanakan oleh organisasi di
jajaran TNI AU yaitu Kowil (Komando Kewilayan) yakni Koopsau dan pangkalan-pangkalan TNI AU di jajaran
dengan melaksanakan pembinaan potensi kedirgantaraan (binpotdirga). Dalam pelaksanaanya jajaran komando
kewilayahan TNI Angkatan Udara belum dapat melaksanakan secara optimal, hal ini disebabkan masih adanya
kendala baik secara internal maupun external sehingga pembardayaan wilayah pertahanan udara belum dapat
sepenuhnya mendukung tugas-tugas TNI AU. Berangkat dari permasalahan tersebut maka diperlukan suatu
kebijakan, strategi dan upaya yang tepat dan komprehensif dari TNI AU yang melibatkan segenap komponen
bangsa yang terkait untuk mengoptimalkan pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga guna
meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas TNI AU sehingga dapat mendukung penyelenggaraan pertahanan
negara.
Dari pembahasan latar belakang di atas maka permasalahan utama yang menjadi fokus pembahasan adalah:
bagaimana mengoptimalkan pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga guna meningkatkan
pelaksanaan tugas-tugas TNI AU dalam rangka mendukung penyelenggaraan pertahanan negara .
2.

Pokok-Pokok Persoalan.

Pokok persoalan dari permasalahan diatas adalah sebagai berikut :

a.

Belum Memadainya Struktur Organisasi Binpotdirga. Dalam melaksanakan pemberdayaan wilayah

8/27

pertahanan TNI AU dengan melaksanakan binpotdirga. Dengan melihat perkembangan situasi dan kondisi yang
ada saat ini maka organisasi binpotdirga dijajaran TNI AU belum tertata secara proporsional dihadapkan dengan
luasnya wilayah yang harus di cakup, beratnya beban dan tanggungjawab yang diemban baik di tingkat
Mabesau, Kotama, maupun Lanud sehingga organisasi binpotdirga yang ada kurang memadai dalam
melaksanakan kegiatan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
b.
Terbatasnya Personel Binpotdirga. Terbatasnya jumlah staf perwira dan bintara yang berkualifikasi
binpotdirga ( personel yang sudah kursus binpotdirga ) sebagai koordinator pelaksanaan di lanud-lanud
menjadi kendala dalam pemberdayaan wilayah pertahahan udara, mengingat tugas dan tanggungjawab yang
berat sehingga memerlukan personel yang profesonal sesuai dengan bidang tugasnya, karena saat ini di
beberapa lanud, jabatan kasi binpotdirga tidak semuanya terisi dan terkadang dirangkap oleh kadisop lanud.
c.
Terbatasnya Piranti Lunak . Piranti lunak sebagai payung hukum bagi TNI AU dan jajaranya dalam
melaksanakan tugas sebagai pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga adalah sebagai
berikut :
1)
Undang-udang komponen cadangan dan pendukung pertahanan Negara (KCPN) dan (KPPN)
saat ini belum ada sehingga hal ini menjadi penghambat terhadap usaha penyiapan komponen cadangan dan
komponen pendukung pertahanan Negara yang berakibat pada pelaksanaan pembinaan terhadap potensi
dirgantara yang belum dapat dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang baku.
2)
Kesepakatan bersama memorandum of understanding ( MOU) antara Mendagri dan Kasau
tentang Binwilhan (Pembinaan Wilayah Pertahanan) belum ada sehingga belum seluruh Pemda mengerti dan
memahami pentingnya pembinaan wilayah yang diberdayakan untuk kepentingan pertahanan negara.
3)
Terbatasnya buku-buku petunjuk induk tentang binpotdirga di TNI AU terutama terkait khusus dengan
pemberdayaan wilayah pertahanan matra udara, saat ini pemberdayaan wilayah pertahanan matra udara
diamanatkan sebagai tugas TNI AU seperti yang tertuang dalam Doktrin Swa Bhuwana Paksa Tahun 2007
sebagai buku petunjuk dasar, namun belum dijabarkan ke dalam piranti lunak dibawahnya.
d.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana. Fasilitas, sarana dan prasarana sebagai pendukung
dalam melaksanan kegiatan merupakan kebutuhan yang harus mendapatkan prioritas. Namun sarana dan
prasaran saat ini yang tersedia di Lanud-lanud dalam mendukung kegiatan binpotdirga terkait dengan kegiatan
olah raga dirgantara masih sebatas di lanud-lanud yang berada di kota antara lain, workshop sebagai tempat
perbaikan dan pengembagan selanjutnya belum dimiliki padahal dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedirgantaraan saat ini sangat mungkin dikembangkan pesawat aeromodelling menjadi pesawat UAV
yang dapat dimanfaatkan oleh TNI AU dalam kekuatan matra udara
e.
Terbatasnya Anggaran. Anggaran binpotdirga terkait dengan tugas pemberdayaan wilayah
pertahanan yang ada dari Kodam selaku Penyelenggara Tugas dan Fungsi/ PTF Kemhan di daerah dan
anggaran yang berasal dari TNI AU kurang memadai sehingga membatasi kegiatan yang dilaksanakan.
f. Belum Optimalnya Mekananisme Pembinaan Sumber Daya Nasional. Pembinaan terhadap sumber
daya nasional aspek udara yang disiapkan sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung bagi
kepentingan pertahanan negara khusus matra udara perlu dilaksanakan secara terarah dan berlanjut dan
melibatkan instansi tekait baik Pemda maupun swasta. Pada pelaksanaanya saat ini terbatas di bawah
koordinasi Kodam sebagai Pelaksana Tugas dan Fungsi (PTF) Kemhan di daerah sedangkan Lanud sebagai
Kowil TNI AU dalam pembinaan terhadap potensi dirgantara nasional masih terbatas pada inventarisasi.
g. Belum Adanya Keterpaduan Penataan Ruang Wilayah Pertahanan Matra Udara di Daerah. Dalam
pelaksanaan pemberdayaan wilayah pertahanan matra salah satunya adalah mewujudkan kondisi RAK juang
yang diimplementasikan dengan penataan dan pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pertahanan
udara. Permasalahannya adalah belum terpadunya terkait tujuan dan persepsi penataan ruang wilayah di
daerah khususnya matra udara dengan kepentingan Pemda dalam melaksanakan pembangunan di daerah.

9/27

3.

Pokok-Pokok Pemecahan Persoalan.

a.
Kebijaksanaan. Terwujudnya optimalisasi pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui
binpotdirga dengan perwujudan organisasi binpotdirga yang memadai, penambahan personel binpotdirga,
pemenuhan piranti lunak, pemenuhan sarana dan prasarana, peningkatan anggaran, pengoptimalan
mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara, dan perwujudan keterpaduan penataan ruang
wilayah pertahanan di daerah guna meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas TNI AU dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pertahanan negara.
b.
Strategi.
berikut :

Untuk mewujudkan kebijakan diatas perlu diambil langkah-langkah strategi sebagai

1)
Strategi 1. Mewujudkan strukur organisasi binpotdirga yang memadai dengan tujuan agar
organisasi binpotdirga tersebut memilki kewenangan yang lebih luas dan pengawakanya lebih mewadahi
sehingga mampu melaksanakan program kerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya dengan metode
yang digunakan adalah re-organisasi di Mabes TNI AU, Kotama dan Lanud dengan sarana pengusulan serta
koordinasi di tingkat Mabes TNI dengan Mabes TNI AU.
2).
Strategi 2. Menambah jumlah personel binpotdirga yang mempunyai kemampuan untuk
mengembangkan potensi kedirgantaraan, mempunyai pengetahuan yang memadai dalam bidang
kebinpotdirgaan dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi staf binpotdirga dalam melaksanakan tugasnya
dan mengembangkan kedirgantaraan sebagai sarana pemberdayaan kewilayahan TNI AU dengan metode yang
gunakan adalah merumuskan, rekriutmen, pendidikan, pengkajian, melalui sarana dinas penerimaan personel,
lembaga-lembaga pendidikan TNI AU /Kodikau.
3).
Strategi 3.
Memenuhi penyediaan piranti lunak yang meliputi Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
buku petunjuk Induk maupun piranti lunak pada lintas sektoral seperti pemda dan swasta, dengan tujuan
memberikan dasar atau payung hukum bagi organisasi, satuan/personel dalam pelaksanaan pembinaan
kedirgantaraan sehingga proses pembinaan dapat dilaksanakan secara terencana, teratur dan
berkesinambungan dengan metode perumusan,penyusunan, pembuatan,revisi, distribusi, kerjasama, dan
sosialisasi melalui sarana koordinasi pejabat yang terkait di Kementerian Pertahanan, Mabes TNI/TNI AU
maupun kotama dan lanud.
4). Strategi 4. Memenuhi sarana dan prasarana dengan tujuan meningkatkan kemampuan TNI AU dalam
melaksanakan pengembangan binpotdirga terutama berkaitan dengan kegiatan pembinaan minat dirgantara
dengan metode pengusulan, pengadaan, pembuatan dan kerjasama melalui dinas penelitian dan
pengembangan TNI AU dan koordinasi antar organisasi serta pejabat terkait.
5).
Strategi 5 Meningkatkan anggaran dengan tujuan menambah dan mengefektifkan penggunaan
anggaran binpotdirga dengan metode perubahan mekanisme penganggaran, penyusunan, penyesuaian melalui
sarana Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU serta pembuatan renproja, laporan renlakgiat
secara tertib dan teratur.
6)
Strategi 6.
Mengoptimalkan mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara (SDN) dalam
menyiapkan komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara dengan tujuan meningkatkan
pertahanan Negara matra udara dan mewujudkan sistem pertahanan Negara yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh komponen bangsa dengan metode pembinaan yang meliputi pengkajian, inventarisasi,
perekrutan, pendidikan, pelatihan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pengerahan dan pengakhiran
melalui sarana pengorganisasian, koordinasi, sosialisasi dan kerjasama antar lintas sektoral.
7) Strategi 7.
Mewujudkan keterpaduan penataan ruang wilayah pertahanan di daerah dengan tujuan
terwujudnya persamaam persepsi terkait dengan RTRW pertahanan antara kepentingan sipil dan militer dengan

10/27

memperhatikan kepentingan kesejahteraan dan kepentingan pertahanan khususnya matra udara. Metoda yang
digunakan adalah pendataan, pembuatan, sosialisasi, kerjasama, pengawasan dan pengendalian melalui
sarana koordinasi antar instansi yang terkait dan sinkronisasi program pembangunan daerah dalam bentuk
master plan.
c.
Upaya. Untuk mewujudkan kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan upaya-upaya sebagai berikut:
1).
Strategi 1. Mewujudkan struktur organisasi binpotdirga yang memadai mulai dari tingkat Mabes TNI AU
sampai tingkat lanud dengan cara sebagai berikut:
a)
Mabes TNI AU mere-organisasi struktur jabatan Dispotdirga tidak lagi dibawah supervisi Asops Kasau
namun berdiri sendiri dengan struktur jabatan baru setingkat asisten berpangkat bintang dua langsung dibawah
Kasau sehingga pembinaan potensi kedirgantaraan yang dilaksanakan dapat lebih terukur dan tercapai sesuai
dengan tujuan dan sasaran.
b)
Mabes TNI AU merevisi organisasi jabatan Pabandya binpotdirga di tingkat kotama menjadi jabatan
setingkat asisten dengan pangkat Kolonel dan membawahi baberapa Pabandya. sehingga dengan kewenangan
yang dimilki mampu melaksanakan tugas pembinaan potensi dirgantara dengan lebih luas dan terarah.
c)
Mabes TNI AU merevisi organisasi jabatan Kasibinpotdirga menjadi jabatan setingkat Kadis di lanud
(Lanud tipe A berpangkat Kolonel, Lanud Tipe B berpangkat Letnan Kolonel, Lanud Tipe C berpangkat Mayor
dan Lanud tipe D berpangkat Kapten)
2).

Strategi 2.

Menambah jumlah personel binpotdirga dengan cara sebagai berikut:

a)
Mabes TNI AU melalui Dispotdirga dan Kodik AU melaksanakan penyusunan kurikulum pendidikan
binpotdirga yang komprehensif dan berkesinambungan dengan menyesuaikan perkembangan lingkungan
strategis yang ada khususnya terkait dengan aspek kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan
sehingga materi pelajaran tersebut dapat mengikuti dan selaras serta relevan dengan perkembangan kondisi
yang ada.
b)
Kodikau melalui Skadron Pendidikan (Skadik) melaksanakan pendidikan binpotdirga sesuai dengan
kurikulum yang telah disusun kepada personel yang akan bertugas sebagai pelaksana binpotdirga baik Perwira,
Bintara maupun Tamtama terutama tingkat operasional Kotama dan Lanud sehingga memilki kemampuan dan
pengetahuan tentang binpotdirga yang memadai.
c)
Mabes TNI AU melalui Kodikau melaksanakan penambahan frekuensi pendidikan binpotdirga dan
penambahan alokasi personel peserta pendidikan.
d)
Mabes TNI AU melaksanakan rekruitmen personel binpotdirga khususnya perwira yang memiliki
prestasi baik dan mempunyai latar belakang ilmu kedigantaraan.
3).

Strategi 3.

Memenuhi penyediaan piranti lunak dengan cara sebagai berikut :

a)
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI melaksanakan sosialisasi dan
komunikasi dengan Kementerian dan instansi terkait, DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) serta masyarakat pada umumnya tentang rencana jangka panjang (blue print)
pemberdayaan wilayah pertahanan yang dilaksanakan oleh TNI melalui kematraan masing-masing (TNI AU
melalui binpotdirga) serta perlunya penyiapan secara dini potensi sumber daya nasional sebagai kekuatan
pendukung pertahanan Negara sehingga mempercepat dapat proses legislasi RUU tentang Komponen
Cadangan Pertahanan Negara (KCPN), RUU Komponen Pendukung Pertahanan Negara (KPPN) dan RUU
lainnya serta mekanisme penyelenggaraannya.
b)

Mabes TNI AU dalam hal ini adalah Kasau membuat kerjasama dalam bentuk MOU dengan Mendagri

11/27

tentang binpotdirga dalam kaitannya dengan pembinaan wilayah pertahanan aspek udara sebagai dasar dan
pedoman bagi TNI AU (Kowil TNI AU) dan pejabat Pemda dalam melaksanakan koordinasi dan kerjasama
sehingga proses pembinaan dan pemberdayaan wilayah pertahanan yang meliputi pembinaan sumber daya
nasional dan sarana prasarana dapat lebih optimal.
c)
Mabes TNI AU menyusun buku petunjuk induk tentang binpotdirga yang menjabarkan dan menjembatani
Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Pakca sebagai Buku Petunjuk Dasar (Bujukdas) dengan Buku Petunjuk
Pelaksanaan (Bujuklak) dan Buku Petunjuk Teknis (Bujuknis) di bawahnya.
4).

Strategi 4 Memenuhi sarana dan prasarana dengan cara sebagai berikut :

a)
Mabes TNI AU dan Mabes TNI mengusulkan kepada Kemeterian Pertahanan melalui pengajuan untuk
pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan khususnya ke Lanud-lanud di jajaran dalam kaitanya
dengan tugas binpotdirga sebagai sarana melaksanakan tugas pemberdayaan wilayah pertahanan berupa
fasilitas perkantoran dan sarana mobilitas personel dalam rangka melaksanakan pembinaan terhadap sumber
daya nasional yang berada di wilayah tersebut.
b)
Mabes TNI AU menyediakan fasilitas dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai kepada
satuan-satuan di daerah/Lanud seperti peralatan olahraga kedirgantaraan, aeromodelling, dukungan pesawat
udara untuk joy flight bagi masyarakat sekitar lanud sehingga dengan adanya sarana dan prasarana yang
memadai maka dalam menumbuhkan minat kedirgantaraan melalui olah raga dirgantara dapat lebih optimal.
c)
Mabes TNI AU melalui Dinas Penelitian dan Pengembangan menyediakan workshop sebagai sarana
untuk melaksanakan menelitian dan pengembangan terhadap pesawat aeromodelling untuk dijadikan sebagai
pesawat UAV sehingga nantinya dapat dipergunakan untuk kepentingan TNI AU.
5).

Strategi 5. Memenuhi anggaran dengan cara sebagai berikut :

a)
Kemhan dan Mabes TNI merubah mekanisme anggaran dalam kegiatan pemberdayaan wilayah
pertahanan sebagai rangkaian dalam kegiatan binpotdirga yang selama ini dilaksanakan ke Kodam sebagai
PTF Kemhan, namun dengan adanya Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang /27/IV/2010 tentang penetapan
gelar bala Pertahanan Wilayah (Balahanwil) sebagai Kowil TNI dimana Koopsau dan Lanud jajaran ditetapkan
sebagai Kowil TNI AU yang posisinya sejajar dengan Kowil TNI AD dan Kowil TNI AL maka terkait masalah
anggaran untuk TNI AU seharusnya sudah tidak lagi melalui Kodam akan tetapi langsung diterimakan ke Kowil
TNI AU sehingga proses mekanisme anggaran lebih efektif.
b)
Mabes TNI AU melaksanakan penyesuaian penggunaan angaran pemberdayaan wilayah pertahahanan
udara melalui binpotdirga yang ada dengan baik dengan lebih efisisen dan disesuaikan dengan cara menyusun
kegiatan atau program kerja secara skala prioritas..
c)
Mabes TNI AU melaksanakan pengawasan dan memonitor terhadap penggunaan anggaran berupa
pembuatan rencana pelaksanaan kegiatan (renlaksgiat) setiap bulan, Tri wulan, Semester dan tahunan yang
memuat pelaksanaan kegiatan binpotdirga terutama yang ada di lanud-lanud sehingga tidak terjadi kebocoran
dalam penggunaan anggaran.
6)
Strategi 6. Mengoptimalkan mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara .
Penyelenggaraanya sebagai berikut :

a)

(1)

Pengkajian.

Kementerian Pertahanan bekerjasama dengan Mabes TNI dan instansi terkait melaksanakan pengkajian

12/27

untuk merumuskan tujuan, sasaran dan strategi manajemen SDN terkait dengan penyiapan komponen
cadangan dan pendukung pertahanan negara.
(2)
Mabes TNI AU mengkaji, merumuskan dan menyusun postur SD N yang memenuhi kriteria untuk
dipersiapkan sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara yang meliputi kemampuan
dasar yang dibutuhkan untuk memperkuat TNI AU sebagai komponen utama pertahanan Negara matra udara
serta sebagai pedoman bagi Kowil TNI AU dalam menyelenggarakan pembinaan SDN di daerah.
b)
Inventarisasi.
(1)
Kemhan dan Mabes TNI bekerjasama dengan Pemda dan instansi terkait melaksanakan
inventarisasi/pendataan SDN sesuai dengan matra masing-masing angkatan.
(2)
Mabes TNI AU mellui Koopsau dan Lanud melaksanakan inventarisasi SDN yang sesuai dengan kriteria
sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara di wilayah tugasnya.
c)
Perekrutan.
(1)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan pencatatan terhadap SDN yang
telah memenuhi persyaratan untuk didata dan klasifikasikan dalam komponen cadangan dan komponen
pendukung matra udara.
(2)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan penetapan terhadap SDN yang
memenuhi persayaratan sesuai dengan postur komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara.
(3)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan proses administrasi terhadap
SDN yang terpilih mencakup pembuatan kartu anggota, ansuransi, dan ketentuan lain yang ditetapkan sebagai
komponen cadangan dan komponen pendukung kekuatan matra udara.
d)

Pedidikan dan pelatihan.

(1)
Kementerian pertahanan dan Mabes TNI, dibantu Kementerian/instansi pemerintah non kementerian
yang terkait membuat kebijakan umum tentang pembinaan (pendidikan dan pelatihan) dari SDN khususnya
SDM yang telah ditetapkan.
(2)
Kowil TNI termasuk Pangkalan TNI AU mendukung kebijakan umum Kementerian Pertahanan dan
Mabes TNI dengan melaksanakan tugas penyiapan program pendidikan dan latihan sesuai dengan rumusan
dan kebijakan dari atas (Kamhan dan Mabes TNI).
e)
Pengawasan dan Pengendalian.
(1)
Kementerian pertahanan dan Mabes TNl merumuskan kebijakan dan program pengawasan dan
pengendalian serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara bersama-sama dengan
kementerian/instansi terkait lainnya dalam penyelenggaraan manajemen SDN.
(2)
Mabes TNI AU melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembinaan SDN
pertahanan matra udara yang dilaksanakan jajaran Kowil TNI AU.
f)
Pengerahan.
(1)
Kemhan dan Mabes TNI merumuskan kebijakan serta ketentuan tentang mekanisme dan prosedur
pengerahan SDN yang sudah terbentuk sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung pertahanan
disesuaikan dengan Undang undang.
(2)
Mabes TNI AU bersama dengan Pemda serta instansi terkait lainnya serta Lembaga Kemasyarakatan
(LSM) mendukung pelaksanaan pengerahan SDN yang terpilih dalam menghadapi keadaan darurat di wilayah
tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

13/27

g)

Pengakhiran.

(1)
Kementerian Pertahanan menyusun kebijakan mengenai pengembalian dan pengakhiran penggunaan
SDN sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung yang disesuaikan dengan undang-undang.
(2)
Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan kebijakan dari Kementerian Pertahanan secara
operasional dan teknis dalam rangka pengembalian dan pengakhiran masa penggunaan SDN sebagai
komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara.
7)
Strategi 7. Mewujudkan keterpaduan penataan ruang wilayah pertahanan di daerah dengan cara
sebagai berikut :
a)
Kementerian Pertahanan, bekerjasama dengan Kementerian lain yang terkait dan Lembaga Non
Kementerian merumuskan kebijakan strategis dan mensinergikan program pembangunan nasional di daerah
dengan penyelenggaraan pemberdayaan wilayah pertahanan dalam bentuk penataan ruang wilayah secara
terpadu antara kepentingan militer dengan sipil.
b)
Mabes TNI merumuskan kebijakan operasional dalam
bentuk peraturan Panglima TNI terkait dengan pemberdayaan
wilayah dan potensi pertahanan khususnya dalam pembuatan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pertahanan.
c)
Mabes TNI AU melalui Koopsau dan lanud-lanud di
jajaran bekerjasama dengan Pemda dan instansi terkait lainnya
melaksanakan pendataan di wilayahnya terhadap aspek kondisi
geografis, demografi, sosial budaya termasuk adanya
kemungkinan ancaman, potensi sumber daya nasional ,obyek
vital dan permasalahan yang ada dari keseluruhan aspek
tersebut dalam rangka pembuatan RTRW pertahanan matra
udara.

[1] Departemen Pertahanan RI. Strategic Defence Review : Menata Sistem Pertahanan. Jakarta: Dephan RI,
2005. Hal. 5
[2] Setneg RI. Undang-undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Bab IV, Bagian
Ketiga, Pasal 7.
[3] Bujukin TNI AU Tentang Operasi Udara No Skep/475/XII/2006
[4] Ceramah Aster TNI Pada Pelajaran Pasis Seskoau A-48 TP 2011.
1.

Pokok Permasalahan

a.
Pertahanan Negara Indonesia pada hakikatnya adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada
kekuatan sendiri dihadapkan pada segala bentuk ancaman serta perkembangan lingkungan strategis dan
dinamika pada tataran global, regional maupun nasional domestik Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1]
Penyelenggaraan pertahanan negara menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama
dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung pertahanan negara. TNI sebagai alat
negara di bidang pertahanan mempunyai tugas pokok untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah NKRI serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dari segala ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.[2] Tugas pokok tersebut dilakukan dengan operasi militer,

14/27

baik itu Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Pelaksanaan
operasi militer tersebut tentunya memerlukan dukungan kekuatan kewilayahan serta segenap kekuatan
pendukung pertahanan negara.
b.
TNI Angkatan Udara sebagai bagian integral TNI merupakan alat pertahanan negara di udara
mempunyai tugas menegakkan kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa dari setiap ancaman yang datang baik dari luar negeri
maupun dalam negeri. Dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, TNI AU harus mampu
mendayagunakan seluruh potensi kekuatan udara secara maksimal, baik pada masa perang maupun pada
masa damai[3]. Dengan wilayah yang demikian luas serta obyek-obyek vital yang bertebaran di seluruh wilayah
negara, membutuhkan kekuatan yang memadai untuk mempertahankan dan mendayagunakan secara dini
sesuai sistem pertahanan semesta. Dihadapkan dengan keterbatasan alutsista dan persepsi ancaman yang ada
saat ini, TNI AU sebagai komponen utama pertahanan negara di udara untuk tetap dapat melaksanakan
tugasnya salah satu langkah yang dilaksanakan adalah dengan memberdayakan wilayah pertahanan
khususnya matra udara.
c.
Pemberdayaan wilayah pertahanan negara pada hakekatnya adalah membantu pemerintah menyiapkan
potensi nasional yang ada di wilayah menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan secara dini dengan
tujuan menyinergikan peran instansi fungsional dalam membina Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya
Alam (SDA), Sumber Daya Buatan (SDB) dan Sarana prasarana nasional serta nilai-nilai, teknologi yang
tangguh untuk mendukung pertahanan negara yang dilaksanakan secara terencana, terpadu dan
berkesinambungan[4]. Disamping itu pemberdayaan wilayah pertahanan khususnya matra udara mempunyai
sasaran mewujudkan Ruang, Alat dan Kondisi juang (RAK juang) yang meliputi terkelolanya SDA, SDM, SDB
dan sarana-prasaranan nasional serta tersedianya komponen cadangan dan komponen pendukung yang
terorganisir sebagai kekuatan pengganda TNI. Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut maka TNI AU
dalam melaksanakan peberdayaan wilayah pertahanan matra udara yang dilaksanakan oleh organisasi di
jajaran TNI AU yaitu Kowil (Komando Kewilayan) yakni Koopsau dan pangkalan-pangkalan TNI AU di jajaran
dengan melaksanakan pembinaan potensi kedirgantaraan (binpotdirga). Dalam pelaksanaanya jajaran komando
kewilayahan TNI Angkatan Udara belum dapat melaksanakan secara optimal, hal ini disebabkan masih adanya
kendala baik secara internal maupun external sehingga pembardayaan wilayah pertahanan udara belum dapat
sepenuhnya mendukung tugas-tugas TNI AU. Berangkat dari permasalahan tersebut maka diperlukan suatu
kebijakan, strategi dan upaya yang tepat dan komprehensif dari TNI AU yang melibatkan segenap komponen
bangsa yang terkait untuk mengoptimalkan pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga guna
meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas TNI AU sehingga dapat mendukung penyelenggaraan pertahanan
negara.
Dari pembahasan latar belakang di atas maka permasalahan utama yang menjadi fokus pembahasan adalah:
bagaimana mengoptimalkan pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga guna meningkatkan
pelaksanaan tugas-tugas TNI AU dalam rangka mendukung penyelenggaraan pertahanan negara .
2.

Pokok-Pokok Persoalan.

Pokok persoalan dari permasalahan diatas adalah sebagai berikut :

a.
Belum Memadainya Struktur Organisasi Binpotdirga. Dalam melaksanakan pemberdayaan wilayah
pertahanan TNI AU dengan melaksanakan binpotdirga. Dengan melihat perkembangan situasi dan kondisi yang
ada saat ini maka organisasi binpotdirga dijajaran TNI AU belum tertata secara proporsional dihadapkan dengan
luasnya wilayah yang harus di cakup, beratnya beban dan tanggungjawab yang diemban baik di tingkat
Mabesau, Kotama, maupun Lanud sehingga organisasi binpotdirga yang ada kurang memadai dalam
melaksanakan kegiatan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
b.
Terbatasnya Personel Binpotdirga. Terbatasnya jumlah staf perwira dan bintara yang berkualifikasi
binpotdirga ( personel yang sudah kursus binpotdirga ) sebagai koordinator pelaksanaan di lanud-lanud
menjadi kendala dalam pemberdayaan wilayah pertahahan udara, mengingat tugas dan tanggungjawab yang
berat sehingga memerlukan personel yang profesonal sesuai dengan bidang tugasnya, karena saat ini di
beberapa lanud, jabatan kasi binpotdirga tidak semuanya terisi dan terkadang dirangkap oleh kadisop lanud.

15/27

c.
Terbatasnya Piranti Lunak . Piranti lunak sebagai payung hukum bagi TNI AU dan jajaranya dalam
melaksanakan tugas sebagai pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui binpotdirga adalah sebagai
berikut :
1)
Undang-udang komponen cadangan dan pendukung pertahanan Negara (KCPN) dan (KPPN)
saat ini belum ada sehingga hal ini menjadi penghambat terhadap usaha penyiapan komponen cadangan dan
komponen pendukung pertahanan Negara yang berakibat pada pelaksanaan pembinaan terhadap potensi
dirgantara yang belum dapat dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang baku.
2)
Kesepakatan bersama memorandum of understanding ( MOU) antara Mendagri dan Kasau
tentang Binwilhan (Pembinaan Wilayah Pertahanan) belum ada sehingga belum seluruh Pemda mengerti dan
memahami pentingnya pembinaan wilayah yang diberdayakan untuk kepentingan pertahanan negara.
3)
Terbatasnya buku-buku petunjuk induk tentang binpotdirga di TNI AU terutama terkait khusus dengan
pemberdayaan wilayah pertahanan matra udara, saat ini pemberdayaan wilayah pertahanan matra udara
diamanatkan sebagai tugas TNI AU seperti yang tertuang dalam Doktrin Swa Bhuwana Paksa Tahun 2007
sebagai buku petunjuk dasar, namun belum dijabarkan ke dalam piranti lunak dibawahnya.
d.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana. Fasilitas, sarana dan prasarana sebagai pendukung
dalam melaksanan kegiatan merupakan kebutuhan yang harus mendapatkan prioritas. Namun sarana dan
prasaran saat ini yang tersedia di Lanud-lanud dalam mendukung kegiatan binpotdirga terkait dengan kegiatan
olah raga dirgantara masih sebatas di lanud-lanud yang berada di kota antara lain, workshop sebagai tempat
perbaikan dan pengembagan selanjutnya belum dimiliki padahal dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedirgantaraan saat ini sangat mungkin dikembangkan pesawat aeromodelling menjadi pesawat UAV
yang dapat dimanfaatkan oleh TNI AU dalam kekuatan matra udara
e.
Terbatasnya Anggaran. Anggaran binpotdirga terkait dengan tugas pemberdayaan wilayah
pertahanan yang ada dari Kodam selaku Penyelenggara Tugas dan Fungsi/ PTF Kemhan di daerah dan
anggaran yang berasal dari TNI AU kurang memadai sehingga membatasi kegiatan yang dilaksanakan.
f. Belum Optimalnya Mekananisme Pembinaan Sumber Daya Nasional. Pembinaan terhadap sumber
daya nasional aspek udara yang disiapkan sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung bagi
kepentingan pertahanan negara khusus matra udara perlu dilaksanakan secara terarah dan berlanjut dan
melibatkan instansi tekait baik Pemda maupun swasta. Pada pelaksanaanya saat ini terbatas di bawah
koordinasi Kodam sebagai Pelaksana Tugas dan Fungsi (PTF) Kemhan di daerah sedangkan Lanud sebagai
Kowil TNI AU dalam pembinaan terhadap potensi dirgantara nasional masih terbatas pada inventarisasi.
g. Belum Adanya Keterpaduan Penataan Ruang Wilayah Pertahanan Matra Udara di Daerah. Dalam
pelaksanaan pemberdayaan wilayah pertahanan matra salah satunya adalah mewujudkan kondisi RAK juang
yang diimplementasikan dengan penataan dan pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pertahanan
udara. Permasalahannya adalah belum terpadunya terkait tujuan dan persepsi penataan ruang wilayah di
daerah khususnya matra udara dengan kepentingan Pemda dalam melaksanakan pembangunan di daerah.
3.

Pokok-Pokok Pemecahan Persoalan.

a.
Kebijaksanaan. Terwujudnya optimalisasi pemberdayaan wilayah pertahanan udara melalui
binpotdirga dengan perwujudan organisasi binpotdirga yang memadai, penambahan personel binpotdirga,
pemenuhan piranti lunak, pemenuhan sarana dan prasarana, peningkatan anggaran, pengoptimalan
mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara, dan perwujudan keterpaduan penataan ruang
wilayah pertahanan di daerah guna meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas TNI AU dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pertahanan negara.

16/27

b.
Strategi.
berikut :

Untuk mewujudkan kebijakan diatas perlu diambil langkah-langkah strategi sebagai

1)
Strategi 1. Mewujudkan strukur organisasi binpotdirga yang memadai dengan tujuan agar
organisasi binpotdirga tersebut memilki kewenangan yang lebih luas dan pengawakanya lebih mewadahi
sehingga mampu melaksanakan program kerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya dengan metode
yang digunakan adalah re-organisasi di Mabes TNI AU, Kotama dan Lanud dengan sarana pengusulan serta
koordinasi di tingkat Mabes TNI dengan Mabes TNI AU.
2).
Strategi 2. Menambah jumlah personel binpotdirga yang mempunyai kemampuan untuk
mengembangkan potensi kedirgantaraan, mempunyai pengetahuan yang memadai dalam bidang
kebinpotdirgaan dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi staf binpotdirga dalam melaksanakan tugasnya
dan mengembangkan kedirgantaraan sebagai sarana pemberdayaan kewilayahan TNI AU dengan metode yang
gunakan adalah merumuskan, rekriutmen, pendidikan, pengkajian, melalui sarana dinas penerimaan personel,
lembaga-lembaga pendidikan TNI AU /Kodikau.
3).
Strategi 3.
Memenuhi penyediaan piranti lunak yang meliputi Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
buku petunjuk Induk maupun piranti lunak pada lintas sektoral seperti pemda dan swasta, dengan tujuan
memberikan dasar atau payung hukum bagi organisasi, satuan/personel dalam pelaksanaan pembinaan
kedirgantaraan sehingga proses pembinaan dapat dilaksanakan secara terencana, teratur dan
berkesinambungan dengan metode perumusan,penyusunan, pembuatan,revisi, distribusi, kerjasama, dan
sosialisasi melalui sarana koordinasi pejabat yang terkait di Kementerian Pertahanan, Mabes TNI/TNI AU
maupun kotama dan lanud.
4). Strategi 4. Memenuhi sarana dan prasarana dengan tujuan meningkatkan kemampuan TNI AU dalam
melaksanakan pengembangan binpotdirga terutama berkaitan dengan kegiatan pembinaan minat dirgantara
dengan metode pengusulan, pengadaan, pembuatan dan kerjasama melalui dinas penelitian dan
pengembangan TNI AU dan koordinasi antar organisasi serta pejabat terkait.
5).
Strategi 5 Meningkatkan anggaran dengan tujuan menambah dan mengefektifkan penggunaan
anggaran binpotdirga dengan metode perubahan mekanisme penganggaran, penyusunan, penyesuaian melalui
sarana Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU serta pembuatan renproja, laporan renlakgiat
secara tertib dan teratur.
6)
Strategi 6.
Mengoptimalkan mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara (SDN) dalam
menyiapkan komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara dengan tujuan meningkatkan
pertahanan Negara matra udara dan mewujudkan sistem pertahanan Negara yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh komponen bangsa dengan metode pembinaan yang meliputi pengkajian, inventarisasi,
perekrutan, pendidikan, pelatihan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pengerahan dan pengakhiran
melalui sarana pengorganisasian, koordinasi, sosialisasi dan kerjasama antar lintas sektoral.
7) Strategi 7.
Mewujudkan keterpaduan penataan ruang wilayah pertahanan di daerah dengan tujuan
terwujudnya persamaam persepsi terkait dengan RTRW pertahanan antara kepentingan sipil dan militer dengan
memperhatikan kepentingan kesejahteraan dan kepentingan pertahanan khususnya matra udara. Metoda yang
digunakan adalah pendataan, pembuatan, sosialisasi, kerjasama, pengawasan dan pengendalian melalui
sarana koordinasi antar instansi yang terkait dan sinkronisasi program pembangunan daerah dalam bentuk
master plan.
c.
Upaya. Untuk mewujudkan kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan upaya-upaya sebagai berikut:
1).
Strategi 1. Mewujudkan struktur organisasi binpotdirga yang memadai mulai dari tingkat Mabes TNI AU
sampai tingkat lanud dengan cara sebagai berikut:
a)

Mabes TNI AU mere-organisasi struktur jabatan Dispotdirga tidak lagi dibawah supervisi Asops Kasau

17/27

namun berdiri sendiri dengan struktur jabatan baru setingkat asisten berpangkat bintang dua langsung dibawah
Kasau sehingga pembinaan potensi kedirgantaraan yang dilaksanakan dapat lebih terukur dan tercapai sesuai
dengan tujuan dan sasaran.
b)
Mabes TNI AU merevisi organisasi jabatan Pabandya binpotdirga di tingkat kotama menjadi jabatan
setingkat asisten dengan pangkat Kolonel dan membawahi baberapa Pabandya. sehingga dengan kewenangan
yang dimilki mampu melaksanakan tugas pembinaan potensi dirgantara dengan lebih luas dan terarah.
c)
Mabes TNI AU merevisi organisasi jabatan Kasibinpotdirga menjadi jabatan setingkat Kadis di lanud
(Lanud tipe A berpangkat Kolonel, Lanud Tipe B berpangkat Letnan Kolonel, Lanud Tipe C berpangkat Mayor
dan Lanud tipe D berpangkat Kapten)
2).

Strategi 2.

Menambah jumlah personel binpotdirga dengan cara sebagai berikut:

a)
Mabes TNI AU melalui Dispotdirga dan Kodik AU melaksanakan penyusunan kurikulum pendidikan
binpotdirga yang komprehensif dan berkesinambungan dengan menyesuaikan perkembangan lingkungan
strategis yang ada khususnya terkait dengan aspek kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan
sehingga materi pelajaran tersebut dapat mengikuti dan selaras serta relevan dengan perkembangan kondisi
yang ada.
b)
Kodikau melalui Skadron Pendidikan (Skadik) melaksanakan pendidikan binpotdirga sesuai dengan
kurikulum yang telah disusun kepada personel yang akan bertugas sebagai pelaksana binpotdirga baik Perwira,
Bintara maupun Tamtama terutama tingkat operasional Kotama dan Lanud sehingga memilki kemampuan dan
pengetahuan tentang binpotdirga yang memadai.
c)
Mabes TNI AU melalui Kodikau melaksanakan penambahan frekuensi pendidikan binpotdirga dan
penambahan alokasi personel peserta pendidikan.
d)
Mabes TNI AU melaksanakan rekruitmen personel binpotdirga khususnya perwira yang memiliki
prestasi baik dan mempunyai latar belakang ilmu kedigantaraan.
3).

Strategi 3.

Memenuhi penyediaan piranti lunak dengan cara sebagai berikut :

a)
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI melaksanakan sosialisasi dan
komunikasi dengan Kementerian dan instansi terkait, DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) serta masyarakat pada umumnya tentang rencana jangka panjang (blue print)
pemberdayaan wilayah pertahanan yang dilaksanakan oleh TNI melalui kematraan masing-masing (TNI AU
melalui binpotdirga) serta perlunya penyiapan secara dini potensi sumber daya nasional sebagai kekuatan
pendukung pertahanan Negara sehingga mempercepat dapat proses legislasi RUU tentang Komponen
Cadangan Pertahanan Negara (KCPN), RUU Komponen Pendukung Pertahanan Negara (KPPN) dan RUU
lainnya serta mekanisme penyelenggaraannya.
b)
Mabes TNI AU dalam hal ini adalah Kasau membuat kerjasama dalam bentuk MOU dengan Mendagri
tentang binpotdirga dalam kaitannya dengan pembinaan wilayah pertahanan aspek udara sebagai dasar dan
pedoman bagi TNI AU (Kowil TNI AU) dan pejabat Pemda dalam melaksanakan koordinasi dan kerjasama
sehingga proses pembinaan dan pemberdayaan wilayah pertahanan yang meliputi pembinaan sumber daya
nasional dan sarana prasarana dapat lebih optimal.
c)
Mabes TNI AU menyusun buku petunjuk induk tentang binpotdirga yang menjabarkan dan menjembatani
Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Pakca sebagai Buku Petunjuk Dasar (Bujukdas) dengan Buku Petunjuk
Pelaksanaan (Bujuklak) dan Buku Petunjuk Teknis (Bujuknis) di bawahnya.
4).

Strategi 4 Memenuhi sarana dan prasarana dengan cara sebagai berikut :

18/27

a)
Mabes TNI AU dan Mabes TNI mengusulkan kepada Kemeterian Pertahanan melalui pengajuan untuk
pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan khususnya ke Lanud-lanud di jajaran dalam kaitanya
dengan tugas binpotdirga sebagai sarana melaksanakan tugas pemberdayaan wilayah pertahanan berupa
fasilitas perkantoran dan sarana mobilitas personel dalam rangka melaksanakan pembinaan terhadap sumber
daya nasional yang berada di wilayah tersebut.
b)
Mabes TNI AU menyediakan fasilitas dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai kepada
satuan-satuan di daerah/Lanud seperti peralatan olahraga kedirgantaraan, aeromodelling, dukungan pesawat
udara untuk joy flight bagi masyarakat sekitar lanud sehingga dengan adanya sarana dan prasarana yang
memadai maka dalam menumbuhkan minat kedirgantaraan melalui olah raga dirgantara dapat lebih optimal.
c)
Mabes TNI AU melalui Dinas Penelitian dan Pengembangan menyediakan workshop sebagai sarana
untuk melaksanakan menelitian dan pengembangan terhadap pesawat aeromodelling untuk dijadikan sebagai
pesawat UAV sehingga nantinya dapat dipergunakan untuk kepentingan TNI AU.
5).

Strategi 5. Memenuhi anggaran dengan cara sebagai berikut :

a)
Kemhan dan Mabes TNI merubah mekanisme anggaran dalam kegiatan pemberdayaan wilayah
pertahanan sebagai rangkaian dalam kegiatan binpotdirga yang selama ini dilaksanakan ke Kodam sebagai
PTF Kemhan, namun dengan adanya Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang /27/IV/2010 tentang penetapan
gelar bala Pertahanan Wilayah (Balahanwil) sebagai Kowil TNI dimana Koopsau dan Lanud jajaran ditetapkan
sebagai Kowil TNI AU yang posisinya sejajar dengan Kowil TNI AD dan Kowil TNI AL maka terkait masalah
anggaran untuk TNI AU seharusnya sudah tidak lagi melalui Kodam akan tetapi langsung diterimakan ke Kowil
TNI AU sehingga proses mekanisme anggaran lebih efektif.
b)
Mabes TNI AU melaksanakan penyesuaian penggunaan angaran pemberdayaan wilayah pertahahanan
udara melalui binpotdirga yang ada dengan baik dengan lebih efisisen dan disesuaikan dengan cara menyusun
kegiatan atau program kerja secara skala prioritas..
c)
Mabes TNI AU melaksanakan pengawasan dan memonitor terhadap penggunaan anggaran berupa
pembuatan rencana pelaksanaan kegiatan (renlaksgiat) setiap bulan, Tri wulan, Semester dan tahunan yang
memuat pelaksanaan kegiatan binpotdirga terutama yang ada di lanud-lanud sehingga tidak terjadi kebocoran
dalam penggunaan anggaran.
6)
Strategi 6. Mengoptimalkan mekanisme pembinaan sumber daya nasional aspek udara .
Penyelenggaraanya sebagai berikut :

a)

Pengkajian.

(1)
Kementerian Pertahanan bekerjasama dengan Mabes TNI dan instansi terkait melaksanakan pengkajian
untuk merumuskan tujuan, sasaran dan strategi manajemen SDN terkait dengan penyiapan komponen
cadangan dan pendukung pertahanan negara.
(2)
Mabes TNI AU mengkaji, merumuskan dan menyusun postur SD N yang memenuhi kriteria untuk
dipersiapkan sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara yang meliputi kemampuan
dasar yang dibutuhkan untuk memperkuat TNI AU sebagai komponen utama pertahanan Negara matra udara
serta sebagai pedoman bagi Kowil TNI AU dalam menyelenggarakan pembinaan SDN di daerah.
b)
(1)

Inventarisasi.
Kemhan dan Mabes TNI bekerjasama dengan Pemda dan instansi terkait melaksanakan

19/27

inventarisasi/pendataan SDN sesuai dengan matra masing-masing angkatan.


(2)
Mabes TNI AU mellui Koopsau dan Lanud melaksanakan inventarisasi SDN yang sesuai dengan kriteria
sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara di wilayah tugasnya.
c)
Perekrutan.
(1)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan pencatatan terhadap SDN yang
telah memenuhi persyaratan untuk didata dan klasifikasikan dalam komponen cadangan dan komponen
pendukung matra udara.
(2)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan penetapan terhadap SDN yang
memenuhi persayaratan sesuai dengan postur komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara.
(3)
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan proses administrasi terhadap
SDN yang terpilih mencakup pembuatan kartu anggota, ansuransi, dan ketentuan lain yang ditetapkan sebagai
komponen cadangan dan komponen pendukung kekuatan matra udara.
d)

Pedidikan dan pelatihan.

(1)
Kementerian pertahanan dan Mabes TNI, dibantu Kementerian/instansi pemerintah non kementerian
yang terkait membuat kebijakan umum tentang pembinaan (pendidikan dan pelatihan) dari SDN khususnya
SDM yang telah ditetapkan.
(2)
Kowil TNI termasuk Pangkalan TNI AU mendukung kebijakan umum Kementerian Pertahanan dan
Mabes TNI dengan melaksanakan tugas penyiapan program pendidikan dan latihan sesuai dengan rumusan
dan kebijakan dari atas (Kamhan dan Mabes TNI).
e)
Pengawasan dan Pengendalian.
(1)
Kementerian pertahanan dan Mabes TNl merumuskan kebijakan dan program pengawasan dan
pengendalian serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara bersama-sama dengan
kementerian/instansi terkait lainnya dalam penyelenggaraan manajemen SDN.
(2)
Mabes TNI AU melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembinaan SDN
pertahanan matra udara yang dilaksanakan jajaran Kowil TNI AU.
f)
Pengerahan.
(1)
Kemhan dan Mabes TNI merumuskan kebijakan serta ketentuan tentang mekanisme dan prosedur
pengerahan SDN yang sudah terbentuk sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung pertahanan
disesuaikan dengan Undang undang.
(2)
Mabes TNI AU bersama dengan Pemda serta instansi terkait lainnya serta Lembaga Kemasyarakatan
(LSM) mendukung pelaksanaan pengerahan SDN yang terpilih dalam menghadapi keadaan darurat di wilayah
tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
g)

Pengakhiran.

(1)
Kementerian Pertahanan menyusun kebijakan mengenai pengembalian dan pengakhiran penggunaan
SDN sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung yang disesuaikan dengan undang-undang.
(2)
Mabes TNI dan Mabes TNI AU melaksanakan kebijakan dari Kementerian Pertahanan secara
operasional dan teknis dalam rangka pengembalian dan pengakhiran masa penggunaan SDN sebagai
komponen cadangan dan komponen pendukung matra udara.

20/27

7)
Strategi 7. Mewujudkan keterpaduan penataan ruang wilayah pertahanan di daerah dengan cara
sebagai berikut :
a)
Kementerian Pertahanan, bekerjasama dengan Kementerian lain yang terkait dan Lembaga Non
Kementerian merumuskan kebijakan strategis dan mensinergikan program pembangunan nasional di daerah
dengan penyelenggaraan pemberdayaan wilayah pertahanan dalam bentuk penataan ruang wilayah secara
terpadu antara kepentingan militer dengan sipil.
b)
Mabes TNI merumuskan kebijakan operasional dalam
bentuk peraturan Panglima TNI terkait dengan pemberdayaan
wilayah dan potensi pertahanan khususnya dalam pembuatan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pertahanan.
c)
Mabes TNI AU melalui Koopsau dan lanud-lanud di
jajaran bekerjasama dengan Pemda dan instansi terkait lainnya
melaksanakan pendataan di wilayahnya terhadap aspek kondisi
geografis, demografi, sosial budaya termasuk adanya
kemungkinan ancaman, potensi sumber daya nasional ,obyek
vital dan permasalahan yang ada dari keseluruhan aspek
tersebut dalam rangka pembuatan RTRW pertahanan matra
udara.

[1] Departemen Pertahanan RI. Strategic Defence Review : Menata Sistem Pertahanan. Jakarta: Dephan RI,
2005. Hal. 5
[2] Setneg RI. Undang-undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Bab IV, Bagian
Ketiga, Pasal 7.
[3] Bujukin TNI AU Tentang Operasi Udara No Skep/475/XII/2006
[4] Ceramah Aster TNI Pada Pelajaran Pasis Seskoau A-48 TP 2011.

KAJIAN
PENERAPAN KONSEP REVOLUTION IN MILITARY AFFAIR (RMA) DI TNI AU
DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI INFORMASI

1.

Pendahuluan.

a.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat membawa kemajuan disegala bidang.
Dalam bidang kemiliteran perkembangan tersebut, juga telah secara revolusioner merubah cara-cara dalam
melaksanakan dan memenangkan sebuah peperangan dengan menggunakan kekuatan yang moderen efektif
dan efisien, sehinggan perkembangan doktrin dan strategi militer di negara-negara di dunia banyak mengalami
perubahan. Perubahan dalam lingkungan pertahanan tersebut populer dengan terminologi Revolution in Military
Affairs (RMA) yang meliputi elemen-elemen precision strike, information warfare, dominating maneuvers, dan
space warfare. Menyikapi hal tersebut TNI sebagai komponen utama pertahanan negara yang mempunyai
tugas pokok mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan

21/27

negara selalu berupaya dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dengan
berbagai tindakan yang mengarah kepada pengunaan teknologi dalam berbagai operasi maupun latihan.
Terkait dengan konsep Revolution in Military Affairs (RMA) maka TNI perlu mencermati dan mengkaji
kemungkinan penerapan konsep RMA tersebut dalam pelaksanaan tugas pokok.
b.
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara sebagai bagian integral dari TNI mempunyai tugas salah
satunya adalah menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan
ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi[1]. Dengan wilayah Negara Indonesia
yang begitu luas tentunya dibutuhkan suatu kemampuan bagi TNI Angkatan Udara dalam menjalankan
tugasnya.Salah kemampuan yang harus dimiliki adalah keunggulan teknologi yang didalamya termasuk
kemampuan operasi informasi. .Dalam melaksanakan operasi informasi kegiatan yang dilaksanakan berupa
penyerangan dan perlindungan terhadap system informasi,intelejen,penerangan,psikologi,komlek dan infolahta
yang tergabung dalam satu satuan tugas pelaksana operasi informasi,sehingga dalam pelaksanaanya
diperlukan suatu komando dan pengendalian yang terpusat[2]. Sesuai dengan doktrin tersebut ,maka sebagai
organisasi yang sarat dengan kemajuan teknologi maka TNI AU selalu berupaya mengikuti dan menerapkan
teknologi terbaru yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan strategi.Namun pemanfaatan teknologi informasi
yang ada di TNI AU saat ini masih kurang dan mengalami banyak kendala diantaranya aspek organisasi,
operasional,personel,alutsista,system informasi ,dan sarana / prasarana.Berangkat dari permasalahan tersebut
maka perlu adanya sebuah perubahan terhadap strategi dan organisasi operasional TNI AU yang menyangkut
permasalahan guna meningkatkan kemampuan operasi informasi dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
c.
RMA (Revolution in Military Affairs ) adalah sebuah perubahan tentang peperangan masa depan, dimana
sering dikaitkan dengan perubahan terhadap teknologi dan organisasi yang ditujukan terhadap peperangan.
Peperangan masa depan adalah peperangan informasi, network-centric warfare, Komado dan Kendali
terintegrasi yang semuanya berbasis tehnologi informasi yang bermuara pada Keamanan Nasional[3]. RMA
meliputi elemen-elemen precision strike, information warfare, dominating maneuvers, dan space warfare yang
saling terhubung dan terintegrasi sehingga menghasilkan suatu system pertempuran yang efektif dan
efisien.Penerapan RMA nyatanya membawa pengaruh kepada banyak pihak. Dan pada umumnya menerapkan
pengetahuan tersebut sebagai bagian dari program perubahan jajaran militer yang lebih baik, lebih siap, dan
terukur. Sebagai acuan utama RMA adalah teknologi, yang akan mempengaruhi doktrin dan organisasi
operasional. Secara garis besar, keterkaitan satu elemen dengan elemen lainnya, dapat dipetakan sebagai
berikut: Benar bahwa acuan awalnya adalah aspek teknologi, akan tetapi banyak pihak me-ngembangkan RMA
sesuai dengan kondisi nyata yang dihadapi, misalnya keterbatas-an finansial. Situasi tersebut memaksa kepada
jajaran militer untuk mencari solusi, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas, dengan meninjau
doktrin dan organisasi operasional[4]. Berdasarkan hal tersebut diatas Maka TNI AU perlu melihat konsep
RMA,sebagai suatu perubahan yang baik terhadap strategi maupun kekuatan yang dapat meningkatkan
kemampuan TNI AU ke depan. Dengan melihat begitu pentingnya konsep RMA maka dibutuhkan suatu
pemikiran dan kajian tentang penerapan RMA oleh TNI Agkatan Udara sebagai sarana menyiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan dalam menghadapi pesatnya kemajuan teknologi informasi yang menjadi landasan
penting bagi perkembangan strategi TNI AU guna meningkatkan kemampuan operasi informasi (information
warfare) dalam mendukung tugas pokok TNI.
2.

Dasar-dasar Pemikiran.

Dasar-dasar pemikiran dalam penulisan kajian ini adalah.

a.
Undang Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Pertahanan
negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara
b.
Undang Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas
melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi

22/27

militer selain perang , serta ikut serta aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional
c.
Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Paksa (Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/3/IV/2007.
Perkembangan teknologi yang pesat telah memungkinkan pemanfaatan media udara secara luas untuk
berbagai kepentingan dan memunculkan suatu kekuatan baru yang dikenal sebagai kekuatan udara. Dalam
aspek militer, kekuatan udara yang pada awal kelahirannya merupakan pelengkap dari kekuatan darat, telah
menjadi kekuatan yang sangat menentukan bagi kemenangan perang. Sedangkan dalam aspek nonmiliter,
kekuatan udara berperan penting dan tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan masyarakat. Kekuatan udara
yang memiliki karakteristik dan kemampuan yang bersifat khas dapat digunakan dalam dimensi yang sangat
luas.
d.
Bujukin Tentang Operasi Informasi Skep/133/Xll/2005. Operasi informasi adalah merupakan
salah satu macam operasi udara yang penyelenggaraanya memadukan berbagai kemampuan teknologi
informasi,intelejen,komunikasi dan elektronika,psikologi,infolahta dan penerangan.
3.

Identifikasi Masalah.

Berdasarkan latar belakang diatas maka identifikasi masalah adalah :

Kemampuan TNI AU dalam melaksanakan operasi informasi saat ini masih belum optimal hal ini
disebabkan oleh pemanfaatan teknologi informasi yang kurang yang di akibatkan dari kendala aspek
organisasi,operasional , personel,alutsista,system informasi, serta sarana dan prasarana.
4.

Fakta-fakta. Dari berbagai sumber berita maka fakta-fakta yang diperoleh adalah :

a. Belajar dari RRC. RRC memiliki kemampuan nuklir dan juga kemampuan konvensional. Kalau dulu
militer konvesional RRC dari sisi personel besar tapi rendah teknologi sehingga ditutupi dengan kemampuan
nuklirnya, maka saat ini, setelah melakukan RMA (Revolution in Military Affairs ), RRC memodernisir kekuatan
militer konvensionalnya untuk dapat menangani konflik regional (see: Peou, Cambodia after the Cold War: the
Search for Security Continue, 1995, p.7)[5].
b. Harus diakui bahwa TNI, belum bersentuhan dengan RMA, bahkan terkena imbas RMA dari negara lain
pun mungkin belum. Hal ini dapat dilihat dari hasil SDR (Strategic Defence Review) atau pengembangan
rencana strategis (Bangrenstra) yang dilaksanakan saat ini.[6]
5.
Kemungkinan Pemecahan Masalah. Berdasarkan persoalan yang ada maka kemungkinan
pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan adalah mengkaji tentang penerapan konsep Revolution in
Military Affairs ( RMA ) yang meliputi elem-elemen RMA dihadapkan pada kondisi TNI AU saat ini yang dapat
diuraikansebagai berikut:
a.
Precision strike. Precision strike adalah kemampuan untuk mengetahui
musuh dari tingkat
operasional sampai tingkatan strategi dengan memilih dan memprioritaskan sasaran[7]. Dari elemen tersebut
maka dapat dibuat kajian terhadap kondisi TNI AU saat ini yang berpengaruh pada organisasi dan operasional
dengan penjelasan sebagai berikut :
1)
Organisasi. Elemen precision strike sangat penting bagi kemampuan TNI AU ke depan .Di harapkan
TNI AU mampu memprediksikan ancaman-ancaman dan tantangan yang harus dihadapi kedepan termasuk
pengaruh lingkungan strategis serta mampu meyusun strategi untuk mengantisipasi.
2)
Operasional. Di tingkat operasional,para komandan diharapkan mampu memilih dan menentukan
prioritas sasaran dengan tepat.
b.
Domination maneuver.
Dominasi manuver adalalah merupakan unsur yang penting di
dalam setiap pertempuran. Dominating maneuver diintegrasikan dengan precision strike dan space
warfare dapat mematahkan titik pusat lawan dalam rangka menguasai pertempuran. Precision

23/27

strikedan information warfare menghancurkan sasaran dan melumpuhkan musuh sementara


dengan dominating maneuver akan menguasai titik pusat lawan sehingga tidak ada pilihan lain bagi lawan
kecuali menyerah.[8].Dari elemen tersebut maka dapat dikaji terhadap penerapandi TNI AU dari aspek-aspek
sebagai berikut :
1)
Alutsista.
Kemampuan Alutsista TNI AU masih sangat terbatas,baik dari pesawat,radar,dan
persenjataan,sedangkan elemen Domintion maneuver membutuhkan kemampuan alutsista yang tinggi dalam
mengaplikasikan konsep ini.
2)
Personel.
Profesionalisme personel TNI AU belum sepenuhnya optimal.Sehingga perlu
mempersiapkan dengan berbagai pendidikan dan latihan.
3) Sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana masih terbatas sehingga perlu peningkatan
kesiapan sarana dan prasarana yang memadai.
c.
Space warfare.
Konsep ini lebih populer dikenal dengan nama Star Wars yang merupakan area
keempat perang yang memanfaatkan lingkungan angkasa luar. Kemajuan teknologi komunikasi terutama satelit
memungkinkan space warfare terjadi. Dengan menggunakan satelit, dari ketinggian tertentu dapat memperbaiki
dan memperluas pengintaian. Satelit juga dapat menyajikan data rinci sasaran, menyediakan sistem navigasi
terutama kepada pasukan tempur, dan memberikan informasi tentang permukaan bumi[9].Dari elemen tersebut
maka konsep ini sangat penting untuk perkembangan kekuatan dan kemampuan TNI AU kedepan namun
konsep ini sangat membutuhkan penguasaan teknologi komunikasi khususnya satelit.
d.
Information warfare. Di masa lalu militer memandang informasi hanya merupakan pendukung
pertempuran. Di masa yang akan datang informasi tidak lagi merupakan fungsi pendukung tetapi sudah
memegang peranan yang utama di dalam pertempuran.[10] Dalam konsep RMA ini information warfare harus
dapat terintegrasi dengan elemen-elemen lainya sehingga menghasilkan suatu sistem informasi yang mampu
menyajikan data yang cepat,akurat dan aman.TNI AU belum sepenuhnya mampu menerapkan sistem informasi
yang baik dalam pelaksaan operasi informasi.
6.

Penutup

Kesimpulan.
Dengan kajian tentang penerapan konsep Revolution in Military Affairs (RMA) maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a.
.Konsep Revolution in Military Affairs (RMA) sangat penting untuk di terapkan oleh TNI AU dihadapkan
pada aspek ancaman dan tantangan kedepan dimana kemajuan teknologi sangat mendominasi dalam
perkembangan kekuatan dan strategi militer.
b.
Konsep. Revolution in Military Affairs (RMA) memerlukan kesiapan TNI AU dari segi
organisasi,operasional,personil,alutista,sistem informasi serta sarana dan prasarana.
Saran.
. Dengan kajian tentang penerapan konsep penerapan Revolution in Military Affairs (RMA)
disarankan agar TNI AU meningkatkan pembinaan kemampuan dalam dalam menghadapi perkembangan
teknologi informasi sehingga kedepan TNI AU mampu memprediksi ancaman-ancaman yang datang dan
mampu menyusun strategi yang tepat untuk menghadapi ancaman tersebut.

[1] Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI


[2] Vademikum operasi dan latihan TNI AU
[3] http://forsinova.blogspot.com/2009/11/rma-tni-revolution-in-military-affairs.html
[4] REVOLUTION+IN+MILITARY+AFFAIR+DI+TNI+AU&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefoxa&source=www.google.co.id

24/27

[5] http://www.tandef.net/conventional-vs-unconventional-military-capability-quo-vadis-tni-ad.
[6] file:///D:/PENERAPAN%20RMA%20TNI.htm
[7] http://forsinova.blogspot.crecom/2009/11/rma-tni-revolution-in-military-affairs.html
[8] ibid
[9] ibid
[10] ibid

Bob Johansen, Leaders Make the Future: Ten New Leadership Skills for Uncertain World , Barret-Koehle
Publishers, San Franscisco, 2009.
Buku ini mengulas bahwa pemimpin masa depan memerlukan pandangan jauh ke depan ( vision), pemahaman
(understanding), ketajaman ( clarity), dan kelincahan (agility) atau VUCA. Aspek negatif VUCA dapat diubah
menjadi kepemimpinan efektif yang mengikuti prinsip-prinsip kesementaraan (volatility) menghasilkan
pandangan jauh ke depan, ketidakpastian (uncertainty) menghasilkan pemahaman, kompleksitas (complexity)
menghasilkan ketajaman, dan ambiguitas (ambiguity) menghasilkan kelincahan.
Gambar .Siklus VUCA yang terdiri dari Foresight Insight Action .
Dunia VUCA adalah masa depan yang menginspirasi dan dipenuhi dengan kesempatan-kesempatan. Cara
terbaik untuk menyiapkan diri adalah melihat 10 tahun ke depan. Untuk itu dalam buku ini disampaikan 10
keterampilan kepemimpinan baru yakni:
1)
Maker Instinct yaitu kemampuan mengeksploitasi daya dorong dalam diri untuk membangun dan
mengembangkan beragam hal sedemikian halnya membuat hubungan dengan lainnya untuk menjadikannya.
2)
Clarity yaitu kemampuan melihat dengan menembus kesulitan-kesulitan dan kontradiksi-kontradiksi ke
masa depan yang tidak dilihat oleh lainnya. Pemimpin sangat jelas mengenai apa yang sedang dibuatnya
namun sangat luwes mengenai bagaimana membuatnya terjadi.
3)
Dilemma Flipping yaitu kemampuan membalik dilema yang tak dapat diselesaikan menjadi
keuntungan-keuntungan dan kesempatan-kesempatan.
4)
Immerse Learning Ability yaitu kemampuan melibatkan diri ke dalam lingkungan yang tidak familiar
untuk mempelajari langsung dari sumber pertama.
5)
Bio-Empathy yaitu kemampuan melihat hal-hal dari titik pandang alami untuk memahami,
menghormati, dan belajar dari pola-pola alami.
6)
Constructive Depolarizing yaitu kemampuan meredam situasi-situasi tegang di mana perbedaan
mendominasi dan komunikasi terputus, serta membawa orang-orang dari budaya berbeda menuju pelibatan
konstruktif.
7)

Quiet Transparency yaitu kemampuan untuk terbuka dan otentik tanpa bermaksud pamer.

8)
Rapid Prototyping yaitu kemampuan menciptakan dengan cepat inovasi-inovasi versi awal dengan
pengharapan kesuksesan berikutnya akan memerlukan kegagalan-kegagalan awal.
9)
Smart Mob Organizing yaitu kemampuan menciptakan, melibatkan dengan, dan membangun bisnis
yang mempunyai tujuan atau jaringan perubahan sosial melalui penggunaan cerdas media elektronika dan
lainnya.
10)
Commons Creating yaitu kemampuan menanam benih, membangun, dan menumbuhkan aset-aset
bersama yang dapat memberikan keuntungan kepada orang lain dan kadang memperbolehkan kompetisi pada

25/27

tingkatan yang lebih tinggi.


Akhir-akhir ini dimedia masa baik elektronik ataupun
cetak banyak sekali pemberitaan tentang peristiwa yang
berkaitan dengan anggota TNI yang bersinggungan
dengan masyarakat. Terlebih lagi ditambah dengan
tanyangan-tayangan di televisi yang memperlihatkan
perselisihan antara TNI dengan masyarakat.. sunggun
sangat menyedihkan. Di tengah-tengan alam demokrasi
dan era reformasi saat ini sudah saatnya TNI
meninggalkan cara-cara lama yang berbau dengan
kekerasan, dan intimidasi seperti yang dilakukan
beberapa dekade yang lalu. sebenarnya berbagai upaya
telah dilakukan oleh para pemimpin TNI dalam
menyikapi arus era reformasi agar TNI tetap menjadi
tentara yang profesional dan sebagai pelindung bagi
republik ini. Sederhana saja...mari kita kembalikan
kepada apa sebenarnya "Jati Diri TNI"..sebagai tentara
rakyat, tantara pajuang , tentara nasional dan tentara
profesional serta 11 asas kepemimpinan...apa itu...

Teori Kepemimpinan TNI. Dalam lingkup TNI dikenal 11 Asas Kepemimpinan TNI yang
meliputi taqwa (ketaatan penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa), ing ngarso sung tulodo
(menjadi teladan), ing madya mangun karsa (menjadi bagian dari kelompok yang
dipimpinnya), tut wuri handayani (mendorong semangat bawahan-nya), waspada purba
wisesa (waspada dan mengawasi anak buahnya dengan baik, serta sanggup memberikan
koreksi, arahan, dan teguran bila bawahan berbuat salah), ambeg parama arta
(mengetahui yang harus didahulukan untuk kepentingan bersama), prasaja (sederhana),
satya (jujur dan loyal), gemi nastiti (bersikap hati-hati dan teliti dalam pengambilan
keputusan), belaka (berani mempertanggunjawabkan setiap tindakan serta keputusannya),
dan legawa (berjiwa besar, rela, dan ikhlas). Dengan memenuhi seluruh sifat
kepemimpinan tersebut, seseorang menjadi pemimpin yang paripurna. Dapat dipastikan
tidak ada prajurit yang dapat memenuhi seluruh kriteria tersebut, namun diharapkan
mendekati seluruh nilai kepemimpinan tersebut, sehingga dapat melaksanakan tugas
yang diamanatkan dengan optimal. Dalam kesehariannya, seorang pemimpin TNI harus
mampu menjalankan berbagai peran, baik sebagai kakak, sebagai bapak, sebagai guru,
sebagai komandan, sebagai teman dan tentunya sebagai pengayom bagi masyarakat.

26/27

27/27

Anda mungkin juga menyukai