Anda di halaman 1dari 12

TUGAS RESUME

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN WILAYAH KEMARITIMAN


1. REORIENTASI PARADIGMA DAN URGENSI PEMBANGUNAN KELAUTAN.
A. Pendahuluan.
1. Latar Belakang.
 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah "negara kepulauan terbesar di
dunia", dengan jumlah pulau 17.504 pulau dan luas wilayah 70% berupa laut.
 NKRI sebagai negara kepulauan dikumandangkan pada saat Deklarasi Juanda pada
tanggal 13 Desember 1957 yang disampaikan oleh Perdana Menteri Djuanda
Kartawidjaja. Melalui Deklarasi ini ditetapkan bahwa laut wilayah NKRI adalah 12 mil
laut yang ditarik dari garis-garis pangkai lurus yang menghubungkan titik-titik terluar
dari pulau-pulau terluar
 Deklarasi Djuanda 1957, merupakan terobosan sangat penting di bidang hukum, politik,
ekonomi, budaya, integritas wilayah negara, dan keutuhan bangsa, karena sekaligus
menandai klaim dan upaya pengakuan yuridis internasional atas status kedaulatan
negara kepulauan.
 Pengakuan internasional terhadap kedaulatan NKRI sebagai "negara kepulauan" telah
disetujui pada Konvensi Hukum Laut Ketiga (United Nations Convention on the Law of
the Sea) tahun 1982 dan telah diratifikasi melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun
1985
 Karakter budaya bangsa Indonesia yang dilandasi oleh jiwa dan semangat unsur negara
bahari, telah dibuktikan sejak zaman dahulu dengan adanya kerajaan Sriwijaya,
kerajaan Samudra Pasai dan Majapahit yang mengedepankan kemampuan armada laut
untikl perniagaan dan penguasaan wilayah. Kenyataan ini diiringi dengan pembangunan
kota-kota pesisir, untuk mengakomodasi perdagangan antar pulau dan antar negara
telah menjadi cirri Nusantara pada awal-awal abad 18.
 Secara formal pembangunan kelautan masuk ke dalam dokumen perencanaan nasional,
dimulai pada pelaksanaan REPELITA ke Enam (1994-1999) di mana fokus utama
pembangunan kelautan pada saat itu diarahkan untuk inventarisasi dan evaluasi
potensi laut. Sejalan dengan hasil inventarisasi dan evaluasi tersebut, penguatan
sumber daya manusia dan nkapasitas iptek kelautan mendapat penekanan,
dikarenakan timbulnya kebutuhan untuk mengelola potensi sumber daya alam laut
secara mandiri ke masa depan.
 NKRI sebagai negara kepulauan, memiliki sumber daya alam laut yang sangat melimpah
baik berupa hayati dan nirhayati, sehingga menjadikan NKRI sebagai salah satu lokasi
megadiversity (mega keanekaragaman) di dunia.
 Selanjutnya pembangunan sektor kelautan semakin digiatkan melalui pembentukan
kementerian tersendiri yang bertanggungjawab menangani kelautan pada tahun 2000,
sehingga berbagai program kelautan terus dijalankan dan dikembangkan. Dan pada
tahun 2013 dilihat dari sisi economic size PDB perikanan telah mencapai RP. 291,79
Triliun. Sejalan dengan itu telah dikembangkan pula 11 sektor ekonomi kelautan, yakni:
(1) perikanan tangkap; (2) perikanan budidaya; (3) industri pengolahan hasil perikanan;
(4) industri bioteknologi kelautan; (5) energy sumber daya mineral; (6) pariwisata
bahari; (7) kehutanan pesisir (coastal forestry); (8) transportasi laut; (9) industri dan
jasa maritime; (10) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil; dan (11) sumber daya non
konvensional.
 Keterbatasan pemanfaatan sumber daya kelautan mempengaruhi peran Indonesia
dalam konstelasi geopolitik dunia. Hal ini juga mengakibatkan bahwa potensi yang ada
juga tidak tergali sehingga tidak dimanfaatkan sebagai asset strategis dalam percaturan
geoekonomi dan geopolitik dunia. Dengan semakin terbatasnya ruang di daratan, maka
urgensi untuk pengembangan kelautan menjadi sangat tinggi. Langkah ini merupakan
peluang untuk mengembangkan Indonesia sebagai "poros maritim" dunia.
 Pembangunan nasional yang berjalan beberapa dekade lebih cenderung berorientasi
daratan sehingga aspek kelautan kurang mendapat perhatian secara politis. Maka mulai
pemerintahan sekarang terjadi "paradigm shift" (perubahan paradigma) untuk
menyeimbangkan bobot dan prioritas antara pembangunan daratan dengan kelautan.
 Dalam hubungan itulah, maka pembangunan kelautan dirasakan semakin penting dan
menjadi perhatian utama dan mutlak dan perlu bersinergi dengan bidang lainnya dalam
pembangunan nasional, sehingga besarnya sumber daya alam laut yang dimiliki bangsa
ini bisa dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
 Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan kelautan Indonesia juga
belum dilaksanakan secara terpadu, masih sektoral, parsial dan fragmented sehingga
sering terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan dan pengelolannya. Hal ini antara lain
dapat dicermati dari belum adanya "grand design" pembangunan bidang kelautan
Indonesia yang disepakati oleh semua stakeholders. Oleh karena itulah diperlukan
pengarus utamaan Ocean Policy (kebijakan kelautan) yang tepat dan kluat.
2. Tantangan dan Permasalahan.
Dalam kurun waktu lima tahun mendatang, tantangan pembangunan kelautan nasional adalah:

 Pertama, geopolitik dan geoekonomi kawasan terkait dengan konflik dan persaingan
ekonomi dan pengelolaan sumber daya laut khususnya di wilayah-wilayah perbatasan
laut yang disengketakan dengan negara tetangga. Termasuk di dalamnya benturan
kepentingan antara isu-isu kemaritiman global dan regional;
 Kedua, penguatan kemampuan diplomasi dan pertahanan nasional (postur pertahanan
laut) dalam penyelesaian perbatasan laut dengan negara tetangga;
 Ketiga, pembangunan ekonomi kelautan yang multisektoral dan terintegrasi antar
sektor maupun antar level/tingkat pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota).
Pengaturan pembangunan ekonomi kelautan melalui satu payung hukum dan satu
payung kelembagaan akan mampu meningkatkan koordinasi dan sinergitas
pembangunan kelautan;
 Keempat, sistem logistik dan konektivitas yang mampu menunjang mobilitas barang dan
orang antar pulau serta mendukung sektor perdagangan dan ekonomi antar pulau dan
antar kawasan berbasis negara kepulauan;
 Kelima, tata ruang dan tata kelola laut, dalam mendukung pengelolaan laut secara
terpadu dan teratur oleh berbagai sektor, pemerintahan, dan stakeholders lainnya;
Pengelolaan lingkungan laut
 Keenam, seperti pencemaran kerusakan laut dan perubahan iklim; (marine
environment)
 Ketujuh, permasalahan daya saing serta daya kompetisi dari sumber daya manusia dan
riset iptek kelautan yang masih belum mampu bersaing secara global maupun regional.
• Kedelapan, Penegakan hukum secara konsisten dalam perlindungan dan pengawasan
sumber daya kelautan, termasuk pemberantasan IUU (illegal, unreported, and
unregulated).
3. Tujuan dan Sasaran Kajian.
Kajian Kebijakan Pembangunan Kelautan (ocean policy) ini, ditujukan untuk:
 Mengidentifikasi isu dan langkah strategis pembangunan kelautan dalam rangka
mewujudkan misi ke 7 RPJPN 2005-2025;
 Mengidentifikasi dan merumuskan langkah konkrit untuk dilaksanakan dalam RPJMN
2015-2019;
 Merumuskan dasar-dasar pembangunan kelautan jangka panjang untuk mewujudkan
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berorientasi maritime;
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari kajian ini adalah:
 Teridentifikasi lingkup dan komponen-komponen pembangunan kelautan untuk
mewujudkan negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang berorientasi negara
maritime;
 Tersusunnya pemikiran untuk konsep pelaksanaan Rencana Pembangunan Kelautan
tahun 2015 - 2019 dan ide-ide dasar untuk penyusunan Road Map pembangunan
kelautan jangka panjang.
4. Hasil yang diharapkan.
Hasil dari kajian ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang:
o Pemetaan kebijakan dan strategi untuk mengoptimalkan potensi kelautan untuk
mendukung pertumbuhan nasional dan peningkatan kesejahteraan.
o Penyusunan rumusan kebijakan pembangunan kelautan jangka menengah dan
pemikiran awal untuk langkah pembangunan kemaritiman jangka panjang.
B. Landasan Pemikiran.
1. Umum.
 Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 194, yang berbentuk
kehidupan sebagai: satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan dan
keamanan dalam satu ruang kehidupan yang meliputi daratan, lautan dan udara serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Cara pandang ini akan selalu menjiwai
bangsa Indonesia dalam hidup dan kehidupan nasionalnya maupun kehidupan
internasionalnya.
 Rumusan wawasan nusantara secara formal pertama-tama dikemukakan dan dikenal
dalam TAP MPR IV/1973 dan seterusnya berturut-turut dicantumkan dalam TAP MPR
1978, 1983 dan 1988 yang ditetapkan sebagai wawasan untuk mencapai Tujuan
Pembangunan Nasional yang menyeluruh dalam wadah NKRI sebagai satu kesatuan
politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan hukum.
 Berdasarkan doktrin dasar Wawasan Nusantara, bangsa Indonesia harus dapat
menggunakan wilayah lautnya sebagai bagian dari ruang hidup bangsa guna
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupannya.
 Oleh karena itulah, penyusunan kebijakan kelautan Indonesia ditujukan untuk
mendukung percepatan Pembangunan Nasional dalam mewujudkan cita-cita luhur
bangsa Indonesia melalui pembangunan bidang kelautan.
 Kebijakan Kelautan Indonesia, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang tujuan, sasaran, strategi, dan upaya serta penanggungjawabnya. Hal ini
dimaksudkan, agar kebijakan kelautan yang dibuat akan lebih efektif dan sinergis
dijalankan oleh setiap instansi/lembaga yang terkait dengan pembangunan bidang
kelautan.
 Pembanguan bidang kelautan, sesungguhnya identik dengan pembangunan sektor-
sektor utamanya, yaitu: perikanan, industri dan jasa martim, energi dan sumber daya
mineral, perhubungan laut, pendidikan dan penelitian kelautan, pariwisata bahari,
lingkungan laut dan hukum dan dan tata kelautan.
 Secara umum potensi dan ke delapan sektor utama tersebut belum dikelola dan
dimanfaatkan dengan optimal. Selain itu, bidang kelautan juga memiliki permasalahan
yang kompleks karena keterkaitannya dengan banyak sektor dan bidang; dan juga
sensitif terhadap interaksi dengan lingkungan, mempunyai implikasi yang tinggi
terhadap perekonomian dan kondisi sosial, dan memerlukan penanganan yang
komprehensif karena berkaitan dengan hubungan antar negara dan dunia internasional.
 Sejalan dengan pemikiran tersebut, kebijakan kelautan Indonesia harus mencakup
dimensi internal dan eksternalnya, mempertimbangkan keterkaitannya secara
komprehensif dan integral dengan semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Untuk itu diperlukan pemahaman dan landasan berfikir yang sama
dalam satu paradigma nasional, dan justifikasi landasan teori yang kuat dalam melandasi
perumusan solusi.
2. Paradigma Nasional.
o Pembangunan nasional harus melibatkan segenap komponen bangsa sebagai pelaku
dan sekaligus sasaran pembangunan itu sendiri. Pembangunan nasional termasuk di
dalamnya pembangunan bidang kelautan harus dapat mewujudkan kesejahteraan
bangsa dengan tetap berlandaskan Ideologi Pancasila, yakni memberikan kebebasan
beragama dan beribadah, menghormati hak azasi manusia secara adil dan beradab,
menjaga persaudaraan dan persatuan, melaksanakan demokrasi dengan musyawarah,
dan mewujudkan keadilan sosial.
o Pasal 25 UUD NRI Tahun 1945, yang secara eksplisit menyatakan bahwa "Indonesia
sebagai negara kepulauan", merupakan landasan pemikiran dalam pembangunan
bidang kelautan. Demikian pula Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, yang secara implisit
mengamanatkan bahwa sumber daya alam (termasuk sumber daya laut) harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itulah,
pembangunan bidang kelautan harus menjamin bahwa rakyatlah yang akan menikmati
hasilnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Jelasnya, pembangunan bidang
kelautan harus mencerminkan keberpihakan kepada masyarakat luas.
o Deklarasi Djoeanda 13 Desember Tahun 1957 (deklarasi keutuhan wilayah Indonesia
yang meliputi daratan, laut dan udara) merupakan salah satu dari tiga pilar utama
bangunan kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia, yaitu: "Kesatuan
Kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus
1045"; dan "Kesatuan Kewilayahan (darat, laut dan udara)" yang diumumkan oleh H.
Djoeanda, tanggal 13 Desember 1957.
o Pada tahun 1982, 119 negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menandatangani
Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS 1982). Konvensi tersebut di dalamnya memuat 9 buah Pasal mengenai
perihal ketentuan tentang prinsip "Negara Kepulauan". Salah satu pasal dalam prinsip
Negara Kepulauan tersebut menyatakan bahwa "laut bukan sebagai alat pemisah,
melainkan sebagai alat yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya", yang
kemudian diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan Nusantara.
o Pengakuan dunia internasional ini, pada masa pemerintahan Soeharto, ditindaklanjuti
dengan diterbitkannya UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982. Ratifikasi ini merupakan tindak
lanjut dari gagasan "Negara Kepulauan" yang dicetuskan melalui Deklarasi Djoeanda
pada tanggal 13 Desember 1957.
o Sejak diundangkannya UU No. 17/1985 tersebut, Indonesia mempunyai kewajiban dan
tanggungjawab untuk melaksanakan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982, dan UU
Nomor 17/1985 ini harus dijadikan pedoman dalam penyusunan pembangunan
nasional, utamanya pembangunan di bidang kelautan; dan pada masa REPELITA ke 5
(1993 1998) konsep pembangunan kelautan akhirnya masuk ke dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
o Akibat makin seriusnya kasus-kasus di wilayah perbatasan laut Indonesia dan sekaligus
guna mengimplementasikan konsep pembangunan kelautan yang tertuang dalam
GBHN, pada tanggal 1 Januari 1996 Presiden Soeharto mengeluarkan perintah, yakni:
Dengan Jiwa Bahari Kelautan Pembangunan "Mengembalikan Indonesia";dan
selanjutnya membentuk Dewan Kelautan Nasional (DKN), melalui KEPPRES No 77 Tahun
1996, yang memiliki tugas dan fungsi:
(1) Memberikan pertimbangan, pendapat mauun saran kepada Presiden mengenai
peraturan, pengelolaan, pemanfaatan, pelestarian, perlindungan dan keamanan
kawasan laut serta penentuan batas wilayah Indonesia; (2) Melakukan koordinasi
dengan Departemen dan Badan yang terkait, dalam rangka keterpaduan perumusan dan
penetapan kebijakan mengenai masalah laut.
o Paradigma nasional selanjutnya adalah Deklarasi Bunaken, yang dicetuskan tanggal 26
September 1998 pada masa pemerintahan Presiden Habibie. Deklarasi ini secara tegas
menyatakan dua hal pokok yaitu: kesadaran bangsa indonesia atas geografik
wilayahnya; dan kemauan yang besar dari bangsa Indonesia untuk membangun
kelautan.
o Deklarasi Bunaken, dapat juga dikatakan sebagai kunci pembuka babak baru
pembangunan nasional yang berorientasi ke laut, karena mengandung komitmen
bahwa: pertama, Visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga
berorientasi ke laut; dan kedua, semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya
juga memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan
potensi kelautan Indonesia.
o Tumbuhnya kesadaran bahwa potensi dan kekayaan yang ada di laut merupakan
sumber ekonomi utama negara, dan laut adalah kehidupan masa depan bangsa; atas
dasar pemikiran ini, Presiden Abdurrahman Wahid membentuk kementerian baru yakni
Departemen Eksplorasi Laut dengan Keputusan Presiden No. 355/M Tahun 1999,
tanggal 26 Oktober 1999; dan sesuai perkembangan perjalanannya sekarang ini menjadi
Kementerian Kelautan dan Perikanan Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009. Pada masa
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid juga dibentuk Dewan Maritim Indonesia
(DMI) yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program
pembangunan kelautan di Indonesia.
o Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2001, bertempat di Pelabuhan Rakyat Sunda
Kelapa Jakarta, Presiden RI Megawati Soekarnoputri telah mencanangkan "Seruan
Sunda Kelapa", yang pada intinya seruan tersebut mengajak seluruh bangsa Indonesia
untuk bersama-sama membangun kekuatan maritim/kelautan dengan berlandaskan
kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia hidup di negara kepulauan terbesar di dunia,
dengan alam laut yang kaya akan berbagai sumber daya alam.
o "Seruan Sunda Kelapa" menyatakan adanya 5 pilar program pembanguan kelautan,
yaitu: (1) membangun kembali wawasan bahari; (2) menegakkan kedaulatan secara
nyata di laut; (3) mengembangkan industri dan jasa maritim secara optimal dan lestari
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) mengelola kawasan pesisir, laut dan
pulau kecil; (5) mengembangkan hukum nasional di bidang maritim.
o Dengan demikian, Seruan Sunda Kelapa merupakan pardigma nasional untuk
membangkitkan ekonomi kelautan nasional untuk memberi kontribusi nyata bagi
pertumbuhan perekonomian nasional, membangkitkan kembali kekuatan armada niaga
nasional, mempercepat penggapaian masa depan bangsa dan sekaligus memperkuat tali
kehidupan bangsa.
o Pardigma nasional kelautan di masa pemerintahan SBY adalah mengganti mengganti
nomenklatur Dewan Maritim Indonesia (DMI) menjadi Dewan Kelautan Indonesia
(DEKIN), melalui Keppres No. 21 Tahun 2007 dan menyelenggarakan Konferensi
Kelautan dunia atau World Ocean Conference (WOC) di Menado pada tanggal 11 - 15
Mei 2009 dengan tema "Dampak perubahan iklim terhadap laut dan dampak laut
terhadap perubahan iklim". Agenda utama WOC 2009 tersebut aalah: (1) Pertemuan
untuk antar pemerintah atau Senior Officiale Meeting yang dimaksudkan
mengerucutkan perumusan Menado Ocean Declaration yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran negara peserta WOC 2009 terhadap peran penting laut dalam
perubahan iklim; (2) Kesepakatan Coral Triangle Initiative (CTI) dalam bentuk CTI
Regional Plan of Action oleh 6 negara (Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filippina,
Kepulauan Salomon dan Timor Leste, untuk meningkatkan perlindungan terhadap
sumber daya laut dan pantai yang berada di wilayah coral triangle dalam wilayah laut 6
negara tersebut.
o Deklarasi Kelautan Menado (Manado Ocean Declaration) yang menjadi salah satu
output utama WOC 2009 ini merupakan tonggak sejarah dan dokumen penting unruk
menyelamatkan planet bumi dan kelangsungan hidup generasi penerus di masa datang,
dokumen tersebut akan diperjuangkan oleh wakil tetap pemerintah Indonesia di PBB
untuk dimasukkan dalam agenda resmi dan dibahas dalam Meeting of the States Parties
to the United Nation Convention on the Law of the Sea. Selain itu, out put lainnya yaitu
CTI Regional Plan of Action yang dilakukan oleh 6 negara, merupakan hal penting dalam
menyelamatkan keanekaragaman sumber daya hayati laut dunia, utamanya ikan dan
terumbu karang. Dengan demikian WOC 2009 dapat dinyatakan sebagai komitmen
bangsa Indonesia dalam upaya mengembangkan, mengelola dan melesatrikan sumber
daya laut nasional dan internasional secara berkelanjutan.
3. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional.
a. Amanat Pembangunan Kelautan Dalam RPJPN 2005-2025.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 - 2025, telah ditetapkan
dalam UU No. 17 Tahun 2007, merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya
yang ditujukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang sangat penting dan mendesak bagi bangsa
Indonesia melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah antara lain di bidang
pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan
kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan
mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan
masyarakat internasional.
Sejalan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) menganut paradigma perencanaan yang visioner, maka RPJPN disusun
dengan memuat arahan pembangunan secara garis besar saja.
Pelaksanaan RPJPN 2005 2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan
dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima)
tahunan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) I Tahun 2005-2009, RPJMN II Tahun 2010-2014, RPJMN III Tahun 2015-2019,
dan RPJMN IV Tahun 2020-2024.
Meskipun Pembangunan Nasional yang telah dilaksanakan selama ini, telah
menunjukkan kemajuan di berbagai bidang, akan tetapi masih banyak pula tantangan
dan masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan, salah satu yang utama adalah
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan yang belum didayagunakan secara
optimal. Hal ini terjadi antara lain karena: (1) belum adanya penataan batas maritim; (2)
adanya konflik dalam pemanfaatan ruang di laut; (3) belum adanya jaminan keamanan
dan keselamatan di laut; (4) adanya otonomi daerah menyebabkan belum ada
pemahaman yang sama terhadap pengelolaan sumber daya kelautan; (5) adanya
keterbatasan kemampuansumber daya manusia dalam mengelola sumber daya
krelautan; dan (6) belum adanya dukungan riset, ilmu pengetahuan dan teknologi
kelautan. Pada hal sesungguhnya berdasarkan fakta dan bunyi Pasal 25A UUD NRI Tahun
1945 (hasil Amandemen) "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan laut".
Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia, tantangan yang akan dihadapi 20 tahun
mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
dan Tujuan Nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, Visi
Pembangunan Nasional Tahun 2005 - 2025 adalah "INDONESIA YANG MANDIRI,MAJU,
ADIL DAN MAKMUR".
Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan)
misi pembangunan nasional sebagai berikut:
1) mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila;
2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
3) mewujudkan masyarakat demokratis berdasarkan hukum;
4) mewujudkan Indonesia, aman, damai, dan bersatu'
5) mewujudkan pemerataan prmbangunan dan berkeadilan;
6) mewujudkan Indonesia asri dan lestari;
7) mewujudkan ndonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasis kepentingan nasional;
8) mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia Internasional.
Dari delapan misi yang diemban tersebut, terdapat satu misi yang terkait langsung
dengan pembangunan kelautan nasional, yaitu: "Mewujudkan Indonesia menjadi negara
kelautan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional". Pencapaian
sasaran pokok misi ini ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan
kepulauan Indonesia;
2) Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung
oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset dan hal-hal yang
terkait dengan kerangka pertahanan negara;
4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan;
5) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut,
Untuk mencapai terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju,
kuat dan berbasis kepentingan nasional, arah pembangunan kelautan nasional dalam
kurun waktu 20 tahun mendatang adalah sebagai berikut;
1) Membangkitkan wawasan dan budaya bahari; antara lain, melalui: (a) pendidikan dan
penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur,
jenis, dan jenjang pendidikan; (b) melestarikan nilai-nilai budaya serta wawasan bahari
serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang kelautan; dan (c)
melindungi dan menyosialisasikan peninggalan budaya bawah air melalui usaha
preservasi, restorasi, dan konservasi.
2) Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia di bidang kelautan,
yang diwujudkan antara lain dengan: (a) mendorong jasa pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas di bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi dengan
ketersediaan lapangan kerja; dan (b) mengembangkan standar kompetensi sumber daya
manusia di bidang kelautan termasuk pengembangan sistem informasi kelautan.
3) Menetapkan wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal
terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan oleh hukum
laut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang telah
diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1986, sehingga mempunyai kewajiban, antara
lain: (a) menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola sumber daya kelautan
berdasarkan ketentuan UNCLOS, 1982; (b) menyelesaikan penataan batas maritim
(perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas
kontinen); (c) menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut; (d)
menyampaikan laporan data nama geografis sumber daya kelautan kepada PBB. Selain
itu, Indonesia juga memerlukan pengembangan dan penerapan tata kelola dan
kelembagaan nasional di bidang kelautan, yang meliputi: (a) pembangunan sistem
hukum dan tata pemerintahan yang mendukung ke ara terwujudnya Indonesia sebagai
Negara Kepulauan; dan (b) pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring
dan evaluasi.
4) Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang meliputi: (a) peningkatan kinerja pertahanan
dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem
monitoring, dan survaillance (MCS) sebagai instrumen pengamanan sumber daya,
lingkungan, dan wilayah kelautan; (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil terdepan, dan (d) peningkatan koordinasi keamanan
dan penanganan pelanggaran di laut. 5) Mengembangkan industri kelautan secara
sinergi, optimal, dan berkelanjutan yang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri
maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f)
bangunan laut; dan (g) jasa kelautan.
6) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut, dilakukan melalui (a)
pengembangan sisem mitigasi bencana; (b) pengembangan early warning system; (c)
pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di laut; (d)
pengembangan sistem pengendalian hama laut, introduksi spesies asing, dan organisme
laut yang menempel pada dinding kapal; serta (e) pengendalian dampak sisa-sisa
bangunan dan aktivitas di laut.
7) Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir dilakukan dengan
mengembangkan kegiatan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan
lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin.
Berdasarkan arah pembangunan kelautan nasional di atas dan sekaligus untuk
menyatukan seluruh modal dasar, potensi dan kekuatan nasional dalam rangka
pencapaian misi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia menjadi "Negara
Kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional", maka
secara garis besar terdapat 5 (lima) Pilar utama yang menjadi landasan dalam
pelaksanaan pembangunannya, yakni: (1) Budaya Kelautan (Ocean Culture); (2) Tata
Kelola Kelautan (Ocean Governance); (3) Keamanan Laut (Ocean Security); (4) Ekonomi
Kelautan (Ocean Economic); (5) Lingkungan Laut (Ocean Environment).

4. Pokok-Pokok Pikiran Yang Melandasi Kebijakan Kelautan Indonesia.


 Alasan utama mengapa perlu menyusun Kebijakan Kelautan Indonesia, adalah sebagai
berikut: pertama, Indonesia memiliki sumber daya laut yang besar baik ditinjau dari
kuantitas maupun diversitasnya; kedua, sumber daya laut sebagian besar bersifat
sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources), sehingga akan bertahan
dalam jangka panjang asal diikuti dengan kebijakan yang tepat dan kuat; ketiga, industri
di bidang kelautan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat
dengan industri-industri lainnya sehingga dapat menciptakan multiplier effects yang
tinggi; keempat, jumlah penduduk yang cenderung meningkat dan ketersediaan lahan
yang semakin terbatas, sehingga perlu alternatif ruang untuk menjaga ketahanan
pangan; kelima, dengan memanfaatkan sumber daya laut, utamanya di wilayah
perbatasan negara, secara tidak langsung akan menjaga keutuhan dan kedaulatan
wilayah.
 Penyusunan kebijakan kelautan untuk melaksanakan pembangunan bidang kelautan,
seyogianya diarahkan pada berbagai upaya terobosan yang berpihak kepada masyarakat
dan industri dalam negeri serta bertumpu pada empat grand strategy pembangunan
nasional, yaitu: (1) pro-growth strategy (pertumbuhan ekonomi); (2) pro-job strategy
(penyerapan tenaga kerja); (3) pro-poor strategy (pengentasan kemiskinan); dan (4) pro-
environment strategy (pembangunan yang ramah lingkungan).
 Pembangunan kelautan juga harus berkelanjutan, yakni pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi yang akan datang, yang
mengintegrasikan masalah ekologi, ekonomi, dan sosial.
 Saat ini, perhatian dunia terhadap ekosistem laut dan pesisir menjadi isu utama pada
pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio-G20 di Brazil, Juni 2012, di mana
berbagai negara dan organisasi dunia mulai menyerukan adanya perhatian lebih serius
terhadap kondisi ekosistem laut dan pesisir yang semakin terdegradasi akibat
pemanfaatan yang cenderung berlebihan dan dampak perubahan iklim. Ada 19
(sembilanbelas) poin kesepakatan yang terkait langsung dengan bidang kelautan;
penekanannya terutama pada perlunya konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut
secara berkelanjutan untuk menanggulangi kemiskinan, ketahanan pangan, dan mata
pencaharian, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam kesempatan mengikuti
KTT ini, mantan Presiden RI SBY mengemukakan Blue Economy sebagai pendekatan
dalam pelaksanaan pembangunan d Indonesia.
 Blue Economy merupakan paradigma baru model pembangunan ekonomi yang
menyatukan pembangunan laut dan daratan secara optimal, efisien dan berkelanjutan
dengan memperhitungkan daya dukung sumber daya dan lingkungannya. Melalu
pendekatan Blue Economy, pembangunan bidang kelautan diharapkan mampu menjadi
motor penggerak utama pembangunan nasional dan sumber pertumbuhan baru. Blue
Economy tidak hanya diharapkan dapat memacu pembangunan berkelanjutan tetapi
juga dapat menjaga kesehatan lingkungan melalui perekonomian rendah karbon (low
carbon economy).
 Sejalan dengan pendekatan Blue Economy di atas, maka prinsip-prinsip utama yang
harus dikandung dalam pembangunan bidang kelautan nasional aadalah sebagai
berikut: (1) terintegrasi dengan pembangunan daratan; (2) pemanfaatan sumber daya
kelautan yang efisien dan sesuai dengan kapasitas daya dukung; (3) bersifat rendah
karbon dan nir-limbah (zero waste); (4) berorientasi pada kesejahteraan seluruh
masyarakat (social inclusiveness); (5) berkelanjtan; dan (6) investasi kreatif dan inovatif.
 Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, Adriyanto dan Kusumastanto dalam makalah
pada Training of Trainer (TOT) Marginal Fishing Community Development Pilot
(Bappenas, 2004) menyatakan sedikitnya ada tiga hal yang menjadi penyebab
ketidakseimbangan dalam pembangunan kelautan Indonesia, yaitu: (1) masuh
rendahnya muatan teknologo; (2) lemahnya pengelolaan, dan (3) masih kurangnya
dukungan ekonomi politik. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan kelautan Indonesia
yang tepat dan kuat.
 Kebijakan kelautan dapat didefinisikan sebagai "suatu keputusan atau tindakan
pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur
pembangunan kelautan guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional". Dengan
demikian, kebijakan kelautan termasuk dalam kategori kebijakan publik, karena tidak
hanya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir saja, tetapi juga untuk
kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Anda mungkin juga menyukai