Anda di halaman 1dari 12

PAPER

“VISI PEMBAGUNAN NASIONAL BERBASIS MARITIM”

Disusun Oleh :

Nursyam

R011211035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga paper dengan judul “Visi pembangunan nasional berbasis maritim” ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya. Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi nilai tugas dalam Mata Kuliah wawasan sosial dan maritim.
Selain itu, pembuatan paper ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman maka saya yakin masih banyak kekurangan dalam paper ini. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempuraan paper ini. Akhir kata, semoga paper ini dapat berguna
bagi para pembaca.

Makassar, 29 Agustus 2022

Penulis

1
A. DEFINISI DAN MAKNA PEMBANGUNAN NASIONAL DIDALAM
NEGARA MARITIM

Negara maritim adalah negara yang sebagian besar wilayahnya


merupakan perairan. Maksudnya negara maritim adalah negara yang luas
daratannya lebih kecil dari pada luas Laut. Negara maritim adalah negara
yang memiliki wilayah laut yang luas dan termanfaatkan karena kemanpuan
mengarungi dan mengolah potensinya dengan baik, mempunyai teknologi
perkapalan yang mumpuni, sehingga armada laut yang dimiliki cukup untuk
mengamankan dan mengekplorasi dan mengeploitasi kakayaan lau secara
tepat dan ekonomis.

Negara maritim adalah negara yang memiliki wilayah lautan atau


perairan yang luas serta mampu untuk menguasai wilayah tersebut. Artinya
adalah bahwa negara yang dikelilingi oleh laut dan menjadikan laut sebagai
bagian dari sumber penghidupan. Sebagai catatan, bahwa pengertian Negara
Kepulauan dan Negara Maritim sangatlah jauh berbeda. Negara Kepulauan
adalan ciri sebuah negara yang secara geografis terdiri atas banyak pulau
yang terikat dalam suatu kesatuan negara. Sedangkan Negara Maritim
adalah sebuah negara yang menguasai semua kekuatan strategis di lautan
yang didukung oleh kekuatan maritim baik itu aramada peradagangan,
armada perang, Industri maritim serta kebijakan pembangunan negara yang
berbasis maritim.
Negara Maritim adalah negara yang berdaulat, menguasai, mampu
mengelola dan memanfaatkan secara berkelanjutan dan memperoleh
kemakmuran dari laut.Dengan demikian apabila membicarakan negara maka
digunakan istilah Negara Maritim karena terkait dengan kata sifat yakni
mengelola dan memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya. Sedangkan
kelautan adalah yang terkait dengan artian fisik dan properti (physical
property) yakni terkait dengan sumberdaya kelautan dan fungsi laut yang
digunakan untuk mencapai Negara Maritim. Visi kelautan adalah visi dalam

2
mendayagunakan sumberdaya dan fungsi laut secara berkelanjutan untuk
kemakmuran bangsa. Visi Kelautan tersebut digunakan untuk menyatukan
pembangunan yang berwawasan kedalam (inward looking) yakni
mengembangkan kemajuan nusantara dan negara kepulauan dan wawasan
keluar (outward looking) yakni mengembangkan berbagai kemampuan
bangsa untuk menguasai potensi laut secara global sesuai peraturan
internasional untuk kemakmuran bangsa Indonesia.

B. TATA KELOLA PEMBANGUNAN MARITIM

Untuk membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka


diperlukan sebuah strategi pengelolaan maritim yang transparan, akuntabel
dan profesional. Masalah kemaritiman yang sangat komplek harus dikelola
dengan tata kelola maritim. Diperlukan konsep “good maritime governance”
dalam menempatkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, dimana perlu
adanya kebijakan dari para pemangku kepentingan di berbagai level
pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, agar supaya pembangunan
maritim mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Poros maritim dapat dipahami dalam tiga makna atau unsur. Pertama,
poros maritim dapat dilihat sebagai sebuah visi atau cita-cita mengenai
Indonesia yang ingin dibangun. Dalam konteks ini, gagasan poros maritim
merupakan sebuah seruan besar untuk kembali ke jati diri Indonesia atau
identitas nasional sebagai sebuah Negara kepulauan, yang diharapkan akan
mewujudkan dalam bentuk Indonesia berbagi kekuatan maritim yang
bersatu (unity), sejahtera (prosperity), dan berwibawa (dignity).

Kedua, poros maritim juga dapat dipahami sebagai sebuah doktrin, yang
memberi arahan mengenai tujuan bersama (a sense of common purpose).
Sebagai doktrin, Jokowi mengajak bangsa Indonesia melihat dirinya sebagai
”Poros Maritim Dunia, Kekuatan di Antara Dua Samudra”. Doktrin ini
menekankan realitas geografis, geostrategis, dan geoekonomi Indonesia
yang masa depannya tergantung, dan pada saat yang bersamaan ikut

3
memengaruhi, dinamika di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Ketiga, gagasan poros maritim Jokowi tidak berhenti pada level abstraksi
dan konseptualisasi. Gagasan itu menjadi operasional ketika platform
Jokowi juga memuat sejumlah agenda konkret yang ingin diwujudkan dalam
pemerintahannya ke depan. Misalnya, rencana pembangunan ”tol laut”
untuk menjamin konektivitas antarpulau, pengembangan industri perkapalan
dan perikanan, pembangunan pelabuhan, perbaikan transportasi laut, serta
fokus pada keamanan maritim, mencerminkan keseriusan dalam
mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dengan kata lain,
gagasan poros maritim juga bagian penting dari agenda pembangunan
nasional.

C. KESIAPAN SUATU DAERAH


Untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka
diperlukan kesiapan dan peran dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah
baik propinsi maupun kabupaten / kota harus saling bersinergi dengan
pemerintah pusat dalam membangun aspek kemaritiman. Dalam era
desentralisasi dan otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah di Indonesia
yang sebagian besar berada di wilayah perairan, pantai dan pesisir, harus
memprioritaskan pembangunan daerah masing- masing pada wilayah
kelauatan dan peraiaran.
Pemerintah daerah harus membuat Perda dan aturan dibawahnya yang
menekankan pada pembangunan kemaritiman. Kebijakan daerah harus
mampu menggali berbagai potensi lokal yang berbasis kepada aspek
kelautan. Artinya, pemerintah daerah harus mampu mengidentifikasi,
menemukenali, dan mengelola potensi kelautan, perikanan dan kemaritiman
agar supaya berkontribusi dan selaras dengan visi pembangunan maritim
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus melakukan
strategi dan kebijakan yang menonjolkan pemanfaatan dan pengembangan
aspek kemaritiman, sebagai berikut :

1. Ekonomi maritim. Pemerintah daerah harus mampu mengembangkan

4
potensi ekonomi maritim dengan memberdayakan nelayan dan
masyarakat pesisir pantai dengan berbagai kebijakan dan stimulus agar
supaya mereka berdaya di laut dalam mencari mata pencaharian di
wilayah pesisir, laut, peraiaran dan maritim. Pengelolaan perikanan
harus dikembangkan, pemberdayaan nelayan, sarana prasarana
penangkapan ikan, pemasaran hasil laut, pelabuhan, tempat pelelangan
ikan, dan penguatan sumber daya manusia kelauatan agar supaya
mendukung eksploitasi yang optimal terhadap hasil-hasil laut, sehingga
akan menjadikan aspek maritim sebagai potensi ekonomi rakyat yang
mensejahterakan. Ujung tombak nya adalah SKPD yang membidangi
masalah kelautan dan perikanan, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi maupunkabupaten / kota.
2. Pariwisata maritim. Pemerintah daerah harus mampu menjadikan
wilayah perairan, lautan, kepulauan dan pesisir pantai sebagai potensi
pariwisata yang menjanjikan keuntungan potensial. Melalui maritime
tourism, maka harus dirancang berbagai infrastruktur kemaritiman
berupa kapal, jalan menuju pantai, jembatan antar penghubung pulau,
dan berbagai fasilitas pendukung lainnya agar supaya daya tarik kepada
wilayah kemaritiman menjadi tinggi dan mendatangan wisatawan
mancanegara dan wisatawan domestik. Wisata bahari, wisata maritim
dan wisata laut harus menjadi unggulan dan prioritas dalam
membangun pariwisata dengan berbagai infrastruktur pendukungnya
agra supaya memadai.
3. Ketenagakerjaan maritim. Ekonomi maritim yang maju dan pariwisata
maritim yang pesat tentunya akan mempengaruhi pada peningkatan
kesempatan kerja dan lowongan pekerjaan di berbagai sektor karena
ekonomi di wilayah pesisir dan perairan akan menggeliat, yang
tentunya harus dimanfaatkan oleh berbagai masyarakat kepulauan,
masyarakat pesisir dan anak-anak nelayan untuk bekerja di berbagai
lini dan sektor di pelabuhan, pelayaran, perkapalan, dan berbagai
kegiatan pariwisata maritim lainnya. Pembukaan lapangan kerja di

5
sektor kemaritiman merupakan efek bergulir yang bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat.

D. VISI MARITIM DUNIA


Kawasan perairan Indonesia merupakan kawasan yang mempunyai
probabilitas tinggi untuk diserang. Salah satu kawasan yang rentan adalah
Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan
Internasional terbesar. Secara geografis, Selat Malaka menempatkan
Malaysia dan juga Singapura sebagai negara penjaga selat. Hal ini yang
kemudian membuat Indonesia harus melakukan proyeksi kekuatan keluar
(outward looking) untuk tujuan pengamanan. Apalagi dengandicanangkannya
visi Poros Maritim Dunia (PMD), Indonesia otomatis melakukan penguatan
dan peningkatan kapabilitas relatifnya sehingga kerjasama regional dalam
rangka keamanan kolektif ini harus bersifat efektif dan selaras dengan visi
domestik yang ingin dicapai oleh Indonesia. Bila kerjasama yang
dilaksanakan dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka stabilitas
keamanan regional juga menjadi implikasi logis terutama bagi jalannya visi
PMD.
Visi Poros Maritim Dunia (PMD) merupakan program yang tercetuskan
oleh Joko Widodo pada saat kontestasi politik elektoral (Pilpres) pada tahun
2014. Setelah Jokowi terpilih, PMD menjadi salah satu prioritas program
nasional yang tertuang dalam nawa cita (strategi raya nasional) atau grand
national strategy (Kurniawan, 2016).Hal yang menjadi penting adalah
mengenai kapabilitas Indonesia dalam mewujudkan strategi sebagai daya
dukung yang baik dalam merealisasikan visi PMD. Kapabilitas ini kemudian
dapat diukur dengan trajektori Indonesia dalam melakukan proyeksi
kekuatan nasionalnya. Studi kasus yang diambil dalam jurnal ini adalah
proyeksi kekuatan Indonesia dalam keamanan kolektif di Selat Malaka yang
merupakan jalur pelayaran dan perdagangan (main shipping channel)
terbesar antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Cleary & Chuan,
2000). Panjang Selat Malaka berkisar 850 km atau sekitar 500 mil dengan

6
lebar 40 mil di sisi Selatan dan 155 mil di bagian Utara (Cleary & Chuan,
2000). Masuknya Indonesia sebagai littoral states (negara penjaga selat)
karena secara geografis sebagian wilayah Selat Malaka merupakan wilayah
teritori NKRI menjadi paradoks bahwa visi PMD dapat menjadi sebuah
tantangan maupun kesempatan.
Studi terdahulu terkait keamanan tradisional secara rinci belum
mengulas persoalan regionalisme dan keamanan kolektif yang terfokus pada
kajian kemaritiman. Apabila ditinjau secara historis, laut Indonesia juga
merupakan sebuah entry point para kolonial dalam melakukan pelayaran,
perdagangan, dan pengambilan sumber daya Indonesia yang lebih dikenal
dengan jalur rempah. Kapal-kapal Portugis mulai berlayar di Selat Malaka
sekitar tahun 1509. Kolonialisme ini kemudian tidak hanya berupa
perampasan hak dan intervensi secara politik ekonomi saja, akan tetapi juga
upaya perubahan pola pikir dan perubahan identitas. Adanya kepentingan
Belanda dalam agraris melalui cultuur stelsel membuat pemerintah dan
masyarakat berfokus pada hal-hal yang sifatnya land base oriented. Prioritas
terkait keamanan pada saat itu belum menjadi hal yang penting mengingat
laut adalah jalur yang efektif dalam aktivitas ekonomi. Pasca Kemerdekaan
Indonesia pada tahum 1945, Presiden Soekarno mengatakan bahwa
geopolitical destiny dari Indonesia adalah maritim (Susanto et.al. 2015:69).
Akan tetapi narasi ini belum kuat dikarenakan konsepsi pembangunan yang
sama sekali tidak melihat laut dan pemanfaatan laut cenderung kurang.
Melihat realitas yang membuat Indonesia tertidur panjang, kontestasi
pilpres 2014memunculkan visi segar dan reinventing semangat kemaritiman.
Pada saat ini, adanya upaya pembangunan tol laut menjadi titik awal visi
kemaritiman Indonesia. Konsep ini memuat paradigma konektivitas dan
ships promote trade (Susanto et.al. 2015:80). Kebijakan Kelautan Nasional
melalui UU Kelautan No. 32 Tahun 2014 telah mencakup pokok-pokok
pikiran utama peta-peta pembangunan kelautan untuk memanfaatkan ruang
nusantara. Hal ini hendaknya menjadi langkah yang cukup baik dalam
realisasi visi PMD dan secara otomatis dapat melakukan pengamanan baik

7
secara kolektif regional maupun pengamanan internal.
Secara komprehensif banyak studi yang menggambarkan mengenai
power projection yang dilakukan oleh Inggris sebagai dominant regional
player di Eropa dalam Traflagar battle. Selain itu, gagasan One Belt One
Road yang dicanangkan oleh China melihat keamanan kolektif sebagai
manifestasi strategi yang asertif dan syarat akan kepentingan nasional
(national interest). Riset gap yang ditemukan disini adalah berupa penjelasan
strategi aktual yang mencoba diterapkan oleh Indonesia dalam rangka
membentuk keamanan kolektif yang tidak hanya merujuk peran militer
sebagai reference point. Kurniawan (2016) mencoba menuliskan pertautan
antara visi PMD dengan proyeksi kekuatan regional dan kerjasama
keamanan, tetapi belum merujuk pada suatu kasus dan penjelasan aktual
telaah strategi yang diimplementasikan. Oleh sebab itu, adanya kasus
kejahatan aktual yang terjadi di Selat Malaka dapat menjadi upaya analisis
strategi aktual yang diterapkan oleh Indonesia dalam merealisasikan visi
PMD. Tulisan ini akan membahas mengenai perwujudan strategi keluar oleh
Indonesia dalam kerjasama keamanan regional secara kolektif (collective
security) dalam upaya realisasi visi PMD.

8
KESIMPULAN

Indonesia adalah negara kepulauan sekaligus bisa dikatakan sebagai


negara maritim. Sejarah bangsa Indonesia sejak jaman kerajaan sampai
dengan saat ini menunjukkan bahwa wawasan bahari telah menjadi orientasi
hidup nenek moyang kita yang mencari penghidupan di wilayah kelautan,
peraiaran dan samudera. Sepertiga wilayah Indonesia yang merupakan
wilayah kepulauan sudah saatnya menyadarkan kepada kita semua bahwa
pembangunan Indonesia harus diarahkan pada pembangunan maritim, bahari,
dan mengarah ke kepulauan.
Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka
diperlukan sinergitas kebijakan pembangunan antara pemerintah pusat dan
daerah. Di era otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah, baik propinsi dan
kabupaten/kota menempati posisi penting untuk berkontribusi mensukseskan
pembangunan kemaritiman. Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah
daerah harus digenjot dan dipergunakan semaksimal mungkin untuk
membangun wilayah kelautan, perairan dan pesisir Indonesia. Pemerintah
daerah harus membuat kebijakan, program dan kegiatan yang berbasis pada
aspek kemaritiman. Sinergitas pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dengan dukungan masyarakat, kalangan bisnis, dan kekuatan TNI/Polri akan
mampu mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Menurut data dari Dryad Maritime Intelligent Service (2013),
kawasan perairan Indonesia merupakan kawasan yang mempunyai
kemungkinan tinggi untuk diserang, contohnya adalah di Selat Malaka. Hal
ini kemudian bersama dengan visi PMD yang dicanangkan oleh Indonesia,
membuat sebuah tantangan dalam usaha peningkatan kapabilitas Indonesia
menjaga kedaulatan teritori dan melakukan proyeksi kekuatannya untuk
tujuan keamanan kolektif. Akan tetapi, problematika aktual terkait perbedaan
pandangan dan kepentingan antar negara kawasan membuat Indonesia harus
bergerak secara tepat dalam mengambil langkah (obtaining decision). Oleh
sebab itu, perwujudan minimum essential force yang sudah dilakukan oleh

9
Indonesia sebelum visi PMD menjadi modal untuk melakukan proyeksi dan
sinkronisasi secara efektif melalui diplomasimaritim dan penguatan kebijakan
domestik dan regional agar keamanan kolektif dapat mewujudkan stabilitas
antar-negara serta kawasan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Y. 2016. Visi Poros Maritim Dunia: Proyeksi Indonesia sebagai


Kekuatan Global? Jurnal Legislasi Pertahanan 6 (2): 11-33.

Kusumastanto, T. et. Al. 2011. Kebijakan Ekonomi Kelautan Indonesia. Dewan


Kelautan Indonesia (DEKIN). Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai