Secara geografis, Indonesia merupakan Negara maritim yang memiliki begitu banyak
pulau. Oleh karena itu, Indonesia mengemban beban yang cukup besar sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia. Sebagai sebuah bangsa kepulauan terbesar di dunia, dengan total
wilayah darat dan laut beserta Zona Ekonomi Eklusif-nya yang mencapai 10 juta km persegi,
Indonesia memiliki pandangan pertahanan nasional yang seharusnya berbeda dengan bangsa
lainnya. Selain itu, bangsa Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki bangsa lain
terkait dengan posisinya yang strategis. Kekhasan ini konsekuensi dari adanya UNCLOS
(United Nations Conference on the Law of the Sea) yang membagi Indonesia menjadi empat
kompartemen strategis sesuai dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang ada. Hal
ini berarti ancaman eksternal dan manifestasi ancaman lainnya sangat berpotensi
mengekploitasi kawasan perairan Indonesia.
Konvensi Hukum Laut yang ditandatangani pada tahun 1982 ini mengatur
implementasi beberapa hal seperti penentuan garis pangkal, hak lintas damai, penentuan batas
perairan pedalaman, Zona Ekonomi Ekslusif, Landas Kontinen dan penetapan Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI). Konvensi ini memberikan hak dan kewajiban baru kepada
banyak negara dan membutuhkan langkah-langkah untuk mengatur dan melindunginya. Pada
tahun 1996, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan kepada IMO (International Maritime
Organization) tentang penetapan tiga ALKI beserta cabang-cabangnya di perairan Indonesia
yaitu:
ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan
ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru)-Laut Seram (Timur
Pulau Mongole)-Laut Maluku, Samudera Pasifik
III-B : Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda, (Barat Pulau Buru) dan terus ke ALKI
III-A
1
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda (Barat Pulau Buru) terus ke utara ke ALKI III-A
Pengusulan ketiga ALKI tersebut bagi Indonesia didasarkan atas pertimbangan dari
berbagai aspek kepentingan sektoral yang terkait, antara lain kepentingan pertahanan dan
keamanan, keadaan hidro-oceanografis dari masing-masing ALKI, masalah lingkungan laut,
kawasan konservasi, taman laut, kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam
terutama migas, kegiatan penangkapan ikan, kepentingan dan keselamatan pelayaran dan
penerbangan internasional serta kepentingan-kepentingan internasional terhadap lintas laut
yang paling aman dan cepat melalui perairan Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut akan
diberlakukan enam bulan setelah ketentuan-ketentuan tersebut diundangkan oleh perangkat
hukum Indonesia. Baru pada tahun 1996, undang-undang yang mengatur pelaksanaan
konvensi Hukum Laut tahun 1982 dikeluarkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia.
Ketentuan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) menjadi sebuah hal yang paling
mengancam kepentingan Indonesia di wilayah perairan. Pasalnya, dengan adanya ketentuan
ALKI tersebut, Indonesia harus mempersilakan kapal dagang dan kapal perang negara lain
untuk dapat melintas di wilayah teritorial Indonesia. Ada beberapa hal yang mengancam
keamanan Indonesia dilihat dari adanya ketentuan ALKI tersebut. Pertama, meningkatnya
volume perdagangan dunia yang melalui laut dari 21.480 milyar ton pada tahun 1999 menjadi
35.000 milyar ton pada tahun 2010, dan 41.000 milyar ton pada tahun 2014. Perlu dicatat
bahwa 25 persen perdagangan dunia tersebut dibawa oleh sekitar 50.000-60.000 kapal
dagang setiap tahunnya melintasi jalur lalu lintas internasional yang melintasi perairan
Indonesia. Kedua, alasan kenapa Indonesia seharusnya lebih menekankan pada pertahanan
laut adalah adanya intervensi dan inisiatif oleh negara-negara besar yang kepentingannya
(ekonomi perdagangan dan perang melawan terorisme) tidak ingin terganggu di kawasan
perairan Indonesia. Hal ini tentunya didorong oleh tujuan mereka untuk mengamankan jalur
perdagangan laut dan kontrol atas barang-barang yang diangkut oleh kapal-kapal yang
melalui jalur tersebut. Ketiga, adalah masalah penyelundupan baik manusia, senjata ringan,
dan narkotika. Ratusan ribu pucuk senjata ringan (Small Arm and Light Weapon) selundupan
beredar di kawasan Asia Tenggara tiap tahunnya dan lebih dari 80 persen dari penyalurannya
melewati laut. Daerah-daerah sekitar ALKI selalu sangat rawan terhadap kegiatan-kegiatan
kejahatan internasional, penyelundupan manusia dan senjata, dan infiltrasi. Hal ini tentunya
sangat terkait dengan kegiatan teorisme dan separatisme di Indonesia. Dari ketiga alasan
2
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
tersebut di atas, membuktikan bahwa Indonesia berada dalam sebuah situasi dan kondisi yang
tepat dan sesuai untuk datangnya ancaman dari kekuatan eksternal yakni intervensi, mungkin
invansi, negara lain yang ingin mengamankan kepentingannya dan pihak non-negara seperti
kelompok teroris dan sindikat penyelundupan internasional yang memanfaatkan jalur laut
internasional. Selain itu, Indonesia juga memiliki ancaman dari internal seperti dari kelompok
pemberontak atau separatis yang mendapatkan pasokan persenjataan dari penyelundupan
senjata yang beredar di sekitar perairan Indonesia karena adanya jalur laut internasional dan
lemahnya pengawasan dan pengamanan patrol laut oleh pihak militer Indonesia.
Konsep RMA merupakan suatu konsep dalam system pertahanan yang masih sering
diperdebatkan. Defenisi mengenai RMA sendiri pun bervariasi. Menurut seorang Tim
Benbow (2004), RMA dapat didefenisikan sebagai sebuah langkah perubahan-perubahan
karakter dasar perang. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa:1
1. RMA bukan hanya inovasi teknologi melainkan juga gagasan dan praktik,
1
Benbow, Tim: “Chapter 1: Revolutions in Military Affairs” dalam The Magic Bullet: Understanding the
Revolutions in Military Affairs, (UK: Brassey Publishers, 2004)
3
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
Selain itu, Buzan dan Herring menjelaskan bahwa ada lima kategori inti dalam RMA, yaitu
daya tembak, proteksi, mobilitas, komunikasi, dan intelijen.3
Sejatinya, RMA dapat didefenisikan sebagai perubahan mendasar dalam militer atau
sistem persenjataan sehingga mendorong terjadinya evolusi perang. Dengan adanya RMA,
bentuk dan tujuan perang juga mengalami perubahan. RMA yang baik harus didukung oleh
kemajuan teknologi informasi. Faktanya, Indonesia sendiri tidak pernah mengalami RMA.
Oleh karena itu, RMA dalam tulisan ini didefenisikan secara subjektif, seperti halnya yang
kerap dilakukan oleh negara, yakni perkembangan teknologi persenjataan secara cepat.
Penerapan RMA di Indonesia haruslah baik; Indonesia harus memperhatikan tingkat
kebutuhan, karaktesitik, serta kondisi sistem pertahanan nasional agar tepat sasaran dan dapat
menciptakan efek deterrent bagi ancaman-ancaman yang dinamis. Terkait anatomi
deterrence, Bernard Brodie (1958) menjelaskan teori umum strategi udara pada masa nuklir
dan kebutuhan unik postur deterrence, serta berargumen bahwa deterrence terhadap perang
total selamanya harus tak tertandingi dan bahwa strategi deterrence berbeda secara sigifikan
2
Barry Buzan dan Eric Herring: “Revolutions in Military Technology” dalam The Arms Dynamic in World
Politics, (Colorado: Lynne Rienner Publishers, Inc., 1998) hal. 9–28
3
Ibid
4
Bitzinger, Richard A., The Revolution in Military Affairs and the Global Defence Industry: Reactions and
Interactions dalam Security Challenges, Vol. 4, No. 4 (Summer 2008), hal. 2
4
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
dari strategi yang menekankan kemampuan menang apabila perang terjadi.5 Hanya saja,
konsep deterrence bagi sistem pertahanan Indonesia berkaitan dengan upaya pengembangan
sistem pertahanan itu sendiri untuk menghadapi berbagai ancaman yang sangat dinamis. Oleh
karena dinamisme ancaman tersebut, Indonesia sebaiknya menyusun landasan Kebijakan
Umum Pertahanan Negara.
Dalam menyusun konsep dasar pertahanan negara Indonesia, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan:
5
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
6
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
Pada dasarnya, secara teoretis, ada beberapa hal yang melatarbelakangi suatu strategi
pertahanan; geografis, resources, ancaman, dan teknologi. Keempat hal tersebut ternyata
sangat signifikan perannya dalam menentukan strategi pertahanan di Indonesia. Hanya saja,
7
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
hal yang paling mendapat perhatian ke depannya dalam menyusun strategi pertahanan
Indonesia ialah ancaman dan teknologi. Secara geografis, letak Indonesia yang sangat
strategis (letak geografis silang yang menempatkan Indonesia dalam salah satu jalur
perdagangan utama internasional yakni antara Benua Asia dan Benua Australia serta antara
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) sekaligus menjadi tantangan terhadap pertahanan
Indonesia. Begitu pula halnya dengan resources, Indonesia dengan kekayaan sumber daya
alam menjadi pertimbangan bagi negara-negara lain untuk menguasai teritori Indonesia
seperti yang terjadi dalam kasus Ambalat antara Malaysia-Indonesia. Akan tetapi, dalam
rancangan strategi pertahanan Indonesia mendatang, baik faktor geografis maupun resources
sepertinya tidak lagi terlalu relevan karena sudah terbukti bahwa Indonesia memiliki
kapabilitas untuk menangani kedua hal tersebut.
Cina
6
Juwono Sudarsono, Strategi Pertahanan Indonesia, (Departemen Pertahanan Indonesia, 2007), hal. 19
7
Ibid
8
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
Saat ini, Cina merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia menyaingi
Amerika Serikat. Kebangkitan ekonomi Cina tersebut ternyata berimbas pada upaya
modernisasi dan penguatan kekuatan militernya yang difokuskan pada penguatan
angkatan laut atau kekuatan maritim Cina. Upaya Cina tersebut sangat jelas terefleksi
dalam anggaran militernya yang terus meningkat pada tingkat dua digit nyaris setiap
tahun sejak 1993: China menyatakan bahwa anggaran militer 2008 adalah $58,8
milyar, meningkat 17,6% dari 2007. Namun, organisasi-organisasi seperti Institute
for International Strategic Studies (IISS), The RAND Corporation, The Stockholm
International Peace Research Institute (SIPRI), dan Departemen
Pertahanan/Department of Defense (DoD) Amerika Serikat mengasumsikan belanja
pertahanan aktual China jauh lebih tinggi daripada ini, terkait penelitian dan
pengembangan, kekuatan strategis dan paramiliter, dan pengadaan persenjataan asing,
yang tak dimasukkan dalam anggaran resmi.8 Lebih mengejutkan lagi, berdasarkan
prediksi yang dilakukan oleh Michael D. Swine (2005) dalam tulisannya “China’s
Regional Military Posture, Cina akan mencapai kapabilitas militer berikut pada tahun
2010:9
1. kemampuan patroli kelompok tempur permukaan dan subpermukaan non-
kapal induk sejauh seribu mil laut dari garis pantai kontinental China;
2. kemampuan melakukan operasi denial laut dan udara sejauh lima ribu mil
laut dari garis pantai kontinental China;
3. kemampuan melakukan blokade laut besar dengan dukungan udara di
pulau-pulau sejauh dua ribu mil laut dari garis pantai kontinental China;
dan
4. kemampuan mengangkut dan menggelar tiga hingga empat divisi sejauh
dua ribu mil dari perbatasan kontinental China melalui transportasi darat,
laut, dan udara.
Australia
Sama seperti Cina, Australia juga memiliki potensi sebagai ancaman terkait
upayanya dalam pengembangan sistem persenjataan udara Royal Australian Air
8
C. Fred Bergsten et. al., China’s Rise: Challenges and Opportunities, (Washington, DC: Peterson Institute for
International Economics dan Center for Strategic and International Studies, 2008), hal.191-193
9
Michael D. Swine, “China’s Regional Military Posture”, dalam David Shambaugh, Power Shift: China and
Asia’s New Dynamics, (Berkeley: University of California Press, 2005), hal.267-272
9
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
Force (RAAF). Saat ini, Australia memiliki persenjataan sebagai berikut: 71 F/A-18
Hornet, jet tempur multiperan untuk misi udara ke udara dan udara ke darat; 21 F-111,
pesawat serang supersonik jarak jauh (pensiun awal 2010); 19 AP-3C Orion, pesawat
patrol maritim; 4 C-17A Globemaster, pesawat angkut berat; B737-AEW&C
Wedgetail, pesawat udara peringatan pertama dan kendali; 8 C-130 Hercules, pesawat
angkut medium; 5 CL-604 Challenger, pesawat angkut VIP untuk pemerintah
Australia; 2 B737 BBJ Boeing Business Jet, pesawat angkut VIP untuk pemerintah
Australia; 67 PC-9/A, pesawat latih dasar untuk Australian Defence Force (ADF),
juga digunakan untuk memajukan kendali udara; 33 Hawk 127, jet tempur latih; serta
4 K350 King Air, pesawat serbaguna.10 Tidak hanya itu, Australia bahkan saat ini
sedang menjalankan program peremajaan dan pemutakhiran angkatan udaranya
hingga tahun 2020.
10
Royal Australian Air Force aircraft, diakses dari http://www.airforce.gov.au/aircraft/index.aspx
11
Emily O. Goldman dan Thomas G. Mahnken , The Information Revolutions in Military Affairs in Asia, (New
York: Palgrave Macmillan, 2004), hal.186
10
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
strategi pertahanannya. Teknologi merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu sistem
pertahanan seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Teknologi memegang peran penting
bagi strategi pertahanan Indonesia; ia menggerakkan perubahan-perubahan dunia
internasional, terutama perubahan sifat perang, sifat dan bentuk ancaman dalam dunia.12 Di
era perkembangan teknologi dan informasi, Indonesia menyadari bahwa doktrin lama yakni
doktrin sistem pertahanan semesta tidak lagi sesuai untuk dipertahankan. Kalaupun pemikiran
atas dasar land-based strategy tersebut masih dipertahankan, selain karena tidak sesuai
dengan keadaan Indonesia sebagai negara maritime, strategi tersebut tidak akan berjalan baik
tanpa adanya dukungan teknologi dan informasi. Dalam hal ini, aspek teknologi sangat
berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh negara-negara tersebut di atas.
Belanja militer yang mencapai 430 trilyun rupiah itu adalah untuk penguatan TNI AU
dengan membeli 40 unit pesawat tempur SU27/SU30, 30 unit F16 Block52, 16 unit Super
12
Edi Prasetyono, Strategi Pertahanan: Dimensi Militer dan Doktrin, diakses dari
http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper%20Diskusi/Strategi%20Pertahanan:%20Dimensi%20Militer
%20dan%20Dokrin%20-%20Edy%20Prasetyono.pdf
13
Diakses dari http://milexdata.sipri.org/result.php4
Anggaran militer tersebut adalah yang terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Besarnya anggaran
tersebut disampaikan oleh pejabat tinggi Kemenhan (dulu Dephan) di Jakarta Rabu 10 Maret 2009
11
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
Tucano,20 pesawat angkut Hercules, 6 Pesawat intai strategis, 16 Yak 130, 5 baterai rudal
Hanud S300 dan 8 unit radar pertahanan Udara.
Untuk TNI AL disediakan pagu anggaran untuk membeli 10 kapal selam modern, 200
tank amphibi BMP-3F, 40 kapal patroli cepat rudal Trimaran, 60 kapal patroli cepat rudal
FPB57, 20 Kapal Perusak Kawal Rudal, 10 Fregat, 10 LPD, 150 rudal yakhont, 200 rudal
C705, 180 rudal C802. Sedangkan untuk TNI AD dialokasikan anggaran untuk pembelian
antara lain 250 MBT (Main Battle Tank), 800 Panser Canon Pindad, 900 Panser angkut
personil, 1200 truk militer, 1200 rudal jarak 300 km pabrikan PT Pindad.
Alokasi anggaran militer yang cukup besar ini, menurut pengamat militer Connie
Rahakundini, adalah untuk memberikan kekuatan deterrence bagi TNI sehingga bisa menjadi
kekuatan bargaining politic pemerintah terutama yang berkaitan dengan klaim teritorial
dengan negara tetangga. Jika rencana anggaran ini dapat terealisasi, maka Indonesia dapat
dipastikan menjadi kekuatan yang disegani di Asia.
Alokasi anggaran militer tersebut sangatlah baik dan memang sudah seharusnya
dilakukan sejak dahulu mengingat wilayah territorial Indonesia merupakan yang paling besar
di kawasan Asia Tenggara. Bahkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia seharusnya lebih
memprioritaskan pengalokasian anggaran militer negara kepada pengembangan angkatan laut
(AL).
Indonesia sudah seharusnya menjadi salah satu blue-water navy.14 Untuk menjadi
salah satu blue-water navy atau negara yang daya jelajah kekuatan angkatan lautnya jauh,
Indonesia sebaiknya memiliki kapal-kapal seperti cruiser, destroyer, dan carrier (kapal
induk). Akan tetapi, keberadaan kapal induk tidaklah terlalu signifikan bagi Indonesia. Fungsi
utama kapal induk ialah sebagai pangkalan ataupun tempat peristirahatan sekaligus pembawa
pesawat-pesawat dan helikopter tempur. Selain itu, kapal induk juga dipakai untuk membawa
supplay logistik bagi pesawat dan helikopter tempur. Di Indonesia, peran carrier ini sudah
14
Istilah blue-water navy adalah ungkapan untuk suatu kekuatan maritim yang mampu beroperasi melintasi
perairan dalam di samudera terbuka. Kekuatan tersebut harus mampu menerapkan sea control pada jangkauan
yang luas, serta digelar atau deployment di samudera luas/high seas dalam kurun waktu yang cukup lama.
Dalam studi ilmu peperangan modern, angkatan laut yang ingin menerapkan prinsip blue-water navy harus
memiliki kemampuan membela diri yang handal dari kemungkinan serangan lawan yang berasal dari bawah air
(kapal selam), permukaan (kapal perusak, frigat, korvet), dan serangan udara. Di samping itu, untuk menjadi
sebuah blue-water navy, dibutuhkan suplai logistik yang baik, sehingga armada yang sedang berada di tengah
samudera luas tadi dapat beroperasi terus-menerus tanpa mengalami gangguan.
Diakses dari http://www.indonesiamaritimeclub.com/2009/04/19/tni-al-menjadi-blue-water-navy-kembali/
Selain blue-water navy, ada juga istilah brown-water power dan green-water power. brown-water power
berkaitan dengan negara-negara yang letaknya sangat dekat dengan aliran-aliran sungai. Negara-negara dengan
keadaan demikian paling membutuhkan kapal-kapal seperti fast patrol boat dan corvet. Sedangkan green-water
power dialamatkan pada negara yang daya jelajah kekuatan angkatan lautnya medium. Negara-negara seperti ini
harus memiliki kapal-kapal seperti frigate dan individual battle warship.
12
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
digantikan oleh sekitar 17.000 pulau-pulau kecil yang tersebar dari ujung timur hingga barat
NKRI. Pulau-pulau tersebut juga bisa menjadi post pertahanan angkatan darat dan udara.
Dengan demikian, anggaran belanja militer Indonesia sebaiknya dialihkan kepada pembelian
kapal selam, pasalnya kapal selam adalah fasilitas militer yang memiliki nilai deterrent yang
paling besar dari antara semua alat perang lainnya. Bahkan, destroyer dengan sonar yang
tercanggih sekarang ini sekalipun sangat sulit untuk mendeteksi keberadaan kapal selam.
Keuntungan lain dari kepemilikan kapal selam bagi sistem pertahanan Indonesia
adalah bahwa ia akan membawa Indonesia sebagai kekuatan laut terbesar di kawasan Asia
Tenggara. Selain itu, perlu kita ingat bahwa Indonesia, berdasarkan badan IAEA
(International Atomic Energy Agency), diklasifikasikan ke dalam Annex II. Annex II berarti
Indonesia tidak memiliki senjata nuklir, tetapi memiliki kapabilitas untuk
mengembangkannya. Berpacu dari klasifikasi tersebut, kepemilikan kapal selam oleh
Indonesia akan menimbulkan “kengerian” bagi negara lain bahkan aktor-aktor keamanan
internasional lainnya untuk “melirik” teritori RI. Coba kita kilas balik ke masa perang dingin
di mana Uni Soviet memiliki kapal selam dengan hulu ledak nuklir. Pasalnya, kapal selam
dan senjata nuklir merupakan kombinasi fasilitas militer yang paling mematikan hingga saat
ini. Terbukti, saat Perang Dingin, Amerika Serikat sekalipun berada dalam ketakutan besar
akan Uni Soviet.
Oleh karena itu, Indonesia tidak dapat dipungkiri akan menjadi “raja” maritim Asia
Tenggara dan salah satu kekuatan militer terbaik dunia jika saja memiliki setidaknya dua
skuadron kapal selam. Biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan ini memang tidak sedikit,
akan tetapi dampaknya sangat besar bagi Indonesia. Kepemilikan kapal selam yang lebih
mutakhir dan banyak tersebut mutlak diperlukan mengingat kapal-kapal selam Indonesia
yang ada saat ini hanyalah yang berukuran 40, 50, dan 60 meter.
Mengingat biaya yang besar jika membeli kapal-kapal dari luar, ada baiknya jika RI
memaksimalkan keberadaan PT Pindad dan disinergiskan dengan lembaga pengetahuan
Indonesia. Faktanya, kapal-kapal pabrikan PT Pindad sangatlah baik dan sudah banyak dibeli
oleh negara-negara lain bahkan seperti Jerman sekalipun. Anggaran militer RI mendatang
memang meningkat, bahkan anggaran untuk Kemenetrian Pertahanan tahun 2011 merupakan
anggaran terbesar dalam RAPBN setelah Kementrian Pekerjaan Umum.15 Namun, pengadaan
kapal-kapal selam produksi dalam negeri seperti yang saat ini sedang berlangsung merupakan
15
“Perkuat Sistem Pertahanan RI”, diakses dari http://bataviase.co.id/node/364771
Saat ini, Indosia sedang memproduksi kapal selam Life Free Guard 110 meter. Keberadaan kapal selam ini
digadang-gadang akan menyaingi kapal selam milik Singpura.
13
Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia
Strategi Pertahanan Indonesia
tindakan yang lebih baik daripada hanya mengharapkan kucuran anggaran negara tersebut
baik sebagi langkah awal mewujudkan Indonesia yang military autharcy, yakni tidak
bergantung pada negara lain. Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai
blue-water navy semakin nyata dan tepat sasaran.
Kesimpulan
Indonesia, sebagai negara dengan garis pantai terpanjang ke-2 di dunia mutlak
memerlukan pertahanan militer yang baik. Pertahanan di Indonesia sebaiknya berfokus pada
kekuatan angkatan laut agar sesuai dengan karakteristik dan letak geografis. Untuk mencapai
sistem pertahanan yang baik, Indonesia sebaiknya berbasis naval dan harus bias menjadi
blue-water navy.
Upaya untuk meningkatkan sistem pertahanan Indonesia ini harus memperhatikan
perkembangan RMA negara-negara lain khususnya Cina, Australia, Malaysia, dan Singapura
yang memiliki perencanaan pengembangan kekuatan angkatan militernya secara signifikan.
14