Anda di halaman 1dari 5

Nama : Palar Siahaan

NPM : 0806352372

Mata Kuliah : Kebijakan Luar Negeri & Keamanan Amerika Serikat

Sumber : Chapter 5 “Institutional Decline” dalam Thomas E. Mann and Norman J.


Ornstein, The Broken Branch: How Congress Is Failing America and How to
Get It Back on Track, Oxford University Press, 2006, hlm. 141-191

Kemerosotan dalam Tubuh Institusi AS:

Penyebab dan Upaya Untuk Memperbaikinya

Pada tanggal 20 April 2005, Presiden Amerika Serikat (AS), George W. Bush,
menandatangani undang-undang baru Bankruptcy Abuse Prevention and Consumer
Protection Act yang ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pertolongan bagi warga
Amerika dari keterpurukan yang terutama disebabkan oleh bencana alam, seperti badai
Katrina dan Rita yang saat itu terjadi.

Akan tetapi, tujuan baik pemerintah AS ini mendapatkan respon yang tidak diduga,
baik masyarakat maupun lapisan kaum politisi justru menyayangkan dan mengkritik undang-
undang baru ini tepat setelah badai Katrina dan Rita berlalu. Bukannya membantu, undang-
undang ini justru dirasakan semakin memberatkan bagi masyarakat. Semakin banyaknya
persyaratan untuk mendapatkan bantuan pemerintah (harus memiliki bukti keadaan ekonomi,
berkas-berkas pajak pribadi, dan lainnya) justru membebani sedikitnya 400.00 orang yang
tanpa pekerjaan dan tempat tinggal. Pandangan yang sama juga muncul dari kalangan
kongres di Gedung Putih. Baik Partai Demokrat maupun Partai Republik sependapat bahwa
ketentuan yang bahkan mengenakan tagihan (bill) bagi masyarakat ini tidak seharusnya ada.
Kesenjangan social, ketidakkonsistensian, dan beban yang harus ditanggung masyarakat
kurang mampu menjadi sorotan utama para petinggi Partai Demokrat dan Partai Republik.
Melalui bencana badai Katrina dan Rita, mereka juga menyadari tantangan dan kekurangan
dari peraturan baru ini.

Menanggapi keadaan tersebut, mereka (kongres di Gedung Putih) merasa perlu untuk
mereformasi peraturan (bankruptcy process) yang telah berlaku sejak tahun 1978. Namun,
1
keinginan untuk mereformasi terhalang karena adanya perbedaan pandangan di dalam
kongres itu sendiri yang dapat digolongkan ke dalam empat kelompok.

Pada tahun 1998, kongres ke-105, terdapat perbedaan pendapat di antara para senat di
Gedung Putih dengan Presiden Clinton mengenai pemberlakuan tagihan bagi masyarakat
sebagai syarat. Presiden Clinton tidak menyetujui pengadaan tagihan tersebut. Dalam kongres
ke-106, juga terdapat perbedaan pandangan antara Presiden Clinton dengan Senat Chuck
Schumer (New York). Presiden Clinton tidak menyetujui ketentuan-ketentuan yang disusun
oleh Senat Chuck karena dianggap sangat kontroversial. Sementara itu, dalam kongres ke-
107, permasalahan utamanya adalah sekali lagi mengenai tagihan yang menyangkut kasus
aborsi. Ketentuan dalam kongres kali ini ditentang keras oleh para pembuat undang-undang
anti-aborsi. Dalam kongres ke-108, para pendukung Partai Republik memilih untuk tidak
membuat ketentuan mengenai tagihan karena mereka melihat ketentuan semacam ini akan
mendapat banyak tentangan dari berbagai pihak seperti pada masa Senat Chuck Schumer.
Akhirnya, semua pembahasan dalam kongres berubah di dalam kongres ke-109. Ketentuan
mengenai pengadaan tagihan akhirnya disetujui, namun harus dengan adanya keterlibatan
yang aktif dari industri perkreditan (credit industry). Dalam kongres kali ini, baik pihak
Republik maupun pihak Demokrat untuk pertamakalinya berada dalam satu suara, petinggi
Partai Demokrat dan Partai Republik sama-sama menginginkan agar tidak diadakannya suatu
amandemen mengenai Bankruptcy Abuse Prevention and Consumer Protection Act ini.

Kali ini, perbedaan pandangan datang dari Senat, bukan dari keduabelah pihak partai.
Beberapa ketentuan yang telah disusun dalam kongres ke-109 telah ditolak dalam Senate
Judiciary Committee. Salah satu ketentuan itu misalnya mengenai pemberian tempat tinggal
khusus bagi orang tua dan para pensiunan, terutama bagi mereka yang kehilangan semua
kepunyaannya oleh karena sakit atau penyebab lain. Selain ketentuan ini, ada juga beberapa
ketentuan lain yang ditolak oleh Senat, dan itu menjadi bukti bahwa hukum dan kebijakan
yang disusun dalam beberapa kongres ini sangat lemah, cacat, dan tidak mencerminkan
kepentingan masyarakat miskin di AS. Keadaan ini juga menjadi bukti bahwa proses
legislatif AS cukup kacau dan tidak disukai oleh masyarakat. Bahkan, banyak pihak
menyatakan bahwa kongres yang ada sekarang ini sangat berbeda dan lebih buruk
dibandingkan dengan kongres yang ada sebelumnya. Perbedaan-perbedaan itu akan
dijelaskan dalam tulisan ini.

 The Decline in Institutional Identity (Kemerosotan identitas institusi)


2
Norma yang lazim ada dalam institusi, menurut Donald Matthews—Senat AS—dalam
salah satu tulisanya pada tahun 1960, adalah “patriotisme.” Seluruh senat AS sangat
memegang teguh norma ini dan sangat setia dalam menjalankan fungsinya sebagai
representator presiden. Selain itu, para senat sangat menjaga harga dirinya sebagai wakil
rakyat dengan menjalankan amanat rakyat dengan sikap patriotisme. Para senat dan anggota
kongres sangat bangga dan sangat berintegitas untuk dapat mengabdi kepada rakyat.

Deskripsi ini sangat berbeda dengan keadaan kongres sekarang yang sangat egoistic, lebih
mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok (partai) daripada mengindahkan
kepentingan rakyat. Hal ini terlihat sangat jelas di mana sebagian masyarakat tidak lagi
memandang baik kongres (Gedung Putih). Bahkan, ada kelompok masyarakat yang
dinamakan anti-Washington. Jika sebelumnya orang beranggapan bahwa bekerja dan tinggal
di Washington (Gedung Putih-sebagai bagian dari kongres) merupakan hal yang hebat dan
patut dibanggakan, sekarang mereka melihat Washington sebagai tempat yang busuk dan
menakutkan. Semakin lama seseorang tinggal di sana, semakin mereka terjangkit “virus”
yang dinamakan Potomac Fever. Potomac Fever dapat diartikan sebagai the determination or
fervor to share in the power and prestige of the U.S. government in Washington, D.C., esp.
by being appointed or elected to a government position. 1

 Indifference to Reform

Menyadari betapa pentingnya pengembangan dalam kongres karena begitu


dinamisnya keadaan di sekitar masyarakat, sejak tahun 1960, diadakanlah Joint Committee
on Congressional Reform pada tahun 1990-an. Baik para anggota kongres, penyusun undang-
undang, maupun para pimpinan partai menyadari pentingnya kegiatan semacam itu guna
perbaikan dalam tubuh kongres. Akan tetapi, tidak jarang pula upaya itu gagal dan mencapai
puncak kegagalannya pada tahun 1995 di saat upaya mereformasi sistem dalam komite yang
dipimpin oleh David Dreier dibatalkan. Ini kemudian menjadi awal dari kemerosotan kongres
AS.

 Disappearance of Oversight

Hal ini mungkin sudah menjadi sesuatu yang lazim terjadi dalam semua jenis institusi
pemerintahan di AS sekaligus menjadi salah satu sumber masalah yang harus benar-benar
diperhatikan. Faktanya, tidak sedikit permasalahan yang ada dalam suatu kongres di AS yang
tidak dapat diselesaikan dalam satu periode pemerintahan. Dengan kata lain, ada
1
Diakses dari http://dictionary.reference.com/browse/potomac+fever pada tanggal 16 September 2010 pkl.
16.05
3
permasalahan-permasalahan yang tidak selesai tuntas dalam satu periode pemerintahan
tertentu. Seiring pergantian rezim pemerintahan, permasalahan yang tidak terselesaikan
tersebut tidak lagi menjadi pembahasan dalam kongres yang sedang berlangsung.
Permasalahan tersebut seakan-akan tiba-tiba menghilang, mungkin hal ini disebabkan oleh
rasa enggan untuk melanjutkan pekerjaan kongres pendahulu.

Namun perlu diperhatikan bahwa tidak tertutup kemungkinan permasalahan itu akan
muncul kembali dan jika terakumulasi bisa menjadi permasalahan yang sangat berat.
Misalnya, pada saat Partai Republik menguasai kongres di bawah rezim Bill Clinton, semua
hal yang sangat ingin dituntaskan oleh Presiden Clinton tiba-tiba menghilang seiring naiknya
George W. Bush sebagai presiden AS yang baru. Semua inti pembahasan permasalahan
berubah dari mengenai keamanan dalam negeri menjadi peperangan di Iraq.

Dari semua permasalahan tersebut, permasalahan politik adalah yang paling patut
menjadi sorotan sebagai penyebab kemerosotan kongres. Faktanya, kongres sangat
didominasi oleh dua partai mayoritas yakni Republik dan Demokrat. Satu masa pemerintahan
akan dikuasai oleh satu partai mayoritas. Namun, konfrontasi dalam kongres selalu mungkin
terjadi mengingat kuatnya loyalitas anggota partai terhadap setiap partainya, terutama mereka
anggota partai besar.

Adalah hal yang lazim bagi setiap partai untuk menggalang dukungan dari berbagai
pihak dengan berbagai cara misalnya melalui lobbying. Hanya saja, hal ini kerap menjadi
salah satu penyebab kemerosotan dalam kongres, seperti kemerosotan standard etik. Keadaan
kemerosotan standard etik terjadi pada partai mayoritas Republik melalui Tom DeLay. Pada
tahun 2003, Delay melakukan hal yang memalukan kongres dengan menyalahgunakan
statusnya sebagai salah satu anggota kongres untuk meraup keuntungan pribadi dan partai
dengan membuat kesepakatan untuk melindungi rumah judi suku Indian.

Hal-hal tersebut tidaklah seharusnya terjadi. Kongres yang merupakan badan


terhormat dan berisikan wakil rakyat sudah sepatutnya mengabdi kepada kepentingan rakyat.
Dalam hal ini, baik Partai Republik maupun Demokrat beserta semua anggota kongres
dituntut untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan partai, apalagi
kepentingan pribadi.

4
Selain itu, kongres memegang peranan penting dalam pemerintahan AS, kongres memiliki
power yang signifikan mengenai kebijakan luar negeri AS termasuk mengatur perdagangan,
menyetujui nominasi presiden, dan meratifikasi perjanjian-perjanjian. Selain itu, kongres
harus menyetujui semua dana untuk aktivitas pemerintah.2 Sekali lagi, kongres harus
menjalankan perannya dengan baik.

2
Fraser Cameron, US Foreign Policy After The Cold War: Global Hegemon or Reluctant Sheriff? (2nd ed.),
(New York: Routledge, 2005), hlm. 67-69
5

Anda mungkin juga menyukai