Nomor : LT / 3 / I / 2015
1. Abstrak.
Optimalisasi Pengamanan Wilayah Perbatasan Guna Mendukung Pelaksanaan
Operasi Militer Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Nasional merupakan
pelaksanaan tugas TNI AD, TNI AL dan TNI AU sesuai UU RI No. 34 Tahun 2004 pasal
8, 9 dan 10. Pengamanan ditujukan untuk keamanan wilayah perbatasan darat,
penegakan hukum serta keamanan wilayah laut dan udara yurisdiksi nasional sesuai
ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Dari sisi
pertahanan dan keamanan, dalam beberapa tahun terakhir ini, pembangunan pos-pos
pengamanan perbatasan dan pulau-pulau terdepan beserta penggelaran aparat
keamanan telah mampu menurunkan intensitas pelanggaran batas wilayah negara dan
gangguan keamanan di wilayah perbatasan. Posisi geografis yang strategis, dan
dengan perbatasan darat maupun laut yang belum sepenuhnya terjaga, serta
pengawasan bandara dan pelabuhan laut yang belum seluruhnya ketat, telah
menjadikan wilayah dan penduduk Indonesia sebagai bagian mata rantai kejahatan
lintas negara, seperti narkoba, perdagangan dan penyelundupan manusia (human
trafficking), dan terorisme. Bentuk lain kejahatan lintas negara yang berdampak sangat
merugikan suatu negara adalah kejahatan lintas negara terorganisasi yang biasanya
dikendalikan oleh aktor bukan negara (non-state actors). Kejahatan terorganisasi lintas
negara secara langsung sangat mengganggu rasa aman masyarakat dan
kemanusiaan, serta secara tidak langsung sangat merongrong keamanan dalam negeri,
kedaulatan negara, pembangunan ekonomi, dan penegakan hukum. Kondisi tersebut
sangat terkait dengan tugas TNI, wilayah perbatasan merupakan dominasi medan
2
operasi militer baik operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang,
sehingga pengamanan wilayah perbatasan harus dioptimalkan sejalan dengan
pembangunan dibidang lainnya agar Ketahanan Nasional dapat diwujudkan.
setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar maupun dari dalam
negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa serta
pemulihan terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan
keamanan2. Dengan demikian sesuai dengan kebijakan tersebut, TNI dalam
pengamanan wilayah perbatasan harus senantiasa memelihara dan meningkatkan
kesiapsiagaannya dalam melaksanakan operasi militer, kemudian untuk fungsi
pengamanan di luar itu, harus dikoordinasikan dengan institusi terkait lainnya. Sebagai
awal dari tindak lanjut mengatasi permasalahan tersebut di atas, langkah pertama yang
perlu dilakukan TNI adalah mewujudkan konsepsi upaya meningkatkan pengamanan
wilayah perbatasan guna mendukung pelaksanaan operasi militer dalam rangka
Ketahanan Nasional.
Pengamanan wilayah perbatasan Republik Indonesia (RI) terkait erat dengan
konsepsi dasar yang kita anut tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketika NKRI dimaknai sebagai satu entitas yang memiliki kedaulatan, penduduk, dan
wilayah, maka segala bentuk tafsir atau persepsi terhadap ancaman yang dihadapi
tidak akan lepas dari tanggungjawab negara melindungi elemen-elemen tersebut
secara tidak terpisah. Negara tidak dapat mengabaikan atau mengutamakan salah satu
dari elemen kedaulatan, penduduk dan wilayah dalam kebijakan dan aktivitas terkait
pengamanan wilayah perbatasan RI. Dengan demikian, aktivitas pengamanan wilayah
perbatasan merupakan upaya perlindungan terhadap eksistensi negara yang ditandai
dengan terlindunginya kedaulatan, penduduk dan wilayah dari pelbagai jenis ancaman. 3
Optimalisasi pengamanan wilayah perbatasan guna mendukung operasi militer dalam
rangka mewujudkan Ketahanan Nasional merupakan bagian dari satu pemahaman
totalitas mengenai konsep ‘keamanan nasional’ yang intinya adalah “kemampuan
negara melindungi apa yang ditetapkan sebagai nilai-nilai inti, sehingga landasan
pemikirannya berorientasi pada faktor kesejarahan sebagai landasan historis,
Paradigma Nasional (Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional serta perundang-undangan) sebagai landasan filosofis serta beberapa temuan
ilmiah sebagai landasan teori, sehingga penulisan ini diharapkan tidak menyimpang
dari fakta, aturan serta disiplin ilmu.
Pengamanan wilayah perbatasan merupakan upaya perlindungan eksistensi
negara yang ditandai dengan terlindunginya, kedaulatan, penduduk dan wilayah dari
2
Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
3
http://ina.propatria.or.id/download/Paper Diskusi/Keamanan Nasional, Ancaman dan Eskalasi-Rizal
Sukma.pdf, CSI Jakarta FGD Pro-Patria, 23 September 2003
4
pelbagai jenis ancaman. Konsepsi ini adalah bagian dari satu pemahaman totalitas
mengenai konsep ‘keamanan nasional’ yang intinya adalah “kemampuan negara
melindungi apa yang ditetapkan sebagai nilai-nilai inti (core values), dimana
pencapaiannya merupakan sebuah proses terus-menerus, dengan menggunakan
segala elemen power dan resources yang ada serta melingkupi semua aspek
kehidupan".4 Bagi TNI pengamanan wilayah perbatasan merupakan salah satu tugas
operasi militer selain perang, namun tidak menutup kemungkinan dapat menjadi tugas
operasi militer untuk perang. Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu
persoalan keamanan yang krusial bagi setiap negara berdaulat karena ancaman
keamanan dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Ancaman ini dapat
berupa agresi, aktivitas intelijen, blokade, pencurian aset dan sumber daya alam,
penyebaran penyakit dan sebagainya. Signifikasi tersebut menuntut negara untuk
memiliki strategi penanganan wilayah perbatasan negara yang komprehensif untuk
mencegah dan mengatasi berbagai isu keamanan yang berasal dari wilayah
perbatasan negara. Karena konteksnya keamanan nasional bagi pencapaian tujuan
nasional tentunya melibatkan berbagai institusi. Disisi lain permasalahan perbatasan
yang terkait dengan pelaksanaan operasi militer TNI adalah keberadaan kebijakan,
ketersediaan infrastruktur dan kondisi sosial masyarakat.
Posisi geografis yang strategis, dan dengan perbatasan darat maupun laut yang
belum sepenuhnya terjaga, serta pengawasan bandara dan pelabuhan laut yang belum
seluruhnya ketat telah menjadikan wilayah dan penduduk Indonesia sebagai bagian
mata rantai kejahatan lintas negara, seperti narkoba, perdagangan dan penyelundupan
manusia (human trafficking), dan terorisme. Bentuk lain kejahatan lintas negara yang
berdampak sangat merugikan suatu negara adalah kejahatan lintas negara
terorganisasi yang biasanya dikendalikan oleh aktor bukan negara (non-state actors).
Kejahatan terorganisasi lintas negara secara langsung sangat mengganggu rasa aman
masyarakat dan kemanusiaan, serta secara tidak langsung sangat merongrong
keamanan dalam negeri, kedaulatan negara, pembangunan ekonomi, dan penegakan
hukum. Terdapat berbagai bukti hubungan kuat antara pendanaan kelompok teroris
dan separatis dengan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan narkoba. Jenis
kejahatan ini oleh panel Perserikatan Bangsa Bangsa dianggap sebagai 1 (satu) dari 10
(sepuluh) ancaman berbahaya bagi umat manusia. Meskipun masih dalam skala
medium dan relatif belum masif, tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah dan penduduk
Indonesia merupakan salah satu simpul kejahatan narkoba, perdagangan perempuan
dan anak, serta penyelundupan manusia, terorisme, dan berbagai bentuk kejahatan
lintas negara terorganisasi. Ancaman-ancaman tersebut tidak hanya dapat diatasi
melalui operasi militer selain perang, namun juga dapat mengarah pada ancaman
terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI sehingga harus dihadapi dengan operasi
militer untuk perang. Permasalahannya antara lain :
a. Kesepakatan Batas Wilayah. Masalah wilayah perbatasan negara
merupakan salah satu persoalan keamanan yang krusial bagi setiap negara
berdaulat karena ancaman keamanan dapat datang dari luar dan melalui wilayah
perbatasan. Ancaman ini dapat berupa agresi, aktivitas intelijen, blokade,
pencurian aset dan sumber daya alam, penyebaran penyakit dan sebagainya.
Signifikasi tersebut menuntut negara untuk memiliki strategi penanganan wilayah
perbatasan negara yang komprehensif untuk mencegah dan mengatasi berbagai
ancaman yang berasal dari wilayah perbatasan negara. Sebagai negara
berdaulat, Indonesia tentunya juga memiliki strategi perbatasan untuk
mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang mungkin terjadi. Namun masih
adanya kasus dan ancaman keamanan yang terjadi di wilayah perbatasan
negara, menunjukkan bahwa kebijakan seperti :
6
6
Aditya Batara G., “Manajemen Garis Perbatasan Indonesia: Sebuah Usaha Menjamin Keamanan
Warganegara”, 2007.... www.dcaf.ch/content/.../ bm_bordermanagement_ reform_bahasa
7
administrative, serta sosial oleh warga PNG yang sejak dahulu dilayani
oleh pemerintah PNG.
5) Perbatasan Indonesia-Vietnam. Wilayah perbatasan antara Pulau
Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang
berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa
batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke
dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan
perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan
tersebut.
6) Perbatasan Indonesia-India Perbatasan kedua negara terletak
antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim
dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di
kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati
oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih
timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak,
terutama yang dilakukan para nelayan.
7) Perbatasan Indonesia-Republik Palau. Sejauh ini kedua negara
belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE
Indonesia yang terletak di utara Papua sehingga sering timbul perbedaan
pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan
kedua belah pihak.7
b. Pelanggaran Wilayah. Dari sejumlah permasalahan perbatasan dengan
negara-negara tetangga tersebut, permasalahan dengan Malaysia merupakan
yang paling sering terjadi. Hal ini terungkap dari paparan yang disampaikan oleh
Menkopolhukam di dalam rapat kerja Komisi I tanggal 2 Maret 2009. Sepanjang
tahun 2008, Kementerian Polhukam mencatat terjadi 21 kali pelanggaran
kedaulatan oleh kapal perang Malaysia dan 6 kali oleh kapal polisi maritim
Malaysia di sekitar perairan Kalimantan Timur dan Laut Sulawesi. Sementara di
perairan lainnya terjadi pelanggaran sebanyak 3 kali. Selama tahun 2008 pula
terjadi 16 kali pelanggaran wilayah udara di wilayah Kalimantan Timur, 3 kali di
wilayah Papua, 2 kali di wilayah Selat Malaka dan 7 kali di wilayah-wilayah
Indonesia lainnya.8 Pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pihak asing bukan
7
http://zhagitoloh.blogspot.com/2010/04/masalah-masalah-sengketa-perjanjian.html
8
http://www.kodam-jaya.mil.id “Malaysia Pelanggar Perbatasan Terbanyak”, Kodam Jaya Online, 3
Maret 2009.
8
kali ini saja terjadi, namun telah berulang-ulang kali. Di tahun 1993 sebuah F-18
Hornet AS dipergoki melintas di atas Perairan Biak oleh F-16 Indonesia.
Sepanjang 1999 hingga 2001 ketegangan antara Indonesia dan Australia
seringkali terjadi karena seringnya terjadi penerbangan gelap (black flight) dan
penerbangan tanpa izin. Selanjutnya di tahun 2003, 5 pesawat F-18 Hornet AS
dipergoki oleh F-16 TNI AU sedang melakukan manuver di barat laut Pulau
Bawean. Guna mengatasi hal ini TNI terkendala dengan keterbatasan Alutsista,
baik Alutsista TNI AD, TNI AL maupun TNI AU
c. Pengamanan Pulau-pulau Terdepan. Peraturan Presiden Nomor
78/2005 menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil terdepan di Indonesia mencapai
jumlah 92 Pulau dan berbatasan dengan beberapa Negara, yakni Malaysia (22
pulau), Vietnam (2 pulau), Filipina (11 pulau), Singapura (4 pulau), Australia (23
Pulau), Timor Leste (10 pulau) dan India (12 pulau). 9 Pulau-pulau ini rawan bagi
terjadinya sengketa perbatasan karena posisi pulau-pulau tersebut sebagai titik
dasar pengukuran wilayah batas Indonesia dengan negara lain. Hal tersebut
dikemukakan, karena masih ada beberapa pulau kecil terpencil yang secara
posisi geografis kedudukannya lebih dekat dengan negara tetangga yang
diindikasikan memiliki keinginan memperluas wilayah. Pulau-pulau tersebut
antara lain, P. Nipah dan beberapa pulau Karang tidak berpenduduk yang
berbatasan dengan Singapura. P. Rondo berbatasan dengan Kepulauan
Andaman (India), P. Miangas berbatasan dengan Philipina, P. Pasir Putih
berbatasan dengan Australia dan ada satu pulau kosong di Kalimantan Barat
yang dihuni nelayan Thailand. Negara-negara tetangga memiliki kesempatan
terbuka untuk menguasai pulau-pulau tersebut dengan menggunakan
pendekatan pembinaan Continuous Presence dan Effective Occupation.
Selama ini penghidupan penduduk perbatasan dan pulau-pulau terdepan banyak
bergantung kepada negara tetangga terutama segi-ekonomi. Mereka juga lebih
banyak menonton televisi dari siaran TV Negara tetangga. Hal ini tentu akan
berpengaruh terhadap kebudayaan dan komitmen, hak dan kewajiban mereka
selaku warga negara RI. Kondisi tersebut mengancam keberlanjutan pulau-pulau
terdepan, antara lain :
9
http://www.academia.edu/8996575/PENGAMANAN_PERBATASAN_NEGARA_DAN_UPAYA
_PENINGKATANNYA_DI_INDONESIA_Strategi_Pengelolaan_Kawasan_Perbatasan_
9
10
Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara nasional Indonesia, Pasal 7 ayat 2 huruf b point 4
dan 14, hal 9
11
TNI dan oleh sebagian pihak dinilai sebagai tugas Kepolisian dan institusi
lainnya seperti Bea Cukai, Dinas Kelautan Perikanan dan lain-lain,
sehingga muncul suatu anggapan bahwa TNI merebut kewenangan
institusi lain. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja dan pengaturan
pengamannya belum terintegrasi dan transparan.
2) Sinergitas antar Matra. Institusi TNI yang terdiri dari tiga matra
(darat, laut dan udara), dimana keberadaan ketiga matra walaupun telah
ditegaskan dan UU RI No 34 2004 tentang TNI pasal 7b point 4 tentang
pengamanan wilayah perbatasan, namun jika mengacu pada pasal 8, 9
dan 10 tentang tugas masing-masing matra, seolah-olah untuk
pengamanan wilayah perbatasan darat hanya dilakukan oleh TNI-AD,
pengamanan wilayah perbatasan laut oleh TNI AL dan pengamanan
wilayah perbatasan udara oleh TNI AU sehingga :
a) Belum adanya deteksi dini terhadap potensi ancaman dan
permasalahan perbatasan baik darat, laut maupun udara sesuai
kondisi alamiah maupun pengaruh perubahan lingkungan strategis
terhadap negara kepulauan Indonesia.
b) Belum terwujudnya strategi operasi yang terintegrasi untuk
berbagai pengamanan wilayah perbatasan RI.
c) Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
kegiatan pengamanan wilayah perbatasan yang terintegrasi antar
ketiga matra (darat, laut dan udara) sehingga segala bentuk
keamanan dan kegiatan illegal yang mengancam keutuhan dan
kedaulatan NKRI terkesan lamban dalam penanganannya.
7. Infrastruktur.
a. Pos Pengaman. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pembangunan pos-
pos pengamanan perbatasan dan pulau-pulau terdepan (terluar) beserta
penggelaran aparat keamanan telah mampu menurunkan intensitas pelanggaran
batas wilayah negara dan gangguan keamanan di wilayah perbatasan. Namun
dengan jarak antar pos perbatasan yang rata-rata masih 50 km dan
pembangunan pos pulau terdepan (terluar) yang baru difokuskan di 12 pulau,
tingkat kerawanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) lainnya
masih relatif tinggi. Gangguan keamanan yang masih terjadi di wilayah
16
perbatasan dan pulau terdepan (terluar) terutama dalam bentuk aktivitas ilegal
berupa pencurian sumber daya alam dan pemindahan patok-patok perbatasan.12
b. Fasilitas Bea Cukai, Imigrasi, Karantina dan Keamanan. Wilayah
perbatasan sebagai gerbang yang mengatur arus keluar masuk barang dan
orang. Kurangnya fasilitas Bea Cukai, Imigrasi, Karantina dan keamanan
mengakibatkan kegiatan pelanggaran hukum sulit diawasi dan diatasi. Adapun
pelanggaran hukum yang kerap terjadi diwilayah perbatasan adalah : mobilitas
barang secara ilegal, kawasan perbatasan Indonesia juga subur dengan
mobilitas manusia secara ilegal. Mudahnya mobilitas ilegal ini menyebabkan
kawasan perbatasan Indonesia rentan digunakan oleh para teroris untuk masuk
ke wilayah Indonesia, pencurian SDA seperti illegal logging dan illegal fishing.
Selanjutnya adalah perompakan, khususnya perompakan di Selat Malaka.
Perompakan ini dikategorikan sebagai masalah perbatasan karena aktivitasnya
dilakukan di perbatasan Indonesia, Malaysia dan Singapura di Selat Malaka.
c. Infrastruktur Transportasi, Informasi dan Penerangan. Seperti yang
telah diketahui bersama bahwa faktor-faktor penghambat pengembangan
perbatasan diantaranya adalah terbatasnya prasarana dan sarana penunjang
ekonomi baik dari sisi transportasi, telekomunikasi, ketenagalistrikan dan
informasi. Sarana transportasi ke pelosok perbatasan sangatlah minim, sebagai
contoh di perbatasan darat Indonesia Malaysia di Kalimantan Barat, dimana
akses jalan hanyalah berupa jalan logging yang tentunya sangat sulit dilalui
sarana transportasi yang memadai baik untuk mencapai pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi ataupun sebaliknya. Untuk wilayah perbatasan laut, saat
sekarang ini sangatlah minim transportasi laut publik yang mencapai pulau-pulau
kecil di perbatasan, seperti di Pulau Miangas. Sarana transportasi yang minim ini
juga berdampak kepada tingginya nilai biaya produksi di perbatasan. Keadaan
tersebut di atas semakin diperparah dengan minimnya akses informasi dari
Indonesia yang dapat diterima masyarakat perbatasan. Hal ini tentunya akan
semakin mengucilkan masyarakat perbatasan dari lingkungan kebangsaan
Indonesia. Akses informasi yang diterima masyarakat perbatasan lebih banyak
diterima dari negara tetangga yang notabene lebih dekat dari mereka dan
mengelola sangat baik sarana dan prasarana kawasan perbatasannya.
12
RJPMN 2010-2014, Buku II Bab IX, hal 25
17
8. Kesimpulan
a. Optimalisasi pengamanan wilayah perbatasan sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan
pendekatan Ketahanan Nasional, yaitu dengan menggunakan pendekatan
kesejahteraan dan keamanan. Selain itu optimalisasi pengamanan wilayah
perbatasan juga memiliki legitimasi dari beberapa Peraturan Perundang-
undangan, terlebih dengan telah dibentuknya Badan Nasional Pengelolaan
Perbatasan yang diharapkan dapat berimplikasi pada sistem pengamananannya.
b. Sesuai dengan ruang lingkup pembahasan, bahwa optimalisasi
pengamanan wilayah perbatasan, walaupun dalam kontek mendukung operasi
militer bukan berarti hanya ditinjau dari kepentingan untuk perang, tetapi justru
lebih ditekankan pada operasi militer selain perang, khususnya dalam
merealisasikan peberdayaan wilayah pertahanan dan tugas masing-masing
matra yang termuat dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang memuat
tentang permasalahan isu keamanan wilayah perbatasan, keberadaan dan
sinergitas antar Institusi, dukungan kebijakan serta konsisi sosial masyarakat
terkait dengan wawasan kebangsaan masyarakat perbatasan. Atas dasar
kebijakan tersebut pengamanan wilayah perbatasan guna menunjang operasi
militer dalam rangka Ketahanan Nasional maka pokok-pokok pikiran tentang
upaya yang perlu dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1) Dalam mengatasi isu keamanan wilayah perbatasan perlu
dilakukan penataan ruang penyusunan zoning regulation, mekanisme
perizinan, insentif dan disinsentif, serta penerapan sanksi bagi
pelanggaran RTRW sesuai dengan kebijakan yang berlaku sebagai bukti
kepemilikan dan pemliharaan wilayah perbatasan termasuk pulau-pulau
terdepan, dimana TNI membantu pemerintah seoptimal mungkin sesuai
dengan kewenangannya. Selain itu juga perlu dilakukan perwujudan
kelengkapan data dan informasi spasial, percepatan penanganan
penentuan dan kesepakatan batas wilayah serta melakukan peningkatan
pengamanan terhadap pelanggaran wilayah maritim serta pulau-pulau
terdepan baik secara fisik, kepemilikan, pengawasan maupun keamanan
secara sosial ekonomi.
2) Dalam mewujudkan pemberdayaan institusi pengamanan wilayah
perbatasan dengan telah dibentuknya BNPP maka seluruh kegiatan
18
Unified Action dalam Unified Command yang selama ini dilakukan oleh
masing-masing institusi dipadukan dan dikoordinir oleh BNPP.
3) Dalam mewujudkan kebijakan pengamanan wilayah perbatasan,
BNPP perlu menyediakan blueprint dan sistem operasionalisasinya,
kebijakan anggaran serta mekanisme pengawasan dan pelibatan publik.
BNPP juga perlu merealisasi kebijakan proses pembangunan yang
berpedoman pada prinsip Equity, Efisiensi, Efektifitas, dan Keberlanjutan.
Kemudian untuk mencegah bergesernya frontiers border, negara harus
membentengi perbatasan tidak hanya cukup dengan metode militerisasi
perbatasan, tetapi dikembangkan dengan pendekatan keamanan untuk
mendukung pembangunan kesejahteraan. Disini TNI perlu melaksanakan
pemberdayaan wilayah pertahanan sebagai pengamanan pertahanan
terdepan, baik dalam bentuk fisik (gatra ekonomi, gatra sosial budaya)
dan dalam bentuk non-fisik (gatra ideologi, gatra politik) berkaitan dengan
kedaulatan wilayah dan melindungi segenap warga negara beserta
seluruh sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk
mengkaji pengembangan kebijakan teknologi pertahanan.
4) Dalam mewujudkan daya dukung infrastruktur pengamanan
wilayah perbatasan, TNI berperan aktif untuk memberikan saran masukan
agar pembangunan infrastruktur dapat dimanfaatkan juga bagi
kepentingan pertahanan seperti sarana transportasi, komunikasi,
kesehatan, bandara, dermaga, sarana pengawasan dan lain-lain.
5) Dalam meningkatkan kondisi sosial masyarakat seperti
membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, kawasan agropolitan,
Kawasan transito, merealisasikan kerja sama bidang sosial dan ekonomi
antara Indonesia, mengentaskan kemiskinan, masalah hak adat/ulayat
masyarakat, meningkatkan kualitas SDM dan wawasan kebangsaan, TNI
secara terintegrasi dapat mengembangkan program-program
pemberdayaan wilayah pertahanan sebagai realisasi pelaksanaan operasi
militer, khususnya operasi militer selain perang.
c. Berdasarkan upaya-upaya tersebut pelaksanaan pengamanan perbatasan
yang selama ini dinilai didominasi oleh militer dan terbukti tidak membawa
perubahan yang berarti bagi kemajuan wilayah dan kesejahteraan masyarakat
perbatasan dapat dieliminasi dengan lebih memperhatikan human security dan
19
b. Implikasi.
a. Adanya keberpihakan, perhatian dan tindakan nyata agar
pembangunan wilayah perbatasan yang dilakukan secara tepat, cepat,
26
8. Daftar Pustaka
a. Aditya Batara G., “Manajemen Garis Perbatasan Indonesia: Sebuah
h. RJPMN 2010-2014
i. Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia