Anda di halaman 1dari 12

Penilaian Terhadap Sistem Pertahanan Indonesia Dan Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Pertahanan


Dalam ilmu ekonomi, barang publik adalah barang yang memilikisifat nonrival dan non-eksklusif. Ini berarti konsumsi atas barang tersebut oleh suatu
individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi
oleh individu lainnya, dan noneksklusif berarti semua orang berhak menikmati
manfaat dari barang tersebut. Sebagai contoh: jalan raya adalah barang publik.
Banyaknya pengguna jalan tidak akan mengurangi manfaat dari jalan tersebut,
semua orang dapat menikmati manfaat dari jalan raya (noneksklusif) dan jalan
raya dapat digunakan pada waktu bersamaan. Istilah barang publik sering
digunakan untuk merujuk pada barang yang non-eksklusif dan barang non-rival.
Ini berarti bahwa tidak mungkin mencegah seseorang untuk tidak mengonsumsi
barang publik. Udara dapat dimasukkan sebagai barang publik karena secara
umum tidak mungkin mencegah seseorang untuk menghirupnya. Barang-barang
yang demikian itu sering disebut sebagai barang publik murni.
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan
nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan
ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung
ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Ketahanan nasional merupakan salah satu barang publik yang penting.
Kemampuan suatu negara menghalau setiap serangan dari luar merupakan
contoh klasik. Jika suatu negara berhasil dipertahankan, tidak ada seorangpun
yang bisa dicegah unuk menikmati manfaatnya. Terlebih lagi, ketika seseorang
menikmati manfaatnya, manfaat yang dirasakan oleh orang lain tidak akan
berkurang. Oleh sebab itu, pertahanan nasional tidak bersifat excludable
maupun rival.

2.1 Sistem Pertahanan Indonesia


Pertahanan nasional adalah segala upaya negara untuk mempertahankan
kedaulatan negara yang meliputi kautuhan wilayah dan juga keselamtan
masyarakat dari segala gangguan yang mengancam keutuhan negara.
Pertahana negara atau pertahanan nasional diselenggarakan oleh pemerintah
melalui sistem pertahanan negara. Pertahanan nasional adalah gabungan
kekuatan antara sipil dan militer yang diupayakan oleh negara untuk melindungi
integritas wilayahnya.
Pertahanan nasional merupakan tugas utama Kementerian Pertahanan. Berikut
adalah dasar mengenai sistem pertahanan Indonesia dalam UUD 1945 BAB II
tentang Pertahanan Negara dan Keamanan Negara.
Pasal 30

1.
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
2.
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat oleh Tentara Nasional Indonesiadan Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai
kekuatan pendukung.
3.
Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
4.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat, dan bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
5.
Susunan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan dan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syaratsyarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan
diatur oleh undang-undang.

Macam Pertahanan

Pertahanan Militer

Pertahanan non Militer

Komponen Pertahanan
Komponen utama dalam sistem pertahanan di Indonesia adalah Tentara Nasional
Indonesia. Komponen utama dibantu dengan kompnen cadangan dan komponen
pendukung untuk menghadapi ancaman non militer.
Komponen utama merupakan Tentara Nasional Indonesia yang bertugas
menghadapi ancaman militer dan melaksanakan tugas pertahanan lainnya.
Komponen cadangan merupakan sumber daya yang dimiliki negara yang telah
dipersiapkan untuk memperkuat dan memperbesar kemampuan dan kekuatan
TNI sebagai komponen utama.
Komponen pendukung berfungsi untuk memperkuat dan meningkatkan
kemampuan kedua komponen sebelumnya. Komponen ini terdiri dari sumber
daya nasional yang tidak ditujukan untuuk pertahanan fisik.
Sub pendukung komponen :
Paramiliter

Polisi

Satpol PP

Satpam

Limnas atau Hansip

Menwa

Satgas Partai

Organisasi bela diri

Organisasi kepemudaan

Tenaga Ahli

Industri

Sumber daya alam

Sumber

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertahanana di Indonesia


Letak geografis Indonesia yang strategis memiliki potensi ancaman yang
kedepannya akan semakin kompleks. Sementara itu, di sisi lain stabilitas
keamanan nasional belum kuat. Indonesia masih mengalami masa-masa transisi
dan konsolidasi (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan)
menuju negara yang demokratis. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara
yang terjadi saat ini makin bersifat multidimensional seiring dengan
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan
komunikasi. Oleh karena itu segenap bangsa Indonesia dituntut dapat mengatasi
setiap ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari
dalam maupun luar negeri.Kedaulatan dan keutuhan NKRI merupakan harga
mati, sehingga upaya untuk tetap menjaga negara tetap utuh dan berdaulat
menjadi sangat penting.
Untuk dapat membangun strategi dan kebijakan yang efisien, perlu diperhatikan
faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pertahanan nasional.
Berdasarkan penelitian LIPI (2007), faktor yang mempengaruhi pertahanan yaitu:
(1) anggaran pertahanan; (2) jumlah penduduk suatu negara; (3) ancaman
konvensional dan non konvensional; (4) anggaran pertahanan negara lain; (5)
kemampuan keuangan pemerintah; (6) harga alutsista; dan (7) jumlah personil
sistem pertahanan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anggaran pertahanan dipengaruhi
secara positif oleh keenam faktor di atas. Namun hanya tiga yang dibahas dari
tujuh faktor penting yang perlu diperhatikan dalam upaya menjaga pertahanan
yaitu ancaman konvensional dan non konvensional, anggaran pertahanan, dan
jumlah personil sistem pertahanan.

Faktor Ancaman Konvensional dan Non Konvensional


Ancaman merupakan segala bentuk gangguan langsung, tidak langsung, terlihat
ataupun tidak terlihat terhadap kedaulatan; basis-basis vital nasional (ekonomi,
militer, dan informasi); penduduk; teritorial, ataupun segala bentuk usaha
serangan secara konvensional, inkonvensional, maupun asimetrik terhadap suatu
bangsa dalam skala nasional (Widodo, 2003). Berikut ini merupakan tabel
ancaman potensial yang menjadi sumber konflik.
Tabel 1. Ancaman Potensial Yang Menjadi Sumber Konflik
Senjata pemusnah
masal (senjata kimia,
racun, dsb)

Peredaran obatobatan

Terorisme

Rudal balistik, peluru


kendali, roket jarak
jauh

Pembajakan

Kerusuhan

Senjata nuklir

Kejahatan trans
nasional (pendanaan
teroris, pembajakan
dan penyelundupan
senjata

Separatis

Peredaran senjata

Mafia

Perebutan sumber
daya, energi dan
bahan baku

Space war

Peperangan cyber

Hampir semua ancaman potensial yang terdapat pada tabel 1 telah terjadi di
Indonesia, misalnya peredaran obat-obatan. Indonesia disebut sebagai Surga
Narkoba Dunia karena jumlah pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,8 juta
orang (Statistik BNN, 201) atau sekitar 1,5 persen dari total jumlah
penduduk. Ancaman lainnya berupa gerakan separatis seperti lepasnya Timor
Leste dari Indonesia, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), upaya disintegrasi Papua,
dan penguasaan Pulau Sipidan dan Ligitan oleh Malaysia.
Kekuatan ekonomi disini diukur menggunakan pendekatan (proxy) anggaran
pertahanan. Anggaran bersifat sangat penting karena akan menentukan kinerja
sektor pertahanan. Sesuai dengan teori ekonomi, insentive system akan
mempengaruhi performance. Namun hal tersebut sebenernya tidak
akan sufficient tanpa asumsi adanya rasa kebangsaan dan nasionalisme yang
tinggi.

Selain itu, anggaran pertahanan menjadi penting untuk mewujudkan pertahanan


nasional yang kuat, diperlukan prasyarat anggaran militer yang mencukupi.
Namun, kemampuan pemerintah dalam menyediakan anggaran pertahanan
memang sangat terbatas jika dihadapkan dengan kebutuhannya efek negatifnya
pembangunan pertahanan saat ini relatif belum dapat diperhatikan secara
optimal sehingga kapabilitas pertahanan belum mampu untuk mencegah,
mengantisipasi, dan mengatasi ancaman keamanan nasional.
Faktor Kekuatan Ekonomi
Kekuatan ekonomi dalam tulisan ini diukur menggunakan pendekatan (proxy)
anggaran pertahanan. Anggaran bersifat sangat penting karena akan
menentukan kinerja sektor pertahanan. Sesuai dengan teori ekonomi, insentive
system akan mempengaruhi performance. Namun hal tersebut sebenernya tidak
akan sufficient tanpa asumsi adanya rasa kebangsaan dan nasionalisme yang
tinggi. Selain itu, anggaran pertahanan menjadi penting untuk mewujudkan
pertahanan nasional yang kuat, diperlukan prasyarat anggaran militer yang
mencukupi. Namun, kemampuan pemerintah dalam menyediakan anggaran
pertahanan memang sangat terbatas jika dihadapkan dengan kebutuhannya
Efek negatifnya pembangunan pertahanan saat ini relatif belum dapat
diperhatikan secara optimal sehingga kapabilitas pertahanan belum mampu
untuk mencegah, mengantisipasi, dan mengatasi ancaman keamanan nasional.
Berdasarkan hasil pengolahan data 171 negara, dapat diketahui bahwa dalam
kurun waktu sebelas tahun anggaran pertahanan Indonesia berada pada kisaran
0,20490 s.d. 0,13482 standar deviasi di bawah rata-rata anggaran pertahanan
negara lain di dunia. Jadi, anggaran pertahanan Indonesia memang masih sangat
minim jika dibandingkan dengan negara lain di seluruh dunia. Pertanyaan yang
mungkin timbul adalah negara mana saja yang memiliki anggaran militer yang
besar? Kemudian adakah keterkaitan antara anggaran militer yang besar dengan
kekuatan ekonomi yang dimiliki suatu negara? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut dilakukan analisis penghitungan menggunakan variabel anggaran
militer dan total populasi di dunia.
Pada tahun 2011 hingga saat ini Amerika Serikat tetap merupakan market of
the last resort untuk semua negara. Posisi Amerika Serikat sebagai negara
dengan kekuatan militer nomor satu mendorong dirinya melaksanakan posisi
unilateralisme (tindakan sepihak). Negara-negara yang tergabung dalam G7 juga
menguasai 64% dari total anggaran pertahanan di dunia, fakta tersebut
memperkuat argumen hasil penelitian Pradhan (2010). Pradhan (2010)
mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi anggaran pertahanan
dan anggaran pertahanan bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Faktor Jumah Personil Sistem Pertahanan

Tabel 4. Rasio Personil Pertahanan per Total Populasi 2011 (Selected country)

Sumber: Global Fire Power,2012. Diolah.


*) Total personil pertahanan, tidak termasuk pasukan cadangan.
**) Sumber: Wikipedia

Berdasarkan data pada tabel 4, dapat diketahui bahwa skor rasio ARMY/POP
hampir sama untuk tiap negara yang dijadikan observasi. Namun untuk skor
rasio ARMY/REG, Italia dan Inggris memiliki skor rasio tertinggi karena kuantitas
personil pertahanan mereka miliki hampir sama dengan luas wilayah negaranya.
Dalam ekonomi, kuantitas SDM yang banyak diperlukan, akan tetapi
produktivitas tenaga kerja juga merupakan salah satu aspek penting untuk
diukur untuk menilai kinerja. Dalam militer salah satu aspek yang harus
mendapat perhatian adalah kuantitas tentara, tanpa mengesampingkan kualitas
tentara. Kualitas atau skil ltentara harus ditingkatkan seiring dengan upaya
peningkatan kesejahteraannya.
Poin yang dapat dikaji dari tabel 4 yaitu ketersediaan personil pertahanan tidak
perlu terlalu banyak, namun jumlahnya harus optimal dalam memenuhi

kebutuhan. Perlu kajian lebih lanjut mengenai berapa jumlah TNI yang ideal
harus tersedia untuk tiap luas wilayah dan jumlah penduduk. Untuk membantu
personil pertahanan, rakyat (bagian dari total populasi) harus dapat berperan
aktif dalam menjaga pertahanan negara, terutama dalam menghadapi perang
non-militer.

Pertahanan nasional merupakan barang publik yang penting. Barang publik


adalah barang yang apabila dikonsumsi individu tertentu tidak akan mengurangi
konsumsi orang lain akan barang tersebut, bersifat non-rival dan noneksklusif. Strategi pertahanan dimengerti sebagai segenap seni dan
pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan dan penggunaan unsur
pertahanan, pada masa damai maupun perang, untuk maksimalisasi
penggunaan sumber daya dan minimalisasi resiko. Semuanya merupakan
sebuah kerangka sistematik dengan perkaitan antara konsep, strategi, dan
operasionalisasinya.
Upaya untuk tetap menjaga negara tetap utuh dan berdaulat menjadiusaha
yang sangat penting. Dalam menghadapi ancaman, diperlukan persamaan
persepsi dan kebutuhan akan pertahanan dan keamanan Negara.Masyarakat
menjadi garda pertahanan terdepan yang dapat menjaga keamanan negara dari
ancaman, oleh karena itu diperlukan kesadaran akan adanya ancaman yang
dapat membuat berbagai pihak memiliki pola berfikir dan sikap untuk bersatu
dan berusaha untuk melindungi tanah airnya secara bersama-sama.
Pemerintah harus meningkatkan tingkat perekonomian agar porsi anggaran
untuk pertahanan dapat dialokasikan lebih besar, mengingat rata-rata
pengeluaran pertahanan Indonesia dalam kurun waktu 2000 2011 berada di
bawah rata-rata dunia. Anggaran pertahanan yang optimal dan efisien dalam
penggunaannya sangat penting untuk mewujudkan pertahanan nasional yang
kuat.
Kuantitas tentara perlu ditingkatkan sampai dengan tingkat yang ideal jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah. Porsi kuantitas tentara
yang optimal harus diikuti dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraannya.
Jika ketiga faktor tersebut berhasil dengan baik, maka pertahanan nasional akan
semakin kuat dan dapat terpelihara.

Ekonomi dan Pertahanan[sunting | sunting sumber]


Ekonomi pertahanan berasal dari dua kata penting yang memiliki pengertian
masing-masing yaitu ekonomi danpertahanan. Terdapat perbedaan konsep yang
menonjol antara ekonomi dan pertahanan. Perbedaan utama terletak pada watak
dari kedua konsep tersebut yaitu, ekonomi mengutamakan kedaulatan terletak
pada kebutuhan manusia yang tidak terbatas, sedangkan watak pertahanan
adalah kedaulatan ada di tangan negara. Hal ini memberikan suatu
konsekuensi : Jika disepakati untuk menghilangkan kegiatan ekonomi berarti
menegasikan hakikat manusia, dan jika menghilangkan kegiatan pertahanan
berarti menafikan kehadiran negara. Karena itu perlu menghubungkan kedua
watak yang berbeda itu sehingga keduanya berhubungan erat dan saling
melengkapi. [2]
Untuk melihat ekonomi dan pertahanan perlu dilihat konsep masing-masing
dimana keduanya bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan suatu negara dapat ditingkatkan melalui pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Namun pemerintah akan dapat melaksanakan berbagai program
yang dapat merangsang pertumbuhan apabila kondisi negara dalam keadaan
aman. Dengan demikian untuk meningkatkan kesejahteraan, pemerintah juga
berkewajiban untuk mewujudkan keamanan nasional. Keamanan nasional
merupakan suatu kondisi atau keadaan yang menggambarkan terbebasnya
negara, masyarakat dan warga negara dari segala bentukancaman dan atau
tindakan, baik yang dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal.
Keamanan nasional juga bisa diartikan sebagai kebutuhan untuk memelihara dan
mempertahankan eksistensi negara melalui kekuatan ekonomi, militer dan politik
serta pengembangan diplomasi. (Sekretariat Jendral Dewan Ketahanan Nasional)
[3]

Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan juga harus dapat


menciptakan rasa aman dan nyaman diantara para individu maupun kelompok
dalam menjalankan kegiatannya agar mereka dapat meningkatkan utilitasnya
secara maksimal. Untuk menciptakan rasa aman tersebut perlu pertahanan
untuk mengeliminir ancaman yang dihadapi suatu negara. Perlindungan negara
yang diberikan kepada segenap bangsa dan seluruh tumpah diartikan sebagai
perlindungan keamanan kepada segenap warga negara dan semua wilayah
beserta seluruh sumber daya yang ada di dalamnya.

Pertahanan sebagai Barang Publik[sunting | sunting sumber]


[4]

Bapak Ekonomi yang mengawali pendapat bahwa pertahanan merupakan salah


satu tugas negara adalah Adam Smith. Smith sesungguhnya tidak pernah
menolak secara mutlak peran dan campur tangan pemerintah, melainkan hanya
dikurangi sampai tingkat minimal. Dalam pandangannya, seperti yang dituliskan
pada bukunya "Wealth of Nation", fungsi minimal pemerintah dibatasi hanya
pada tiga tugas pokok, sedangkan tugas-tugas di luar itu dianggap akan
merugikan pasar. Ketiga tugas pokok tersebut adalah pertahanan keamanan,
penegakkan keadilan, dan pelaksanaan pekerjaan pranata-pranata umum.
Menurut Adam Smith tugas melindungi masyarakat perlu dilakukan oleh
kekuatan pertahanan yang merupakan kewajiban pertama dari negara.
Perlindungan dari pemerintah yang baik akan berperan dalam mengharmonisasi
konflik antara kepentingan swasta dan sosial, pencegahan terhadap eksploitasi
oleh asing, dan merangsang peningkatan investasi yang produktif. Keamanan ini
ditransformasikan menjadi barang publik yang wajib disiapkan oleh negara
secara impersonal dan tak dapat di-privat-kan atau dibiarkan dikelola sendiri
oleh masyarakat, dan merupakan hak setiap warga negara untuk menikmatinya.
Dengan demikian pertahanan merupakan suatu produk berupa publik yang harus
diusahakan keberadaannya sebagai tugas negara. Jenis barang ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, tetapi tidak seorangpun yang bersedia
menghasilkannya, walaupun mungkin saja dihasilkan oleh pihak swasta, tetapi
jumlahnya sangat terbatas. Namun kegunaan barang publik ini adalah untuk
seluruh warga negara tanpa terkecuali dan tidak satu orangpun dapat
dikeluarkan atau dikecualikan dalam memanfaatkannya.
Konsekuensi pertahanan sebagai barang publik ini adalah kerumitan dalam
melakukan analisa dibandingkan barang privat dimana mekanisme pembentukan
harganya sanagt jelas di pasar. Karena itu peninjauan dan analisa pertahanan
sebagai barang publik biasanya dilihat dari efek yang diakibatkannya kepada
sektor-sektor ekonomi lainnya. Hal ini sering disebut eksternalitas. Dengan
demikian pertahanan bukan hanya berperilaku sebagai fungsi protektif dari
negara untuk mewujudkan keamanan dan pertahanan nasional, tetapi juga
sebagai fungsi produktif, karena juga harus berdampak pada perekonomian
dalam suatu negara.
Isu-isu Ekonomi Pertahanan[sunting | sunting sumber]
Isu-isu pertahanan yang relevan dalam ekonomi pertahanan diantaranya adalah
efek dari pengeluaran pertahanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan, dampak dari kebijakan industri pada sektor pertahanan dan
sebaliknya, implikasi dari konversi sumber daya manusia, studi akan konflikdan
pengrusakan, kebijakan implikasi dari alokasi wilayah dengan atau tanpa senjata,
analisa aliansi, dampak dan disain kontrak dalam efisiensipengadaan, studi

mengenai perlombaan persenjataan dan stabilitas, serta analisa terhadap


aturan-aturan perdagangan senjata.
Persinggungan Ekonomi Pertahanan dengan Disiplin Ilmu
Lain[sunting | sunting sumber]
Melihat dari cakupannya tersebut, wilayah dari ekonomi pertahanan mengalami
persinggungan dengan berbagai variasi sub disiplin khususnya ilmu ekonomi,
termasuk didalamnya yang paling penting adalah ekonomi publik. Pendekatan
yang dipakai selain itu adalah bidang-bidang ekonomi mikro danekonomi makro.
Bidang ilmu lain yang dapat diterapkan adalah ekonomi tenaga kerja, ekonomi
regional, serta ekonomi internasional. Sehingga dalam proses analisa ekonomi
pertahanan, harus menjahit (tailoring) berbagai macam metoda ekonomi secara
teoritis dan empiris untuk melihat masalah-masalah pertahanan dan
kebijakannya.
Penggiat Studi Ekonomi Pertahanan di Indonesia[sunting | sunting
sumber]
Perguruan Tinggi yang memiliki studi dalam bidang ekonomi pertahanan
adalah Universitas Pertahanan Indonesia. Salah satu penggiat studi pertahanan
yang ditinjau dari sudut pandang ekonomi atau ekonomi pertahanan
adalah Dr.Posma Sariguna J.K. Hutasoit, S.T.,S.E.,M.Si.,M.S.E..

Apakah teknologi barang publik ?


Sumber: Berita Iptek Topik: Teknologi Tags: Teknologi
Apakah teknologi barang publik ? Pertanyaan ini muncul dari diskusi dengan
seorang kawan ahli ekonomi tentang seberapa besar seharusnya peran
pemerintah dalam pengembangan teknologi. Di Indonesia, kebijakan teknologi
sangat didominasi oleh peran pemerintah. Ini hal yang wajar dan banyak terjadi
di negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan India. Sejak B.J. Habibie
diangkat menjadi Menristek pada tahun 1978, intervensi pemerintah dalam
pengembangan teknologi (khususnya industri berbasis teknologi tinggi) begitu
kuat. Walaupun kebijakan teknologi di era pasca Habibie tidak seintensif masa
Orde Baru, dipertahankannya Kementerian Ristek dan BPPT menunjukkan masih
adanya perhatian rejim pasca Orde Baru terhadap teknologi. Dengan
keterbatasan sumber daya yang dimiliki, pertanyaan yang muncul saat ini
adalah bagaimana menghasilkan kebijakan teknologi yang adil dan membawa
manfaat bagi rakyat banyak. Dalam situasi demikian, wacana mengenai
teknologi sebagai barang publik menjadi sangat relevan.
Sistem ekonomi moderen mengenal dua jenis barang yaitu barang publik (public
goods) dan barang pribadi (private goods). Ada dua karakter utama barang
publik: (1) setiap orang dapat menikmatinya tanpa harus mengurangi
kenikamatan orang lain dan (2) setiap orang memiliki akses yang sama ke
barang tersebut. Contoh paling mudah dari barang publik adalah jalan raya. Di

mana setiap orang dapat menikmatinya tanpa harus berkompetisi dengan orang
lain. Dan tidak ada satupun orang yang dapat melarang orang lain menggunakan
jalan raya.
Lawan dari barang publik adalah barang pribadi yang dapat dipilah-pilah dan
dijual di pasar melalui sistem kompetisi. Jika mekanisme pasar memungkinkan
barang pribadi diproduksi secara efisien, hal ini tidak berlaku bagi barang publik.
Barang publik sulit diproduksi demi kepentingan profit karena besarnya
externalitas. Karena itu, dibutuhkan intervensi pemerintah dalam produksi
barang publik yang biayanya di ambil dari belanja negara. Dan pada banyak
negara maju, produksi barang publik tersebut dibiayai oleh pajak.
Pada satu sisi, teknologi dapat dikategorikan sebagai barang publik dan pada sisi
yang lain, dia juga dapat berfungsi sebagai barang pribadi. Pertanyaannya, di
manakah batas antara teknologi sebagai barang publik dan sebagai barang
pribadi ? Hal ini tergantung pada jenis teknologi dan dampaknya bagi
masyarakat luas. Jika suatu jenis teknologi memiliki dampak sosial dan ekonomi
yang mau tidak mau akan dinikmati banyak orang, maka teknologi tersebut
adalah barang publik. Oleh karena itu, adalah kewajiban pemerintah untuk
mengeluarkan biaya bagi pengembangan dan pengadaannya. Jenis teknologi ini
meliputi transportasi massal, kesehatan, enerji, pendidikan, infrastruktur, dan
komunikasi.
Sebaliknya, jika suatu jenis teknologi memiliki dampak sosial dan ekonomi hanya
bagi individu, kelompok, maupun organisasi bisnis tertentu, maka teknologi
tersebut adalah barang pribadi. Karenanya, pengembangan dan produksi
teknologi tersebut sebaiknya dilakukan melalui mekanisme pasar di mana lebih
dari satu kelompok saling berkompetisi untuk menghasilkan teknologi yang
paling optimal secara ekonomis.
Walaupun kategorisasi di atas masih terlalu sederhana, setidaknya dapat
dijadikan pegangan awal untuk menguji kepantasan dari strategi kebijakan
pengembangan teknologi di Indonesia.
Jika selama ini pemerintah Indonesia menyediakan anggaran bagi kegiatan
pengembangan teknologi, walaupun itu tidak banyak, kita bisa menilai apakah
teknologi yang dikembangkan tersebut memenuhi kaidah-kaidah sebagai barang
publik. Jika iya, maka seharusnya publik dilibatkan dalam penentuan jenis,
produksi, dan distribusinya. Jika tidak, dalam arti teknologi yang dikembangkan
cenderung bersifat barang pribadi, maka sebaiknya pengembangan teknologi
tersebut dilakukan melalui mekanisme pasar di mana industri bertanggung
jawab penuh dalam pendanaan. Dengan demikian, dana publik dapat
dikonsentrasikan hanya bagi pengembangan teknologi yang bersifat barang
publik.

Anda mungkin juga menyukai