Anda di halaman 1dari 13

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KESEJAHTERAAN DALAM POLA OPERASI TNI DI

WILAYAH PAPUA GUNA MENJAGA KEUTUHAN NKRI

Pendahuluan

Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan institusi militer sebagai alat


pertahanan negara yang menjalankan fungsinya berdasarkan kebijakan pertahanan dan
keputusan politik Negara Indonesia. Tertulis dalam UndangUndang Nomor 34 Tahun
2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Pasal 7 Ayat 1 dan 2), TNI memiliki tugas
pokok yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi bangsa dan negara dari ancaman dan
gangguan. Tugas pokok tersebut dilakukan dengan cara menjalankan operasi militer
untuk perang maupun operasi militer dalam pemeliharaan negara.

TNI berfungsi penangkal setiap bentuk ancaman militer baik yang datang dari
dalam negeri ataupun luar negeri, penindak dalam setiap bentuk ancaman serta pemulih
kondisi negara yang terganggu akibat perang atau akibat kekacauan keamanan. 1 TNI
bertugas untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
negara, dimana tugas pokok tersebut dilaksanakan dengan Operasi Militer Perang (OMP)
dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). 2

Salah satu bentuk implementasi operasi militer selain perang yang dilakukan oleh
TNI saat ini adalah pelaksanaan operasi militer di Papua. Wilayah Papua merupakan
wilayah yang rawan terhadap munculnya konflik. Konflik yang terjadi disebabkan oleh
tingkat sumber daya manusia yang masih rendah sehingga banyak dari mereka yang
lebih mengedepankan emosi tanpa berpikir sebelumnya. Pelaksanaan operasi militer di
Papua secara umum bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah Indonesia
terhadap wilayah Papua dari gerakan separatisme, khususnya kelompok masyarakat
yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM). Adapun bentuk-bentuk operasi
militer yang dipergunakan di Papua adalah merupakan operasi teritorial, operasi intelijen,
dan operasi tempur. Operasi ini dilakukan diantaranya dengan pendampingan
masyarakat, sosialisasi, maupun pembangunan daerah. Operasi teritorial ini adalah

1
Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 pasal 6
2
Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 pasal 7
2

operasi militer yang paling soft karena lebih menekankan pada cara-cara yang persuasif
untuk menarik simpati rakyat.

Pentingnya penulisan esai ini adalah dengan menyadari bahwa wilayah Papua
yang terbentang luas maka perlu menjadi perhatian dari komando atas karena merupakan
bagian strategis dari kepentingan pertahanan sehingga membutuhkan kesungguhan dan
dedikasi yang tinggi dari semua instansi terkait yang berada di wilayah perbatasan darat
untuk mendukung adanya penguatan gelar pasukan yang memadai dalam menghadapi
eskalasi ancaman. Kemudian, mencermati situasi keamanan yang ada di wilayah Papua
saat ini dapat dikatakan bahwa kondisi wilayah perbatasan darat sering mengalami
gangguan keamanan, penyelundupan senjata dan munisi, illegal logging, pencurian,
pelintas batas ilegal, pergeseran patok dan lain-lain. Serta gangguan-gangguan
keamanan lainnya yang terjadi dan diindikasi dilakukan oleh Organisasi Papua Nugini
(OPM).

Pelaksanaan operasi militer yang dilakukan oleh prajurit TNI AD telah


dilaksanakan sesuai prosedur yang ada dan tidak dapat dipungkiri bahwa operasi militer
ini menjadi bukti nyata kehadiran TNI AD untuk membantu pemerintah daerah, serta
masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Hal ini dilakukan melalui
pelaksanaan tugas teritorial dengan metode pembinaan teritorial di wilayah, ikut
mengerakkan pembangunan terutama daerah yang tidak dapat dijangkau/ terpencil yang
relatif terisolasi dan membantu masyarakat dengan melaksanakan tugas guru yaitu
mengajar anak-anak sekolah maupun melaksanakan pelayanan kesehatan secara
terbatas. Dengan melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas maka sangat perlu untuk
diprioritaskan dan dikembangkan kehadiran prajurit TNI AD di tengah-tengah masyarakat
yang ada di wilayah Papua.

Desain pola operasi berbasis “merebut hati dan pikiran masyarakat” menjadi kunci
keberhasilan desain pola operasi tempur. Paradigma pola operasi yang semula agresif
menjadi defensif harus diimbangi adaptasi masing-masing komponen yang menyertai.
Partisipasi masing-masing bagian yang bersifat holistik diantaranya doktrin, diklat, materiil
dan dukungan dapat mengakselerasi perubahan pola operasi. Maka dari itu esai ini akan
membahas lebih lanjut mengenai konsep pola operasi yang dilakukan oleh TNI AD di
wilayah Papua, dengan beberapa sub pembahasan yaitu: pertama, konsep penyiapan
operasi yang efektif dan efisien dilihat dilihat dari pola operasi yang menitik beratkan pada
teritorial dilihat dari aspek doktrin, diklat, materiil dan dukungan. Kedua, pola operasi yang
dapat dilaksanakan di daerah operasi untuk mendukung kebijakan dan keputusan politik
3

negara dalam Pembangunan kesejahteraan yang komprehensif dan sinergis di daerah


Papua. Ketiga, inovasi yang dapat dilakukan dalam akselerasi keberhasilan operasi.
Keempat, mewujudkan interoperabilitas antar unsur terkait sehingga menghasilkan
sumber daya yang efektif dalam keberhasilan operasi.

Adapun maksud daripada penulisan esai ini adalah untuk menganalisa


sinkronisasi kebijakan politik negara dengan perubahan pola operasi dalam negeri yang
dilaksanakan oleh TNI. Selain itu, tujuan daripada penulisan esai ini adalah menganalisa
pendekatan operasi teritorial yang terintegrasi antar setiap kecabangan dalam
mewujudkan keberhasilan operasi militer di Papua yang dengan tetap berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan nilai guna daripada penulisan esai ini adalah
untuk menemukan solusi yang relevan terhadap hambatan dan kendala yang dialami
dalam pelaksanaan operasi militer di Papua yang dilakukan oleh TNI, serta sebagai
bentuk eksekusi terhadap pemikiran penulis mengenai pola operasi militer di Papua.
Dalam mendukung proses penulisan esai ini, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, dengan menggunakan studi literatur sebagai cara mengumpulkan data yang
dapat membantu penulis melakukan proses analisa terhadap esai.

Pembahasan

Konsep Penyiapan Operasi yang Efektif dan Efisien

Setelah memasuki masa reformasi pada tahun 1998 negara mulai menyadari
bahwa TNI sebagai fungsi National defence dan polri sebagai pengemban tugas Internal
Security haruslah dipisahkan agar dapat mewujudkan tujuan negara dan memberikan
perlindungan serta memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena itu lahirlah Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam Pasal 7 ayat
(2) dan (3) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 dijelaskan bahwa dalam
melaksanakan tugas pokok TNI dilakukan dengan Operasi Militer untuk Perang (OMP)
dan Operasi Militer Selain Perang (OMPS) yang dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan
keputusan politik negara. Artinya adalah pengerahan kekuatan TNI untuk melakukan
OMP maupun OMSP sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan keputusan negara sehingga
TNI tidak dapat bertindak sepihak dalam melaksanakan OMP dan OMPS.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dalam Bab IV


mengenai Pengelolaan Sistem Pertahanan Negara menjelaskan bahwa presiden
berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pertahanan negara, dalam
4

pengelolaan sistem pertahanan negara Presiden menetapkan kebijakan umum


pertahanan negara yang menjadi acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan dan
pengawasan sistem pertahanan negara. Presiden juga memiliki kewenangan dan
bertanggung jawab atas pengerahan kekuatan TNI dan dalam kewenangannya harus
mendapat persetujuan dari DPR sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dan dipertegas kembali oleh UndangUndang
Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia dalam Bab VI mengenai
pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI.

Dalam pengerahan dan penggunaan kekuataan TNI sangat berhubungan dengan


keadaan suatu negara tersebut. Undang-Undang tersebut menjelaskan pemberlakuan
keadaan bahaya sesungguhnya adalah kewenangan dari presiden sebagai panglima
tertinggi angkatan perang. Dengan demikian tahap pertama dalam mekanisme penetapan
keadaan bahaya yang wajib dilakukan oleh pemerintah adalah dengan adanya deklarasi
atau pernyataan keadaan bahaya di wilayah Republik Indonesia.

Berkaitan dengan dinamika konflik yang terjadi di Papua mendorong pemerintah


untuk terus berupaya meredakan berbagai potensi konflik dengan menggunakan
pendekatan keamanan yang semula dinilai lebih dominasi daripada penggunaan
pendekatan kesejahteraan dan pendekatan persuasif. Kebijakan tersebut telah membuat
sebagian masyarakat Papua menganggap Indonesia sebagai penjajah baru. Pendekatan
keamanan atau pendekatan militer adalah berbagai operasi yang dilakukan oleh militer
untuk mempertahankan kedaulatan Papua dari berbagai ancaman separatisme maupun
ancaman keamanan lainnya. Kebijakan operasi militer untuk menumpas OPM dilakukan
dengan nama tersendiri sesuai dengan kebijakan pimpinan militer Indonesia.

Selain operasi keamanan dan operasi tempur TNI AD juga melaksanakan operasi
teritorial. Operasi teritorial dilaksanakan secara terbatas dalam radius pos wilayah
tertentu. Operasi ini merupakan operasi paling halus karena lebih menekankan pada cara-
cara yang persuasif untuk menarik simpati rakyat. Adapun maksud dari operasi ini lebih
menekankan pada caracara yang persuasif untuk menarik simpati rakyat, sedangkan
operasi intelijen bertujuan untuk melakukan pemetaan atas kondisi suatu wilayah atau
kelompok masyarakat, khususnya mendeteksi keberadaan separatis Organisasi Papua
Merdeka (OPM) maupun oknum masyarakat yang selama ini melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan hukum di wilayah Papua.

Adapun pendekatan keamanan yang dilaksanakan oleh TNI merupakan amanat


undang-undang dasar negara tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
5

dan seluruh tumpah darah Indonesia. Diperkuat sesuai dengan undang-undang nomor 34
tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat (1), tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Dalam pertemuan yang diadakan oleh KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman
dengan Menkopolhukam Mahfud MD pada 7 Desember 2021, dibahas mengenai konsep
operasi yang dilakukan oleh TNI AD harus mampu menerjemahkan kebijakan negara
sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Pendekatan tersebut sesuai dengan
arahan dalam Instruksi Presiden yang mendasari munculnya Undang-Undang Nomor 2
tahun 2021 tentang Otonomi Khusus, dimana diketahui bahwa pendekatan baru yang
digunakan untuk mempertahankan stabilitas keamanan dan pertahanan di wilayah Papua
adalah menggunakan pendekatan kesejahteraan. Hal ini menuntut sumber daya yang
dimiliki pemerintah, salah satunya adalah personel TNI untuk berfokus pada upaya
membangun kesejahteraan melalui kerja kolaboratif dan komprehensif dengan lembaga-
lembaga lainnya yang terkait.

Pada dasarnya, konsep penyiapan operasi yang dilakukan di daerah salah


satunya adalah kegiatan menyusun tata ruang wilayah pertahanan dengan sasaran
terwujudnya ruang juang yang tangguh, berupa wilayah pertahanan yang siap sebagai
mandala perang atau mandala operasi untuk mendukung pelaksanaan operasi tersebut.
Kewajiban tersebut dilakukan mulai dari Kodam, Korem dan Kodim, apabila dicermati
pembagian daerah pertahanan yang dibuat oleh komando kewilayahan dalam satu
Kotama tidak saling mendukung akibat pembagian wilayah pertahanan yang dijadikan
pedoman dalam menyusun tata ruang. Contoh implementasi dari pada konsep tersebut
adalah tata ruang yang disusun oleh Kodam yang diperuntukkan sebagai daerah tempur
berada di wilayah salah satu Kodim, maka Kodim tersebut dalam menyusun tata ruang
pertahanannya tetap berpedoman pada pembagian daerah yakni daerah tempur, daerah
komunikasi dan daerah belakang.

Pola Operasi yang Dapat Dilaksanakan di Daerah Operasi untuk Mendukung


Kebijakan dan Keputusan Politik Negara dalam Pembangunan Kesejahteraan

Operasi militer di Papua secara umum bertujuan untuk mempertahankan


kekuasaan pemerintah Indonesia terhadap wilayah Papua dari gerakan separatisme,
khususnya kelompok masyarakat yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka
6

(OPM). Sedangkan bentuk-bentuk operasi militer yang dipergunakan di Papua adalah


merupakan operasi teritorial, operasi intelijen, dan operasi tempur. Operasi militer
bertujuan untuk secara persuasif membujuk masyarakat agar mensukseskan Pepera
dengan memenangkan Indonesia. Operasi ini dilakukan diantaranya dengan
pendampingan masyarakat, sosialisasi, maupun pembangunan daerah. Operasi teritorial
ini adalah operasi militer yang paling soft karena lebih menekankan pada cara-cara yang
persuasif untuk menarik simpati rakyat.

Bentuk operasi lain yang biasanya dilakukan bersamaan dengan operasi teritorial
adalah operasi intelijen. Operasi intelijen bertujuan untuk melakukan pemetaan atas
kondisi suatu wilayah atau kelompok masyarakat, maupun untuk melakukan kalkulasi
sikap dan kecenderungan sosial politik suatu wilayah atau kelompok masyarakat. Hasil
dari operasi intelijen ini untuk selanjutnya akan dipergunakan untuk mengambil sebuah
keputusan atau kebijakan atas suatu wilayah atau kelompok masyarakat yang dijadikan
target operasi intelijen. Jika operasi intelijen menunjukkan kecenderungan suatu wilayah
atau kelompok masyarakat melakukan resistensi atas kehendak penguasa, maka pilihan
yang diambil adalah melancarkan operasi tempur dengan kekuatan bersenjata, baik dari
satuan organik maupun kombinasi dengan pasukan non-organik.

Dari berbagai bentuk operasi militer tersebut, operasi tempur adalah yang paling
sering terjadi. Operasi tempur menjadi wajah yang mendominasi wajah pemerintah
Indonesia bagi rakyat Papua dan sepertinya menjadi sebuah sikap politik dan kebijakan
Pemerintah Indonesia dalam memperlakukan rakyat Papua. Pemerintah Indonesia pada
awalnya lebih memilih pengerahan kekuatan bersenjata daripada mempergunakan
pendekatan dialogis dan kultural dalam menghadapi rakyat Papua.

TNI dalam melaksanakan operasi yang beriringan dengan upaya mewujudkan


kebijakan dan keputusan politik negara untuk menggunakan pendekatan kesejahteraan
bagi penyelesaian konflik di Papua, perlu memiliki pola operasi yang sesuai agar
kehadiran TNI di wilayah Papua dapat menjadi representasi pemerintah yang bertindak
secara humanis. Pola operasi ini merupakan operasi non tempur yang dilakukan adalah
dengan kegiatan dalam rangka upaya merebut hati masyarakat setempat. Melalui operasi
ini, TNI harus bisa berperan untuk membuat masyarakat tenang dan nyaman, karena
dengan memiliki rasa aman dan nyaman akan menjadi virus kepada mereka semua yang
memiliki niat untuk memberontak menjadi kendor. Operasi nontempur ini bisa dilakukan
dengan kegiatan bakti sosial, kegiatan penyuluhan kesehatan, penyuluhan pertanian dan
kegiatan lainnya.
7

Apabila mengingat kondisi bahwa sampai saat ini masih terjadi gangguan
keamanan di wilayah Papua sehingga upaya pembangunan infrastruktur Trans Papua
mengalami hambatan, akan tetapi tidak menjadi kendala yang signifikan karena dengan
kehadiran TNI dapat memberikan pengamanan secara intensif bagi personel yang
melaksanakan pekerjaan pembangunan tersebut. Infrastruktur yang dibangun di wilayah
Papua membutuhkan pengerjaan khusus, sehingga keterlibatan TNI sangat dibutuhkan
karena memiliki kemampuan untuk mengamankan dan memiliki kemampuan untuk
membangun infrastruktur tersebut dengan mengerahkan satuan-satuan Zeni konstruksi
dalam rangka melaksanakan pembangunan di wilayah Papua. 3

TNI sebagai bagian dari unsur negara yang dilibatkan dalam mendukung
dinamika pembangunan nasional, sudah seharusnya ikut terlibat langsung terhadap
upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Apalagi bila dihadapkan
kondisi masyarakat Papua yang sebagian besar masih hidup dalam ketertinggalan.
Keberadaan TNI seharusnya dapat membantu meringankan kesulitas masyarakat,
sehingga hadirnya TNI menjadi sangat berarti bagi kehidupan mereka. TNI hendaknya
dalam menjaga wilayah Papua tetap memiliki komitmen kuat untuk senantiasa membantu
berbagai memberdayakan rakyat untuk keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi, dalam
aplikasinya, pertahanan negara diselenggarakan oleh seluruh komponen bangsa secara
terpadu dan komprehensif, khusus dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI
sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen
pendukung.

Melalui operasi non tempur yang menempatkan posisi TNI lebih dekat dengan
pembangunan bagi kesejahteraan rakyat Papua, maka hal ini sesuai dengan kebijakan
Pemerintah Indonesia untuk mengutamakan pendekatan-pendekatan humanis dan
kesejahteraan dalam mewujudkan stabilitas keamanan di Papua. Selanjutnya diharapkan
bahwa dengan pola operasi yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat
Papua, akan meyakinkan pandangan masyarakat bahwa pemerintah memiliki tekad yang
kuat untuk melindungi setiap warganya dari ancaman pihak manapun yang menggangu
kedaulatan bangsa. Sudah sepatutnya kebijakan dan desain besar terhadap pertahanan
di wilayah Papua tidak terjebak dalam penguatan kapasitas militer melalui operasi tempur,
melainkan perlu meningkatkan kemampuan dan kesejahteran warga. Hal ini sebagaimana
mandat konstitusional yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
3
“Panglima TNI Sebuh Hadapi KKB di Papua Tak Harus Selalu Bertempur,” Kompas, diakses melalui
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/08/22533021/panglima-tni-sebut-hadapi-kkb-di-papua-tak-harus-
selalu-bertempur, pada 26 Maret 2022, pkl. 22:00 WIB
8

Inovasi yang Dapat Dilakukan Dalam Akselerasi Keberhasilan Operasi

Berkaitan dengan inovasi, maka penulis akan mengarahkan pembahasan ini


program ketatalaksanaan teritorial yang dapat dijadikan sebagai inovasi untuk
mewujudkan akselerasi keberhasilan operasi. Program ketatalaksanaan teritorial
dilaksanakan melalui pengumpulan data teritorial, pembuatan tabulasi data, dan klasifikasi
wilayah, menjadi pedoman dalam menentukan kebijakan menangani konflik. Dihadapkan
pada wilayah Papua yang begitu luas, maka program ini membutuhkan keterpaduan
berbagai instansi atau lembaga yang terkait. Keterpaduan tersebut akan membantu
personel TNI untuk memaksimalkan perannya dalam operasi yang dilakukan di Papua,
peran yang dimaksud adalah sebagai prajurit yang dekat dengan rakyat. Hal ini
dikarenakan personel TNI harus memiliki keahlian khusus untuk bisa melakukan
pengumpulan data teritorial

Operasi teritorial yang selama ini dilakukan masih perlu mengalami pengingkatan,
maka dari itu operasi ini harus didukung dengan kemampuan untuk melaksanakan
program ketatalaksanaan teritorial dengan pendekatan yang tepat, antara lain sebagai
berikut:

1. Pendekatan Agama. Pelaksanaan pendekatan ini disesuaikan dengan


kondisi wilayah Papua, karena sebagian besar masyarakat Papua memiliki
ketaatan dan kepatuhan pada pemimpin agamanya, sehingga upaya ini dapat
dikatakan cukup strategis bila digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan
damai kepada masyarakat yang beragama. Pendekatan ini menjadi mutlak
karena disamping untuk mengamalkan sila pertama Pancasila, pendekatan
agama ini menjadi daya tarik dan taktik penanganan potensi konflik menjadi
kekuatan integritas nasional. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah
dengan ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan
keagamaan sesuai dengan hari besar keagamaan, menjalin hubungan yang
harmonis dengan Toga, mewujudkan harmonisasi hubungan dengan masyarakat,
dan mewujudkan harmonisasi hubungan dengan masyarakat.
2. Pendekatan Budaya. Pendekatan ini dipergunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan kedamaian, persatuan, kebersamaan, dan toleransi, agar tercipta
keseimbangan kehidupan menuju Indonesia damai. Adapun kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan adalah dengan senantiasa mempertimbangkan sudut
pandang adat istiadat di wilayah Papua yang beragam ketika melakukan berbagai
kegiatan, sehingga kegiatan tersebut dapat diterima di masyarakat.
9

3. Pendekatan Kesetaraan. Pendekatan ini sesuai dengan dasar-dasar HAM


yang tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia pada pasal 27 ayat 1, pasal
28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Dalam menghadapi
perkembangan pola pikir masyarakat, maka personel TNI dituntut untuk memiliki
kemampuan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat yang dapat
meredam potensi munculnya konflik vertikal dan horizontal. Selanjutnya
menghadapi fenomena ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial,
dibutuhkan personel TNI yang mampu berpikir kreatif untuk mendorong
masyarakat mengembangkan kemampuan berwirausaha atau minimal dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan hasil tanam sendiri.

Implementasi peran personel TNI dalam mewujudkan keberhasilan operasi


adalah dengan mengutamakan kesejahteraan dan kedekatan dengan masyarakat Papua.
Oleh karena itu semua unsur TNI haruslah profesional dalam bertindak dalam bidangnya
sesuai dengan kebijakan dan keputusan politik negara. Untuk merealisasikan tercapainya
peran tersebut secara optimal, maka perlu dilakukan pengembangan sistem operasi
teritorial TNI yang terintegrasi atau terpadu.

Mewujudkan Interoperabilitas antar Unsur Terkait

. Interoperabilitas adalah kapabilitas dari suatu sistem, yang antar elemennya


merupakan bagian integral, untuk berinteraksi dan berfungsi dengan sistem lain, baik saat
ini ataupun di masa mendatang, tanpa batasan akses atau implementasi (Interoperability
Working Group).4 Interoperabilitas merupakan salah satu faktor penentu dalam
membangun postur TNI yang profesional, militan, solid dalam melaksanakan tugas
menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta dalam
tugas-tugas lainnya, baik berskala nasional maupun internasional, TNI tidak boleh
bermainmain pada wilayah inkonsistensi dalam menyempurnakan strategi militer nasional
dan membangun interoperabilitas trimatra terpadu

Sebagai salah satu produk kebijakan yang mendasari pembangunan kekuatan


dan kemampuan TNI, maka penetapan desain interoperabilitas TNI Angkatan Darat harus
menyesuaikan terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. Terintegrasi. Dalam pembangunan interoperabilitas antar TNI dengan setiao


unsur terkait di wilayah Papua, TNI harus benar-benar terintegrasi secara utuh
agar dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dalam pelaksanaan operasi,

4
Kerangka Kerja Interoperabilitas E-government Indonesia, Kemenkoinfo RI 2013, Hal 4.
10

sehingga setiap unsur dapat bersinergi dan saling mendukung secara maksimal,
efektif dan efisien. Pengintegrasian tersebut hendaknya sudah menggambarkan
design interoperabilitas dari rumusan tugas dari masing-masing unsur. Pola
pengintegrasiannya juga harus menggambarkan kondisi di wilayah Papua saat ini
serta apa yang akan dilakukan ke depan untuk menjawab setiap tantangan dan
perkembangan yang terjadi di wilayah Papua.
2. Forecasting. Merupakan kemampuan untuk memprediksi masa depan
dengan pendekatan ilmiah. Forecasting diperlukan disini karena interoperabilitas
antar TNI dengan unsur-unsur lain yang memiliki peran penting dalam menjaga
stabilitas wilayah Papua dibangun untuk masa depan dan dalam rentang waktu
yang panjang. Untuk itu, maka interoperabilitas harus dibangun berdasarkan
prediksi yang menggunakan metode ilmiah untuk memprakirakan (memprediksi
atau meramalkan) keadaan masa depan (futurologi).
3. Kerja sama. Hal ini dimaknai sebagai bentuk proses sosial untuk mencapai
tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-
masing, dalam mendukung pelaksanaan Kampanye Militer. Hal ini bertujuan untuk
menyelenggarakan kebijakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan dari aspek
darat, laut dan udara. Dalam rangka meningkatkan sinergitas dan kerja sama
khususnya pada unsur pelaksana di lapangan maka perlu digiatkan kembali forum
kerja sama sesuai dengan tingkatan sistem pemerintahan, khususnya pada strata
terendah seperti tingkat desa atau kampung.

Keterpaduan dalam aspek operasi, diwujudkan melalui sinergitas antar Angkatan


yang dimulai dari proses perencanaan, penyiapan dan gelar kekuatan, sehingga matra
saling bekerja sama dan melengkapi sesuai kapasitas masing-masing, demikian pula
keterpaduan di bidang Komando Pengendalian, komunikasi maupun organisasi bantuan
tembakan, sehingga operasi akan lebih efektif dan efisien. Keterpaduan tersebut sampai
dengan harmonisasi dan komposisi Alutsista yang akan operasi.

Penutup

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara kepulauan


terbesar di dunia. Menyimpan kekayaan alam yang melimpah dan Papua adalah salah
satu daerah yang sangat strategis dan kaya sumber daya alam tetapi memiliki
kecendrungan untuk memisahkan diri dari negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
kecendrungan ini ditandai dengan munculnya sebuah gerakan kemerdekaan di bawah
11

Organisasi Papua Merdeka (OPM). Selain itu, gerakan ini telah menimbulkan beberapa
permasalahan seperti masalah perbatasan, konflik vertikal, horizontal, dan komunal, dan
juga pencurian terhadap sumber-sumber daya alam yang ada di daerah Papua.
Keberadaan TNI di Papua dituntut untuk dapat memberikan rasa aman kepada
masyarakat dan mencegah terjadinya kegiatan yang dapat mengganggu stabilitas
keamanan wilayah.

Melalui penjelasan dalam esai ini dapat disimpulkan bahwa dinamika kondisi
kehidupan masyarakat di wilayah Papua yang sebagian masih hidup dalam ketertinggalan
menimbulkan suatu potensi untuk terjadinya konflik sosial diantara masyarakat. Sehingga,
keberadaan TNI sebagai alat negara yang memiliki tugas pokok menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia menjadi
sangat signifikan bagi rakyat Papua. Namun sayangnya kehadiran TNI disisi lain
menimbulkan suatu paradigma yang buruk bagi masyarakat Papua sendiri, hal ini
dikarenakan pola operasi yang dilakukan cenderung berorientasi pada pendekatan militer,
sehingga terdapat jarak antara rakyat Papua dengan TNI. Kondisi ini tentu menghambat
operasi yang dilakukan TNI agar bisa terlaksana dengan optimal dan berhasil.

Maka dari itu, melalui esai ini penulis merekomendasikan beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mengembangan pola operasi TNI di wilayah Papua
diperhadapkan dengan dinamika lingkungan keamanan yang terjadi di wilayah Papua,
yaitu sebagai berikut:

1. Konsep penyiapan operasi di wilayah Papua harus diarahkan pada pola


operasi teritorial (non tempur), sehingga prajurit TNI yang bertugas di wilayah
Papua dibekali dengan kemampuan-kemampuan non-tempur yang dapat
menjembatani komunikasi sosial antara prajurit dengan masyarakat.
2. Pemerintah perlu merumuskan suatu program yang dapat mendukung
keberlanjutan programprogram pembangunan fisik dan non fisik di Papua.
Program tersebut kemudian dieksekusi melalui peran TNI yang bersiniergi dengan
pemerintah daerah yang juga bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan,
NGO dan lembaga adat.
3. TNI perlu mengupayakan konsep interoperabilitas yang terintegrasi dengan
seluruh unsur terkait pemberdayaan wilayah Papua. Adapun interoperabilitas
tersebut selain dilakukan oleh antar kecabangan TNI yang bertugas di wilayah
Papua, juga perlu dilakukan antar TNI dengan unsur pemerintah daerah atau
12

lembaga-lembaga terkait yang memiliki concern terhadap peningkatan


kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

Demikian esai ini disusun sebagai cara untuk menuangkan pemikiran penulis
mengenai pola operasi TNI di wilayah Papua yang berorientasi pada pendekatan-
pendekatan humanis untuk mewujudkan kesejahteraan sosial di wilayah Papua. Adapun
melalui pola operasi yang berbasis pendekatan kesejahteraan dapat menggeser
paradigman masyarakat Papua mengenai kehadiran TNI bukan lagi sebagai musuh atau
sumber ketegangan, melainkan sebagai representasi pemerintah yang dekat dengan
masyarakat.

Referensi

“Operasi Militer Papua,” Elsam, diakses melalui


http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/OPERASI-MILITER-
PAPUA.pdf, pada 27 Maret 2022, pkl. 02:00 WIB

Armawi, Armaidy, “Eksistensi TNI Dalam Menghadapi Ancaman Militer dan Nir Militer
Multidimensional di Era Milenial,” WIRA, Edisi Khusus, (2019), diakses melalui
https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2019/12/wiraedsus2019-web.pdf,
pada 26 Maret 2022, pkl. 20:00 WIB

Briantika, Adi, 2021, “Menilik Efektivitas Operasi Teritorial Bina Penduduk di Papua,” Tirto,
diakses melalui https://tirto.id/menilik-efektivitas-operasi-teritorial-bina-penduduk-
di-papua-gl9S, pada 27 Maret 2022, pkl. 02:30 WIB.

Dewantara, Kurnia, 2019, “Analisis Peran, Fungsi, dan Tugas TNI untuk menghadapi
Ancaman Era Globalisasi,” diakses melalui
https://seskoad.mil.id/admin/file/kajian/62%20Analisa%20Peran%20fungsi%20dan
%20Tugas%20TNI.pdf, pada 27 Maret 2022, pkl. 01:00 WIB

_______________, 2020, “Gelar Kekuatan TNI AD Dihadapkan Pada Eskalasi Ancaman


di Wilayah Perbatasan Daerat RI-Papua Nugini,” diakses melalui
https://seskoad.mil.id/admin/file/kajian/65%20RI-PAPUA.pdf, pada 27 Maret 2022,
pkl. 01:30 WIB

Maikel, Kristofel Ajoi, “Kedudukan Pribumi-Pendatang di Pasar dan Kantor: Konflik


(Horizontal) Ekonomi-Politik di Papua,” diakses melalui file:///C:/Users/Erika
13

%20Debora%20Limbong/Downloads/495-Article%20Text-1279-1-10-
20160813.pdf, pada 27 Maret 2022, pkl. 00:30 WIB

Michael, Georgy dkk, “Kebijakan Operasi Militer Tentara Nasional Indonesia Terhadap
Organisasi Papua Merdeka Dalam Perspektif Hukum Humaniter Internasional,”
Diponegoro Law Review, Vol. 5 No. 2, (2016), diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/19087-ID-kebijakan-operasi-militer-
tentara-nasional-indonesia-terhadap-organisasi-papua-m.pdf, pada 27 Maret
2022, pkl. 00:00 WIB

Nasrudin, Achmad Yahya, 2020, “Mabes: TNI Semakin Sadar Pentingnya Interoperabilitas
Ketiga Matra,” Kompas, diakses melalui
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/02/12145991/mabes-tni-semakin-
sadar-pentingnya-interoperabilitas-kekuatan-ketiga-matra, pada 27 Maret 2022,
pkl. 19:00 WIB

Suhartono, Agus, 2010, “Penyelenggaraan Pertahanan Negara,” diakses melalui


https://tni.mil.id/view-22301-oleh-laksamana-tni-agus-suhartono-se.html, pada 27
Maret 2022, pkl. 02:00 WIB

Anda mungkin juga menyukai