Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KESEJAHTERAAN DALAM POLA OPERASI TNI DI

WILAYAH PAPUA GUNA MENJAGA KEUTUHAN NKRI

Pendahuluan

Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara,


keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keselamatan segenap bangsa
dari segala bentuk ancaman; dan disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi
manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum
internasional dan kebiasaan internasional; serta prinsip hidup berdampingan secara
damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Upaya pertahanan negara ditujukan untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan,
diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan
semesta. Dalam menghadapi ancaman militer, menempatkan Tentara Nasional Indonesia
(TNI) sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan
komponen pendukung. Sedangkan dalam menghadapi ancaman nirmiliter, menempatkan
lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan
dengan bentuk dan sifat ancaman serta didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan
bangsa.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan institusi militer yang berfungsi


penangkal setiap bentuk ancaman militer baik yang datang dari dalam negeri ataupun luar
negeri, penindak dalam setiap bentuk ancaman serta pemulih kondisi negara yang
terganggu akibat perang atau akibat kekacauan keamanan. 1 TNI bertugas untuk
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa negara,
dimana tugas pokok tersebut dilaksanakan dengan Operasi Militer Perang (OMP) dan
Operasi Militer Selain Perang (OMSP).2

Salah satu bentuk implementasi operasi militer selain perang yang dilakukan oleh
TNI saat ini adalah pelaksanaan operasi militer di Papua. Wilayah Papua merupakan
wilayah yang rawan terhadap munculnya konflik. Konflik yang terjadi disebabkan oleh
tingkat sumber daya manusia yang masih rendah sehingga banyak dari mereka yang

1
Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 pasal 6
2
Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 pasal 7
2

lebih mengedepankan emosi tanpa berpikir sebelumnya. Pelaksanaan operasi militer di


Papua secara umum bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah Indonesia
terhadap wilayah Papua dari gerakan separatisme, khususnya kelompok masyarakat
yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM). Adapun bentuk-bentuk operasi
militer yang dipergunakan di Papua adalah merupakan operasi teritorial, operasi intelijen,
dan operasi tempur. Operasi ini dilakukan diantaranya dengan pendampingan
masyarakat, sosialisasi, maupun pembangunan daerah. Operasi teritorial ini adalah
operasi militer yang paling soft karena lebih menekankan pada cara-cara yang persuasif
untuk menarik simpati rakyat.

Kondisi keamanan di Papua saat ini semakin tidak kondusif. Setelah pada bulan
Mei 2011 TNI menyatakan mengubah pola pendekatan di Papua dari pendekatan
keamanan dengan pendekatan kesejahteraan, kondisi keamanan di Papua masih
mengkhawatirkan. Hal tersebut ditandai dengan berbagai kasus penembakan warga yang
terjadi di Papua. Dari berbagai sumber terbuka, tercatat 247 entitas yang dapat
dikategorikan sebagai organisasi atau kelompok teror oleh negara-negara di dunia.
Penggolongan tersebut ada atas dasar agama tertentu; ada yang merupakan gerakan
separatis berdasarkan etnis atau teritorial, serta ada yang terkait dengan ideologi politik
seperti sosialis-komunis. Implementasi fungsi teritorial di daerah Papua (baik dalam
bentuk operasi maupun pembinaan) sejalan dengan kebijakan Presiden Republik
Indonesia bahwa operasi penegakan hukum dan keamanan di Papua dilakukan dengan
manajemen yang lebih terkoordinasi dan tidak perlu melibatkan terlalu banyak satuan
tugas, artinya perlu memaksimalkan peran TNI yang memiliki interoperabilitas dengan
instansi lain. Melalui pernyataan ini maka dapat diketahui bahwa dalam menyelesaikan
permasalahan di Papua, pemerintah perlu mengedepankan pendekatan hukum, serta
pendekatan keamanan dengan memberikan wewenang kepada aparat untuk
melaksanakan operasi teritorial.

Pentingnya penulisan esai ini adalah untuk mencari strategi yang tepat guna
menetralisir pengaruh radikal kelompok teroris di Papua dengan mengimplementasikan
fungsi teritorial dalam merebut hati dan pikiran rakyat. Keterlibatan langsung operasi
teritorial dalam grand design operasi, maupun adanya pola pembinaan teritorial yang
afaptif dalam menjawab akan permasalahan di Papua. Dengan menyadari bahwa wilayah
Papua yang terbentang luas maka perlu menjadi perhatian dari komando atas karena
merupakan bagian strategis dari kepentingan pertahanan sehingga membutuhkan
kesungguhan dan dedikasi yang tinggi dari semua instansi terkait yang berada di wilayah
perbatasan darat untuk mendukung adanya penguatan gelar pasukan yang memadai
3

dalam menghadapi eskalasi ancaman. Kemudian, mencermati situasi keamanan yang


ada di wilayah Papua saat ini dapat dikatakan bahwa kondisi wilayah perbatasan darat
sering mengalami gangguan keamanan, penyelundupan senjata dan munisi, illegal
logging, pencurian, pelintas batas ilegal, pergeseran patok dan lain-lain. Serta gangguan-
gangguan keamanan lainnya yang terjadi dan diindikasi dilakukan oleh Organisasi Papua
Nugini (OPM).

Desain pola operasi berbasis “merebut hati dan pikiran masyarakat” menjadi kunci
keberhasilan desain pola operasi tempur. Paradigma pola operasi yang semula agresif
menjadi defensif harus diimbangi adaptasi masing-masing komponen yang menyertai.
Partisipasi masing-masing bagian yang bersifat holistik diantaranya doktrin, diklat, materiil
dan dukungan dapat mengakselerasi perubahan pola operasi. Maka dari itu esai ini akan
membahas lebih lanjut mengenai konsep pola operasi yang dilakukan oleh TNI AD di
wilayah Papua, dengan beberapa sub pembahasan yaitu: pertama, konsep penyiapan
operasi yang efektif dan efisien dilihat dilihat dari pola operasi yang menitik beratkan pada
teritorial dilihat dari aspek doktrin, diklat, materiil dan dukungan. Kedua, pola operasi yang
dapat dilaksanakan di daerah operasi untuk mendukung kebijakan dan keputusan politik
negara dalam Pembangunan kesejahteraan yang komprehensif dan sinergis di daerah
Papua. Ketiga, inovasi yang dapat dilakukan dalam akselerasi keberhasilan operasi.
Keempat, mewujudkan interoperabilitas antar unsur terkait sehingga menghasilkan
sumber daya yang efektif dalam keberhasilan operasi.

Nilai guna daripada penulisan esai ini adalah untuk pengembangan doktrin,
sistem dan metode dalam melaksanakan sebuah operasi terpadu di dalam negeri dengan
menambah keterlibatan operasi teritorial guna mengeliminir pengaruh radikalisasi di
Papua. Harapannya, melalui tulisan ini dapat memberikan sumbangsih saran bagi TNI
dalam mengaktualisasikan pembinaan teritorial dan operasi tempur yang adaptif guna
merebut hati rakyat dalam rangka mewujudkan ruang, alat, kondisi juang yang tangguh di
masyarakat. Tulisan ini juga diharapkan dapat berguna bagi pimpinan TNI AD dalam
rangka merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan doktrin, sistem, metode, dan
kegiatan serta kebijakan dalam upaya menetralisir pengaruh radikal kelompok teroris
yang berkarakter separatis di Papua.

Adapun maksud daripada penulisan esai ini adalah untuk menganalisa


sinkronisasi kebijakan politik negara dengan perubahan pola operasi dalam negeri yang
dilaksanakan oleh TNI. Selain itu, tujuan daripada penulisan esai ini adalah menganalisa
pendekatan operasi teritorial yang terintegrasi antar setiap kecabangan dalam
4

mewujudkan keberhasilan operasi militer di Papua yang dengan tetap berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan nilai guna daripada penulisan esai ini adalah
untuk menemukan solusi yang relevan terhadap hambatan dan kendala yang dialami
dalam pelaksanaan operasi militer di Papua yang dilakukan oleh TNI, serta sebagai
bentuk eksekusi terhadap pemikiran penulis mengenai pola operasi militer di Papua.
Dalam mendukung proses penulisan esai ini, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, dengan menggunakan studi literatur sebagai cara mengumpulkan data yang
dapat membantu penulis melakukan proses analisa terhadap esai.

Pembahasan

Konsep Penyiapan Operasi yang Efektif dan Efisien

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dalam Bab IV


mengenai Pengelolaan Sistem Pertahanan Negara menjelaskan bahwa presiden
berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pertahanan negara, dalam
pengelolaan sistem pertahanan negara Presiden menetapkan kebijakan umum
pertahanan negara yang menjadi acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan dan
pengawasan sistem pertahanan negara. Presiden juga memiliki kewenangan dan
bertanggung jawab atas pengerahan kekuatan TNI dan dalam kewenangannya harus
mendapat persetujuan dari DPR sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dan dipertegas kembali oleh UndangUndang
Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia dalam Bab VI mengenai
pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. Dalam pengerahan dan penggunaan
kekuataan TNI sangat berhubungan dengan keadaan suatu negara tersebut. Undang-
Undang tersebut menjelaskan pemberlakuan keadaan bahaya sesungguhnya adalah
kewenangan dari presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. Dengan demikian
tahap pertama dalam mekanisme penetapan keadaan bahaya yang wajib dilakukan oleh
pemerintah adalah dengan adanya deklarasi atau pernyataan keadaan bahaya di wilayah
Republik Indonesia.

Berkaitan dengan dinamika konflik yang terjadi di Papua mendorong pemerintah


untuk terus berupaya meredakan berbagai potensi konflik dengan menggunakan
pendekatan keamanan yang semula dinilai lebih dominasi daripada penggunaan
pendekatan kesejahteraan dan pendekatan persuasif. Kebijakan tersebut telah membuat
sebagian masyarakat Papua menganggap Indonesia sebagai penjajah baru. Pendekatan
5

keamanan atau pendekatan militer adalah berbagai operasi yang dilakukan oleh militer
untuk mempertahankan kedaulatan Papua dari berbagai ancaman separatisme maupun
ancaman keamanan lainnya. Kebijakan operasi militer untuk menumpas OPM dilakukan
dengan nama tersendiri sesuai dengan kebijakan pimpinan militer Indonesia.

Selain operasi keamanan dan operasi tempur TNI AD juga melaksanakan operasi
teritorial. Operasi teritorial dilaksanakan secara terbatas dalam radius pos wilayah
tertentu. Operasi ini merupakan operasi paling halus karena lebih menekankan pada cara-
cara yang persuasif untuk menarik simpati rakyat. Adapun maksud dari operasi ini lebih
menekankan pada caracara yang persuasif untuk menarik simpati rakyat, sedangkan
operasi intelijen bertujuan untuk melakukan pemetaan atas kondisi suatu wilayah atau
kelompok masyarakat, khususnya mendeteksi keberadaan separatis Organisasi Papua
Merdeka (OPM) maupun oknum masyarakat yang selama ini melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan hukum di wilayah Papua.

Keterpaduan operasi yang dilakukan di Papua melalui satu kesatuan Komando


merupakan suatu keniscayaan, karena belum pernah ada hanya satu jenis operasi yang
dapat langsung menghasilkan suatu pencapaian komprehensif, tanpa adanya suatu gap.
Sehingga pelaksanaan suatu operasi perlu didukung oleh operasi lainnya. Oleh karena
permasalahan di Papua berkaitan dengan proses disintegrasi bangsa, maka upaya yang
komprehensif, holistik, dan terpadu mutlak untuk dipertimbangkan. TNI AD memiliki tiga
fungsi utama, yaitu intelijen, tempur, dan teritorial, namun sayangnya konsep penanganan
pengaruh kelompok teroris di Papua masih belum mengaktualisasikan pendekatan
teritorial secara optimal. Bahkan saat ini, kebanyakan operasi yang melibatkan TNI AD di
Papua masih menggunakan terminology selain operasi teritorial yang tentu berdampak
pada implementasi dan jenis tugas-tugas yang dilaksanakan di Papua. Dengan kata lain,
semua operasi masih difokuskan kepada operasi intelijen, pengamanan, dan tempur,
walaupun operasi tempur dilaksanakan secara terselubung dalam status tertib sipil di
Papua.

Jenis operasi TNI yang selama ini dilaksanakan pada umumnya masih cenderung
bersifat represif, sehingga memperpanjang permasalahan kekerasan di Papua.
Kesalahan teknis dan taktis operasi penegakan hukum, yang diaplikasikan dengan salah
satunya adalah melalui penindakan tempur di lapangan, berpeluang menjadi boomerang
bagi TNI terhadap aksi pelanggaran HAM yang tentunya dapat menjadi penghalang
pencapaian tujuan strategis operasi tersebut. Pencapaian operasi tempur dapat diukur
dengan “angka”, namun dengan mengedepankan pendekatan itu saja, maka satuan yang
6

melaksanakan operasi akan cenderung menjadikan jumlah pucuk senjata atau tokoh
sebagai target keberhasilan pertempuran, sehingga secara tidak langsung menyebabkan
scenario operasi berjalan diluar yang direncanakan. Hal ini berpotensi menyebabkan
dendam yang tidak berkesudahan di Papua. Sehingga pendekatan teritorial dirasa tepat
untuk menjadi rekomendasi sebagai solusi utama dalam menetralisir pengaruh radikal
kelompok separatis di Papua dengan dukungan operasi informasi, intelijen, dan tempur.

Adapun pendekatan keamanan yang dilaksanakan oleh TNI merupakan amanat


undang-undang dasar negara tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia. Diperkuat sesuai dengan undang-undang nomor 34
tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat (1), tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Dalam pertemuan yang diadakan oleh KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman
dengan Menkopolhukam Mahfud MD pada 7 Desember 2021, dibahas mengenai konsep
operasi yang dilakukan oleh TNI AD harus mampu menerjemahkan kebijakan negara
sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Pendekatan tersebut sesuai dengan
arahan dalam Instruksi Presiden yang mendasari munculnya Undang-Undang Nomor 2
tahun 2021 tentang Otonomi Khusus, dimana diketahui bahwa pendekatan baru yang
digunakan untuk mempertahankan stabilitas keamanan dan pertahanan di wilayah Papua
adalah menggunakan pendekatan kesejahteraan. Hal ini menuntut sumber daya yang
dimiliki pemerintah, salah satunya adalah personel TNI untuk berfokus pada upaya
membangun kesejahteraan melalui kerja kolaboratif dan komprehensif dengan lembaga-
lembaga lainnya yang terkait.

Pada dasarnya, konsep penyiapan operasi yang dilakukan di daerah salah


satunya adalah kegiatan menyusun tata ruang wilayah pertahanan dengan sasaran
terwujudnya ruang juang yang tangguh, berupa wilayah pertahanan yang siap sebagai
mandala perang atau mandala operasi untuk mendukung pelaksanaan operasi tersebut.
Kewajiban tersebut dilakukan mulai dari Kodam, Korem dan Kodim, apabila dicermati
pembagian daerah pertahanan yang dibuat oleh komando kewilayahan dalam satu
Kotama tidak saling mendukung akibat pembagian wilayah pertahanan yang dijadikan
pedoman dalam menyusun tata ruang.
7

Pola Operasi yang Dapat Dilaksanakan di Daerah Operasi untuk Mendukung


Kebijakan dan Keputusan Politik Negara dalam Pembangunan Kesejahteraan

Operasi militer di Papua secara umum bertujuan untuk mempertahankan


kekuasaan pemerintah Indonesia terhadap wilayah Papua dari gerakan separatisme,
khususnya kelompok masyarakat yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka
(OPM). Sedangkan bentuk-bentuk operasi militer yang dipergunakan di Papua adalah
merupakan operasi teritorial, operasi intelijen, dan operasi tempur. Operasi militer
bertujuan untuk secara persuasif membujuk masyarakat agar mensukseskan Pepera
dengan memenangkan Indonesia. Operasi ini dilakukan diantaranya dengan
pendampingan masyarakat, sosialisasi, maupun pembangunan daerah. Operasi teritorial
ini adalah operasi militer yang paling soft karena lebih menekankan pada cara-cara yang
persuasif untuk menarik simpati rakyat.

TNI dalam melaksanakan operasi yang beriringan dengan upaya mewujudkan


kebijakan dan keputusan politik negara untuk menggunakan pendekatan kesejahteraan
bagi penyelesaian konflik di Papua, perlu memiliki pola operasi yang sesuai agar
kehadiran TNI di wilayah Papua dapat menjadi representasi pemerintah yang bertindak
secara humanis. Pola operasi ini merupakan operasi non tempur yang dilakukan adalah
dengan kegiatan dalam rangka upaya merebut hati masyarakat setempat. Melalui operasi
ini, TNI harus bisa berperan untuk membuat masyarakat tenang dan nyaman, karena
dengan memiliki rasa aman dan nyaman akan menjadi virus kepada mereka semua yang
memiliki niat untuk memberontak menjadi kendor. Operasi nontempur ini bisa dilakukan
dengan kegiatan bakti sosial, kegiatan penyuluhan kesehatan, penyuluhan pertanian dan
kegiatan lainnya.

TNI sebagai bagian dari unsur negara yang dilibatkan dalam mendukung
dinamika pembangunan nasional, sudah seharusnya ikut terlibat langsung terhadap
upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Apalagi bila dihadapkan
kondisi masyarakat Papua yang sebagian besar masih hidup dalam ketertinggalan.
Keberadaan TNI seharusnya dapat membantu meringankan kesulitas masyarakat,
sehingga hadirnya TNI menjadi sangat berarti bagi kehidupan mereka. TNI hendaknya
dalam menjaga wilayah Papua tetap memiliki komitmen kuat untuk senantiasa membantu
berbagai memberdayakan rakyat untuk keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi, dalam
aplikasinya, pertahanan negara diselenggarakan oleh seluruh komponen bangsa secara
terpadu dan komprehensif, khusus dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI
8

sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen
pendukung.

Melalui operasi non tempur yang menempatkan posisi TNI lebih dekat dengan
pembangunan bagi kesejahteraan rakyat Papua, maka hal ini sesuai dengan kebijakan
Pemerintah Indonesia untuk mengutamakan pendekatan-pendekatan humanis dan
kesejahteraan dalam mewujudkan stabilitas keamanan di Papua. Selanjutnya diharapkan
bahwa dengan pola operasi yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat
Papua, akan meyakinkan pandangan masyarakat bahwa pemerintah memiliki tekad yang
kuat untuk melindungi setiap warganya dari ancaman pihak manapun yang menggangu
kedaulatan bangsa. Sudah sepatutnya kebijakan dan desain besar terhadap pertahanan
di wilayah Papua tidak terjebak dalam penguatan kapasitas militer melalui operasi tempur,
melainkan perlu meningkatkan kemampuan dan kesejahteran warga. Hal ini sebagaimana
mandat konstitusional yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Inovasi yang Dapat Dilakukan Dalam Akselerasi Keberhasilan Operasi

TNI dalam melaksanakan tugas pokok pertahanan negara juga disiapkan untuk
melaksanakan OMSP guna menghadapi ancaman militer yang bentuknya bukan agresi
militer dengan kekuatan terbatas dan proporsional sesuai besarnya ancaman yang
dihadapi. Penggunaan kekuatan TNI untuk OMSP dilaksanakan bersama-sama dengan
instansi fungsional dalam suatu keterpaduan usaha yang sinergis. OMSP dilaksanakan
TNI dengan mendahulukan tindakan preventif dari pada tindakan represif yang
disesuaikan dengan eskalasi dan bentuk ancaman. OMSP diimplementasikan melalui
keikutsertaan TNI secara aktif dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi
bangsa di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pengerahan kekuatan TNI untuk OMSP
dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata yang mengancam kedaulatan,


keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa. Pengerahan dan penggunaan
kekuatan TNI atas dasar keputusan politik dengan; pertama, mendahulukan tindakan
preventif melalui pemberdayaan wilayah pertahanan dalam rangka membantu pemerintah
ditujukan untuk membatasi ruang gerak, meniadakan niat memisahkan diri dari NKRI dan
mengajak kelompok separatis agar tetap setia kepada NKRI. Kedua, mengambil langkah
represif, untuk menghentikan tindakan kekerasan bersenjata, melumpuhkan kemampuan
dan kekuatannya guna mencegah timbulnya korban yang mengancam masyarakat.
9

Selain mengatasi gerakan separatis, peran TNI juga diperlukan untuk mengatasi
gerakan pemberontakan bersenjata. Pemberontakan bersenjata mengancam
pemerintahan yang sah, merongrong kewibawaan pemerintah dan mengancam tegaknya
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pengerahan dan
penggunaan kekuatan TNI dalam mengatasi pemberontakan bersenjata atas dasar
keputusan politik menetapkan kondisi wilayah tertentu dalam keadaan darurat, tindakan
represif ditujukan untuk menghentikan kekerasan bersenjata dan menghancurkan
kekuatannya; membongkar jaringan kelompok pemberontak bersenjata dan
pendukungnya; memulihkan situasi keamanan dan kewibawaan pemerintah.

Berkaitan dengan kondisi yang ada di Papua, perkembangan tindak kekerasan


yang dilakukan oleh kelompok bersenjata, dapat dikategorikan sebagai kelompok
terorisme, dimana dalam hal ini TNI juga memiliki peran penting untuk mengatasinya. Aksi
terorisme mengancam keselamatan bangsa dengan menebar rasa ketakutan yang
mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa perikemanusiaan.
Penggunaan kekuatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme dilaksanakan secara terpadu
dengan instansi terkait dan ditujukan untuk melindungi keselamatan segenap bangsa;
dengan melakukan pencegahan dan menghentikan aksi terorisme; serta menemukan dan
menumpas jaringan terorisme. Hal tersebut menunjukkan bahwa TNI sebagai alat
pertahanan negara dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya, selalu berdasar
pada keputusan politik yang dituangkan secara syah dalam Peraturan Perundang-
undangan.

Implementasi peran personel TNI dalam mewujudkan keberhasilan operasi


adalah dengan mengutamakan kesejahteraan dan kedekatan dengan masyarakat Papua.
Oleh karena itu semua unsur TNI haruslah profesional dalam bertindak dalam bidangnya
sesuai dengan kebijakan dan keputusan politik negara. Untuk merealisasikan tercapainya
peran tersebut secara optimal, maka perlu dilakukan pengembangan sistem operasi
teritorial TNI yang terintegrasi atau terpadu. Operasi teritorial sangat berperan penting
dalam upaya menetralisir pengaruh radikalisme di dalam masyarakat. Bahkan
pelaksanaan operasi teritorial sudah seharusnya menjadi solusi utama dalam mendukung
proses penyelesaian permasalahan yang terjadi di Papua. Selanjutnya perlu dirumuskan
desain besar daripada pelaksanaan operasi yang dilakukan secara terpadu di Papua.

Melalui analisa SWOT yang dilakukan secara terbatas, terdapat beberapa faktor
yang menjadi kelemahan dan kendala dalam mengimplementasikan operasi teritorial.
Kelemahan yang fundamental adalah belum terbentuknya standarisasi keberhasilan dari
10

tiap jenis operasi dari fungsi TNI AD sehingga sering terjadi perebutan peran
(overlapping) saat pelaksanaan tugas di lapangan. Sementara keberhasilan operasi
tempur saat ini sudah terstandarisasi baik berupa jumlah pucuk yang diperoleh, serta level
tokoh yang ditangkap. Selanjutnya, kendala yang dihadapi adalah keterbatasan dukungan
anggaran serta rendahnya peluang untuk melakukan kolaborasi dan menjalin koordinasi
dengan insan pembangunan yang berada di luar instansi militer. Dalam hal ini anggaran
sangat berpengaruh karena setiap kegiatan teritorial tentu membutuhkan biaya, baik yang
berupa komsos dengan toga, tomat, dan today, serta kelompok mahasiswa dan peneliti,
maupun dalam melaksanakan bakti sosial yang harus diimplementasikan dalam bentuk
pembangunan, sementara secara sumber daya anggaran maupun SDM, TNI AD memiliki
keterbatasan.

Beriringan dengan kelemahan dan kendala, maka kekuatan yang dapat


mendukung desain besar pelaksanaan operasi teritorial secara optimal di Papua adalah
konsistensi visi dari pimpinan TNI untuk menyelesaikan permasalahan di Papua dengan
segera, secara tepat dan tuntas. Hal ini sangat berarti dan merupakan strong power untuk
bisa mengubah pola operasi besar yang ada di Papua dari yang awalnya difokuskan pada
pendekatan represif, menjadi lebih komprehensif dan holistik dengan adanya operasi
teritorial yang cenderung mengedepankan pendekatan persuasif. Melalui kekuatan
tersebut, perlu peluang untuk bisa mendukung terwujudnya operasi teritorial yang optimal
dalam menyelesaikan permasalahan di Papua. Adapun peluang tersebut adalah adanya
kebijakan politik yang menyatakan bahwa kelompok bersenjata di Papua adalah
kelompok teroris, serta keputusan Presiden mengenai Kodam yang ditetapkan sebagai
komponen utama untuk melakukan upaya pendekatan hukum dan keamanan dalam
mengatasi permasalahan di papua.

Mewujudkan Interoperabilitas antar Unsur Terkait

UU RI No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 menyatakan bahwa


Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumberdaya nasional lainnya, serta
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu,
terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Kesemestaan inilah yang diperlukan
untuk menghadapi kemungkinan ancaman di Papua. Interoperabilitas adalah kapabilitas
dari suatu sistem, yang antar elemennya merupakan bagian integral, untuk berinteraksi
11

dan berfungsi dengan sistem lain, baik saat ini ataupun di masa mendatang, tanpa
batasan akses atau implementasi (Interoperability Working Group).3

Sebagai salah satu produk kebijakan yang mendasari pembangunan kekuatan


dan kemampuan TNI, maka penetapan desain interoperabilitas TNI Angkatan Darat harus
menyesuaikan terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. Terintegrasi. Dalam pembangunan interoperabilitas antar TNI dengan setiao


unsur terkait di wilayah Papua, TNI harus benar-benar terintegrasi secara utuh
agar dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dalam pelaksanaan operasi,
sehingga setiap unsur dapat bersinergi dan saling mendukung secara maksimal,
efektif dan efisien. Pengintegrasian tersebut hendaknya sudah menggambarkan
design interoperabilitas dari rumusan tugas dari masing-masing unsur. Pola
pengintegrasiannya juga harus menggambarkan kondisi di wilayah Papua saat ini
serta apa yang akan dilakukan ke depan untuk menjawab setiap tantangan dan
perkembangan yang terjadi di wilayah Papua.
2. Forecasting. Merupakan kemampuan untuk memprediksi masa depan
dengan pendekatan ilmiah. Forecasting diperlukan disini karena interoperabilitas
antar TNI dengan unsur-unsur lain yang memiliki peran penting dalam menjaga
stabilitas wilayah Papua dibangun untuk masa depan dan dalam rentang waktu
yang panjang. Untuk itu, maka interoperabilitas harus dibangun berdasarkan
prediksi yang menggunakan metode ilmiah untuk memprakirakan (memprediksi
atau meramalkan) keadaan masa depan (futurologi).
3. Kerja sama. Hal ini dimaknai sebagai bentuk proses sosial untuk mencapai
tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-
masing, dalam mendukung pelaksanaan Kampanye Militer. Hal ini bertujuan untuk
menyelenggarakan kebijakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan dari aspek
darat, laut dan udara. Dalam rangka meningkatkan sinergitas dan kerja sama
khususnya pada unsur pelaksana di lapangan maka perlu digiatkan kembali forum
kerja sama sesuai dengan tingkatan sistem pemerintahan, khususnya pada strata
terendah seperti tingkat desa atau kampung.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara kepulauan


terbesar di dunia. Menyimpan kekayaan alam yang melimpah dan Papua adalah salah
satu daerah yang sangat strategis dan kaya sumber daya alam tetapi memiliki
kecendrungan untuk memisahkan diri dari negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).

3
Kerangka Kerja Interoperabilitas E-government Indonesia, Kemenkoinfo RI 2013, Hal 4.
12

Selain itu, gerakan ini telah menimbulkan beberapa permasalahan seperti masalah
perbatasan, konflik vertikal, horizontal, dan komunal, dan juga pencurian terhadap
sumber-sumber daya alam yang ada di daerah Papua. Keberadaan TNI di Papua dituntut
untuk dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat dan mencegah terjadinya
kegiatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan wilayah. Kekerasan, konflik,
sengketa, polemik, kontak senjata, dan pertumpahan darah amsih selalu mewarnai
kehidupan masyarakat Papua. Berbagai kondisi yang telah diuraikan pada bagian
pembahasan menunjukkan bahwa sesungguhnya Papua harus menjadi perhatian yang
serius bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Melihat berbagai kondisi di atas,
dialog antara Pemerintah Pusat dan rakyat Papua sudah harus segera dilaksanakan
dengan melibatkan unsur TNI sebagai komponen utama pertahanan negara yang
mengupayakan stabilitas pertahanan di Papua melalui berbagai bentuk operasi yang
dilakukan.

Penutup

Melalui penjelasan dalam esai ini dapat disimpulkan bahwa dinamika kondisi
kehidupan masyarakat di wilayah Papua yang sebagian masih hidup dalam ketertinggalan
menimbulkan suatu potensi untuk terjadinya konflik sosial diantara masyarakat. Sehingga,
keberadaan TNI sebagai alat negara yang memiliki tugas pokok menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia menjadi
sangat signifikan bagi rakyat Papua. Namun sayangnya kehadiran TNI disisi lain
menimbulkan suatu paradigma yang buruk bagi masyarakat Papua sendiri, hal ini
dikarenakan pola operasi yang dilakukan cenderung berorientasi pada pendekatan militer,
sehingga terdapat jarak antara rakyat Papua dengan TNI. Kondisi ini tentu menghambat
operasi yang dilakukan TNI agar bisa terlaksana dengan optimal dan berhasil.

Maka dari itu, melalui esai ini penulis merekomendasikan beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mengembangan pola operasi TNI di wilayah Papua
diperhadapkan dengan dinamika lingkungan keamanan yang terjadi di wilayah Papua,
yaitu sebagai berikut:

1. Konsep penyiapan operasi di wilayah Papua harus diarahkan pada pola


operasi teritorial yang juga dibarengi dengan operasi tempur, sehingga prajurit
TNI yang bertugas di wilayah Papua dibekali dengan kemampuan-kemampuan
13

non-tempur yang dapat menjembatani komunikasi sosial antara prajurit dengan


masyarakat, namun disisi lain tetap mampu melakukan pengamanan untuk
mengatasi terjadinya aksi-aksi terorisme.
2. Pemerintah Pusat untuk melakukan dialog dengan Pemerintah Daerah
Papua, yang terdiri dari kepala daerah (gubernur dan bupati), DPRP, MRP, tokoh-
tokoh adat Papua, dan mahasiswa Papua. Dialog ini penting agar tidak terjadi
kesalahan persepsi terhadap kebijakan Pemerintah Pusat oleh Pemerintah
Daerah. Sedangkan pendekatan kesejahteraan yang didengung-dengungkan TNI
haruslah dilaksanakan, bukan hanya lip service belaka.
3. TNI perlu mengupayakan konsep interoperabilitas yang terintegrasi dengan
seluruh unsur terkait pemberdayaan wilayah Papua. Adapun interoperabilitas
tersebut selain dilakukan oleh antar kecabangan TNI yang bertugas di wilayah
Papua, juga perlu dilakukan antar TNI dengan unsur pemerintah daerah atau
lembaga-lembaga terkait yang memiliki concern terhadap peningkatan
kesejahteraan bagi masyarakat Papua.
4. Peningkatan kemampuan temu cepat dan lapor cepat yang dilaksanakan
dengan melalui pendidikan dan latihan serta adanya dukungan sarana dan
prasarana khususnya sarana transportasi, komunikasi dan almatsus intel lainnya
serta penambahan perwira yang berkemampuan analis.
5. Perlu adanya peningkatan volume latihan taktik dan teknis menembak baik
di hutan, gunung maupun diperkotaan.

Demikian esai ini disusun sebagai cara untuk menuangkan pemikiran penulis
mengenai pola operasi TNI di wilayah Papua yang berorientasi pada pendekatan-
pendekatan humanis untuk mewujudkan kesejahteraan sosial di wilayah Papua. Adapun
melalui pola operasi yang berbasis pendekatan kesejahteraan dapat menggeser
paradigman masyarakat Papua mengenai kehadiran TNI bukan lagi sebagai musuh atau
sumber ketegangan, melainkan sebagai representasi pemerintah yang dekat dengan
masyarakat.

Referensi

”Aktivis Papua Kecam Kehadiran Bambang Darmono dan UP4B di Tanah Papua”,
http://www.suarapapua.com/ index.php?option=com _content&view =
article&id=236:aktivis-papua-kecamkehadiran-bambang-darmono-danup4b-di-
tanah-papua&catid=9:beritaterkini&Itemid=112&lang=en,
14

”Buka Dialog Jakarta-Papua”, http:// www.shnews.co/detile-2601-bukadialog-


jakartapapua.html,

“Operasi Militer Papua,” Elsam, diakses melalui


http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/OPERASI-MILITER-
PAPUA.pdf, pada 27 Maret 2022, pkl. 02:00 WIB

Armawi, Armaidy, “Eksistensi TNI Dalam Menghadapi Ancaman Militer dan Nir Militer
Multidimensional di Era Milenial,” WIRA, Edisi Khusus, (2019), diakses melalui
https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2019/12/wiraedsus2019-web.pdf,
pada 26 Maret 2022, pkl. 20:00 WIB

Beny, Giay, Menuju Papua Baru: Beberapa Pokok Pikiran sekitar Emansipasi Orang
Papua, Jayapura: Deiyai/Eis-ham Papua, 2010

Briantika, Adi, 2021, “Menilik Efektivitas Operasi Teritorial Bina Penduduk di Papua,” Tirto,
diakses melalui https://tirto.id/menilik-efektivitas-operasi-teritorial-bina-penduduk-
di-papua-gl9S, pada 27 Maret 2022, pkl. 02:30 WIB.

Dewantara, Kurnia, 2019, “Analisis Peran, Fungsi, dan Tugas TNI untuk menghadapi
Ancaman Era Globalisasi,” diakses melalui
https://seskoad.mil.id/admin/file/kajian/62%20Analisa%20Peran%20fungsi%20dan
%20Tugas%20TNI.pdf, pada 27 Maret 2022, pkl. 01:00 WIB

Djopari, John RG, Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka, Jakarta: Gramedia, 1993

Maikel, Kristofel Ajoi, “Kedudukan Pribumi-Pendatang di Pasar dan Kantor: Konflik


(Horizontal) Ekonomi-Politik di Papua,” diakses melalui file:///C:/Users/Erika
%20Debora%20Limbong/Downloads/495-Article%20Text-1279-1-10-
20160813.pdf, pada 27 Maret 2022, pkl. 00:30 WIB

Michael, Georgy dkk, “Kebijakan Operasi Militer Tentara Nasional Indonesia Terhadap
Organisasi Papua Merdeka Dalam Perspektif Hukum Humaniter Internasional,”
Diponegoro Law Review, Vol. 5 No. 2, (2016), diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/19087-ID-kebijakan-operasi-militer-
tentara-nasional-indonesia-terhadap-organisasi-papua-m.pdf, pada 27 Maret
2022, pkl. 00:00 WIB

Nasrudin, Achmad Yahya, 2020, “Mabes: TNI Semakin Sadar Pentingnya Interoperabilitas
Ketiga Matra,” Kompas, diakses melalui
15

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/02/12145991/mabes-tni-semakin-
sadar-pentingnya-interoperabilitas-kekuatan-ketiga-matra, pada 27 Maret 2022,
pkl. 19:00 WIB

Suhartono, Agus, 2010, “Penyelenggaraan Pertahanan Negara,” diakses melalui


https://tni.mil.id/view-22301-oleh-laksamana-tni-agus-suhartono-se.html, pada 27
Maret 2022, pkl. 02:00 WIB

Anda mungkin juga menyukai