Pendahuluan
Salah satu bentuk implementasi operasi militer selain perang yang dilakukan oleh
TNI saat ini adalah pelaksanaan operasi militer di Papua. Wilayah Papua merupakan
wilayah yang rawan terhadap munculnya konflik. Konflik yang terjadi disebabkan oleh
tingkat sumber daya manusia yang masih rendah sehingga banyak dari mereka yang
1
Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 pasal 6
2
Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 pasal 7
2
Kondisi keamanan di Papua saat ini semakin tidak kondusif. Setelah pada bulan
Mei 2011 TNI menyatakan mengubah pola pendekatan di Papua dari pendekatan
keamanan dengan pendekatan kesejahteraan, kondisi keamanan di Papua masih
mengkhawatirkan. Hal tersebut ditandai dengan berbagai kasus penembakan warga yang
terjadi di Papua. Dari berbagai sumber terbuka, tercatat 247 entitas yang dapat
dikategorikan sebagai organisasi atau kelompok teror oleh negara-negara di dunia.
Penggolongan tersebut ada atas dasar agama tertentu; ada yang merupakan gerakan
separatis berdasarkan etnis atau teritorial, serta ada yang terkait dengan ideologi politik
seperti sosialis-komunis. Implementasi fungsi teritorial di daerah Papua (baik dalam
bentuk operasi maupun pembinaan) sejalan dengan kebijakan Presiden Republik
Indonesia bahwa operasi penegakan hukum dan keamanan di Papua dilakukan dengan
manajemen yang lebih terkoordinasi dan tidak perlu melibatkan terlalu banyak satuan
tugas, artinya perlu memaksimalkan peran TNI yang memiliki interoperabilitas dengan
instansi lain. Melalui pernyataan ini maka dapat diketahui bahwa dalam menyelesaikan
permasalahan di Papua, pemerintah perlu mengedepankan pendekatan hukum, serta
pendekatan keamanan dengan memberikan wewenang kepada aparat untuk
melaksanakan operasi teritorial.
Pentingnya penulisan esai ini adalah untuk mencari strategi yang tepat guna
menetralisir pengaruh radikal kelompok teroris di Papua dengan mengimplementasikan
fungsi teritorial dalam merebut hati dan pikiran rakyat. Keterlibatan langsung operasi
teritorial dalam grand design operasi, maupun adanya pola pembinaan teritorial yang
afaptif dalam menjawab akan permasalahan di Papua. Dengan menyadari bahwa wilayah
Papua yang terbentang luas maka perlu menjadi perhatian dari komando atas karena
merupakan bagian strategis dari kepentingan pertahanan sehingga membutuhkan
kesungguhan dan dedikasi yang tinggi dari semua instansi terkait yang berada di wilayah
perbatasan darat untuk mendukung adanya penguatan gelar pasukan yang memadai
3
Desain pola operasi berbasis “merebut hati dan pikiran masyarakat” menjadi kunci
keberhasilan desain pola operasi tempur. Paradigma pola operasi yang semula agresif
menjadi defensif harus diimbangi adaptasi masing-masing komponen yang menyertai.
Partisipasi masing-masing bagian yang bersifat holistik diantaranya doktrin, diklat, materiil
dan dukungan dapat mengakselerasi perubahan pola operasi. Maka dari itu esai ini akan
membahas lebih lanjut mengenai konsep pola operasi yang dilakukan oleh TNI AD di
wilayah Papua, dengan beberapa sub pembahasan yaitu: pertama, konsep penyiapan
operasi yang efektif dan efisien dilihat dilihat dari pola operasi yang menitik beratkan pada
teritorial dilihat dari aspek doktrin, diklat, materiil dan dukungan. Kedua, pola operasi yang
dapat dilaksanakan di daerah operasi untuk mendukung kebijakan dan keputusan politik
negara dalam Pembangunan kesejahteraan yang komprehensif dan sinergis di daerah
Papua. Ketiga, inovasi yang dapat dilakukan dalam akselerasi keberhasilan operasi.
Keempat, mewujudkan interoperabilitas antar unsur terkait sehingga menghasilkan
sumber daya yang efektif dalam keberhasilan operasi.
Nilai guna daripada penulisan esai ini adalah untuk pengembangan doktrin,
sistem dan metode dalam melaksanakan sebuah operasi terpadu di dalam negeri dengan
menambah keterlibatan operasi teritorial guna mengeliminir pengaruh radikalisasi di
Papua. Harapannya, melalui tulisan ini dapat memberikan sumbangsih saran bagi TNI
dalam mengaktualisasikan pembinaan teritorial dan operasi tempur yang adaptif guna
merebut hati rakyat dalam rangka mewujudkan ruang, alat, kondisi juang yang tangguh di
masyarakat. Tulisan ini juga diharapkan dapat berguna bagi pimpinan TNI AD dalam
rangka merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan doktrin, sistem, metode, dan
kegiatan serta kebijakan dalam upaya menetralisir pengaruh radikal kelompok teroris
yang berkarakter separatis di Papua.
mewujudkan keberhasilan operasi militer di Papua yang dengan tetap berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan nilai guna daripada penulisan esai ini adalah
untuk menemukan solusi yang relevan terhadap hambatan dan kendala yang dialami
dalam pelaksanaan operasi militer di Papua yang dilakukan oleh TNI, serta sebagai
bentuk eksekusi terhadap pemikiran penulis mengenai pola operasi militer di Papua.
Dalam mendukung proses penulisan esai ini, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, dengan menggunakan studi literatur sebagai cara mengumpulkan data yang
dapat membantu penulis melakukan proses analisa terhadap esai.
Pembahasan
keamanan atau pendekatan militer adalah berbagai operasi yang dilakukan oleh militer
untuk mempertahankan kedaulatan Papua dari berbagai ancaman separatisme maupun
ancaman keamanan lainnya. Kebijakan operasi militer untuk menumpas OPM dilakukan
dengan nama tersendiri sesuai dengan kebijakan pimpinan militer Indonesia.
Selain operasi keamanan dan operasi tempur TNI AD juga melaksanakan operasi
teritorial. Operasi teritorial dilaksanakan secara terbatas dalam radius pos wilayah
tertentu. Operasi ini merupakan operasi paling halus karena lebih menekankan pada cara-
cara yang persuasif untuk menarik simpati rakyat. Adapun maksud dari operasi ini lebih
menekankan pada caracara yang persuasif untuk menarik simpati rakyat, sedangkan
operasi intelijen bertujuan untuk melakukan pemetaan atas kondisi suatu wilayah atau
kelompok masyarakat, khususnya mendeteksi keberadaan separatis Organisasi Papua
Merdeka (OPM) maupun oknum masyarakat yang selama ini melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan hukum di wilayah Papua.
Jenis operasi TNI yang selama ini dilaksanakan pada umumnya masih cenderung
bersifat represif, sehingga memperpanjang permasalahan kekerasan di Papua.
Kesalahan teknis dan taktis operasi penegakan hukum, yang diaplikasikan dengan salah
satunya adalah melalui penindakan tempur di lapangan, berpeluang menjadi boomerang
bagi TNI terhadap aksi pelanggaran HAM yang tentunya dapat menjadi penghalang
pencapaian tujuan strategis operasi tersebut. Pencapaian operasi tempur dapat diukur
dengan “angka”, namun dengan mengedepankan pendekatan itu saja, maka satuan yang
6
melaksanakan operasi akan cenderung menjadikan jumlah pucuk senjata atau tokoh
sebagai target keberhasilan pertempuran, sehingga secara tidak langsung menyebabkan
scenario operasi berjalan diluar yang direncanakan. Hal ini berpotensi menyebabkan
dendam yang tidak berkesudahan di Papua. Sehingga pendekatan teritorial dirasa tepat
untuk menjadi rekomendasi sebagai solusi utama dalam menetralisir pengaruh radikal
kelompok separatis di Papua dengan dukungan operasi informasi, intelijen, dan tempur.
Dalam pertemuan yang diadakan oleh KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman
dengan Menkopolhukam Mahfud MD pada 7 Desember 2021, dibahas mengenai konsep
operasi yang dilakukan oleh TNI AD harus mampu menerjemahkan kebijakan negara
sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Pendekatan tersebut sesuai dengan
arahan dalam Instruksi Presiden yang mendasari munculnya Undang-Undang Nomor 2
tahun 2021 tentang Otonomi Khusus, dimana diketahui bahwa pendekatan baru yang
digunakan untuk mempertahankan stabilitas keamanan dan pertahanan di wilayah Papua
adalah menggunakan pendekatan kesejahteraan. Hal ini menuntut sumber daya yang
dimiliki pemerintah, salah satunya adalah personel TNI untuk berfokus pada upaya
membangun kesejahteraan melalui kerja kolaboratif dan komprehensif dengan lembaga-
lembaga lainnya yang terkait.
TNI sebagai bagian dari unsur negara yang dilibatkan dalam mendukung
dinamika pembangunan nasional, sudah seharusnya ikut terlibat langsung terhadap
upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Apalagi bila dihadapkan
kondisi masyarakat Papua yang sebagian besar masih hidup dalam ketertinggalan.
Keberadaan TNI seharusnya dapat membantu meringankan kesulitas masyarakat,
sehingga hadirnya TNI menjadi sangat berarti bagi kehidupan mereka. TNI hendaknya
dalam menjaga wilayah Papua tetap memiliki komitmen kuat untuk senantiasa membantu
berbagai memberdayakan rakyat untuk keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi, dalam
aplikasinya, pertahanan negara diselenggarakan oleh seluruh komponen bangsa secara
terpadu dan komprehensif, khusus dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI
8
sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen
pendukung.
Melalui operasi non tempur yang menempatkan posisi TNI lebih dekat dengan
pembangunan bagi kesejahteraan rakyat Papua, maka hal ini sesuai dengan kebijakan
Pemerintah Indonesia untuk mengutamakan pendekatan-pendekatan humanis dan
kesejahteraan dalam mewujudkan stabilitas keamanan di Papua. Selanjutnya diharapkan
bahwa dengan pola operasi yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat
Papua, akan meyakinkan pandangan masyarakat bahwa pemerintah memiliki tekad yang
kuat untuk melindungi setiap warganya dari ancaman pihak manapun yang menggangu
kedaulatan bangsa. Sudah sepatutnya kebijakan dan desain besar terhadap pertahanan
di wilayah Papua tidak terjebak dalam penguatan kapasitas militer melalui operasi tempur,
melainkan perlu meningkatkan kemampuan dan kesejahteran warga. Hal ini sebagaimana
mandat konstitusional yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
TNI dalam melaksanakan tugas pokok pertahanan negara juga disiapkan untuk
melaksanakan OMSP guna menghadapi ancaman militer yang bentuknya bukan agresi
militer dengan kekuatan terbatas dan proporsional sesuai besarnya ancaman yang
dihadapi. Penggunaan kekuatan TNI untuk OMSP dilaksanakan bersama-sama dengan
instansi fungsional dalam suatu keterpaduan usaha yang sinergis. OMSP dilaksanakan
TNI dengan mendahulukan tindakan preventif dari pada tindakan represif yang
disesuaikan dengan eskalasi dan bentuk ancaman. OMSP diimplementasikan melalui
keikutsertaan TNI secara aktif dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi
bangsa di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pengerahan kekuatan TNI untuk OMSP
dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Selain mengatasi gerakan separatis, peran TNI juga diperlukan untuk mengatasi
gerakan pemberontakan bersenjata. Pemberontakan bersenjata mengancam
pemerintahan yang sah, merongrong kewibawaan pemerintah dan mengancam tegaknya
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pengerahan dan
penggunaan kekuatan TNI dalam mengatasi pemberontakan bersenjata atas dasar
keputusan politik menetapkan kondisi wilayah tertentu dalam keadaan darurat, tindakan
represif ditujukan untuk menghentikan kekerasan bersenjata dan menghancurkan
kekuatannya; membongkar jaringan kelompok pemberontak bersenjata dan
pendukungnya; memulihkan situasi keamanan dan kewibawaan pemerintah.
Melalui analisa SWOT yang dilakukan secara terbatas, terdapat beberapa faktor
yang menjadi kelemahan dan kendala dalam mengimplementasikan operasi teritorial.
Kelemahan yang fundamental adalah belum terbentuknya standarisasi keberhasilan dari
10
tiap jenis operasi dari fungsi TNI AD sehingga sering terjadi perebutan peran
(overlapping) saat pelaksanaan tugas di lapangan. Sementara keberhasilan operasi
tempur saat ini sudah terstandarisasi baik berupa jumlah pucuk yang diperoleh, serta level
tokoh yang ditangkap. Selanjutnya, kendala yang dihadapi adalah keterbatasan dukungan
anggaran serta rendahnya peluang untuk melakukan kolaborasi dan menjalin koordinasi
dengan insan pembangunan yang berada di luar instansi militer. Dalam hal ini anggaran
sangat berpengaruh karena setiap kegiatan teritorial tentu membutuhkan biaya, baik yang
berupa komsos dengan toga, tomat, dan today, serta kelompok mahasiswa dan peneliti,
maupun dalam melaksanakan bakti sosial yang harus diimplementasikan dalam bentuk
pembangunan, sementara secara sumber daya anggaran maupun SDM, TNI AD memiliki
keterbatasan.
dan berfungsi dengan sistem lain, baik saat ini ataupun di masa mendatang, tanpa
batasan akses atau implementasi (Interoperability Working Group).3
3
Kerangka Kerja Interoperabilitas E-government Indonesia, Kemenkoinfo RI 2013, Hal 4.
12
Selain itu, gerakan ini telah menimbulkan beberapa permasalahan seperti masalah
perbatasan, konflik vertikal, horizontal, dan komunal, dan juga pencurian terhadap
sumber-sumber daya alam yang ada di daerah Papua. Keberadaan TNI di Papua dituntut
untuk dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat dan mencegah terjadinya
kegiatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan wilayah. Kekerasan, konflik,
sengketa, polemik, kontak senjata, dan pertumpahan darah amsih selalu mewarnai
kehidupan masyarakat Papua. Berbagai kondisi yang telah diuraikan pada bagian
pembahasan menunjukkan bahwa sesungguhnya Papua harus menjadi perhatian yang
serius bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Melihat berbagai kondisi di atas,
dialog antara Pemerintah Pusat dan rakyat Papua sudah harus segera dilaksanakan
dengan melibatkan unsur TNI sebagai komponen utama pertahanan negara yang
mengupayakan stabilitas pertahanan di Papua melalui berbagai bentuk operasi yang
dilakukan.
Penutup
Melalui penjelasan dalam esai ini dapat disimpulkan bahwa dinamika kondisi
kehidupan masyarakat di wilayah Papua yang sebagian masih hidup dalam ketertinggalan
menimbulkan suatu potensi untuk terjadinya konflik sosial diantara masyarakat. Sehingga,
keberadaan TNI sebagai alat negara yang memiliki tugas pokok menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia menjadi
sangat signifikan bagi rakyat Papua. Namun sayangnya kehadiran TNI disisi lain
menimbulkan suatu paradigma yang buruk bagi masyarakat Papua sendiri, hal ini
dikarenakan pola operasi yang dilakukan cenderung berorientasi pada pendekatan militer,
sehingga terdapat jarak antara rakyat Papua dengan TNI. Kondisi ini tentu menghambat
operasi yang dilakukan TNI agar bisa terlaksana dengan optimal dan berhasil.
Maka dari itu, melalui esai ini penulis merekomendasikan beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mengembangan pola operasi TNI di wilayah Papua
diperhadapkan dengan dinamika lingkungan keamanan yang terjadi di wilayah Papua,
yaitu sebagai berikut:
Demikian esai ini disusun sebagai cara untuk menuangkan pemikiran penulis
mengenai pola operasi TNI di wilayah Papua yang berorientasi pada pendekatan-
pendekatan humanis untuk mewujudkan kesejahteraan sosial di wilayah Papua. Adapun
melalui pola operasi yang berbasis pendekatan kesejahteraan dapat menggeser
paradigman masyarakat Papua mengenai kehadiran TNI bukan lagi sebagai musuh atau
sumber ketegangan, melainkan sebagai representasi pemerintah yang dekat dengan
masyarakat.
Referensi
”Aktivis Papua Kecam Kehadiran Bambang Darmono dan UP4B di Tanah Papua”,
http://www.suarapapua.com/ index.php?option=com _content&view =
article&id=236:aktivis-papua-kecamkehadiran-bambang-darmono-danup4b-di-
tanah-papua&catid=9:beritaterkini&Itemid=112&lang=en,
14
Armawi, Armaidy, “Eksistensi TNI Dalam Menghadapi Ancaman Militer dan Nir Militer
Multidimensional di Era Milenial,” WIRA, Edisi Khusus, (2019), diakses melalui
https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2019/12/wiraedsus2019-web.pdf,
pada 26 Maret 2022, pkl. 20:00 WIB
Beny, Giay, Menuju Papua Baru: Beberapa Pokok Pikiran sekitar Emansipasi Orang
Papua, Jayapura: Deiyai/Eis-ham Papua, 2010
Briantika, Adi, 2021, “Menilik Efektivitas Operasi Teritorial Bina Penduduk di Papua,” Tirto,
diakses melalui https://tirto.id/menilik-efektivitas-operasi-teritorial-bina-penduduk-
di-papua-gl9S, pada 27 Maret 2022, pkl. 02:30 WIB.
Dewantara, Kurnia, 2019, “Analisis Peran, Fungsi, dan Tugas TNI untuk menghadapi
Ancaman Era Globalisasi,” diakses melalui
https://seskoad.mil.id/admin/file/kajian/62%20Analisa%20Peran%20fungsi%20dan
%20Tugas%20TNI.pdf, pada 27 Maret 2022, pkl. 01:00 WIB
Djopari, John RG, Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka, Jakarta: Gramedia, 1993
Michael, Georgy dkk, “Kebijakan Operasi Militer Tentara Nasional Indonesia Terhadap
Organisasi Papua Merdeka Dalam Perspektif Hukum Humaniter Internasional,”
Diponegoro Law Review, Vol. 5 No. 2, (2016), diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/19087-ID-kebijakan-operasi-militer-
tentara-nasional-indonesia-terhadap-organisasi-papua-m.pdf, pada 27 Maret
2022, pkl. 00:00 WIB
Nasrudin, Achmad Yahya, 2020, “Mabes: TNI Semakin Sadar Pentingnya Interoperabilitas
Ketiga Matra,” Kompas, diakses melalui
15
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/02/12145991/mabes-tni-semakin-
sadar-pentingnya-interoperabilitas-kekuatan-ketiga-matra, pada 27 Maret 2022,
pkl. 19:00 WIB