Anda di halaman 1dari 11

1

NASKAH KARYA PERORANGAN

TEMA:
“PELAKSANAAN TUGAS POLRI GUNA MENCEGAH AKSI
RADIKALISME DAN INTOLERANSI DALAM RANGKA
TERWUJUDNYA KEAMANAN DALAM NEGERI”

JUDUL:
PELAKSANAAN TUGAS POLRI
MEWUJUDKAN KONDUSIFITAS DI PAPUA
MELALUI SATUAN TUGAS NEMANGKAWI

DISUSUN DAN DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN


SELEKSI SEKOLAH INSPEKTUR POLISI (SIP) DARI BINTARA KE PERWIRA
T.A. 2021 BERDASARKAN KEP KAPOLRI NOMOR: KEP /4/I/2021
TANGGAL 4 JANUARI 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN SELEKSI
PENDIDIKAN SEKOLAH INSPEKTUR POLISI (SIP) ANGKATAN KE-5- T.A. 2021
2

A. PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan negara dengan banyak multikultur, itu bisa dilihat segi
ras, agama, bahasa, suku dan adat istiadat. Keanekaragaman tersebut juga mengandung
potensi konflik yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan
dan kesatuan bangsa, seperti gerakan separatisme berbau radikalisme dan kedaerahan yang
ingin memisahkan diri dari NKRI. Hal ini bisa diakibatkan dari ketidakpuasan dan
perbedaan kepentingan berujung terjadinya disintegrasi bangsa. Ancaman disintegrasi
bangsa dibeberapa wilayah NKRI, memang sudah tidak begitu kuat lagi dan bahkan tidak
mendapatkan dukungan sebagian masyarakat. Namun, bangsa Indonesia harus tetap
waspada karena dibeberapa wilayah dalam dan luar negari masih menyimpan sel-sel
ancaman disintegrasi yang bisa bangkit kembali. Ancaman sel-sel tersebut saat ini masih
mencari bentuk penyamaran kedalam bentuk masalah agama, sosial dan budaya.
Pencegahan dan penanggulangan radikalisme, separatisme, intoleransi dan paham-
paham lain yang berpotensi memecah belah NKRI adalah bagian penting dari agenda
pemerintah dalam mewujudkan Indonesia yang aman dan damai. Terlaksananya
pembangunan di seluruh wilayah negara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia, selalu dibarengi dengan upaya komprehensif pencegahan dan penanggulangan
radikalisme, separatisme, intoleransi dan paham-paham-paham serupa lainnya. Salah satu
upaya yang diambil misalnya perketatan pertanahan dan keamanan di batas-batas wilayah.
Batas-batas wilayah suatu negara menempati posisi yang penting dilihat dari aspek
geografis, hukum maupun politis. Secara geografis, batas wilayah menandai luas wilayah
suatu negara yang meliputi daratan, lautan dan udara yang ada di atasnya. Secara hukum,
batas wilayah negara menentukan ruang lingkup berlakunya hukum nasional suatu negara,
sedangkan secara politik batas wilayah negara merupakan akhir dari jangkauan kekuasaan
tertinggi suatu negara atas wilayah dan segala sesuatu yang ada di dalam wilayah tersebut.
Dinamika sosial, politik dan keamanan di Indonesia ternyata tidak bisa dilepaskan dari
konflik. Konflik ini terjadi akibat kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya,
adanya rasa ketidakadilan dari daerah terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat
hingga gesekan sosial pada kelompok akar rumput. Salah satu permasalahan pelik yang
masih menyita banyak perhatian bangsa dan negara Republik Indonesia hingga saat ini tidak
dapat dipungkiri adalah menyangkut gerakan radikal dan separatis yang berkembang di
3

beberapa wilayah. Sejak awal kemerdekaan, organisasi-organisasi yang mengganggu


stabilitas Indonesia sebagai Negara berdaulat banyak bermunculan. Sebut saja GAM
(Gerakan Aceh Merdeka) di Aceh, DI TII di Makassar, FRETILIN di Timor Timur, dan
Kelompok Radikal dan Separatis di Papua. Khususnya gerakan radikal dan separatis di
Papua kini menjadi isu yang belum menemukan bentuk solusi yang dilandasi suatu strategi
yang komprehensif dan bersifat dinamis dalam konteks menyesuaikan dengan
perkembangan di Papua.
Sebagai daerah yang diwarnai oleh gejala disintegrasi, dinamika politik dan keamanan
di Papua dapat dikatakan cukup intens dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Seiring
era reformasi di tanah air, isu Papua kembali mengemuka di tataran nasional, regional dan
internasional. Selain dampak negatif dari globalisasi, hal ini dikarenakan semakin
menonjolnya kepentingan individu dan entitas yang berakibat dalam pola hubungannya
dengan negara dan makin kritisnya gugatan terhadap peran negara sebagai pengayom
kehidupan warga negara yang berada di dalamnya.
Penyelesaiannya ancaman ini menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia.
Sementara itu, peran negara sebagai aktor penyelesaian ini merujuk pada otoritas politik
yang sah dan secara operasional memobilisasi kekuatan militer, termasuk di dalamnya civil
society. Dalam hal penanggulangan radikalisme dan separatisme di Papua, yang menjadi
garda terdepan adalah Polri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 mengatur
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menetapkan fungsi, tujuan dan tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia, di dalam Pasal 2 Undang-Undang tersebut
dinyatakan bahwa fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu fungsi
pemerintah negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam upaya
penanggulangan kelompok radikal dan separatis di Papua, Polri dewasa ini membentuk
Satgas Nemangkawi.
4

B. KONDISI SAAT INI

Gangguan keamanan berimplikasi kontijensi di Papua yang dilakukan oleh kelompok


kriminal bersenjata saat ini masih kerap terjadi dengan memanfaatkan masyarakat pribumi
dalam mengembangkan jaringannya, menggalang massa simpatisan dan massa pendukung
terutama yang masih terkait dalam suatu hubungan kekeluargaan dengan tokoh–tokoh
masyarakat, intelektual dan kalangan birokrasi, sehingga hal ini digunakan sebagai sarana
yang efektif oleh kelompok bersenjata untuk mendapatkan legitimasi dan justifikasi
terhadap segala tindakan mereka guna membangkitkan rasa fanatisme kelompok bersenjata.
Beberapa bentuk gangguan keamanan yang dilakukan oleh kelompok atau Ormas
ekstrim dengan menggunakan strategi politik, propaganda-propaganda melalui media lokal
dan nasional serta melalui media elektronik dan melakukan kegiatan-kegiatan diplomasi di
dalam dan luar negeri. Tindakan kriminal yang dilakukan kelompok bersenjata antara lain
melakukan penembakan terhadap aparat keamanan maupun masyarakat di beberapa daerah
di Provinsi Papua seperti Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Paniai, Kota Jayapura (perbatasan RI-PNG), Penyerangan terhadap Pos
TNI dan Polri, penyerangan terhadap anggota yang sedang patroli maupun masyarakat,
pengerusakan, pembakaran fasilitas pemerintah dan swasta, TNI/Polri maupun masyarakat,
melakukan penganiayaan dan atau perampasan senjata api aparat TNI/Polri, pengibaran
bendera Bintang Kejora serta penyelundupan dan atau perdagangan senjata api.
Potensi konflik komunal di Papua terjadi dengan bentuk berupa konflik
penyelenggaraan pemilukada, konflik antar suku, konflik tanah ulayat, konflik antara
masyarakat pendatang dan lokal. Serangan secara sistematis menggunakan senjata api,
bahan peledak, tindakan kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dengan
sasaran aparat Negara maupun masyarakat umum yang diidentifikasikan sebagai musuh dan
dilakukan oleh sekelompok orang yang teroganisir serta memiliki penguasaan wilayah
kedudukan adalah sesungguhnya merupakan rangkaian tindak kejahatan yang tidak akan
dapat ditanggulangi dengan tindakan polisional seperti pada umumnya. Konsep sedemikian
merupakan keharusan bagi suatu kesatuan penegak hukum yang istimewa untuk
menjalankan fungsi pada praktik kejahatan berintensitas tinggi, dimana unit kepolisian biasa
tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya lagi.
5

Serangan kelompok radikal dan separatis yang sporadis dan berlarut larut akan
menimbulkan ketakutan ditengah masyarakat atas kehilangan daya kontrol, otoritas dan
kuasa aparat negara dalam menjaga keamanan secara umum, insurgen akan terus membuat
lawan kehilangan legitimasi dan dukungan masyarakat. Pihak insurgen menyadari bahwa
adanya sumber daya politik dan kekerasan merupakan bargaining power yang dimiliki
untuk memperjuangkan aspirasi yang mereka kehendaki, maka tidak pelak nantinya sumber
daya politik diwujudkan dengan membentuk organisasi atau jaringan yang digunakan untuk
rekrutmen, pelatihan, proganda dan demonstrasi dan berbagai cara diplomasi dan politis
lainnya, sedangkan cara kekerasan dilakukan untuk mendukung eksistensi organisasi politik
yang telah dibangun, dengan bentuk: separatisme, terorisme, perang gerilya, dan perang
konvensional. Berangkat dari latar belakang kondisi tersebut, kemudian mendorong penulis
dalam Naskah Karya Perorangan ini mengkaji mengenai “Pelaksanaan Tugas Polri
Mewujudkan Kondusifitas di Papua Melalui Satuan Tugas Nemangkawi.”

C. KONDISI YANG DIHARAPKAN

Kepolisian diberikan kewenangan atau diskresi oleh hukum pidana kita untuk
melakukan seluruh rangkaian proses terhadap siapa saja yang terlibat dalam kejahatan.
Wewenang kepolisian bukanlah untuk mempengaruhi jalannya proses pemidanaan, namun
untuk memperkuat proses penegakan hukum. Di Indonesia sendiri wewenang kepolisian
secara umum telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian.
Penyelesaian kasus radikalisme dan separatisme di Papua terus dilakukan secara
intensif dan komprehensif melalui segala model pendekatan pembangunan, utamanya upaya
peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang didukung dengan
pembangunan pada seluruh aspek kehidupan dengan harapan akan terwujud kehidupan
berbangsa dan bernegara yang kondusif dan aman di Papua. Pendekatan tersebut telah
menunjukkan keberhasilan yang antara lain ditunjukan oleh semakin menurunnya intensitas
perlawanan gerakan bersenjata. Meskipun demikian, kondisi sosial masyarakat dan adanya
dukungan beberapa kelompok masyarakat terhadap perjuangan kelompok radikal dan
separatis yang menginginkan Papua untuk merdeka perlu diwaspadai.
6

D. PEMECAHAN MASALAH

Gerakan radikalisme dan separatisme merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk
mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya
kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain. Lebih jauhnya lagi
munculnya ide radikalisme dan separatisme memicu terjadinya disintegrasi bangsa. Di era
globalisasi ini, isu radikalisme dan separatisme dapat menjadi lebih terbuka disebabkan
karena mereka yang terlibat mempunyai ruang yang lebih bebas untuk bergerak ke luar
batas nasional (transnational). Hal ini berimplikasi pada kemampuan mereka membentuk
jejaring internasional dalam akses persenjataan dan dukungan eksternal.
Secara hukum, Gerakan radikalisme dan separatisme di Indonesia tentu saja
melanggar dan bertentangan dengan ideologi pancasila dan UUD 1945 serta undang-undang
lainnya, yang dimaksudkan disini yaitu menegakkan kedaulatan negara, kedaulatan dan
supremasi hukum, serta terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Upaya hukum
yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap gerakan radikalisme dan separatisme
tidaklah mudah karena eksistensi gerakan ini selalu dibiayai dan di dukung kekuatan asing.
Dari dukungan yang semula sifatnya tersembunyi, berangsur-angsur menjadi dukungan
terbuka, baik melalui dukungan dana maupun dukungan politik oleh elit-elit politik di suatu
negara sehingga sangat dikhawatirkan gerakan ini menjadi gerakan mendirikan negara yang
berimplikasi Internasional.
Kelompok radikal dan separatis di Papua berusaha mempropaganda masyarakat
internasional agar mendukung gerakan Free West Papua. Berbagai cara ditempuh untuk
memperoleh dukungan, seperti ketika salah satu perwakilan kelompok ini yaitu Benny
Wanda berpidato di acara Tedx Sydney 2013. Benny mengungkapkan bahwa ia berusaha
mencari suaka karena di sana banyak terjadi pelanggaran HAM, penyiksaan, bahkan
pembunuhan yang dilakukan oleh aparat di Indonesia. Usaha yang dilakukan oleh kelompok
radikal dan separatis ini juga di ekspos di berbagai media massa Australia. Seperti liputan
yang dilakukan oleh ABC TV yang berjudul Rare Look Inside Papua Independent
Movement. Dalam liputan yang berdurasi 14 menit tersebut, Pers ABC TV melakukan
investigasi dan wawancara terhadap masyarakat Papua Barat yang menyatakan bahwa
mereka ingin melepaskan diri dari wilayah Indonesia serta menginginkan kemerdekaan.
7

Salah satu sarana yang digunakan oleh kelompok radikal dan separatis ini untuk
memperjuangkan kemerdekaannya lainnya adalah dengan memanfaatkan dunia maya. Cara
tersebut merupakan taktik yang dilakukan untuk pencapaian hasil maksimal untuk
mengurangi korban harta, nyawa dan resiko lain yang lebih besar. Perjuangan dengan sistem
kekerasan perlahan mulai ditinggalkan guna mendapatkan perhatian dari dunia internasional
dan mendapatkan simpatik yang lebih besar. Cara tersebut juga merupakan langkah untuk
memperbaiki citra dari pejuang konvensional yang bergerilya di hutan menjadi pejuang di
dunia maya. Selain melalui dialog, kelompok ini yakin bahwa dengan pemanfaatan
teknologi informasi mereka dapat mengubah sifat pemberontakan yang bisa lebih diterima
oleh dunia internasional.
Namun pada kenyataannya, selain usaha propaganda, tindak kriminal bersenjata masih
menjadi cara yang ditempuh oleh kelompok radikal dan seperatis ini. Serangan secara
sistematis menggunakan senjata api, bahan peledak, tindakan kekerasan yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain dengan sasaran aparat Negara maupun masyarakat umum yang
diidentifikasikan sebagai musuh dan dilakukan oleh sekelompok orang yang teroganisir
serta memiliki penguasaan wilayah kedudukan adalah sesungguhnya merupakan rangkaian
tindak kejahatan yang tidak akan dapat ditanggulangi dengan tindakan polisional seperti
pada umumnya.
Dalam memandang konflik ini, maka pemerintah Indonesia harus segera mengambil
sikap tegas dengan tetap mengedepankan nilai humanisme. Pemerintah Indonesia perlu
mengedepankan keamanan yang bersifat struktural dan humanis dengan nilai kultural.
Pendekatan keamanan harus dimaksimalkan dengan mengedepankan hukum yang berlaku di
Indonesia. Terhadap para kelompok radikal dan separatisme ini, Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dan Polri menjadi garda terdepan mengamankan kepentingan nasional dan kedaulatan
Indonesia. TNI dan Polri harus bertindak tegas terhadap kelompok ini dengan melakukan
operasi militer untuk menghentikan konflik yang terjadi.
Untuk pendekatan humanisme itu sendiri, pemerintah secepatnya merangkul tokoh
masyarakat, baik kalangan warga asli dan pendatang yang ada di bumi Papua. Para tokoh
masyarakat ini diberikan penyuluhan sekaligus arahan agar mengajak seluruh elemen
masyarakat untuk menghentikan kekerasan dan kerusuhan yang berlangsung. Diperlukan
sosialisasi secara massif bahwa konflik yang ada bertentangan dengan semangat pancasila
dimana semangat persatuan dan kesatuan bangsa harus di jaga.
8

Menurut mantan Kapolri M. Tito Karnavian dalam tulisannya yang berjudul “Polri
dalam Penanganan Insurgensi di Indonesia” menyebutkan bahwa dalam konteks
penanganan insurgensi, opsi militer dirasakan kurang pas. Pemerintahan sipil, masyarakat,
parlemen dan media serta berbagai kelompok penekan (pressure groups) lainnya kurang
menyukai opsi operasi militer untuk penyelesaian konflik. Oleh karenanya pemerintahan
reformasi mengedepankan upaya pendekatan lunak melalui upaya dialog, membangun
kesejahteraan dan pencerahan ideologi serta berbagai upaya damai lainnya. Selain itu
pendekatan keras dilakukan dengan opsi penegakan hukum, terutama untuk menangani aksi
kekerasan dan bentuk pelanggaran hukum lainnya. Pendekatan penegakan hukum dengan
Polri sebagai ujung tombak diterapkan untuk menghadapi berbagai bentuk pelanggaran
hukum oleh gerakan radikal dan separatis di Papua. Polri melakukan langkah-langkah
hukum terhadap kegiatan mobilisasi massa, demonstrasi dan aksi kekerasan yang melanggar
hukum. Militer bertugas membantu kepolisian dalam upaya menjaga stabilitas keamanan
disamping menjaga daerah perbatasan.
Polri sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,
tugasnya di tengah-tengah masyarakat obyeknya antara lain masyarakat dalam wilayah
tertentu yang didiami oleh masyarakat tersebut, maka potensi yang ada di masyarakat harus
diupayakan pemanfaatannya agar dapat didayagunakan dalam rangka untuk mencapai tugas
pokok Polri. Untuk itu, potensi tersebut harus diupayakan dapat berpartisipasi dalam usaha
menciptakan kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman dan tertib dan dapat
bersama-sama mewujudkan kehidupan masyarakat yang tata tenterem kerta raharja.
Dalam mengartikan keamanan dan ketertiban masyarakat, R. Abdussaam dalam
bukunya yang berjudul “Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance” bahwa
keamanan dan ketertiban adalah keadaan bebas dari kerusakan atau kehancuran yang
mengancam keseluruhan atau perorangan dan memberikan rasa bebas dari ketakutan atau
kekhawatiran sehingga ada kepastian dan rasa kepastian dari jaminan segala kepentingan
atau suatu keadaan yang bebas dari pelanggaran norma-norma hukum. Sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi dari Kepolisian adalah sebagai suatu lembaga
yang mengemban fungsi pemerintahan, salah satunya bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi target tugas dari Kepolisian, baik
sebagai fungsi maupun sebagai lembaga.
9

Pada tahun 2017, Kapolri Jendral Polisi Prof. Tito Karnavian, PhD menyampaikan
keinginan untuk membentuk operasi khusus untuk ditugaskan di Papua guna memelihara
kondusifitas situasi kamtibmas dan memberdayakan masyarakatnya. Maka di akhir tahun
2017, terbentuklah Operasi Khusus Papua 2018, yang dalam perjalanannya menjadi Operasi
Nemangkawi. Operasi ini menjadi unik karena memadukan unsur penegakkan hukum (hard
approach) sekaligus operasi kepolisian dengan pola kemanusiaan (soft approach).
Polri sendiri semenjak tahun 2019 hingga saat ini telah menerbitkan 3 (tiga) Surat
Perintah penugasan guna menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah
Papua dengan sandi operasi Nemangkawi-2019 dalam rangka penegakan hukum terhadap
gangguan keamanan yang ditimbulkan kelompok radikal dan separatis. Surat Perintah yang
pertama dengan nomor Sprint/3731/XII/OPS.1.1./2018 tanggal 31 Desember 2018 perihal
pelaksanaan operasi Kepolisian Terpusat dengan sandi Nemangkawi-2019 dalam rangka
penegakan hukum terhadap gangguan keamanan yang ditimbulkan kelompok radikal dan
separatis. Penugasan ini melibatkan sebanyak 764 personel dengan periode penugasan mulai
1 Januari 2019.
Untuk pelaksanaan Operasi Nemankawi periode Januari-Juni 2019 ini, keberhasilan
terbesar terlihat khususnya pada 2 (dua) hal. Pertama keberhasilan Subsatgas Binmas Noken
merebut hati masyarakat Papua hingga anak-anak karena kerja-kerja pemberdayaan yang
dilakukan. Yakni di wilayah Kab. Mimika budidaya peternakan ayam kampung super di 6
lokasi serta budidaya pertanian dan peternakan babi. Di kabupaten Jayawijaya dengan
peternakan lebah madu dan babi masing-masing di 3 lokasi, serta budidaya pertanian. Di
Kab. Lanny Jaya dengan peternakan babi di 2 lokasi dan budidaya kopi. Di Kab.
Pegunungan Bintang memulai pembangunan kendang babi di 4 kampung dan peternakan
kambing. Di Kab. Yahukimo dengan 5 lokasi peternakan babi dan 1 lokasi pertanian. Di
Kab. Nabire dengan peternakan babi, peternakan sapi dan budidaya pertanian masing-
masing 1 lokasi. Terakhir di Kab. Paniai, Puncak, Puncak Jaya dan Keerom masing-masing
5 peternakan babi. (Laporan Satuan Tugas Binmas Noken Operasi Nemangkawi, Juli 2019).
Dan keberhasilan kedua adalah memetakan kelompok radikal dan separatis yang ada, hingga
ke aliran dana kelompok tersebut.
Atas keberhasilan penugasan tersebut, Surat Perintah Sprint/3731/XII/OPS.1.1./2018
tanggal 31 Desember 2018 diperpanjang masa penugasannya dengan penugasan baru yang
tertuang dalam Sprin/1786/VI/OPS.1.1./2019 tanggal 30 Juni 2019 yang menugaskan 408
10

personel. Keberhasilan terbesar yang dicapai oleh Satgas Nemangkawi ini adalah
tertangkapnya salah satu pimpinan kelompok radikal dan separatis Papua yakni Iris Murib
pada 21 November 2019. Iris Murib ditangkap di Jalan Trans Timika Distrik Iwaka saat
akan mengambil pasokan peluru yang akan digunakan dalam perayaan hari jadi Organisasi
Papua Merdeka pada 1 Desember. Polda Papua dan Satgas Nemangkawi juga berhasil
menyita ribuan pucuk senjata dari operasi penangkapan ini.
Terlepas dari seluruh keberhasilan tersebut, Polda Papua menyebut, selama 2019
terjadi 23 kasus penembakan yang dilakukan kelompok radikal dan separatis di sejumlah
wilayah di Papua. Kasus tersebut terjadi di wilayah Polres Puncak Jaya, Polres Jayawijaya,
Polres Mimika dan Polres Paniai. Total dari kasus-kasus tersebut jatuh 20 korban meninggal
dunia, terdiri dari anggota TNI 8 orang, anggota Polri 2 orang, dan masyarakat 10 orang.
Jumlah kekerasan dan korban meninggal akibat terror kelompok radikal dan separatis pada
tahun 2019 ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya dimana sepanjang tahun 2018,
terjadi 26 kasus penembakan yang dilakukan oleh kelompok radikal dan separatis dan
mengakibatkan 29 orang tewas. Mereka berasal dari 22 warga sipil dan tujuh anggota
TNI/Polri. Polda Papua juga mengungkapkan pada 2019 muncul kelompok radikal dan
separatis baru yang mulai beraksi mengganggu situasi keamanan.
Atas keberhasilan-keberhasilan yang dicapai dan berbagai permasalahan yang masih
ada tersebut, pada tahun 2020 juga Operasi Nemangkawi masih dilanjutkan dengan Surat
Perintah nomor Sprint/191/I/OPS.1.1./2020 tanggal 22 Januari 2020 dengan melibatkan 801
personel. Adapun lonjakan jumlah personel yang ditugaskan bila dibandingkan dengan
Surat Perintah Operasi Nemangkawi 2019 yang sebelumnya terletak pada penambahan
personel Polisi Udara yang mengawaki 12 unit helikopter jenis Bell-412.

5. P E N U T U P DAN KESIMPULAN

Dalam penanganan kelompok radikal dan separatis di Papua, setiap fungsi pada tubuh
Polri memiliki perannya masing-masing namun saling berkesinambungan satu sama lain.
Misalnya dalam Operasi Nemangkawi, ada berbagai satgas di dalamnya seperti Satgas
Intelijen, Satgas Gakkum, Satgas Binmas, Satgas Tindak dan satgas-satgas yang terkait
administratif operasi. Satgas Intelijen berperan dalam memberikan dukungan data dan
informasi bagi Satgas Gakkum dan Satgas Tindak. Satgas Binmas dengan program Binmas
11

Nokennya berperan dalam upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua


dengan program-program pendorong ekonominya, dimana kesejahteraan berbanding dengan
mindset masyarakat Papua terhadap pemerintah Indonesia, yang juga berarti keberhasilan
program ini akan mengurangi keinginan masyarakat untuk turut serta atau melakukan aksi-
aksi radikal dan separatis.
Diajukan sejumlah rekomendasi agar Polri dapat melaksanakan perannya secara
optimal dalam penanganan kelompok radikal dan separatis di Papua sebagai berikut:
− Pemahaman tentang insurgensi dan kontra insurgensi perlu diserap oleh semua
perwira Polri, karena sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban masyarakat
di dalam negeri khususnya penegakan hukum sesuai dengan UU No. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka Polri berada pada garis terdepan
penanganan insurgensi di Indonesia.
− Polri perlu mengintensifkan pelibatan fungsi intelijen dan Bimmas semua tingkatan
satuan untuk melaksanakan pendekatan, penggalangan dan deteksi dalam upaya
pencegahan dan rehabilitasi kelompok radikal dan separatis. Intelijen, Bimmas dan
Humas Polda Papua perlu diperkuat dengan dukungan personel, anggaran dan
peralatan yang memadai untuk memaksimalkan upaya pendekatan lunak. Backup dari
Mabes Polri juga diperlukan, khususnya untuk kegiatan intelijen dan Bimmas. Untuk
itu perlu diatur sistem anggaran khusus dalam sistem anggaran Polri guna mendukung
upaya ini. Pelibatan satuan kewilayahan amat penting mengingat luasnya jaringan di
banyak provinsi. Satgas Nemangkawi saja tidak akan mampu menyentuh semua
jaringan ini.
− Masih minimnya agen intelijen yang Orang Asli Papua (OAP) juga menjadi kendala
yang harus diselesaikan dalam waktu dekat. Rekrutmen agen yang merupakan orang
asli Papua dan peningkatan kualitas human intelligent dengan pelatihan-pelatihan
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan perlu diintensifkan, disertai juga dengan
modernisasi perangkat-perangkat intelijen yang memadai akan sangat dibutuhkan
guna menunjang lebih optimalnya penanggulangan kelompok radikal dan separatis di
Papua.

Anda mungkin juga menyukai