DISUSUN OLEH :
HERRY APANDI, S.H.
NOSIS 202103031297
NOSIS 202103031297
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
i
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
NOSIS : 202103031297
PEMBIMBING II
ii
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
Disusun oleh :
HERRY APANDI, S.H.
NOSIS 202103031207
PLETON 1/B
Karya Tulis Terapan ini untuk memenuhi salah satu Tugas Akhir
Program Operasional Proses Pembelajaran Peserta Didik Setukpa
Angkatan 50 T.A. 2021 dan telah disetujui oleh pembimbing serta telah
dilakukan pengujian karya tulis pada tanggal............................2021.
PENGUJI I
NAMA
PANGKAT NRP.
PENGUJI II
NAMA
PANGKAT NRP.
LEMBAGA PENIDIDKAN DAN PELATIHAN POLRI
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
MOTTO
iv
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa Karya tulis ini jauh dari kata sempurna,
akan tetapi penulis sangat berharap karya tulis ini sangat bermanfaat bagi
Kepolisian pada umumnya dan bagi para pembaca.
v
8. ……………………… Istriku tercinta, anak-anakku tercinta
……………… yang selalu membuat diri menjadi semangat dan
termotivasi.
9. Semuanya yang telah mendukung dan mendoakan saya dalam
menjalani pendidikan Setukpa Polri di Megamendung agar menjadi
Perwira yang dibanggakan oleh keluarga maupun orang lain.
PENULIS
vi
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA.
SURAT PERNYATAAN
Apabila dikemudian hari karya tulis terapan ini terbukti merupakan Plagiat
orang lain, maka penulis sanggup dan bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan
yang berlaku di Lembaga pendidikan dan dianggap tidak syah serta tidak mendapat
nilai.
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
13. Faktor Internal..........................................................................22
.....
a. Kekuatan............................................................................22
b. .. 22
Kelemahan.........................................................................
14. Faktor Eksternal........................................................................23
........
c. . 23
Peluang..............................................................................
d. .. 23
Ancaman............................................................................
16. .........
Kondisi Yang Diharapkan........................................................25
POLA PIKIR 33
DAFTAR PUSTAKA 34
RIWAYAT HIDUP 35
LAMPIRAN-LAMPIRAN 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fungsi kepolisian untuk menyelenggarakan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, tertuju pada
pemeliharaan dan menjaga tetap berlakunya dan ditaatinya
norma-norma yang ada di masyarakat tersebut, sehingga
kehidupan dalam masyarakat menjadi aman, tenteram, tertib,
damai dan sejahtera. Apabila dicermati, bahwa tugas kepolisian
di negara manapun penyelenggaraannya tertuju pada
kepentingan negara atau pemerintah dan masyarakat, sehingga
negara atau pemerintahlah yang memiliki tanggungjawab atas
terjaganya, terbinanya dan terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Dalam konteks penegakkan hukum, dirumuskan dalam
Pasal 1 butir 1 KUHAP, Penyidik adalah pejabat polisi negara
Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyelidikan (Soekanto, 2005:37). Maka dalam naskah ini
penulis akan mengulas untuk menjadi kepolisian yang baik atau
mewujudkan penyidik yang profesional.
Salah satu perbuatan pidana yang diatur dalam hukum
pidana positif di Indonesia adalah perdagangan orang (human
trafficking). Perdagangan orang ialah bentuk modern dari
sebuah perbudakan terhadap manusia. Terlebih lagi
perdagangan orang ini merupakan bentuk perlakuan penistaan
harkat dan martabat manusia. Indonesia sebagai Negara hukum
secara jelas menentang perilaku tersebut sebagaiamana dalam
Pasal 28 G UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda …..”
2
b. Pokok Persoalan
Pokok-pokok persoalan sebagai berikut:
1) Kuantitas personil yang dimiliki Unit IV Subdit III
TPPO Dittipidum Bareskrim Polri dalam penyelesaian
penanganan perkara Tindak Pidana Perdagangan
Orang (TPPO) belum memadai.
2) Kualitas personil yang dimiliki Unit IV Subdit III TPPO
Dittipidum Bareskrim Polri dalam penyelesaian
penanganan perkara Tindak Pidana Perdagangan
Orang (TPPO) belum maksimal.
3) Sarana dan prasarana yang dimiliki Unit IV Subdit III
TPPO Dittipidum Bareskrim Polri belum memadai
dalam memaksimalkan kinerja.
4) Penerapan metode penyelidikan dan penyidikan
Tindak Pidana Perdagangan Orang yang diterapkan
dalam penanganan perkara belum optimal.
4
3. Ruang Lingkup
Berdasarkan pokok masalah dan pokok persoalan di atas,
untuk membatasi karya tulis terapan ini maka ruang lingkup
dibatasi sebagai berikut:
a. Batasan waktu penelitian adalah perkara yang ditangani
Unit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri pada kurun
waktu tahun 2020.
b. Kesatuan yang menjadi objek penelitian adalah Unit IV
Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri.
4. Dasar Penulisan
a. Keputusan Kapolri Nomor: KEP/2463/XII/2020, tanggal 22
Desember 2020 tentang Program Pendidikan dan
Pelatihan Polri T.A. 2021;
b. Surat Keputusan Kalemdiklat Polri Nomor: KEP/50/II /2021,
tanggal 17 Februari 2021 Tentang Kurikulum Sekolah
Inspektur Polisi T.A. 2021;
c. Surat Perintah Kasetukpa Lemdiklat Polri Nomor:
SPRIN/285/XI/KEP/2020, tanggal 23 November 2020
tentang Team Revisi Modul MP. Karya Tulis Terapan Bagi
Serdik SIP Angkatan Ke-50 T.A. 2021;
d. Program Kerja Setukpa Lemdiklat Polri T.A. 2021;
e. Surat Perintah Kasetukpa Lemdiklat Polri Nomor:
SPRIN/95/III/DIK.2.2./2021, tanggal 31 Maret 2021,
tentang Penunjukkan Personel Setukpa Lemdiklat Polri
Sebagai Pembimbing Karya Tulis Terapan Sekolah
Inspektur Polisi (SIP) Angkatan Ke – 50 T.A.2021.
5
b. Tujuan
1). Untuk mendeskripsikan upaya penanganan perkara
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh Unit
IV Subdit III TPPO Dittipidum Bareskrim Polri.
2). Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi penanganan perkara Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO) oleh Unit IV Subdit III
TPPO Dittipidum Bareskrim Polri.
3). Untuk mendeskripsikan kondisi yang ideal
penanganan perkara Tindak Pidana Perdagangan
Orang (TPPO) oleh Unit IV Subdit III TPPO Dittipidum
Bareskrim Polri.
4). Memformulasikan optimalisasi penanganan perkara
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh Unit
IV Subdit III TPPO Dittipidum Bareskrim Polri guna
percepatan penyelesaian perkara dalam rangka
terwujudnya profesionalitas penyidik.
2) Pendekatan
Pendekatan dalam penulisan NKP ini adalah melalui
pendekatan manajerial tugas Polri dan juga melalui
pendekatan pengalaman empiris saat bertugas yaitu berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis selama
bertugas di Unit IV Subdit III TPPO Dittipidum Bareskrim
Polri.
7. Sistematika
Dalam penulisan Karya Tulis Terapan ini di susun dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab yang berisi latar belakang, permasalahan
dan pokok-pokok persoalan, ruang lingkup, maksud dan tujuan,
pendekatan dan sistematika serta pengertian-pengertian.
8. Pengertian-Pengertian
a. Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah tindakan
perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun
antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi (Pasal 1 (1) UU No. 1 Tahun 2007
tentang TPPO).
b. Penyidikan serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 Angka 2
KUHAP).
c. Optimalisasi proses mengoptimalkan sesuatu, dengan
kata lain proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik
atau paling tinggi (KBBI, 2015:562).
d. Penegakan hukum adalah sistem yang di dalamnya
terdapat anggota pemerintah yang bertindak secara
terorganisir untuk menegakkan hukum dengan cara
menemukan, menghalangi, memulihkan, atau menghukum
orang-orang yang melanggar undang-undang dan norma
hukum yang mengatur masyarakat tempat anggota
penegakan hukum tersebut berada (Waluyo, 2016:9).
e. Profesionalitas kualitas sikap para anggota suatu profesi
terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan
keahlian yang mereka miliki untuk melakukan tugas-
9
2) Teori Penyidikan
Penyidikan dalam Pasal 1 angka 2 kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan
guna menemukan tersangka nya. Tindakan
penyidikan merupakan cara untuk mengumpulkan
bukti-bukti awal untuk mencari tersangka yang
diduga melakukan tindak pidana dan saksi-saksi yang
mengetahui tentang tindak pidana tersebut (Mukhlis,
2012:7).
Wewenang kepolisian dalam Penyidikan diatur
dalam Pasal 7 KUHAP yaitu:
a) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang
tentang adanya tindak pidana;
b) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat
kejadian ;
c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d) Melakukan penangkapan, penahanan,
penggledahan, dan penyitaan;
e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
h) Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i) Mengadakan penghentian penyidikan;
j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab;
k) Dalam pasal 109 ayat (1) KUHAP, saat memulai
Penyidikan terhadap suatu tindak pidana,
penyidik memberitahukan kepada Jaksa
Penuntut Umum dalam bentuk Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
(Marpaung, 2008:12).
3) Teori Kejahatan Terorganisir (Organized Crime)
Pengertian dari kejahatan terorganisasi yaitu
tindak pidana yang dilakukan oleh sekelompok orang
secara rapi, tertib, dan rahasia serta mempunyai
jaringan nasional dan internasional. Berdasarkan
penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa kelompok
terorganisasi membentuk kerjasama oleh sekelompok
orang dengan melibatkan jaringan nasional dan
bahkan internasional yang bertindak untuk tujuan
memperoleh keuntungan baik keuntungan materiil atau
finansial dengan melakukan satu atau lebih tindak
pidana yang diatur dalam undang-undang.
Pada dasarnya kejahatan terorganisasi
merupakan aktifitas yang sangat kompleks karena
tujuan utama pelaku adalah memperoleh keuntungan
sebanyakbanyaknya melalui perbuatan curang, tidak
sah, direncanakan dan diatur secara profesional.
Untuk menghindari kecurigaan aparat maka organisasi
ini menjalankan usaha melalui bisnis yang seakan-
akan sah, memiliki modal besar dan disiplin dalam
pengelolaannya. Tujuan akhirnya adalah keuntungan
yang maksimal. Ditegaskan oleh George E. Rush
bahwa, “organized crime is a complex pattern of
activity that includes the commission of statutorily
defined offenses, in particular the provision of illegal
goods and services, but also carefully planed and
coordinated instances of offences by fraud, theft and
extortation groups, which are uniquely characterized
by the planned use of both legitimate and criminal
proffesional expertise and the use, for criminal
purposes or organizational features, of legitimate
bussiness, including aviliability of large capital
resources, disciplined management, devision of
labour, and focus upon maximum profit (Rush,
2003:252)
Istilah kejahatan terorganisasi seringkali dikaitkan
dengan kejahatan yang berkategori inkonvensional
dalam konteks white collar crime, organization crime,
organized crime, crime of bussines, syndicate crime
yang secara umum dimaksudkan sebagai suatu
kejahatan yang bersifat organisatoris dengan
bermuara pada motif-motif keuntungan ekonomi, yang
tercermin dari adanya kontradiksi antara tujuan
korporasi dengan kepentingan berbagai pihak seperti
kompetitor (pesaing), buruh, konsumen, masyarakat
dan negara. Sehingga tidak mengherankan jika
kejahatan ini dengan cepat menyebar dan berdampak
luas serta amat merugikan.
Perihal keuntungan atau manfaat yang maksimal
dalam kejahatan terorganisasi, sebetulnya hal ini
berkenaan dengan prinsip dasar kejahatan kerah putih.
Prinsip dasar tersebut dalam literatur dikenal dengan
term filsafat white collar crime. Menurut Giriraj Shah,
“the philosophy of white collar crime or organized
crime is that success and material advancement are
the only important things that matters in life, and in
achieving than one need not hesitate to adopt
unethical conduct (Giriraj, 2002:16) Jadi dalam
kejahatan terorganisasi sukses dan keuntungan
finansial adalah hal yang paling utama, meskipun
dalam pencapaiannya melakukan perbuatan yang
tidak etis. Intinya dalam filsafat kejahtaan terorganisasi
seperti korupsi sematamata tujuannya adalah
pemenuhan syahwat materil tanpa memikirkan lagi
nilai moral atau etika.
Untuk mengungkap kejahatan terorganisasi tentu
tidak mudah, sebab modus operandi yang digunakan
oleh para pelaku sangat rapi dan sulit dideteksi oleh
aparat penegak hukum. Di lain pihak negara
menyadari sepenuhnya bahwa pengungkapan tabir
kejahatan terorganisasi dibutuhkan peran serta saksi.
Bahkan dapat dikatakan bahwa saksi memegang
peranan kunci dalam mengungkap kejahatan-
kejahatan serius. Mengingat posisi strategis saksi
dalam mengungkap kejahatan terorganisasi maka di
beberapa negara dikonstruksi undang-undang
perlindungan saksi dan korban. Tujuannya adalah
mendorong seseorang yang mengetahui adanya
kejahatan agar bersedia melaporkannya kepada
aparat penegak hukum.
Gambar 3.1.
Perkara TPPO Bareskrim Polri 2020
Sumber: robinops.bareskrim.polri.go.id
1) Pengetahuan (knowledge)
Disamping keterbatasan kuantitas, ternyata
kompetensi personel Unit IV Subdit III Dittipidum juga
masih belum ideal, terlihat dari banyaknya yang
belum menjalani Pendidikan kejuruan reskrim dan
juga Pendidikan kejuruan khusus TPPO. Masih
banyaknya personel yang belum memiliki pendidikan
kejuruan reskrim dan TPPO, mengakibatkan
ketidakmampuan untuk mengembangkan taktik dan
teknik penyelidikan serta penyidikan yang berakibat
pada lambatnya penanganan perkara.
2) Kemampuan (skill)
Kemampuan personil Unit IV Subdit III
Dittipidum sebenarnya cukup memadai terlihat dari
adanya beberapa pengungkapan jaringan
perdagangan orang yang berhasil diungkap beberapa
tahun belakangan ini. Namun dalam kenyataannya,
pelaksanaannya masih dihadapkan hambatan yakni :
b. Kelemahan (weakness)
1) Masih adanya keterbatasan kuantitas sumber daya
manusia pada Unit IV Subdit III Dittipidum.
2) Masih adanya sikap perilaku personel yang tidak baik
dan tidak berdasarkan etika kepolisian.
3) Belum optimalnya tehnik penyelidikan dan penyidikan
TPPO;
4) Belum optimalnya koordinasi yang dilakukan oleh
Dittipidum Bareskrim Polri dengan stakeholder terkait.
14. Faktor Eksternal
a. Peluang (opportunity)
1) Adanya harapan masyarakat terhadap Polri agar dapat
melakukan pemberantasan terhadap semua jenis
penyakit masyarakat, termasuk TPPO.
2) Semakin aktifnya kontrol masyarakat secara eksternal,
baik lembaga swadaya masyarakat, perorangan, media
massa dan sosial.
3) Adanya keterkaitan tugas antara Kepolisian dengan
kementerian terkait dan stakeholder lainnya.
b. Ancaman (threat)
1) Kejahatan di pengaruhi oleh aspek kehidupan dalam
masyarakat seperti ekonomi, sosial budaya.
2) Kemiskinan, menyebabkan masyarakat dengan mudah
tergiur iming-iming pekerjaan enak dengan bayaran
besar yang sering dijadikan modus TPPO.
3) Perkembangan tehnologi dan informasi melahirkan
modus-modus baru kejahatan perdagangan orang.
BAB V
KONDISI YANG DIHARAPKAN
1) Pengetahuan (Knowledge)
Disamping pemenuhan personel dari segi
kuantitas diharapkan kondisi pengetahuan personel
yang diharapkan dalam penanganan kejahatan
perdagangan orang ini minimal 80% personil memiliki
pendidikan kejuruan reskrim dan Pendidikan kejuruan
khusus penanganan dan pemberantasan TPPO.
2) Kemampuan (Skill)
Saat ini, sebenarnya personil Unit IV Subdit III
Dittipidum telah memiliki kemampuan dalam
penyelidikan dan penyidikan kejahatan perdagangan
orang, namun masih ada beberapa kendala.
Disamping itu terkait sarana dan prasarana
pendukung diharapkan adanya peningkatan peralatan
yang lebih modern guna menyesuaikan dengan
perkembangan dan kemajuan teknologi.
17. Umum
Masyarakat secara umum sangat rawan menjadi korban
tindak pidana perdagangan orang apabila tidak mempunyai
bekal pengetahuan yang memadai tentang masalah ini. Untuk
itulah perlu dilakukan kampanye (sosialisasi) secara massif
untuk menyebarluaskan informasi tentang apa dan bagaimana
praktek trafficking (perdagangan orang) yang harus diwaspadai.
Upaya tersebut juga memerlukan keterlibatan seluruh sektor
pemerintah, swasta, LSM, badan-badan Internasional,
organisasi masyarakat, perseorangan termasuk media massa.
Upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang atau
trafficking dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu, pertama
pemetaan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia baik
untuk tujuan domestik maupun luar negeri. Kedua, peningkatan
pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi
anak-anak perempuan, termasuk dengan sarana prasarana
pendidikannya. Ketiga, peningkatan pengatahuan masyarakat
melalui pemberian onformasi seluas-luasnya tentang tindak
pidana perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait
dengannya. Keempat, perlu diupayakan adanya jaminan
aksesbilitas bagi keluarga khususnya perempuan dan anak
untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan
pendapatan dan pelayanan social. Cara-cara tersebut terkesan
sangat ideal, tinggal bagaimana implementasinya secara nyata.
19. Kesimpulan
a. Kondisi kompetensi personil Unit IV Subdit III TPPO
Dittipidum dalam penyelidikan, penyidikan dan penindakan
kejahatan perdagangan orang belum optimal, baik dari
aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill),
maupun sikap perilaku (attitude).
1) Dari aspek pengetahuan, dapat dilihat bahwa
personel masih banyak yang belum memiliki latar
belakang pendidikan kejuruan reskrim dan
Pendidikan khusus penanganan TPPO. Oleh karena
itu perlu perlu adanya kebijakan prioritas pemenuhan
kualitas SDM.
2) Dari aspek keterampilan, dapat dilihat bahwa
keterampilan personel cukup memadai terlihat dari
keberhasilan pengungkapan beberapa jaringan
kejahatan perdagangan orang. Namun pada
kenyataanya masih terdapat hambatan. Perlu
dilakukan langkah-langkah nyata dalam peningkatan
keterampilan.
3) Dari aspek sikap perilaku, personel perlu ditanamkan
untuk memiliki rasa empati dan kepedulian yang
tinggi dalam penindakan perdagangan orang demi
terciptanya keselamatan rakyat sebagai hukum
tertinggi.
20. Saran
a. Merekomendasikan kepada Kabareskrim Up. Karorenmin
untuk menambah personil Unit IV Subdit III Dittipidum dan
menjadikan anggota yang saat ini melaksanakan tugas
BKO menjadi personel definitif.
b. Merekomendasikan kepada Kabareskrim untuk
mengadakan alsus yang mengikuti perkembangan jaman
dan teknologi, sehinggga memudahkan personel
pelaksanaaan tugas penyelidikan dan penyidikan.
c. Merekomendasikan kepada Kabatreskrim Up. Karorenmin
untuk menyelenggarakan pelatihan peningkatan
kemampuan khusus TPPO dengan mengundang ahli
terkait hukum pidana dan perdagangan orang sebagai
narasumber.
d. Merekomendasikan kepada Dirtipidum Bareskrim untuk
membuat MoU dengan kejaksaan dipermudah dalam
proses pelimpahan berkas berkara dari penyidik, dalam
rangka percepatan penyelesaian perkara. Khususnya
terkait perdagangan orang.
e. Merekomendasikan kepada Dirtipidum Bareskrim untuk
bersinergi dengan Kementerian, Lembaga dan stakeholder
terkait untuk bekerjasama dalam pencegahan,
pendeteksian, pengungkapan dan penindakan kejahatan
perdagangan orang.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
George E. Rush. 2003. The Dictionary of Criminal Justice (Sixth Edition), New
York:McGraw-Hill.
Giriraj Shah. 2002. White Collar Crime. New Delhi: Anmol Publication PVT. Ltd.
Tim Prima Pena. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Gita Media
Press.
I. DATA PRIBADI
1. NAMA : …………
2. PANGKAT / NRP : ……….
3. JABATAN : …………
4. TEMPAT LAHIR : …………
5. TANGGAL LAHIR : ………..
6. AGAMA : …………….
7. T.M.T JABATAN : ……………..
II. PENDIDIKA
N DIK
UMUM
1. S1 UNIV. BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 2009
2. SMU NEGERI I JENEPONTO 1997
3. SMP NEGERI I JENEPONTO 1994
4. SD NEGERI NOMOR 49 BALANG I 1991
V. TANDA JASA
1. SATYALANCANA DHARMA NUSA28-05-2004
2. SATYALANCANA KSATRYA TAMTAMA10-02-2004
YANG MEMBUAT