Anda di halaman 1dari 6

SEKOLAH KAJIAN STRATEJIK DAN GLOBAL

UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS REVIEW
Facilitative Social Change Leadership Theory: 10
Recommendations toward Effective Leadership
Willis M. Watt, Ph. D.

PROGRAM STUDI:
KAJIAN STRATEJIK INTELIJEN

MATA KULIAH:
KEPEMIMPINAN STRATEGIS

DOSEN PENGAMPU :
Dr. MARGARETHA HANITA, S.H., M.Si.

Oleh : WILDHAN INDRA PRAMONO, S.Tr.K. / 1806257934


Dalam tinjauan literatur banyak definisi kepemimpinan dapat ditemukan. Literatur yang
sama ini menyarankan berbagai sudut pandang tentang kompetensi, keterampilan, nilai-nilai, dan
perilaku yang diperlukan yang dianggap sebagai kunci menuju kepemimpinan yang efektif.
Sebagai contoh, menurut Olsen, bidang utama pengembangan kepemimpinan adalah pemahaman
tentang diri sendiri: kemampuan seseorang untuk mengelola diri sendiri dengan berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai seseorang. Artinya, untuk menjadi orang yang berkarakter dengan tujuan dan
komitmen. Perhatian terhadap masalah-masalah semacam itu adalah elemen dasar dari
kepemimpinan yang efektif. Perasaan diri seorang pemimpin berkontribusi pada kemampuan
untuk memahami orang lain dan bekerja bersama mereka menuju pencapaian tujuan bersama.
Selain itu, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan umumnya dipahami sebagai kegiatan yang
dinamis yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan sosial dan organisasi. Dalam On Becoming
a Leader Warren Bennis mencatat bahwa belajar untuk memimpin adalah "belajar mengelola
perubahan. Telah disarankan bahwa "para pemimpin menciptakan dan mengubah budaya". Baru-
baru ini Crawford, Brungardt, dan Maughan melangkah lebih jauh dengan mengklaim bahwa
"secara konsep, kepemimpinan adalah tentang menciptakan perubahan".
Di masa lalu diyakini oleh banyak orang bahwa sifat-sifat pribadi tertentu meningkatkan
kemampuan seseorang untuk memimpin. Contoh dari teori ini adalah Teori Manusia Hebat
Bernard Bass. Yang lain seperti Ralph Stodgill percaya bahwa para pemimpin dilahirkan dengan
gen kepemimpinan tertentu yang memberi mereka sifat kepemimpinan yang diperlukan untuk
memimpin. Pendekatan ini kemudian diperluas untuk mencakup keterampilan (perilaku yang
dipelajari). Pada titik ini dalam pengembangan teori kepemimpinan diyakini bahwa karakteristik
fisik, latar belakang sosial, kecerdasan, kemampuan, kepribadian, kemampuan terkait tugas, dan
karakteristik sosial semuanya digabungkan untuk menjadikan seseorang pemimpin yang efektif.
Pendekatan yang lebih modern dalam teori kepemimpinan termasuk Teori Karakter
Kontemporer. Salah satu contoh adalah 7 Kebiasaan Orang yang Sangat Efektif dari Stephen R.
Covey yang menawarkan tujuh sifat yang membuat seseorang menjadi pemimpin yang efektif: (a)
proaktif, (b) mulai dengan dalam pikiran, (c) mengutamakan hal-hal penting, (d) berpikir menang,
(e) pertama-tama mencari untuk memahami, kemudian untuk dipahami, (f) mensinergikan, dan (g)
mempertajam analisis serta tindakan. Pendekatan modern lain untuk kepemimpinan diajukan oleh
Daniel Goleman. Pendekatannya berkaitan dengan Emotional Intelligence Quotient (EQ)
pemimpin. Pendekatan Goleman berfokus pada (a) kesadaran diri, (b) pengaturan diri, (c) motivasi,
(d) empati, dan (e) keterampilan sosial.
2
Selama bertahun-tahun orang-orang mengikuti pendekatan pemimpin transaksional
tradisional. DuBrin mencatat pemimpin transaksional menyelesaikan transaksi melalui fokus pada
pekerjaan administratif dan memberikan penghargaan untuk kinerja yang baik. Kouzes dan Posner
menyebut tipe pemimpin ini hanya sebagai manajer. Para pemimpin yang cocok dengan label ini
cenderung berfokus pada kebutuhan manusia yang paling mendasar yang diidentifikasi dalam
hierarki Maslow yakni kebutuhan fisik, keselamatan, dan kepemilikan. Hackman dan Johnson
mengindikasikan tipe pemimpin ini adalah tipe pasif yang menetapkan kriteria penghargaan sambil
berusaha mempertahankan status quo.
Kurt Lewin dan Ronald Lippitt menerbitkan penelitian mereka tentang gaya kepemimpinan.
Bersama dengan Ralph White, mereka menawarkan kontinum berdasarkan tiga gaya
kepemimpinan: kepemimpinan otokratis, demokratis, dan laissez-faire. Rensis Likert
menyarankan Sistem Hubungan Interpersonal berdasarkan sifat hubungan antara pemimpin dan
pengikut. Pemimpin sistem 1 adalah otokrat yang eksploitatif. Pemimpin sistem 2 adalah otokrat
yang baik hati dengan sikap yang sama. Pemimpin Sistem 3 bersifat konsultatif dalam pendekatan
mereka untuk berurusan dengan pengikut sambil mempertahankan tingkat kontrol yang tinggi.
Pemimpin sistem 4 adalah demokratis dan menggunakan pendekatan tim.
Para pemimpin yang efektif mencari jawaban tentang bagaimana bertahan hidup di
lingkungan yang berubah dengan cepat. Sebagaimana dicatat di atas, untuk menjadi sukses,
seorang pemimpin harus memahami dan secara efektif mengelola perubahan sosial internal dan
eksternal untuk memastikan kelangsungan hidup. Selain itu, para pemimpin perlu memahami
fenomena kepemimpinan dan mempelajari cara-cara efektif untuk mengatasi kekacauan yang ada
di sekitarnya - untuk bergerak maju, untuk mencapai, untuk membuat kemajuan - di dalam dan di
luar organisasi mereka.
Agar lebih mudah dipahami, pada tulisan ini menggunakan contoh kepemimpinan Dr. (H.C)
Ir. Tri Rismaharini M.T atau yang akrab dipanggil Risma yang merupakan walikota Surabaya.
Beliau menjabat sebagai walikota surabaya 2 periode yaitu sejak pada 28 september 2010 hingga
28 september 2015 dan terpilih kembali menjabat menjadi walikota Surabaya pada 17 Februari
2016 – 2021 mendatang. Risma menjadi perempuan pertama di Surabaya yang berhasil terpilih
dan menjabat sebagai walikota Surabaya. Sebelumnya, beliau adalah aparatur sipil negara biasa
yang memiliki kinerja yang baik dalam melayani masyarakat tentunya.
Risma dalam kepemimpinannya, telah membuat banyak sekali perubahan dan prestasi luar
biasa, utamanya dalam meningkatkan pelayanan public terutama yang terkait dengan tata ruang
3
publik alias taman kota. Tidak hanya dalam sektor pelayanan publik saja, dalam sektor lain risma
juga menunjukkan sepak terjangnya dalam melakukan gaya kepemimpinan transformatif dalam
bidang ekonomi, saat ini Surabaya menjadi kota terbesar nomor dua yang memiliki pertumbuhan
ekonomi tertinggi rata-rata nasional yakni 7,6 persen, disamping juga mempunyai peningkatan
kualitas hidup manusia.
Dalam dimensi kepemimpinan tranformatif lainnya Risma juga menerapkan intelectual
stimulation, yakni pimpinan tranformasional menciptakan rancangan dan berfikir inovatif bagi
pengikut melalui asumsiasumsi pertanyaan, merancang kembali masalah, menggunakan
pendekatan pada masa situasi lampau melalui cara yang baru. 1
Emosi Ibu Tri Risma sebagai pemimpin dan manajer publik menjadi sebuah keunikan
tersendiri. Beliau mampu memainkan emosinya dalam sebuah ketegasan sehingga mampu
mengubah budaya organisasi publik yang kaku dan lamban. Seorang pemimpin mutlak dibutuhkan
kecerdasan emosional untuk mengenali nilai yang menuntun dirinya yang berimbas pada
bagaimana pemimpin mengekspresikan emosinya untuk mengumbah budaya organsasi publik.
Kecerdasan emosi juga diperlukan dikala pemimpin harus segera beradaptasi dan memaintain
dinamika yang ada di luar oraganisasi publik daerahnya.
Sebagai seorang pemimpin publik, pemimpin harus sadar tentang dinamika tantangan
organisasi. Maka dari itu, dibutuhkan kecerdasan emosi guna mengelola kondisi diri dan
lingkungan sekitar untuk mencapai visi misi yang telah ditentukan sebelumnya. Pemimpin
diharapakan mengetahui nilainilai apa yang membimbing dirinya, mengenali siapa dirinya dan
mampu tampil maksimal sebagai manajer dan pemimpin publik. Ini juga hal yang dimiliki Tri
Rismaharini sebagai seorang pemimpin.
Adapun kekurangan dari kepimimpinan Tri Rismaharini dalam masa jabatanya yakni, Marah
besar saat melihat taman Bungkul Kota Surabaya rusak akibat sebuah acara. Mungkin darah arek
Jawa Timur yang terkenal keras. Walaupun perempuan berjilbab, tidak canggung dengan
kemarahan yang meluap-luap, Risma mengeluarkan kata kata yang kurang pantas. Sasaran
kemarahannya adalah penyelenggara acara dan penjual es walls. Juga pernah terjadi
ketidakharmonisan dengan DPRD pada periode pertamanya menjadi walikota dan selesai setelah
di fasilitasi Gubernur Soekarwo. Risma pun tidak luput dari berbincangan media. Di Surabaya

1
Purwati Ayu Rahmi, Kepemimpinan Kepala Daerah Walikota Surabaya, Tri Rismaharini dalam prespektif Emotional
Inteligence, Volume 3, Nomer 2, 2015 hlm.113
4
yang menguasai perproyekan adalah teman-teman alumni ITS yang diangkat menjadi staf ahli.
Karena sorotan masyarakat, teman-temannya tidak lagi menjadi staf ahli secara formal. Risma juga
memiliki sisi Oportunis. Tentang wacana deparpolisasi Risma bereaksi berlebihan membela elit
partainya. Risma menyatakan bahwa jalur independen adalah haus akan jabatan. Sebuah
pernyataan yang tidak semestinya keluar dari pemimpin sekalipun Risma yang lahir dari pilihan
rakyat.2
Pada akhirnya Walikota Surabaya Tri Rismaharini telah membuat banyak perubahan untuk
kota Surabaya. Banyak inovasi yang beliau telah lakukan. Beliau juga sangat tegas dalam bersikap.
Namun juga terkadang sifat nya yang emosional menyebabkan hilang kendali atau bersikap
berlebihan.

2
Olivia armasi, "kekurangan, kelemahan Ganjar, Risma, Emil, Ahok Siapa Juaranya? (http://www.kompasiana.com
diakses pada 31 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai