DOSEN PENGAMPU :
Dosen Pengampu : Dr. ADIS IMAM MUNANDAR, S.Si., M.M.
TUGAS UAS
1
Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
3
Industri kreatif adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif.
Pemerintah RI menyadari bahwa ekonomi kreatif terfokus pada penciptaan barang dan jasa
dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreatifitas sebagai kekayaan intelektual adalah
harapan bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit bersaing dan dapat meraih keunggul‐ an dalam
Ekonomi Global. Industri kreatif yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta
bakat individu untuk menciptakan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu.
2
Pilar‐Pilar Ekonomi Kreatif (Buku rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif: Pengembangan Ekonomi Kreatif 2025).
Departemen Perdagangan. 2009. Hal.4.
5
Konsep kebaruan ini berbeda bagi kebanyakan orang karena sifatnya relatif, yakni apa
yang dianggap baru oleh seseorang atau pada suatu konteks dapat menjadi sesuatu hal lama
bagi orang lain dalam konteks lain. Namun demikian, ide adalah dasar dari inovasi, dan ide
berasal dari individu yang kreatif, maka individu yang kreatif dapat membantu orang lain menjadi
kreatif pula, sehingga ide dapat diperoleh dengan lebih banyak dan lebih baik sebagai masukan
bagi proses inovasi.
Kreativitas dan inovasi berada di wilayah domain sama, tetapi memiliki batasan yang
tegas. Kreativitas merupakan langkah pertama menuju inovasi yang terdiri berbagai tahapan.
Kreativitas berkaitan dengan kebaruan dan ide yang bermanfaat, sedangkan inovasi berkaitan
dengan produksi atau ide yang bermanfaat untuk diimplementasikan. Bertolak dari fakta
dialektika siklus sejarah dan siklus peradaban, senantiasa akan muncul terobosan yang
mendobrak kemapanan sebagai faktor terjadinya disekuilibrium, yang didorong vitalitas dan
kreativitas yang memicu lahirnya ide dan inovasi sesuai ciri jamannya.
Gagasan‐gagasan yang kreatif umumnya tidak dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun
waktu. Justru seringkali ide jenius yang menghasilkan terobosan baru dalam dunia usaha
dilandasi oleh gagasan kreatif yang dianggap mustahil. Namun perlu disadari pula, konsep
perubahan bersifat relatif, apa yang dipersepsikan sebagai perubahan seseorang atau
organisasi belum tentu sebuah praktik baru bagi industri. Atau hal itu merepresentasikan
perubahan untuk industri domestik, tetapi bukan untuk industri global. Oleh karena itu, konsep
kewirausahaan melekat dalam cakupan lokal (local context). Pada waktu yang bersamaan, nilai
kewirausahaan dibentuk pula oleh kemauan melakukan benchmark secara relevan. Aktivitas
kewirausahaan yang dianggap 'baru' menurut seseorang, tetapi bisa saja 'tidak baru' bagi
perusahaan atau industri, yang mana semua hal ini bisa membatasi nilai inovatifnya.
Saat ini pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya di Indonesia perlu ditingkatkan.
Ekonomi kreatif Indonesia sebagai kekuatan baru menuju 2025 tidak hanya sebatas semangat
tetapi juga mission statement untuk berkreasi dengan mengatasnamakan identitas budaya
Indonesia pada setiap karya kreatif yang diciptakan oleh anak bangsa. Perkembangan ekonomi
kreatif juga tidak dapat terlepas dari generasi muda sebagai gudang kreativitas. Generasi muda
adalah sumber daya produktif yang dengan ide kreatifnya dapat membuka sebuah usaha
(wirausaha) yang juga membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran di
angkatan kerja produktif. Semakin banyak anak muda yang berkecimpung di dunia wirausaha,
semakin banyak pula produktivitas yang dihasilkan sehingga berdampak pula pada
meningkatnya perkembangan ekonomi nasional.
6
4. Inovasi Model Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif
Pendekatan model kebijakan publik yang digunakan adalah model kebijakan publik
jaringan. Model ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah complex
of interaction processes diantara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan
(network) aktor-aktor yang independent.3 Dengan demikian aktoraktor ekonomi kreatif saling
berinteraksi guna memecahkan permasalahan-permasalahan secara komprehensif dan
pengambilan keputusan demi kepentingan berbagai stakeholder yang terlibat dalam
pengembangan kebijakan ekonomi kreatif di Jakarta. Oleh sebab itu sebagai sebuah alternatif,
inovasi modal kebijakan ekonomi kreatif yang perlu dikembangkan adalah jejaring kebijakan
dengan menekankan pada sinergitas stakeholder. Pentingnya komitmen dan sinergi
stakeholder dalam memanfaatkan momentum bagi kemajuan pertumbuhan ekonomi kreatif.
Dengan mendorong adanya regulasi tentang pengembangan ekonomi kreatif sebagai payung
hukum bagi stakeholder dengan sinergi antar berbagai kementrian dan badan ekonomi kreatif
sebagai leading sector.
Berdasarkan pendekatan indikator geografis, potensi Jakarta sebagai center ekonomi
kreatif sangatlah besar, dengan jumlah penduduk, sumber daya alam dan lokasi yang strategis
menjadikannya sebagai daerah unggulan dalam ekonomi kreatif. Nama besar sejarah Batavia
dapat menjadi salah satu magnit bagi pengembangan ekonomi kreatif sehingga tidaklah keliru
apabila penyematan nama Batavia dapat digunakan sebagai trademark.
Pemetaan indiaktor potensi geografis dan kekhasan wilayah serta beragamnya produk
lokal khususnya yang berpotensi untuk dikembangkan seperti makanan olahan dan kerajinan.
Potensi wisata dengan beragam destinasi wisata mulai wisata pantai, wisata religi, wisata
ziarah, pendidikan, wisata belanja, wisata budaya serta sejarah. Potensi tersebut akan saling
mendukung dan berkaitan langsung untuk mengembangkan industri kreatif. Perspektif geo-
ekonomi dan geo-regional yang terintegrasi dengan kondisi demografis menjadi modal dalam
pengembangan ekonomi kreatif. Masyarakat didorong untuk mengapresiasi setiap produk
ekonomi kreatif. Dalam konteks yang ideal, setiap daerah di Jakarta menciptakan destinasi kota
berbasis ekonomi kreatif berdasarkan spesifikasi dan kekhasan wilayahnya masing-masing.
Dengan dukungan aksesibilitas dan konektivitas maka diharapkan dapat terjadi multiplier effect
bagi pertumbuhan perekonomian kota.
3 Deddy Mulyadi, 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Bandung, Alfabeta. Hal :82