Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

KETAHANAN PANGAN

KETAHANAN PANGAN WILAYAH


JAWA BARAT

Disusun oleh :

Galih Damar Adya (135090034)

Imron Manistiyanto (135090032)

Ahmad Sulhan Nuruddin (135090033)

Desy Cahyaningrum (135090039)

Shella Anggia Putri (135090038)

Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian


Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Bab I
Pendahuluan

A. Selayang Pandang

Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi
Pamong Praja Provinsi Jawa Barat, berkedudukan sebagai Pelaksana Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dalam Penanganan Bidang Ketahanan Pangan.

Sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah, Badan Ketahanan Pangan mempunyai


peranan yang sangat penting dalam mewujudkan visi Jawa Barat ”Tercapainya Masyarakat
Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera. Dalam mewujudkan Visi tersebut, Badan
Ketahanan Pangan mengemban misi ke dua yaitu Meningkatkan pembangunan ekonomi
regional berbasis potensi lokal yang bertujuan Meningkatkan daya beli dan ketahanan
pangan masyarakat melalui pengembangan aktivitas ekonomi berbasis potensi lokal dengan
salah satu sasarannya adalah Terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat.

Sasaran tersebut dapat dicapai apabila pangan tersedia dalam jumlah cukup dari
waktu ke waktu, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan Kerawanan Pangan
(suatu kondisi ketidak cukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah
tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi
pertumbuhan dan kesehatan masyarakat).

Berdasarkan statistik Badan Ketahanan Pangan, bahwa pada tahun 2008 Jumlah
penduduk Jawa Barat yang termasuk sangat rawan pangan adalah sebanyak 3.818.930
atau sekitar 9,33% dari seluruh penduduk Jawa Barat, sedangkan yang termasuk rawan
pangan adalah 10.556.212 (25,80%) dan yang tahan pangan adalah sebanyak 26.536.449
(64,89%).

Sementara berdasarkan Peta Kerawanan Pangan Jawa Barat, Dari 604 Kecamatan di
Jawa Barat, sebanyak 4 Kecamatan (0,66%) dikategorikan sangat rawan pangan, 2
Kecamatan (0,33 %) kategori rawan pangan, 3 Kecamatan (0,50%) kategori agak rawan,
418 Kecamatan (69,21) kategori tahan dan 58 Kecamatan (9,60%) kategori sangat tahan.
Untuk tingkat Desa, dari 5.245 Desa yang ada di Jawa Barat 2500 Desa masuk kategori
Rawan Pangan

 
B. BADAN KETAHANAN PANGAN JABAR

Rencana Strategi

1. Latar Belakang

Rencana Strategis (Renstra) Badan Ketahanan Pangan Daerah Propinsi


Jawa Barat merupakan dokumen perencanaan disusun untuk memudahkan
pencapaian tujuan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi/lembaga dalam hal ini
Badan Ketahanan Pangan Daerah (BPKD) Provinsi Jawa Barat secara terukur
kinerjanya. Rensra ini akan digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan Rencana
Kerja (RENJA) Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa barat pada setiap
tahun.

2. Tujuan

1. Menyusun dokumen perencanaan kebijakan dan program strategis Badan


Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa barat selama 5 (lmia) tahun 2009-2013
sebagai pedoman dasar penyusunan rencana kerja tahunan yang mengacu
kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2008-2013.
2. Menyusun indikator keberhasilan pencapaian program dan kegiatan yang akan
dicapai pada tahun 2013 yang mengacu kepada indikator keberhasilan awal
pembangunan ketahanan pangan tahun 209.
3. Menyusun indikator keterkaitan antara visi dan misi dengan tujuan dan sasaran
program/kegiatan yang tercantum daam RPJM Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-
2013 dengan kegiatan yang akan dilaksanakan selama lima tahun ke depan
dalam bidang Ketahanan Pangan.
Bab II

Gambaran Umum Ketahanan Pangan di Jawa Barat

A. Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Peningkatan ketersediaan pangan di Jawa Barat merupakan prioritas utama


kebijakan pembangunan pertanian dan perikanan di Jawa barat dan menjadi prasyarat
penting dalam pemantapan ketahanan pangan, agar ketahanan pangan pada tingkat rumah
tangga dapat diwujudkan dengan baik, maka ketersediaan bahan pangan harus terjamin
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Kondisi demikian sangat didambakan oleh
seluruh masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan menengah kebawah.

Berdasarkan analisa ketersediaan pangan strategis di Jawa Barat, pada tahun 2007
jumlah produksi belum semua komoditas mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk
Jawa Barat, kecuali beberapa komoditas seperti beras, sayuran dan buah-buahan (surplus),
dan komoditas jagung, kedele, daging sapi dan ikan masih defisit (minus). ketersediaan
pangan strategis dapat mencukup kebutuhan konsumsi penduduk, bahkan berlebih. surplus
yaitu komoditas beras jumlah produksi sebesar 6.241.496 ton sedangkan jumlah kebutuhan
4.696.379 tn (surplus), jagung jumlah produksi sebesar 549.441 ton dan kebutuhan 851.584
ton (minus), kacang-kacangan jumlah produksi sebesar 140.753 ton dan jumlah kebutuhan
618.323 ton (minus), umbi-umbian jumlah produksi sebesar 2.643.663 ton dan jumlah
kebutuhan 2.769.494 ton (minus), sayuran jumlah produksi sebesar 2.940.003 ton dan
jumah kebutuhan 2.406.646 ton (surplus), buah-buahan jumlah produksi sebesar 2.620.054
ton (surplus),  daging jumlah produksi sebesar 420.264 ton dan jumlah kebutuhan 440.319
ton (minus), telur jumlah produksi sebesar 215.352 ton dan jumlah kebutuhan 336.035 ton
(minus), dan ikan jumlah produksi sebesar 441.584 ton dan jumlah kebutuhan 873.057 ton
(minus).

Melihat pencapaian produksidan laju penambahan produksi bahan pangan


dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk, berkembangnya olahan pangan yang
pemasarannya sangat luas terutamaantar provinsi maupun antar negara, sehingga perlu
dilakukan akselerasipeningkatan produksi. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan
kertersediaan bahanpangan, maka pemerintah provinsi Jawa Barat dan masyarakat telah
melaksanakankegiatan untuk penguatan cadangan pangan melalui  pengadaan Cadangan
Pangan Pemerintah Provinsiyang pendanaannya disalurkan dalam bentuk bantuan
keuangan kepada PemerintahKabupaten sebesar Rp. 2.014.589.880,- atau sebanyak 403
Ton Beras. Pengembanganlumbung pangan yang diharapkan dapat memenuhi
ketersediaan / cadangan pangan diwilayah rawan pangan khususnya pada saat musim
kering maupun untuk pembelianBeras pada saat panen raya, telah dialokasikan dana APBD
sebesar Rp.2.000.000.000,- untuk 200 kelompok  yangtersebar di 26 Kabupaten/Kota,
setiap kelompok menerima dana penguatan modalsebesar Rp. 10.000.000,-. Disamping itu,
pengembangan lumbung pangandifasilitasi pula melalui APBN dengan Pola Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM)sebanyak 135 kelompok yang berlokasi di 13 Kabupaten / Kota
(Ciamis, Garut,Tasikmalaya, Majalengka, Karawang, Kuningan, Sukabumi, Subang,
Bogor,Indramayu, Cirebon, Bandung, dan Kota Banjar), total dana yang
dialokasikansebesar Rp. 3.875.000.000,-. Dalam rangka lebih memantapkan
pelaksanaancadangan pangan di tingkat rumah tangga guna memenuhi kebutuhan gizi
keluarga,telah dilaksanakan pengembangan pangan lokal sebanyak 43 kelompok
yangberlokasi di 11 Kabupaten dengan jumlah dana sebesar Rp. 837.000.000,-.

B. Distribusi dan Harga Pangan

Kegiatan distribusi pangan merupakan salah satu bagian dari sistem ketahanan
pangan, yaitu bagian yang mengatur dan menfasilitasi agar pangan dapat didistribusikan
dari produsen sampai diterima konsumen. Upaya pengelolaan distribusi pangan dapat
mencapai hasil yang optimal jika diikuti oleh peningkatan pendapatan petani produsen
secara nyata. Peningkatan pendapatan petani produsen dapat mencapai optimal apabila
produksi pertanian yang dihasilkan memperoleh imbalan dengan harga yang layak.

Salah satu kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Barat, untuk menjaga agar petani
memperoleh harga gabah dan bahan pangan lain yang layak dan tidak berfluktuasi secara
tajam terutama pada saat terjadi panen raya adalah melalui program pembelian
gabah/bahan pangan lainnya. Disamping itu, tujuan lainnya  yaitu meningkatkan
kesinambungan penyediaan pangan, meningkatkan efektitas dan efisiensi distribusi pangan
antar daerah dan antar waktu serta mengembangkan kelembagaan pangan di pedesaaan.
Program pembelian gabah/bahan pangan lainnya mendapat dukungan dana dari
APBDPropinsi dan APBN. Pada tahun 2007, secara total APBD Propinsi yangdialokasikan
sebesar Rp. 10.000.000.000,- dana tersebut yang disalurkan kepada LUEP yang beralokasi
di 7 Kabupaten dan pada tahun 2008 sebesarRp.30.000.000.000,-, namun dana tersebut
tidak disalurkan karena pada tahun 2008 harga gabah relatif stabil. Sedangkan APBN
dialokasikan berupa Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan
(DPM-LUEP) sebesar Rp.9.225.000.000,- yang disalurkan pada 48 lembaga dengan jumlah
kelompok tani sebanyak 163 kelompok di Kabupaten Bogor, Sukabumi, Bandung,
Indramayu dan Kota Banjar, jumlah Gabah yang dibeli sebanyak 7.795 Ton

Program pembelian gabah dan bahan pangan lain tahun 2008tersebut diatas
merupakan kelanjutan dan penyempurnaan pelaksanaan kegiatantahun sebelumnya.
Dengan demikian secara analisa makro, program ini telahmemberikan dampak positif baik
dilihat dari sisi ekonomi maupun sosial. Upaya lain yang dilaksanakan untuk memperoleh
harga jual bahan pangan dilakasanakanmelalui pengembangan usaha tunda jual baru
dialokasikan di 4 Kabupaten(Sukabumi, Subang, kuningan dan Ciamis) total bantuan
sebesar Rp. 225.000.000,- untuk 8 kelompok.

C. Konsumsi dan Keamanan Pangan

Fokus Pembangunan yang bertumpu pada beras, telah menyebabkan


ketergantungan yang sangat tinggi kepada komoditas beras. Berdasarkan hasil olahan data
Susenas 2007, bahwa konsumsi beras masyarakat di Jawa barat sebesar 105.7
gk/kapita/tahun, yang ternyata masih cukup tinggi, yang dicerminkan dari cukup dominan
sumbangan konsumsi energinya terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sehingga
berakibat pada rentannya ketahanan pangan masyarakat, bila kemampuan penyediaan
beras terganggu karena iklim, bencana alam, gejolak harga maupun sebab-sebab lainnya.
Pendekatan seperti ini tidak lagi sesuai karena disamping menambah kerentanan, juga
membatasi fokus pengembangan pangan dalam rangka penyediaan pangan nonberas yang
bersumber karbohidrat, protein, dan zat gizi lainnya, yang masih tertinggal cukup jauh.

D. Kelembagaan dan Infrastruktur Pangan

Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi agribisnis, memiliki sumberdaya kelembagaan


pangan dan infrastuktur pangan yang  cukup memadai untuk mendukung terselenggaranya
kegiatan agribisnis yang produktif. Dukungan tersebut, bisa pada aktivitas dan
proseskegiatan hulu dan hilir.

Infrastruktur pangan pada prinsipnya terdiri dari dua jenis, yaitu infrastruktur fisik dan
infrastruktur nonfisik. Infrastuktur fisik (IF) berkaitan dengan ketersediaan irigasi,
bendungan, waduk, rawa, air hujan jalan, air baku dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur
yang handal menjadi bagian penting dalam mendukung katahanan pangan. secara umum
bahwa kondisi IF tersebut di Jawa Barat kondisinya tidak optimal, karena bentangan
jaringan irigasi ternyata tidak bisa menjangkau luasan areal sawah di sekitarnya. Hal ini
sering berakibat kekeringan pada saat musim kemarau dan terjadi banjir pada saat musim
hujan.  

E. Isu-Isu Stategis

Berdasarkan hasil evalusi penyelenggaraan dan pelaksanaan program peningkatan


ketahanan pangan di Jawa Barat, teridentifikasi bahwa kapasitas penyediaan bahan pangan
yang diproduksi oleh masyarakat sudah cukup memadai namun masih terdapat kelemahan
dalam melakukan manajemen ketersediaan dan cadangan pangan. Selanjutnya dalam
pelaksanaan fasilitasi lembaga usaha ekonomipedesaan yang selama ini menggunakan
pendekatan pendanaan dari perbankan belum menunjukan keberhasilan dalam menangani
distribusi dan harga komoditi pangan (gabah). Oleh karena itu, ke depan fasilitasi kegiatan
sejenis ini perlu dilakukan pembenahan lebih maksimal. Apalagi dana yang akan difasilitasi
adalah dalam bentuk bantuan sosial, sehingga dalam pelaksanaannya diharapkan bisa
meningkatkan pendapatan masyarakat serta terdistribusinya komoditi pangan secara efisien
dan efektif.  

Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Visi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa barat Tahun 2008-2013 yang hendak dicapai
dalam tahapan kedua Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat adalah
"Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan sejahtera".
Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki ditetapkan 5 (lima) misi Pemerintah Daerah yaitu:

1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat yang Produktif dan Berdaya Saing.
2. Meningkatkan pembangunan ekonomi regional berbasis potensi lokal.
3. Meningkatkan Ketersediaan infrastruktur wilayah.
4. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk pembangunan yang
berkelanjutan.
5. Meningkatkan efektifitas pemerintahan daerah dan kualitas demokrasi.

Visi dan Misi Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat

Dalam rangka pencapaian visi dan misi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat,
maka ditetapkan visi Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat, yaitu: "Tercapainya
Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Masyarakat Jawa Barat", dengan misi sebagai
berikut:

1. Mewujudkan Sumber daya manusia BKPD yang handal dan profesional;


2. Meningkatkan Fasilitas dan koordinasi kelembagaan dan infrastruktur pangan;
3. Mewujudkan ketersediaan dan penanggulangan kerawanan pangan;
4. Mewujudkan peningkatan konsumsi dan keamanan pangan;
5. mewujudkan fasilitasi distribusi dan pengendalian harga pangan.
Dalam upaya pencapaian visi dan misi Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi
Jawa Barat, maka dirumuskan tujuan, sasaran, dan strategi dan kebijakan untuk kurun
waktu lima tahun kedepan sebagai berikut:

Tujuan

1. Mengkoordinasikan ketersediaan dan cadangan pangan masyarakat serta


mengurangi kerawanan pangan.
2. Mewudujkan penganekaragaman pangan dan produk-produk pangan olahan yang
bermutu, bergizi, aman dan halal, sesuai potensi sumberdaya lokal, sehingga
mendorong penurunan konsumsi beras perkapita.
3. Mengembangkan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien serta stabilisasi
harga pangan.
4. Menumbuhkembangkan kelembagaan ketahanan pangan serta membangun dan
mengoptimalkan fungsi infrastruktur pangan di Jawa Barat.
5. Menumbuhkembangkan kelambagaan struktural ketahanan pangan daerah.
6. Mengembangkan koordinasi penyelenggaraan pelaksanaan ketahanan pangan
dalam bidang kelembagaan dan infrastruktur, konsumsi dan keamanan pangan,
distribusi dan harga pangan serta ketersediaan dan kerawanan pangan.

Sasaran

1. Tersedianya bahan pangan dan cadangan pangan di Provinsi, Kabupaten/Kota dan


Rumah Tangga.
2. Terfasilitasinya bahan pangan untk rumah tangga di daerah rawan pangan.
3. Perbaikan menu makanan rakyat yang bermutu, beragam, bergizi seimbang, aman,
halal dan meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai potensi
sumberdaya lokal
4. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap produk bahan pangan yang
berbahaya bagi kesehatan
5. Mengembangkan dan perbaikan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien
dalam rangka stabilitas pangan yang lebih merata
6. Terfasilitasinya stabilitas harga pangan, lintas waktu, lintas wilayah yang terjangkau
oleh daya beli masyarakat
7. Menumbuhkembangkan kelembagaan ketahanan pangan masyarakat yang dinamis,
mandiri, dan sejahtera
8. Mendorong dan menfasilitasi tumbuh dan berkembangknya infrastruktur pedesaan
dalam mendukung ketahanan pangan masyarakat.

Strategi

1. Meningkatkan penguatan terhadap kapasitas dan daya dukung kelembagaan dan


infrastruktur pangan di Jawa Barat.
2. Meningkatkan efektifas regulasi sistem distribusi dan informasi harga pangan
sehingga pangan terdistribusi dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyaraakt.
3. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung embaga usaha ekonomi pedesaan
dalam meningkatkan ketersediaan, distribusi dan akses pangan di daerah.
4. Meningkatkan penguatan terhadap manajemen pengembangan dan ketersediaan
cadangan pangan di tingkat Rumah Tangga, Kabupaten/Kota dan Provinsi.
5. Mengidentifikasi daerah rawan pangan maupun daerah berpotensi terjadinya rawan
pangan serta mengupayakan pemecahannya.
6. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi dan kualitas pangan serta menurunnya
ketergantungan terhadap pangan pokok beras.
7. Mengembangkan diversifikasi pangan melalui lahan-ahan marginal termasuk lahan
pekarangan.
8. Meningkatkan pengawasan keamanan dan mutu pangan terhadap produk pangan
baik segar maupun olahan.

Kebijakan

1. Meningkatkan kapasitas dan daya dukung kelembagaan dan infrastruktur pangan


untuk mewujudkan optimalnya ketersediaan, distribusi dan akses konsumsi pangan
bagi masyarakat
2. Mencanangkankawasan desa mandiri pangan yang berbasis pada pemanfaatan
lahan-lahan marginaldi daerah rawan pangan dan rawan gizi
3. Mengembangkan sistem distribusidan manejemen informasi harga pangan untuk
mewujudkan pemerataan dan aksespangan antar waktu dan antar lokasi bagi setiap
rumah tangga
4. Menetapkankebijakan fasilitasi bantuan sosial untuk mendukung cadangan dan
distribusipangan di lokasi-lokasi rawan pangan
5. Mengembangkan polapenganekragaman konsumsi pangan berbasis pada pola
pangan harapan yang sehataman dan halal
6. Mengembangkan promosi produk-produk pangan daerah dalam upayameningkatkan
nilai tambah dan daya saing produk di pasar lokal maupun pasar internasional
7. Menetapkan kebijakan bantuan sosial dalam bentukfasilitasi pupuk dan modal usaha
produktif untuk mewujudkan meningkatkanketersediaan dan akses pangan bagi
masyarakat.

Diakhir kita berharap bahwakemiskinan dan lemahnya daya beli masyarakat yang
menimbulkan rawan pangan dangizi buruk akan dapat diatasi, upaya dan langkah strategis
serta kerjasamamulti sektor dibutuhkan untuk mewujudkan Jawa Barat tahan pangan.
Bab III

Bahan Pangan Alternatif Daerah Jawa Barat

1. Sorgum

Sorgum merupakan bahan alternatif yang berpotensi di daerah Jawa Bajrat.


Sorghum sendiri sebenarnya telah lama di kenal masyarakat Indonesia khususnya Jawa
Barat sebagai salah satu bahan pangan meskipun pengembangannya tidak sebaik padi dan
jagung. Beberapa daerah di Jawa Barat yang pernah melakukan pertanaman sorghum
diantaranya Kabupaten Garut, Kab. Ciamis, Kab. Cirebon, Kab. Sukabumi dan Kab.
Indramayu. Padahal dibandingkan tanaman pangan lainnya, sorghum mempunyai beberapa
keunggulan seperti daya adaptasi yang luas, tahan terhadap kekeringan dan sangat cocok
untuk dikembangkan di daerah marginal. Keunggulan lainnya ialah seluruh bagian tanaman
mempunyai nilai ekonomis karena dapat digunakan sebagai sumber hijauan pakan ternak
ruminansia (batang dan daun), bahan baku pakan ternak (biji), bahan baku media jamur
merang, bahan baku industri kertas, nira, gula, alcohol, apritus dan monosodium
glutamate/MSG, Biji sorghum selain dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan pengganti
beras dapat juga digunakan sebagai bahan baku ethanol atau bioetanol (sumber :
http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Sorgum.pdf). Sebagai bahan pangan alternatif,
kandungan nutrisi sorghum tidak kalah dengan kandungan nutrisi beras. Berikut
perbandingan kandungan nutrisi antara sorghum dan beras : 1. Beras ; 360 kalori, protein
6,8 gram, Lemak 0,7 gram, Karbohidrat 78,9 gram, Kalsium 6 mgr, Besi 0,8 mgr Fosfor 140
mgr. 2. Sorghum ; 332 kalori, protein 11 gram, Lemak 3,3 gram, Karbohidrat 73 gram,
Kalsium 28 mgr, Besi 4,4 mgr dan Fosfor 287 mgr. Sebenarnya dukungan pengembangan
sorghum telah dilakukan oleh kalangan perguruan tinggi seperti Universitas Padjadjaran dan
ITB yang telah mencoba merancang mesin penyosoh biji sorghum bagi petani sorghum.

Sementara dari kalangan industri makanan masih menjajaki penggunaan sorghum


sebagai substitusi gandum dengan syarat produksi yang mencukupi dan ada teknologi untuk
mengolah sorghum sehingga tidak akan menurunkan mutu produk makanan yang
dihasilkan.

Upaya menggalakkan kembali pemanfaatan sorghum sebagai salah satu bahan


pangan alternatif non beras di Jawa Barat telah dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan
Daerah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu upaya diversifikasi pangan pada
kesempatan Peringatan Hari Pangan Sedunia ke 31 Tingkat Provinsi Jawa Barat beberapa
waktu yang lalu. Pada kesempatan tersebut, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan
memperkenalkan dan mengajak siswa sekolah dasar sebagai generasi penerus dan
masyarakat luas mengkonsumsi Sorghum diantara beberapa sumber pangan alternatif non
beras lainnya seperti Rasi (Nasi Singkong) dan Hanjeli dengan lauk pauk yang beragam,
bergizi dan berimbang. Melalui pengenalan secara dini program diversifikasi pangan
tersebut diharapkan generasi penerus dapat mulai mengurangi ketergantungan
mengkonsumsi beras/nasi sehingga konsumsi per kapita masyarakat Jawa Barat akan
beras pun diharapkan dapat menurun sesuai Program Nasional. Produksi Sorghum tersedia,
kalangan perguruan tinggi dan industri makanan mendukung, mengapa tidak dari sekarang
kita mulai mengkonsumsi Sorghum sebagai sumber pangan karbohidrat?

2. Talas

Produk unggulan atau panganan unggulan tradisional kota Bogor adalah Talas.
Colocasia giganteum, suku talas talasan atau Araceae merupakan tumbuhan penghasil
umbi, popular ditanam di wilayah Indonesia bagian barat. Daun talas pun dapat dijadikan
sebagai pakan ikan gurame. Umbi talas dapat di olah, di kukus, direbus, atau digoreng
setelah di potong potong kecil. Umbi talas pun biasa dibuat makanan ringan sebagai
cemilan. Apabila mengunjungi kota Bogor pastilah disana menemui umbi talas sebagai
panganan khas kota Bogor.

Oleh karena itu sebagai warga kota Bogor kita harus melestarikan panganan
tradisional kita sendiri sehingga Bogor memilki kekhasan dalam produk panganannya serta
tetap dikenal khususnya oleh warga kota Bogor sendiri, umumnya oleh semua masyarakat
Indonesia. Sehingga hal-hal tersebut dapat memajukan pertanian Indonesia.
Bab IV
Penutup

Melimpahnya potensi bahan pangan alternatif di Jawa Barat, masih belum optimal
dimanfaatkan, bahkan masyarakat selain ketergantungannya terhadap beras, juga banyak
mengonsumsi produk makanan pabrikan dan impor.
Sehingga pola konsumsi tersebut, harus mulai diubah karena bahan pangan alternatif
sebagai penggantinya masih banyak yang bisa dimanfaatkan. Sedangkan bahan pangan
yang banyak tersedia antara lain, sorgum, gaplek, jagung, waluh, kentang, sagu atau ubi
jalar, ganyong, anyeli, jamawut, dan lainya, dapat menjadi alternatif untuk dijadikan bahan
makanan pokok.
Bahkan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, juga sebagai bentuk apresiasi
dan menghargai serta menggali potensi makanan etnik pangan lokal.
Sehingga semua pihak berkewajiban untuk ikut serta mendorong, menumbuhkan dan
mengembangkan budaya konsumsi pangan berbahan lokal, menyusul masih melimpahnya
aneka ragam tersebut.
Karena itu diingatkan, agar semua pihak berupaya mengeliminisasi
pengonsumsian makanan produk pabrikan, apalagi makanan impor yang banyak
mengandung bahan campuran. Melainkan menggantikannya dengan mengonsumsi
makanan pangan produk lokal, yang juga dapat membantu pertumbuhan ekonomi para
petani penanam, serta perajin produk bahan pangan lokal.
REFERENSI

http://bkpd.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=522&idMenu=

http://bkpd.jabarprov.go.id

http://sitir11s40.student.ipb.ac.id/2011/08/07/kondisi-pertanian-kota-bogor/

http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Sorgum.pdf

Anda mungkin juga menyukai