KETAHANAN PANGAN
Disusun oleh :
A. Selayang Pandang
Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi
Pamong Praja Provinsi Jawa Barat, berkedudukan sebagai Pelaksana Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dalam Penanganan Bidang Ketahanan Pangan.
Sasaran tersebut dapat dicapai apabila pangan tersedia dalam jumlah cukup dari
waktu ke waktu, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan Kerawanan Pangan
(suatu kondisi ketidak cukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah
tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi
pertumbuhan dan kesehatan masyarakat).
Berdasarkan statistik Badan Ketahanan Pangan, bahwa pada tahun 2008 Jumlah
penduduk Jawa Barat yang termasuk sangat rawan pangan adalah sebanyak 3.818.930
atau sekitar 9,33% dari seluruh penduduk Jawa Barat, sedangkan yang termasuk rawan
pangan adalah 10.556.212 (25,80%) dan yang tahan pangan adalah sebanyak 26.536.449
(64,89%).
Sementara berdasarkan Peta Kerawanan Pangan Jawa Barat, Dari 604 Kecamatan di
Jawa Barat, sebanyak 4 Kecamatan (0,66%) dikategorikan sangat rawan pangan, 2
Kecamatan (0,33 %) kategori rawan pangan, 3 Kecamatan (0,50%) kategori agak rawan,
418 Kecamatan (69,21) kategori tahan dan 58 Kecamatan (9,60%) kategori sangat tahan.
Untuk tingkat Desa, dari 5.245 Desa yang ada di Jawa Barat 2500 Desa masuk kategori
Rawan Pangan
B. BADAN KETAHANAN PANGAN JABAR
Rencana Strategi
1. Latar Belakang
2. Tujuan
Berdasarkan analisa ketersediaan pangan strategis di Jawa Barat, pada tahun 2007
jumlah produksi belum semua komoditas mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk
Jawa Barat, kecuali beberapa komoditas seperti beras, sayuran dan buah-buahan (surplus),
dan komoditas jagung, kedele, daging sapi dan ikan masih defisit (minus). ketersediaan
pangan strategis dapat mencukup kebutuhan konsumsi penduduk, bahkan berlebih. surplus
yaitu komoditas beras jumlah produksi sebesar 6.241.496 ton sedangkan jumlah kebutuhan
4.696.379 tn (surplus), jagung jumlah produksi sebesar 549.441 ton dan kebutuhan 851.584
ton (minus), kacang-kacangan jumlah produksi sebesar 140.753 ton dan jumlah kebutuhan
618.323 ton (minus), umbi-umbian jumlah produksi sebesar 2.643.663 ton dan jumlah
kebutuhan 2.769.494 ton (minus), sayuran jumlah produksi sebesar 2.940.003 ton dan
jumah kebutuhan 2.406.646 ton (surplus), buah-buahan jumlah produksi sebesar 2.620.054
ton (surplus), daging jumlah produksi sebesar 420.264 ton dan jumlah kebutuhan 440.319
ton (minus), telur jumlah produksi sebesar 215.352 ton dan jumlah kebutuhan 336.035 ton
(minus), dan ikan jumlah produksi sebesar 441.584 ton dan jumlah kebutuhan 873.057 ton
(minus).
Kegiatan distribusi pangan merupakan salah satu bagian dari sistem ketahanan
pangan, yaitu bagian yang mengatur dan menfasilitasi agar pangan dapat didistribusikan
dari produsen sampai diterima konsumen. Upaya pengelolaan distribusi pangan dapat
mencapai hasil yang optimal jika diikuti oleh peningkatan pendapatan petani produsen
secara nyata. Peningkatan pendapatan petani produsen dapat mencapai optimal apabila
produksi pertanian yang dihasilkan memperoleh imbalan dengan harga yang layak.
Salah satu kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Barat, untuk menjaga agar petani
memperoleh harga gabah dan bahan pangan lain yang layak dan tidak berfluktuasi secara
tajam terutama pada saat terjadi panen raya adalah melalui program pembelian
gabah/bahan pangan lainnya. Disamping itu, tujuan lainnya yaitu meningkatkan
kesinambungan penyediaan pangan, meningkatkan efektitas dan efisiensi distribusi pangan
antar daerah dan antar waktu serta mengembangkan kelembagaan pangan di pedesaaan.
Program pembelian gabah/bahan pangan lainnya mendapat dukungan dana dari
APBDPropinsi dan APBN. Pada tahun 2007, secara total APBD Propinsi yangdialokasikan
sebesar Rp. 10.000.000.000,- dana tersebut yang disalurkan kepada LUEP yang beralokasi
di 7 Kabupaten dan pada tahun 2008 sebesarRp.30.000.000.000,-, namun dana tersebut
tidak disalurkan karena pada tahun 2008 harga gabah relatif stabil. Sedangkan APBN
dialokasikan berupa Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan
(DPM-LUEP) sebesar Rp.9.225.000.000,- yang disalurkan pada 48 lembaga dengan jumlah
kelompok tani sebanyak 163 kelompok di Kabupaten Bogor, Sukabumi, Bandung,
Indramayu dan Kota Banjar, jumlah Gabah yang dibeli sebanyak 7.795 Ton
Program pembelian gabah dan bahan pangan lain tahun 2008tersebut diatas
merupakan kelanjutan dan penyempurnaan pelaksanaan kegiatantahun sebelumnya.
Dengan demikian secara analisa makro, program ini telahmemberikan dampak positif baik
dilihat dari sisi ekonomi maupun sosial. Upaya lain yang dilaksanakan untuk memperoleh
harga jual bahan pangan dilakasanakanmelalui pengembangan usaha tunda jual baru
dialokasikan di 4 Kabupaten(Sukabumi, Subang, kuningan dan Ciamis) total bantuan
sebesar Rp. 225.000.000,- untuk 8 kelompok.
Infrastruktur pangan pada prinsipnya terdiri dari dua jenis, yaitu infrastruktur fisik dan
infrastruktur nonfisik. Infrastuktur fisik (IF) berkaitan dengan ketersediaan irigasi,
bendungan, waduk, rawa, air hujan jalan, air baku dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur
yang handal menjadi bagian penting dalam mendukung katahanan pangan. secara umum
bahwa kondisi IF tersebut di Jawa Barat kondisinya tidak optimal, karena bentangan
jaringan irigasi ternyata tidak bisa menjangkau luasan areal sawah di sekitarnya. Hal ini
sering berakibat kekeringan pada saat musim kemarau dan terjadi banjir pada saat musim
hujan.
E. Isu-Isu Stategis
Visi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa barat Tahun 2008-2013 yang hendak dicapai
dalam tahapan kedua Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat adalah
"Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan sejahtera".
Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki ditetapkan 5 (lima) misi Pemerintah Daerah yaitu:
1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat yang Produktif dan Berdaya Saing.
2. Meningkatkan pembangunan ekonomi regional berbasis potensi lokal.
3. Meningkatkan Ketersediaan infrastruktur wilayah.
4. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk pembangunan yang
berkelanjutan.
5. Meningkatkan efektifitas pemerintahan daerah dan kualitas demokrasi.
Visi dan Misi Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat
Dalam rangka pencapaian visi dan misi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat,
maka ditetapkan visi Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat, yaitu: "Tercapainya
Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Masyarakat Jawa Barat", dengan misi sebagai
berikut:
Tujuan
Sasaran
Strategi
Kebijakan
Diakhir kita berharap bahwakemiskinan dan lemahnya daya beli masyarakat yang
menimbulkan rawan pangan dangizi buruk akan dapat diatasi, upaya dan langkah strategis
serta kerjasamamulti sektor dibutuhkan untuk mewujudkan Jawa Barat tahan pangan.
Bab III
1. Sorgum
2. Talas
Produk unggulan atau panganan unggulan tradisional kota Bogor adalah Talas.
Colocasia giganteum, suku talas talasan atau Araceae merupakan tumbuhan penghasil
umbi, popular ditanam di wilayah Indonesia bagian barat. Daun talas pun dapat dijadikan
sebagai pakan ikan gurame. Umbi talas dapat di olah, di kukus, direbus, atau digoreng
setelah di potong potong kecil. Umbi talas pun biasa dibuat makanan ringan sebagai
cemilan. Apabila mengunjungi kota Bogor pastilah disana menemui umbi talas sebagai
panganan khas kota Bogor.
Oleh karena itu sebagai warga kota Bogor kita harus melestarikan panganan
tradisional kita sendiri sehingga Bogor memilki kekhasan dalam produk panganannya serta
tetap dikenal khususnya oleh warga kota Bogor sendiri, umumnya oleh semua masyarakat
Indonesia. Sehingga hal-hal tersebut dapat memajukan pertanian Indonesia.
Bab IV
Penutup
Melimpahnya potensi bahan pangan alternatif di Jawa Barat, masih belum optimal
dimanfaatkan, bahkan masyarakat selain ketergantungannya terhadap beras, juga banyak
mengonsumsi produk makanan pabrikan dan impor.
Sehingga pola konsumsi tersebut, harus mulai diubah karena bahan pangan alternatif
sebagai penggantinya masih banyak yang bisa dimanfaatkan. Sedangkan bahan pangan
yang banyak tersedia antara lain, sorgum, gaplek, jagung, waluh, kentang, sagu atau ubi
jalar, ganyong, anyeli, jamawut, dan lainya, dapat menjadi alternatif untuk dijadikan bahan
makanan pokok.
Bahkan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, juga sebagai bentuk apresiasi
dan menghargai serta menggali potensi makanan etnik pangan lokal.
Sehingga semua pihak berkewajiban untuk ikut serta mendorong, menumbuhkan dan
mengembangkan budaya konsumsi pangan berbahan lokal, menyusul masih melimpahnya
aneka ragam tersebut.
Karena itu diingatkan, agar semua pihak berupaya mengeliminisasi
pengonsumsian makanan produk pabrikan, apalagi makanan impor yang banyak
mengandung bahan campuran. Melainkan menggantikannya dengan mengonsumsi
makanan pangan produk lokal, yang juga dapat membantu pertumbuhan ekonomi para
petani penanam, serta perajin produk bahan pangan lokal.
REFERENSI
http://bkpd.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=522&idMenu=
http://bkpd.jabarprov.go.id
http://sitir11s40.student.ipb.ac.id/2011/08/07/kondisi-pertanian-kota-bogor/
http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Sorgum.pdf