101
Pemberdayaan Pekarangan Pangan
TERM of REFERENCE
Pemberdayaan Pekarangan Pangan
TAHUN 2019
1. Latar Belakang
a. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
2. Peraturan Presiden RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2015;
3. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019;
4. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2014 tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/HK.140/4/2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015 – 2019;
7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 12/Kpts/KN.210/K/02/2016 tentang
Pedoman Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Tahun 2016;
8. Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2015 – 2019
b. GambaranUmum
Pemantapan ketahanan pangan dicirikan dengan kemampuan setiap warga
mengkonsumsi pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, bergizi, aman, beragam
serta terjangkau. Untuk itu, pengembangan konsumsi pangan dilakukan dengan
berbasis pada keanekaragaman baik sumber bahan pangan maupun kelembagaan dan
budaya lokal.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu memiliki fisik yang tangguh,
mental yang kuat, kesehatan yang prima serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan
bahwa kualitas SDM sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, yang secara
langsung ditentukan oleh faktor konsumsi pangan dan daya tahan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Secara tidak langsung, status gizi dipengaruhi pula oleh pola asuh,
ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi budaya dan politik.
Pemanfaatan umbi-umbian yang masih rendah khususnya sebagai sumber
pangan karbohidrat non-beras ikut dipicu oleh persepsi yang berlaku umum di
masyarakat, yaitu “belum makan kalau belum makan nasi”. Disamping itu
sebagian masyarakat beranggapan kalau mengkonsumsi umbi-umbian, jagung atau
sagu dianggap inferior (makanan orang miskin). Padahal tidak demikian halnya,
karena sumbangan energi yang dihasilkan oleh kelompok umbi-umbian tersebut
setara dengan energi yang dihasilkan oleh nasi. Sebagai perbandingan kalori 100 gram
nasi setara dengan 100 gram singkong atau 50 gram jagung atau 200 gram kentang
atau 50 gram sagu atau 150 gram ubi.
Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan
atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan
aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk
mendukung hidup yang sehat, aktif dan produktif. Penganekaragaman konsumsi
pangan akan memberikan dorongan dan insentif pada penyediaan produk pangan yang
lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi, termasuk produk pangan yang berbasis
sumber daya lokal. Dari sisi aktivitas produksi, penganekaragaman konsumsi pangan
akan mendorong pengembangan berbagai sumber pangan, utamanya tanaman sumber
karbohidrat, protein dan zat gizi mikro serta ternak dan ikan sebagai sumber protein.
Selain itu akan dapat menumbuhkan beragam usaha pengolahan pangan usaha rumah
tangga, kecil, menengah bahkan usaha besar. Aktivitas ekonomi pangan saat ini dapat
meminimalkan resiko usaha pola monokultur, meredam gejolak harga, mengurangi
gangguan kehidupan biota di suatu kawasan, meningkatkan pendapatan petani dan
menunjang pelestarian sumber daya alam.
Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pada Tahun 2009
tentang “Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal”. Melalui kebijakan ini diharapkan mampu memberikan daya
ungkit yang kuat bagi penyediaan dan permintaan aneka ragam pangan secara nyata,
yang secara simultan dapat mendorong terwujudnya penyediaan aneka ragam pangan
yang berbasis pada potensi sumber daya lokal. Selain itu, sebagai tindak lanjut dari
kebijakan tersebut telah diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Kepmentan) No. 12
Tahun 2016 tentang “Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan”. Implementasi kebijakan tersebut pada tahun 2016 diwujudkan melalui
“Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP)/Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari” bagi kelompok wanita
terutama kelompok dasawisma PKK, siswa SD/MI dan usaha mikro bidang pangan
dalam pengembangan pangan lokal melalui tepung-tepungan. Selain itu, kegiatan ini
berpotensi untuk membuka kesempatan kerja bagi penduduk.
2. Penerima Manfaat
Penerima manfaat kegiatan Pemberdayaan Pekarangan Pangan adalah
Kelompok Wanita Tani di lingkup wilayah program di 122 desa yang tersebar di
Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Bima, Sumbawa,
Dompu, Sumbawa Barat.