BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan
terhadap kesusilaan atau moral dan melawan hukum. Dalam
praktiknya, prostitusi tersebar luas, ditoleransi, dan diatur.
Pelacuran adalah praktik prostitusi yang paling tampak,
seringkali diwujudkan dalam kompleks pelacuran Indonesia yang
juga dikenal dengan nama “lokalisasi”, serta dapat ditemukan
diseluruh negeri. Praktik prostitusi merupakan salah satu bentuk
penyimpangan sosial yang dilakukan oleh masyarakat sejak
zaman dahulu sampai sekarang. Praktik yang dilakukan di
tempat lokalisasi biasanya berada jauh dari pemukiman warga,
dengan pertimbangan agar tidak mudah diakses. Selain itu,
dikarenakan warga pada umumnya keberatan jika ada tempat
lokalisasi yang didirikan di lingkungannya. Kecenderungan ini
didasarkan pada kuatnya rasa malu dan kemungkinan timbulnya
dampak negatif terhadap perkembagan jiwa anak-anak di sekitar
lingkungan lokalisasi, cukup beralasan jika tempat lokalisasi
dalam pandangan masyarakat umum selalu dipahami sekedar
sebagai tempat mangkal resmi pekerja seks komersial (PSK).
Di Jakarta, pemerintah DKI Jakarta telah menempuh
berbagai upaya untuk mengatasi masalah pelacuran dan akibat
yang ditimbulkannya, diantaranya dengan sering mengadakan
razia oleh trantib untuk menangkap dan kemudian memberi
pengarahan kepada para pelacur jalanan, namun cara itu tidak
efektif menekan perkembangan prostitusi.
Proses penyidikan seringkali menemukan berbagai macam
masalah yang menimbulkan terhambatnya penyelesaian
perkara. Berbagai persoalan menjadi penyebab dalam, hal ini
seperti peran penyidik yang kurang optimal dalam
menyelesaikan perkara yang ditangani oleh Ditipidum Bareskrim
2
b. Pokok Persoalan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
diatas maka dapat diformulasikan beberapa pokok persoalan
sebagai berikut :
1) Bagaimana sumber daya manusia Ditipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam rangka
mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang
kondusif belum optimal?
2) Bagimana sarana dan prasarana Ditipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam rangka
mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang
kondusif belum memadai?
3) Metode yang digunakan dalam penanganan prostitusi
dalam rangka mendukung pemerintah provinsi DKI
Jakarta yang kondusif belum efektif?
3. Ruang Lingkup
Berdasarkan pokok masalah dan pokok persoalan di atas,
untuk membatasi karya tulis terapan ini maka ruang lingkup
dibatasi sebagai berikut:
a. Yang menjadi objek utama dalam tulisan ini adalah
personel Dittipidum Bareskrim Polri pengemban tugas
penanggulangan prostitusi.
b. Jenis tugas Polri yang menjadi bahasan utama adalah
tugas penanggulangan prostitusi khususnya di DKI
4
Jakarta.
4. Dasar Penulisan
a. Keputusan Kapolri Nomor: KEP/2463/XII/2020, tanggal 22
Desember 2020 tentang Program Pendidikan dan
Pelatihan Polri T.A. 2021;
b. Surat Keputusan Kalemdiklat Polri Nomor: KEP/50/II /2021,
tanggal 17 Februari 2021 Tentang Kurikulum Sekolah
Inspektur Polisi T.A. 2021;
c. Surat Perintah Kasetukpa Lemdiklat Polri Nomor:
SPRIN/285/XI/KEP/2020, tanggal 23 November 2020
tentang Team Revisi Modul MP. Karya Tulis Terapan Bagi
Serdik SIP Angkatan Ke-50 T.A. 2021;
d. Program Kerja Setukpa Lemdiklat Polri T.A. 2021;
e. Surat Perintah Kasetukpa Lemdiklat Polri Nomor:
SPRIN/95/III/DIK.2.2./2021, tanggal 31 Maret 2021,
tentang Penunjukkan Personel Setukpa Lemdiklat Polri
Sebagai Pembimbing Karya Tulis Terapan Sekolah
Inspektur Polisi (SIP) Angkatan Ke – 50 T.A.2021.
b. Tujuan
1). Untuk mendeskripsikan peran Dit Tipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam mendukung
pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kondusif.
2). Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan penanganan prostitusidi
DKI Jakarta oleh Dittipidum Bareskrim Polri.
3). Untuk mendeskripsikan kondisi ideal pelaksanaan
penanganan prostitusidi DKI Jakarta oleh Dittipidum
Bareskrim Polri.
4). Memformulasikan upaya optimalisasi peran Dit
Tipidum Bareskrim Polri guna penanganan prostitusi
dalam rangka mendukung pemerintah Provinsi DKI
Jakarta yang kondusif..
2) Pendekatan
Pendekatan dalam penulisan Karya Tulis Terapan ini
adalah melalui pendekatan manajerial tugas Polri.
7. Sistematika
Dalam penulisan Karya Tulis Terapan ini di susun dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab yang berisi latar belakang, permasalahan
6
8. Pengertian-Pengertian
a. Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
berasal dari kata optimal yang berarti terbaik atau tertinggi,
sedangkan menurut Yuwono dan Abdullah
(library.binus.ac.id), Optimalisasi adalah mencari alternatif
dengan biyaya yang paling efektif atau kinerja dicapai
tertingggi menurut kendala yang diberikan, dengan
memaksimalkan faktor yang diinginkan dan meminimalkan
yang tidak diinginkan.
b. Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh
suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber
daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga non-fisik. Sumber
daya ada yang dapat berubah, baik menjadi semakin besar
maupun hilang, dan ada pula sumber daya yang
kekal. Wikipedia
c. Dit tipidum adalah unsur pelaksana utama Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) pada tingkat Markas
Besar yang dipimpin oleh Kepala Bareskrim (Kabareskrim
Polri) yang bertanggung jawab kepada Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Kabareskrim Polri bertugas membantu Kapolri dalam
membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana, pengawasan dan pengendalian
penyidikan, penyelenggaraan identifikasi, laboratorium
8
9. Landasan Umum
1) Teori Prostitusi
Secara etimonologi kata prostitusi berasal dari
bahasa latin yaitu “pro-stituere” artinya membiarkan
diri berbuat zina, melakukan persundalan,
pencabulan, dan pergendakan. Prostitusi juga dapat
diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat
menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum
untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual
dengan mendapatkan imbalan sesuai dengan apa
yang diperjanjikan sebelumnya. Seseorang yang
menjual jasa seksual disebut WTS, yang kini kerap
disebut dengan istilah Pekerja Seks Komersial
(PSK).1
Prostitusi (pelacuran) secara umum adalah
praktik hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih
dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa
uang. Tiga unsur utama dalam praktik pelacuran
adalah: pembayaran, promiskuitas dan ketidakacuhan
emosional.2 Koentjoro:3 “yang menjelaskan bahwa
Pekerja Seks Komersial merupakan bagian dari
kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh
kepuasan dari bermacam-macam orang yang
1
Drs. H. Kondar Siregar, MA, 2015, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan Tindak
Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra Handalan. Hal. 3.
2
Bagong Suyanto, 2010, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hlm. 159-
160
3
Koentjoro, 2004, On the Spot: Tutur Dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: Tinta, Hlm. 36.
melibatkan beberapa pria dilakukan demi uang dan
dijadikan sebagai sumber pendapatan.” Paul
Moedikdo Moeliono4: “prostitusi adalah penyerahan
badan wanita dengan menerima bayaran, guna
pemuasan nafsu seksual orang-orang itu.”
2) Teori Pembinaan
Kegiatan pembinaan dalam rangka
pengembangan organisasi yang menyangkut dua
pokok yang tidak dapat dipisahkan. Kedua hal
tersebut adalah menyangkut pengembangan dan
pelembagaan organisasi sehingga berjalan optimal
serta kegiatan pengarahan organisasi dalam
menjalankan usaha organisasi.5 Yang dimaksud
dengan pembinaan adalah segala sesuatu tindakan
yang berhubungan langsung dengan perencanaan,
penyusunan, pembangunan, pengembangan,
pengarahan, penggunaan serta pengendalian segala
sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. 6
Pembinaan adalah suatu proses atau
pengembangan yang mencakup urutanurutan
pengertian diawali dengan mendirikan, membutuhkan,
dan mengembangkannya. Pembinaan tersebut
menyangkut kegiatan perencanaan, dan pengawasan
suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang
maksimal.7
4
Yesmil Anwar dan Andang, 2013, Kriminologi, Bandung: PT. Refika Aditama, Hlm. 363.
5
Supratikno. 2001. Pembinaan Organisasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal. 83.
6
Musanef. 2010. Manajemen Kepegawaian. Jakarta : PT Perca. Rudi. Hal. 11.
7
Wijaya. 2000. Manajemen Organisasi. Jakarta : Rajawali Press. Hal. 14.
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
organisasi. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan
peluang (opportunities), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan
ancaman (threats).
Analisa SWOT dalam penulisan ini, dipakai
dalam memformulasikan serta sebagai bahan penulis
untuk mengkombinasikan strategi apa yang harus
dirangkai oleh penulis yang didapat dari analisa dari
faktor-faktor yang mempengaruhi yang meliputi faktor
internal dan eksternal, yaitu dengan menformulasikan
bagaimana temuan strategi dari kombinasi kekuatan
dan peluang yang dimiliki, adanya kelemahan dan
peluang, dan kekuatan dan ancaman yang ada serta
seberapa besar kelemahan dan ancaman.
8
Sayuti Hasibuan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: pendekatan non sekuler.
Surakarta: Muhammadiyah University Press. Hal. 3.
9
Hadari Nawawi. 2003. Perencanaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Hal. 37.
mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan
perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan
prasarana serta sumber dana yang beriebihan, tetapi
tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal
kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan dengan
baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya
manusia merupakan kunci pokok yang harus
diperhatikan dengan segala kebutuhannya.
Organisasi yang memiliki visi ke depan akan
senantiasa memperhatikan pembinaan sumber daya
manusia yang menjadi asset organisasi dalam
melaksanakan program-program dalam rangka
merealisasikan tujuan dan mencapai visi misi
organisasi. Di samping itu tantangan dan perubahan
lingkungan juga menjadi factor yang turut
mendorong pentingnya pembinaan bagi anggota
organisasi.
BAB III
KONDISI SAAT INI
3. PAMA 53 29 24 -
4. BINTARA 53 27 18 8
Sumber: Subbagrenmin Dittipidum
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa masih
ada 70 personel atau 42% yang belum
melaksanakan Dikjur Reskrim. Dari 70
personel tersebut, 62 personel sudah
melaksanakan bermacam Dikjur lainnya
(Lantas, Binmas, Sabhara, dan lain-lain) di
kesatuan sebelumnya, sementara 8 personel
belum memiliki pendidikan kejuruan.
(6) Minimnya informasi pengetahuan tentang
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
kementrian baik dalam bidang yang berkaitan
dengan Prostitusi.
b) Keterampilan
(1) Kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh
masing-masing penyidik dikarenakan
lemahnya penguasaan undang-udang dalam
bidang Prostitusi.
(2) Kurang tepatnya landasan / dasar
pertimbangan yuridis teknis dalam
pelimpahan perkara atau penghentian
perkara.
(3) Ketrampilan bertanya penyidik dalam
membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
masih belum menyentuh akar permasalahan
yang sebenarnya terjadi.
(4) Ketrampilan penyidik dalam kecepatan
penyidikan masih belum sesuai dengan
perkara pidana yang ditangani oleh penyidik.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
a. Kekuatan (strenght)
1) Adanya piranti lunak yang mendukung baik dalam
pelaksanaan tugas polri secara umum, tugas
penyidikan dan manajemen Penyidikan.
2) Komitmen pimpinan yang memuat tentang peningkatan
penegakan hukum yang lebih profesional dan
berkeadilan.
3) Motivasi dari pimpinan kepada penyidik dalam
menangani tindak pidana dibidang Prostitusi.
4) Tersedianya penyidik atau Penyidik pembantu yang
profesional dan mumpuni dibidang penyidikan
b. Kelemahan (weakness)
b. Ancaman (threat)
2) Ketrampilan
a) Masing-masing personil mempunyai ketrampilan
( Inter Personal Skill).
b) Dalam pelimpahan berkas perkara kepada JPU
(Jaksa Penuntut Umum) atau penghentian
perkara sudah sesuai dengan landasan atau
dasar pertimbangan yuridis teknis.
c) Keterampilan penyidik dalam membuat Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) secara optimal dapat
menyentuh akar permasalahan sebenarnya.
d) Kemampuan penyidik dalam pempercepat
proses penyidikan tindak pidana dibidang
Prostitusi yang ditangani sudah sesuai dengan
ketentuan waktu penyidikan.
c. Metode
1) Penindakan
Tugas represif atau penindakan yang dilakukan
oleh Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri sudah
berpedoman kepada juklak (petunjuk pelaksanan) dan
juknis (petunjuk teknis) yang menjadi pegangan dalam
setiap melakukan penegakan hukum terhadap orang
atau barang yang tersangkut dalam perkara pidana
sesuai dengan KUHAP (Kitap Undang-Undang Hukum
Acara Pidana).
2) Pemeriksaan Dan Pemberkasan
Dalam mendapatkan keterangan tentang
peristiwa pidana di bidang Prostitusi, dilakukan
pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang berhubungan
dengan peristiwa pidana tersebut seperti tersangka,
korban, saksi, barang bukti, dan keterangan ahli. Hasil
pemeriksaan dituangkan dalam bentuk BAP (Berita
Acara Pemeriksaan). Diharapkan pemberkasan
perkara dilakukan untuk mengumpulkan semua
kelengkapan penyidikan, dan apakah sudah semuanya
dituangkan dalam berita acara terkait dengan tindak
pidana Prostitusi dan sesuai dengan Peraturan Kapolri
No. 14 Th.2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
3) Koordinasi Pengawasan Dan Pengendalian
Koordinasi dengan fungsi internal antara lain
Samapta, Lalu Lintas, dan Binmas, kemudian
koordinasi eksternal : Jaksa Penuntut Umum (JPU),
departemen perdagangan, perindustrian, BSN (Badan
Standardisasi Nasional), dan departemen lainnya
dikementrian berjalan dengan intensif dan
berkesinambungan.
BAB VI
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
17. Umum
Amanat dalam alinea keempat pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 tersebut merupakan konsekuensi hukum
yang mengharuskan pemerintah tidak hanya melaksanakan tugas
pemerintahan saja, melainkan juga kesejahteraan sosial melalui
pembangunan nasional. Selain itu juga merupakan landasan
pelindungan hukum kepada masyarakat, karena kata
“melindungi” mengandung asas perlindungan hukum bagi
segenap bangsa Indonesia untuk mencapai keadilan Pada
dasarnya, Indonesia telah berusaha mengantisipasi adanya
dampak tindak pidana dari prositusi, melalui tindakan baik secara
preventif, antisipasif maupun represif.
Tindak pidana kesusilaan prositusi ini semakin marak di
masyarakat dan banyak fenomena-fenomena yang terjadi dari
tindak pidana susila prositusi, khususnya DKI Jakarta. Proses
penegakan hukum di Indonesia sampai saat ini masih terus
dilakukan, khususnya dalam hal tindak pidana prositusi di provinsi
DKI Jakarta. Kerjasama antara aparat penegak hukum (Polisi)
dalam tindak pidana prositusi setiap harinya terus berlanjut.
2) Kualitas
a) Pengetahuan
(1) Mengikutsertakan penyidik dalam diklat
tentang ilmu kepolisian secara umum
maupun undang - undang tindak pidana
Prostitusi dan aturan lain untuk
meningkatkan wawasan.
(2) Mengikutsertakan Penyidik Ditipidum
Bareskrim Polri tentang penggunakan alat-
alat informasi dan teknologi.
(3) Mengikutsertakan personel Ditipidum
Bareskrim Polri dalam setiap kesempatan
pendidikan kejuruan dasar maupun lanjutan
yang diselenggarakan baik di SPN (Sekolah
Polisi Negara) maupun di Pusdik Reskrim
Megamendung untuk dapat menguasai dan
menjabarkan ilmu-ilmu khusus berkaitan
penyidikan tindak pidana.
(4) Melaksanakan program wajib baca bagi
penyidik berkaitan dengan undang-undang
tindak pidana Prostitusi;
(5) Menyiapkan juklak (petunjuk pelaksanaan)
dan juknis (petunjuk teknis) tentang
penyelidikan dan penyidikan pada setiap
pemeriksaan.
b) Keterampilan
(1) Melakukan pelatihan-pelatihan penyelidikan
dan penyidikan untuk meningkatkan
ketrampilan Penyidik Ditipidum Bareskrim
Polri.
(2) Mengontrol dan mengevaluasi setiap
pelimpahan perkara atau penghentian
perkara apakah sudah tepat sesuai
landasan atau dasar pertimbangan yuridis
teknis atau belum.
(3) Melakukan latihan pemeriksaa kepada
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri untuk
dapat diketahui apakah pertanyaan yang
diajukan sudah menyentuh akar
permasalahan yang sebenarnya dan sesuai
apa yang dimaksud dalam undang-undang
yang disangkakan.
(4) Membuat buku kontrol berkas perkara untuk
mengetahui kecepatan penyidik dalam
melakukan pemeriksaan dan pemberkasan.
1) Penindakan.
Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam setiap tindakan penyidikan tindak pidana
Prostitusi di Ditipidum Bareskrim Polri dengan
berpedoman kepada juklak (petunjuk pelaksanaan)
dan juknis (petunjuk teknis) yang menjadi pegangan
dalam setiap melakukan penegakan hukum terhadap
orang atau barang yang tersangkut dalam tindak
pidana Prostitusi.
19. Kesimpulan
a. Sumber daya manusia Dittipidum Bareskrim Polri guna
penanganan prostitusi dalam rangka mendukung pemerintah
provinsi DKI Jakarta yang kondusif saat ini belum optimal. Hal
ini terlihat dari segi kuantitas dan kualitasnya yaitu berupa
pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill) dan perilaku
(attitude) yang masih belum optimal dalam mendukung
kerjasama dengan lintas sektoral terkait dengan perubahan
mindset dan culture set. Berdasarkan pada kondisi tersebut,
maka perlu dilakukan upaya pemecahan masalah antara lain
melaksanakan pendidikan dan kejuruan serta program
peningkatan kemampuan, pembinaan untuk personel
Dittipidum Bareskrim Polri.
b. Anggaran, sarana dan prasarana masih terdapat kekurangan
yaitu masih kurangnya anggaran yang tidak mencukupi
hingga akhir tahun serta proses turunnya anggaran yang
lama, belum adanya komputer untuk setiap penyidik, belum
adanya kendaraan dinas R2 dan R4, tidak adanya telepon
dinas, dan tidak adanya ruang penyimpanan arsip. Hal ini
dapat di atasi dengan mewajibkan setiap penyidik untuk
memiliki komputer, memanfaatkan kendaran pribadi,
memanfaatkan Hp pribadi dan memaksimalkan penyimpanan
arsip yang ada.
c. Sistem dan metode yang digunakan Dittipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam rangka mendukung
pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kondusif saat ini belum
optimal. Oleh karena itu perlunya upaya pemecahan masalah
dengan cara : Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam setiap tindakan penyidikan tindak pidana Prostitusi di
Ditipidum Bareskrim Polri dengan berpedoman kepada juklak
(petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) yang
menjadi pegangan dalam setiap melakukan penegakan
hukum terhadap orang atau barang yang tersangkut dalam
tindak pidana Prostitusi; Mengarahkan kepada Penyidik
Ditipidum Bareskrim Polri agar dalam melakukan pemeriksaan
dan pemberkasan terhadap pihak-pihak yang berhubungan
dengan peristiwa tindak pidana Prostitusi baik itu tersangka,
korban, saksi-saksi, keterangan ahli dan barang bukti harus
mengacu pada pedoman adiminstrasi penyidikan; Melakukan
analisa dan evaluasi atau gelar perkara dengan melibatkan
fungsi internal antara lain propam, ahli, kasiwas, dan kasubag
hukum, selain itu juga meningkatkan koordinasi eksternal
dengan jaksa Penuntut Umum (JPU) atau instansi terkait
lainnya dibidang tindak pidana Prostitusi.
20. Saran
Dari Permasalahan yang dihadapi Penyidik Ditipidum
Bareskrim Polri guna penanganan Prostitusi dalam rangka
mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kondusif, maka
penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut :
a. Dirtipidum meminta penambahan jumlah personil anggota
Polri yang berdinas di Ditipidum Bareskrim Polri sehingga
memenuhi DSP (Daftar Susunan Personil) sebagaimana
seharusnya.
b. Dirtipidum meminta kepada Kabareskrim Polri untuk
menambahkan anggaran lidik/sidik sesuai perkara yang
ditangani, serta penambahan sarana dan prasarana sesuai
kebutuhan dan perkembangan jaman.
b. Para Kasubdit melalui Kasubbagrenmin mengikutsertakan
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri dalam diklat tentang ilmu
kepolisian secara umum, penggunaan alat informasi
teknologi, kejuruan dasar maupun pendidikan pengembangan
spesialis sehingga dapat menguasai dan menjabarkan ilmu-
ilmu khusus yang berkaitan dengan tindak pidana Prostitusi.
c. Para Kasubdit membuat Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam setiap tindakan penyidik dengan berpedoman kepada
juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis)
yang menjadi pegangan dalam setiap melakukan penegakan
hukum terhadap orang atau barang yang tersangkut dalam
perkara pidana Prostitusi.
DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto, 2010, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Drs. H. Kondar Siregar, MA, 2015, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan
Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra
Handalan.
Hadari Nawawi. 2003. Perencanaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Koentjoro, 2004, On the Spot: Tutur Dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: Tinta.
Sayuti Hasibuan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: pendekatan non sekuler.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Yesmil Anwar dan Andang, 2013, Kriminologi, Bandung: PT. Refika Aditama
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
YANG MEMBUAT