Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan
terhadap kesusilaan atau moral dan melawan hukum. Dalam
praktiknya, prostitusi tersebar luas, ditoleransi, dan diatur.
Pelacuran adalah praktik prostitusi yang paling tampak,
seringkali diwujudkan dalam kompleks pelacuran Indonesia yang
juga dikenal dengan nama “lokalisasi”, serta dapat ditemukan
diseluruh negeri. Praktik prostitusi merupakan salah satu bentuk
penyimpangan sosial yang dilakukan oleh masyarakat sejak
zaman dahulu sampai sekarang. Praktik yang dilakukan di
tempat lokalisasi biasanya berada jauh dari pemukiman warga,
dengan pertimbangan agar tidak mudah diakses. Selain itu,
dikarenakan warga pada umumnya keberatan jika ada tempat
lokalisasi yang didirikan di lingkungannya. Kecenderungan ini
didasarkan pada kuatnya rasa malu dan kemungkinan timbulnya
dampak negatif terhadap perkembagan jiwa anak-anak di sekitar
lingkungan lokalisasi, cukup beralasan jika tempat lokalisasi
dalam pandangan masyarakat umum selalu dipahami sekedar
sebagai tempat mangkal resmi pekerja seks komersial (PSK).
Di Jakarta, pemerintah DKI Jakarta telah menempuh
berbagai upaya untuk mengatasi masalah pelacuran dan akibat
yang ditimbulkannya, diantaranya dengan sering mengadakan
razia oleh trantib untuk menangkap dan kemudian memberi
pengarahan kepada para pelacur jalanan, namun cara itu tidak
efektif menekan perkembangan prostitusi.
Proses penyidikan seringkali menemukan berbagai macam
masalah yang menimbulkan terhambatnya penyelesaian
perkara. Berbagai persoalan menjadi penyebab dalam, hal ini
seperti peran penyidik yang kurang optimal dalam
menyelesaikan perkara yang ditangani oleh Ditipidum Bareskrim
2

Polri, sehingga hasil penyidikan kurang berkualitas dan bahkan


terdapat kekurangan disana-sini dalam proses penyidikan, atau
lambatnya proses penyidikan di Ditipidum Bareskrim Polri.
Dengan melihat proses penyelesaian perkara yang dilakukan
oleh penyidik, dimana perkara-perkara yang ditangani cukup
beraneka ragam dengan tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga
kesemuanya itu butuh keahlian, kesabaran, ketrampilan,
ketelitian, dan peran yang optimal dari penyidik, sehingga
mampu melaksanakan proses penyelesaian perkara secara
profesional dan proporsional. Namun demikian kondisi ini belum
dapat terwujud dikarenakan peran serta penyidik dalam
menyelesaikan perkara di Ditipidum Bareskrim Polri belum
optimal.
Adapun usaha peningkatan kemampuan, kecakapan, dan
kemahiran dari seluruh aparat penegak hukum masih perlu
dikembangkan lebih lanjut, dalam hal ini menyangkut peran
sumber daya Ditipidum Bareskrim Polri sebagai ujung tombak
penegakan hukum yang profesional dan proporsional,
merupakan persyaratan terwujudnya supremasi hukum dan
menjadi sorotan publik serta menentukan wajah hukum dan
perkembangan demokrasi di negeri ini. Profesionalisme menjadi
tuntutan utama dalam rangka aktifitas represif karena
menyangkut hak asasi seseorang, kelompok, maupun institusi,
sehingga semakin profesional penyidik akan semakin
meminimalisir akses negatif yang ditimbulkan. Inilah yang
mendasari penulis menulis Karya Tulis Terapan berjudul
“Optimalisasi Sumber Daya Dit Tipidum Bareskrim Polri Guna
Penanganan Prostitusi Dalam Rangka Mendukung Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta Yang Kondusif.
3

2. Permasalahan dan Persoalan


a. Pokok Permasalahan
Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan di
atas, permasalahan yang diuraikan dirumuskan
mengangkat permasalahan belum optimalnya sumber daya
Dit Tipidum Bareskrim Polri guna penanganan prostitusi
dalam rangka mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta
yang kondusif.

b. Pokok Persoalan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
diatas maka dapat diformulasikan beberapa pokok persoalan
sebagai berikut :
1) Bagaimana sumber daya manusia Ditipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam rangka
mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang
kondusif belum optimal?
2) Bagimana sarana dan prasarana Ditipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam rangka
mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang
kondusif belum memadai?
3) Metode yang digunakan dalam penanganan prostitusi
dalam rangka mendukung pemerintah provinsi DKI
Jakarta yang kondusif belum efektif?

3. Ruang Lingkup
Berdasarkan pokok masalah dan pokok persoalan di atas,
untuk membatasi karya tulis terapan ini maka ruang lingkup
dibatasi sebagai berikut:
a. Yang menjadi objek utama dalam tulisan ini adalah
personel Dittipidum Bareskrim Polri pengemban tugas
penanggulangan prostitusi.
b. Jenis tugas Polri yang menjadi bahasan utama adalah
tugas penanggulangan prostitusi khususnya di DKI
4

Jakarta.
4. Dasar Penulisan
a. Keputusan Kapolri Nomor: KEP/2463/XII/2020, tanggal 22
Desember 2020 tentang Program Pendidikan dan
Pelatihan Polri T.A. 2021;
b. Surat Keputusan Kalemdiklat Polri Nomor: KEP/50/II /2021,
tanggal 17 Februari 2021 Tentang Kurikulum Sekolah
Inspektur Polisi T.A. 2021;
c. Surat Perintah Kasetukpa Lemdiklat Polri Nomor:
SPRIN/285/XI/KEP/2020, tanggal 23 November 2020
tentang Team Revisi Modul MP. Karya Tulis Terapan Bagi
Serdik SIP Angkatan Ke-50 T.A. 2021;
d. Program Kerja Setukpa Lemdiklat Polri T.A. 2021;
e. Surat Perintah Kasetukpa Lemdiklat Polri Nomor:
SPRIN/95/III/DIK.2.2./2021, tanggal 31 Maret 2021,
tentang Penunjukkan Personel Setukpa Lemdiklat Polri
Sebagai Pembimbing Karya Tulis Terapan Sekolah
Inspektur Polisi (SIP) Angkatan Ke – 50 T.A.2021.

5. Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Adapun maksud dari penulisan karya tulis terapan ini
adalah sebagai tugas akhir untuk memenuhi persyaratan
kelulusan Sekolah Inspektur Polisi SIP Angkatan ke 50
TA 2021, untuk mencapai first line supervisor manfaat yang
didapat dari hasil penulisan ini adalah untuk menambah
pengetahuan bagi aparat kepolisian pada umumnya dan
peserta didik khususnya optimalisasi sumber daya
Dittipidum Bareskrim Polri guna penanganan prostitusi
dalam rangka mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta
yang kondusif.
5

b. Tujuan
1). Untuk mendeskripsikan peran Dit Tipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam mendukung
pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kondusif.
2). Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan penanganan prostitusidi
DKI Jakarta oleh Dittipidum Bareskrim Polri.
3). Untuk mendeskripsikan kondisi ideal pelaksanaan
penanganan prostitusidi DKI Jakarta oleh Dittipidum
Bareskrim Polri.
4). Memformulasikan upaya optimalisasi peran Dit
Tipidum Bareskrim Polri guna penanganan prostitusi
dalam rangka mendukung pemerintah Provinsi DKI
Jakarta yang kondusif..

6. Metode dan Pendekatan


1) Metode
Metode dalam penulisan ini adalah Deskriptif Analisis,
dengan menggambarkan keadaan yang sebenarnya
secara umum kemudian di analisa untuk mendapat
pemecahan.

2) Pendekatan
Pendekatan dalam penulisan Karya Tulis Terapan ini
adalah melalui pendekatan manajerial tugas Polri.

7. Sistematika
Dalam penulisan Karya Tulis Terapan ini di susun dengan
sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab yang berisi latar belakang, permasalahan
6

dan pokok-pokok persoalan, ruang lingkup, maksud dan tujuan,


pendekatan dan sistematika serta pengertian-pengertian.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KONSEP


Bab ini mengurai tentang landasan pemikiran umum dan
landasan operasional, mengenai optimalisasi sumber daya Dit
Tipidum Bareskrim Polri guna penanganan prostitusi dalam
mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kondusif.

BAB III KONDISI SAAT INI


Bab ini akan menggambarkan kondisi Umum dan kondisi
saat ini tentang optimalisasi sumber daya dit tipidum bareskrim
polri guna penanganan prostitusi dalam rangka mendukung
pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kondusif.

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Bab ini menjelaskan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan tugas penyidik Ditipidum Bareskrim
Polri dari internal berupa Kekuatan dan Kelemahan, maupun
eksternal berupa Peluang dan ancaman.

BAB V KONDISI YANG DIHARAPKAN


Bab ini akan membahas mengenai kondisi umum dan
kondisi yang diharapkan dari optimalisasi sumber daya Dit
Tipidum Bareskrim Polri guna penanganan prostitusi dalam
rangka mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang
kondusif. dengan menggunakan perspektif sumber daya
manusia, ketersediaan sarana serta prasarana, dan metode
yang digunakan. Kondisi ideal ditentukan dari hasil analisa
berdasarkan teori yang ada.

BAB VI UPAYA PEMECAHAN MASALAH


Bab ini merupakan isi dari upaya optimalisasi sumber daya
7

Dit Tipidum Bareskrim Polri guna penanganan prostitusi dalam


mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kondusif.

BAB VII PENUTUP


Bab ini terdiri dari kesimpulan atas penjelasan yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan diakhiri dengan saran
dan rekomendasi.

8. Pengertian-Pengertian
a. Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
berasal dari kata optimal yang berarti terbaik atau tertinggi,
sedangkan menurut Yuwono dan Abdullah
(library.binus.ac.id), Optimalisasi adalah mencari alternatif
dengan biyaya yang paling efektif atau kinerja dicapai
tertingggi menurut kendala yang diberikan, dengan
memaksimalkan faktor yang diinginkan dan meminimalkan
yang tidak diinginkan.
b. Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh
suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber
daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga non-fisik. Sumber
daya ada yang dapat berubah, baik menjadi semakin besar
maupun hilang, dan ada pula sumber daya yang
kekal. Wikipedia
c. Dit tipidum adalah unsur pelaksana utama Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) pada tingkat Markas
Besar yang dipimpin oleh Kepala Bareskrim (Kabareskrim
Polri) yang bertanggung jawab kepada Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Kabareskrim Polri bertugas membantu Kapolri dalam
membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana, pengawasan dan pengendalian
penyidikan, penyelenggaraan identifikasi, laboratorium
8

forensik dalam rangka penegakan hukum serta


pengelolaan informasi kriminal nasional.
d. Badan Reserse Kriminal Polri adalah unsur pelaksana
utama Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tingkat
Markas Besar yang dipimpin oleh Kepala Bareskrim yang
bertanggung jawab kepada Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Wikipedia
e. Guna Definisi/arti kata 'guna' di Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah n 1 faedah; manfaat:
f. Penanganan Makna penanganan di KBBI adalah: proses,
cara, perbuatan menangani; penggarapan.
g. Prostitusi Definisi/arti kata 'prostitusi' di Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah n pertukaran hubungan
seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi .
h. Provinsi DKI Jakarta adalah ibu kota negara dan kota
terbesar di Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya
kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi.
Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut Pulau
Jawa. Wikipedia
i. Kondusif Suatu situasi atau kondisi yang mendukung
terlaksananya sesuatu hal, atau situasi yang mengarahkan
kemungkinan terjadinya sesuatu sesuai yang diinginkan
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN

Dalam penulisan Karya Tulis Terapan ini dibutuhkan teori-


teori sebagai alat analisis yang digunakan disesuaikan dengan
pokok bahasan.

9. Landasan Umum
1) Teori Prostitusi
Secara etimonologi kata prostitusi berasal dari
bahasa latin yaitu “pro-stituere” artinya membiarkan
diri berbuat zina, melakukan persundalan,
pencabulan, dan pergendakan. Prostitusi juga dapat
diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat
menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum
untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual
dengan mendapatkan imbalan sesuai dengan apa
yang diperjanjikan sebelumnya. Seseorang yang
menjual jasa seksual disebut WTS, yang kini kerap
disebut dengan istilah Pekerja Seks Komersial
(PSK).1
Prostitusi (pelacuran) secara umum adalah
praktik hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih
dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa
uang. Tiga unsur utama dalam praktik pelacuran
adalah: pembayaran, promiskuitas dan ketidakacuhan
emosional.2 Koentjoro:3 “yang menjelaskan bahwa
Pekerja Seks Komersial merupakan bagian dari
kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh
kepuasan dari bermacam-macam orang yang
1
Drs. H. Kondar Siregar, MA, 2015, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan Tindak
Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra Handalan. Hal. 3.
2
Bagong Suyanto, 2010, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hlm. 159-
160
3
Koentjoro, 2004, On the Spot: Tutur Dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: Tinta, Hlm. 36.
melibatkan beberapa pria dilakukan demi uang dan
dijadikan sebagai sumber pendapatan.” Paul
Moedikdo Moeliono4: “prostitusi adalah penyerahan
badan wanita dengan menerima bayaran, guna
pemuasan nafsu seksual orang-orang itu.”

2) Teori Pembinaan
Kegiatan pembinaan dalam rangka
pengembangan organisasi yang menyangkut dua
pokok yang tidak dapat dipisahkan. Kedua hal
tersebut adalah menyangkut pengembangan dan
pelembagaan organisasi sehingga berjalan optimal
serta kegiatan pengarahan organisasi dalam
menjalankan usaha organisasi.5 Yang dimaksud
dengan pembinaan adalah segala sesuatu tindakan
yang berhubungan langsung dengan perencanaan,
penyusunan, pembangunan, pengembangan,
pengarahan, penggunaan serta pengendalian segala
sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. 6
Pembinaan adalah suatu proses atau
pengembangan yang mencakup urutanurutan
pengertian diawali dengan mendirikan, membutuhkan,
dan mengembangkannya. Pembinaan tersebut
menyangkut kegiatan perencanaan, dan pengawasan
suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang
maksimal.7

10. Landasan Operasional


1) Teori Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai

4
Yesmil Anwar dan Andang, 2013, Kriminologi, Bandung: PT. Refika Aditama, Hlm. 363.
5
Supratikno. 2001. Pembinaan Organisasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal. 83.
6
Musanef. 2010. Manajemen Kepegawaian. Jakarta : PT Perca. Rudi. Hal. 11.
7
Wijaya. 2000. Manajemen Organisasi. Jakarta : Rajawali Press. Hal. 14.
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
organisasi. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan
peluang (opportunities), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan
ancaman (threats).
Analisa SWOT dalam penulisan ini, dipakai
dalam memformulasikan serta sebagai bahan penulis
untuk mengkombinasikan strategi apa yang harus
dirangkai oleh penulis yang didapat dari analisa dari
faktor-faktor yang mempengaruhi yang meliputi faktor
internal dan eksternal, yaitu dengan menformulasikan
bagaimana temuan strategi dari kombinasi kekuatan
dan peluang yang dimiliki, adanya kelemahan dan
peluang, dan kekuatan dan ancaman yang ada serta
seberapa besar kelemahan dan ancaman.

2) Teori Sumber Daya


Manusia merupakan komponen penting dalam
organisasi yang akan bergerak dan melakukan
aktifitas untuk mencapai tujuan. Keberhasilan suatu
organisasi ditentukan dari kualitas orang-orang yang
berada di dalamnya. SDM akan bekerja secara
optimal jika organisasi dapat mendukung kemajuan
karir mereka dengan melihat apa sebenarnya
kompetensi mereka. Biasanya, pengembangan SDM
berbasis kompetensi akan mempertinggi produktivitas
karyawan sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula
dan berujung pada puasnya pelanggan dan
organisasi akan diuntungkan. Sumber Daya Manusia
dapat didefinisikan sebagai semua manusia yang
terlibat di dalam suatu organisasi dalam
mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi
tersebut.8
Nawawi membagi pengertian SDM menjadi dua,
yaitu pengertian secara makro dan mikro. Pengertian
SDM secara makro adalah semua manusia sebagai
penduduk atau warga negara suatu negara atau
dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki
usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun belum
memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Dalam arti
mikro adalah manusia atau orang yang bekerja atau
menjadi anggota suatu organisasi yang disebut
personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja
dan lain-lain.9
Sumber daya yang paling penting bagi suatu
organisasi adalah orang yang memberikan kerja,
bakat, kreativitas, dan semangat kepada organisasi.
Oleh karena itu kesulitan sumberdaya manusia
merupakan sumber masalah dalam organisasi.
Konsekuensi dari hal ini adalah tersedianya sumber
daya manusia yang mempunyai kapasitas sebagai
perencana dan pelaksana program kegiatan.
Kapasitas ini ditentukan oleh kapabilitas, kompetensi
dan produktivitas kerja.
Kapabilitas sumber daya manusia yang
berorientasi pada pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skill) yang akan menentukan
berhasilnya seseorang menyeiesaikan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya secara optimal. Masalah
sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan
tumpuhan bagi perusahaan untuk tetap dapat
bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia

8
Sayuti Hasibuan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: pendekatan non sekuler.
Surakarta: Muhammadiyah University Press. Hal. 3.
9
Hadari Nawawi. 2003. Perencanaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Hal. 37.
mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan
perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan
prasarana serta sumber dana yang beriebihan, tetapi
tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal
kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan dengan
baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya
manusia merupakan kunci pokok yang harus
diperhatikan dengan segala kebutuhannya.
Organisasi yang memiliki visi ke depan akan
senantiasa memperhatikan pembinaan sumber daya
manusia yang menjadi asset organisasi dalam
melaksanakan program-program dalam rangka
merealisasikan tujuan dan mencapai visi misi
organisasi. Di samping itu tantangan dan perubahan
lingkungan juga menjadi factor yang turut
mendorong pentingnya pembinaan bagi anggota
organisasi.

3) Teori Penegakkan Hukum


Penegakan hukum adalah suatu kondisi dimana
berfungsinya aparat penegak hukum dalam
menjalankan kewenangannya masing-masing di
bidang penegakan hukum (integralitas fungsional).
Maka secara struktural, penegakan hukum
merupakan sistem operasional dari berbagai profesi
penegak hukum.
Penegakan hukum adalah proses yang dapat
menjamin kepastian hukum, ketertiban dan
perlindungan hukum dengan cara menjaga
keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara
moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di
dalam masyarakat beradab. Sebagai ebuah proses
kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk
masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan,
adalah merupakan keharusan untuk melihat
penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem
peradilan pidana. (Barda Nawawi, 1996:75).
Penegakan hukum pidana sebagai pelaksanaan
dari politik hukum pidana harus melewati beberapa
tahapan kebijakan yaitu:
1. Tahap Formulasi (Tahap Kebijakan Legislatif),
adalah tahap penegakan hukum pidana in
abstracto oleh badan pembuat Undang-Undang;
2. Tahap Aplikasi (Tahap kebijakan yudikatif),
adalah tahapan penegakan hukum pidana
(tahap penerapan hukum pidana) yang
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum mulai
dari Kepolisian hingga Pengadilan;
3. Tahap Eksekusi (Tahap kebijakan
eksekutif/administratif) Tahap eksekusi adalah
tahapan pelaksanaan penegakan hukum secara
konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam
tahap ini aparat pelaksana pidana memiliki tugas
menegakkan peraturan Perundang-undangan
Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-
Undang melalui Penerapan Pidana yang telah
ditetapkan oleh putusan Pengadilan. Dalam
melaksanakan pemidanaan yang telah
ditetapkan dalam Putusan Pengadilan, aparat
pelaksana pidana dalam melaksanakan
tugasnya berpedoman pada Peraturan
Perundang-undangan Pidana yang dibuat oleh
pembuat Undang-Undang dan nilai-nilai keadilan
suatu daya guna.

BAB III
KONDISI SAAT INI

11. Kondisi Umum


Salah satu faktor penyebab maraknya praktek prostitusi di
Jakarta dalam tiga lintas kekuasaan adalah kemiskinan. Kondisi
ekonomi penduduk pribumi pada masa kolonial umumnya dalam
keadaan subsisten, karena sebagian tanah mereka disewa untuk
ditanami tanaman komoditi eksport. Ketika pengaruh ekonomi uang
semakin kuat dan meluas di kalangan penduduk pedesaan yang
membawa mereka semakin jauh terlibat dalam ekonomi kapitalistik,
kondisi perekonomian penduduk Jakarta pada umumnya tetap
miskin dan bahkan semakin tidak menentu ketika terjadi depresi
ekonomi. Ketika depresi ekonomi memuncak, kondisi sosial dan
perekonomian penduduk Jakarta terguncang hebat karena banyak
buruh dan tenaga kerja kehilangan pekerjaan akibat banyak
perusahaan yang bangkrut, adanya pembatalan proyek-proyek
pemerintah akibat krisis tersebut, dan sebagainya, sehingga angka
pengangguran pun membengkak. Dengan kondisi sosial dan
perekonomian seperti itu tidaklah mengherankan jika aktivitas
prostitusi di Jakarta cenderung meningkat karena desakan
ekonomi.
Kondisi demikian juga di dukung oleh kenyataan bahwa
sebagian besar tenaga kerja dari luar Jakarta yang sebagian besar
kehilangan pekerjaan mereka di desa dan melakukan mobilitas ke
Jakarta adalah pria, sehingga tidak mengherankan apabila aktivitas
prostitusi kemudian cenderung meningkat.
Faktor lain yang turut memiliki andil besar bagi pesatnya
perkembangan prostitusi di Jakarta adalah tingginya arus
urbanisasi ke Jakarta. Memasuki masa awal kemerdekaan,
keberadaan, posisi, serta peran ibukota Jakarta memang
mempunyai arti sangat penting bagi bangsa dan negara
Indonesia. Kondisi perekonomian yang masih memprihatinkan
dan tingginya arus urbanisasi penduduk ke ibukota,
perkembangan ibukota menjadi bagian politik mercusuar yang
bertujuan membuat RI sebagai inti dari The New Emerging
Forces, mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk dengan
berbagai eksesnya, seperti kurangnya lapangan kerja,
pemukiman, pertanahan, dan masalah sosial dengan tingkat
kerawanan tinggi, termasuk perkembangan prostitusi.

12. Kondisi Saat Ini

a. Dukungan Sumber Daya Manusia Yang Dimiliki Oleh Penyidik


Ditipidum Bareskrim Polri.
1) Kuantitas Sumber Daya Manusia Yang Dimiliki Oleh
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri.
DAFTAR KEKUATAN PERSONEL
DITIPIDUM BARESKRIM POLRI
NO JABATAN RIIL DSP KET
Pimpinan (Dir, Wadir, Lebih
1. 21 7
Kasubdit, Anjak) 14
Staf (Subbagremnin & Lebih 4
2. 14 10
Subbag Ops)
Pimpinan Unit (AKBP/ Kurang
2. 50 75
Kompol) 25
3. Panit (Pama) 25 Kurang
100
4. BOP (Pama) 25 50
5. Banit (Bintara) 25 Kurang
6. BAP (Bintara) 100
25 50
5. PNS Kurang
15 29
14
Sumber data : Subbagrenmin Dittipidum

Bila dilihat dari tabel diatas maka dari segi kuantitas


jumlah personel Ditipidum Bareskrim Polri tidak sesuai
dengan DSP (Daftar Susunan Personil) dimana terdapat
kekurangan jumlah personil sebanyak 107 personel Polri
dan 14 orang PNS Polri.
2) Kualitas Sumber Daya Manusia Yang Dimiliki Oleh
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri.
Dilihat dari kondisi saat ini kompetensi atau
dukungan SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki
oleh penyidik Ditipidum Bareskrim Polri belum optimal
ditinjau dari aspek.
a) Pengetahuan
(1) Masih ada beberapa penyidik yang belum
mengikuti peraturan bahwa Pendidikan umum
penyidik minimal S1 (sarjana). Data
Pendidikan umum personel Dittipidum pada
Juli 2021 dapat dilihat dalam tabel berikut :
PENDIDIKAN
NO PANGKAT JMLH
SMA S1 S2 S3
1. PATI 1 - - 1 -
2. PAMEN 58 - 21 29 8
3. PAMA 53 4 27 19 3
4. BINTARA 53 17 24 12 -
Sumber: Subbagrenmin Dittipidum
Dari tabel di atas diketahui bahwa masih ada
21 personel atau 12,6% yang berlatar
Pendidikan umum SMA. Seiring
berkembangannya modus kejahatan menjadi
lebih “cerdas”, maka hal ini menjadi masalah
yang cukup serius untuk segera diperbaiki.
(2) Kurangnya wawasan penyidik tentang tindak
pidana Prostitusi.
(2) Minimnya pengetahuan dan pengalaman
personil Ditipidum Bareskrim Polri tentang
penggunakan alat-alat informasi dan
teknologi.
(3) Minimnya penguasaan dan penjabaran ilmu-
ilmu yang berkaitan dengan penyidikan dalam
proses pemeriksaan perkara di bidang
Prostitusi.
(4) Minimnya penguasaan terhadap Undang-
Undang tentang tindak pidana yang ada di
bidang Prostitusi.
(5) Minimnya penerapan juklak (petunjuk
pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis)
tentang penyelidikan dan penyidikan terhadap
perkara, dikarenakan masih ada penyidik
yang belum melaksanakan Pendidikan
kejuruan dasar Reskrim, khususnya personel
Pama dan Bintara yang menjadi ujung tombak
dalam penyelidikan dan penyidikan perkara.
Data pada Juli 2021 dapat dilihat dalam tabel
berikut:
DIKJUR
NO PANGKAT JMLH
RESKRIM LAINNYA BELUM
1. PATI 1 1 - -
2. PAMEN 58 38 20 -

3. PAMA 53 29 24 -
4. BINTARA 53 27 18 8
Sumber: Subbagrenmin Dittipidum
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa masih
ada 70 personel atau 42% yang belum
melaksanakan Dikjur Reskrim. Dari 70
personel tersebut, 62 personel sudah
melaksanakan bermacam Dikjur lainnya
(Lantas, Binmas, Sabhara, dan lain-lain) di
kesatuan sebelumnya, sementara 8 personel
belum memiliki pendidikan kejuruan.
(6) Minimnya informasi pengetahuan tentang
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
kementrian baik dalam bidang yang berkaitan
dengan Prostitusi.
b) Keterampilan
(1) Kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh
masing-masing penyidik dikarenakan
lemahnya penguasaan undang-udang dalam
bidang Prostitusi.
(2) Kurang tepatnya landasan / dasar
pertimbangan yuridis teknis dalam
pelimpahan perkara atau penghentian
perkara.
(3) Ketrampilan bertanya penyidik dalam
membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
masih belum menyentuh akar permasalahan
yang sebenarnya terjadi.
(4) Ketrampilan penyidik dalam kecepatan
penyidikan masih belum sesuai dengan
perkara pidana yang ditangani oleh penyidik.

c) Sikap Dan Perilaku


(1) Masih ada penyidik yang menggunakan
paradigma lama yang berbasis kekuatan dan
kekuasaan.
(2) Sikap penyidik yang tidak terpuji karena
melanggar etika penyidikan belum
sepenuhnya dapat diminimalisir.
(3) Masih sering melakukan tindakan
penyalahgunaan wewenang dengan maksud
dan tujuan tertentu demi kepentingan pribadi,
seperti menyelesaikan kasus dibawa tangan
dan melakukan pemerasan terhadap pihak-
pihak yang berperkara.
(4) Memainkan pasal yang disangkakan serta
beberapa perilaku yang tidak boleh dilakukan
penyidik dalam penanganan tindak pidana di
bidang Indagsi.serta menganggap sepele
tentang kelengkapan administrasi penyidikan
dan lain sebagainya.
(4) Mudah merasa puas terhadap aturan-aturan
yang dikuasai, sedangkan peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh kementrian
perdagangan, perindustrian, dan BSN (Badan
Standardisasi Nasional) selalu berubah
secara dinamis dalam kurun waktu yang
cukup singkat dan juga terus bertambah
jumlahnya mengikuti perkembangan
kebutuhan masyarakat akan barang.

b. Metode Penyidikan Yang Digunakan Oleh Ditipidum


Bareskrim Polri Belum Sesuai Dengan SOP (Standar
Oprasional Prosedur)
1) Penindakan
Tugas represif atau penindakan yang dilakukan
oleh Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri belum
berpedoman kepada juklak (petunjuk pelaksaan) dan
juknis (petunjuk teknis) yang menjadi pegangan dalam
setiap melakukan penegakan hukum terhadap orang
atau barang yang tersangkut dalam tindak pidana
Prostitusi, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya
komplain dalam proses penyidikan tersebut.

2). Pemeriksaan Dan Pemberkasan


Dalam mendapatkan keterangan tentang peristiwa
tindak pidana Prostitusi dilakukan pemeriksaan terhadap
pihak-pihak yang berhubungan dengan peristiwa pidana
tersebut seperti tersangka, saksi, dan barang bukti. Hasil
pemeriksaan dituangkan dalam bentuk BAP (Berita
Acara Pemeriksaan). Pemberkasan perkara dilakukan
untuk mengumpulkan semua kelengkapan penyidikan,
tetapi dalam pemberkasan berkas perkara tersebut
belum mencakup semua bukti yang diperlukan dalam
proses penyidikan misalnya tentang keterangan ahli,
bukti surat, maupun bukti-bukti yang lainnya terkait
tindak pidana yang ditangani.

3). Koordinasi Pengawasan dan Pengendalian


Koordinasi belum berjalan dengan fungsi internal
antara lain Samapta, Intel, dan Binmas dengan indikator
ketidak hadiran pada saat pelaksaan gelar perkara yang
dilakukan oleh penyidik, kemudian koordinasi eksternal :
Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan pihak kementrian
sebagai ahli dalam bidang perdagangan, perindustrian,
BSN (Badan Standardisasi Nasional), dan bidang yang
lainnya belum berjalan intensif, karena koordinasi itu
dilakukan hanya pada saat insidentil atau hanya pada
saat penanganan perkara, tetapi bukan merupakan
komunikasi yang sifatnya intensif berupa saling
mengunjungi diluar penanganan perkara atau
mengadakan rapat-rapat koordinasi yang dilakukan
secara rutin.

c. Sarana dan Prasarana


Kondisi sarana dan prasarana penyidik Dittipidum
Bareskrim Polri terdapat kekurangan antara lain :
NO PERALATAN JML KET
1. KENDARAAN R4 13 Pimpinan
2. KENDARAAN R2 22 Staf Pimp
3. KOMPUTER 50 Untuk 5
Subdit
4. TELEPON DINAS -
5. RUANG PENYIMPANAN ARSIP 7 Untuk 5
subdit
dan staf
SUMBER DATA : Subbagrenmin Dittipidum
1) Setiap penyidik dan penyidik pembantu belum
mempunyai komputer sehingga memperlambat
administrasi penyelidikan dan penyidikan perkara.
2) Setiap penyidik dan penyidik pembantu tidak mempunyai
Kendaraan R2 ataupun R4 dinas sehingga
memperlambat perjalanan dinas.
3) Belum tersedianya telephon dinas diruangan Dittipidum
Bareskrim Polri sehingga kurang lancarnya komunikasi
untuk menunjang kelancaran penyidikan perkara.
4) Belum tersedianya ruangan khusus untuk penyimpanan
arsip / berkas / dokumen yang memadai berkaitan
dengan penyidikan sehingga pengarsipan terhadap
berkas tidak teratur.

d. Aggaran Lidik Sidik


Anggaran penyelidikan dan penyidikan Dittipidum
Bareskrim Polri terdapat kekurangan. Hingga bulan Juli 2021,
data serap anggaran sebagai berikut :
NO JUMLAH SERAP WABKU
1. Total Anggaran : Rp. 8.883.982.000;- 100%
Rp. 13.410.125.000;- 66%
a Subdit I : Rp. 1.854.652.000;- 100&
Rp.2.633.425.000;- 70%
b Subdit II : Rp. 2.042.963.000;- 100%
Rp.2.633.425.000;- 77%
c Subdit III : Rp. 1.985.839.000;- 100%
Rp.2.633.425.000;- 75%
d. Subdit IV : Rp. 1.344.926.000;- 100%
Rp.2.633.425.000;- 51%
e Subdit V : Rp. 1.592.629.000 100%
Rp.2.633.425.000;- 60%
f. PPA & ABH: Rp. 63.000.000;- 100%
Rp. 243.000.000;- 25%
SUMBER DATA : Subbagrenmin Dittipidum

1) Di tengah pandemi Covid-19, hingga akhir bulan Juli


2021 anggaran telah terserap sebanyak 66%. Pada
situasi normal (sebelum pandemi), pada bulan
September-Oktober biasanya Dittipidum sudah
kekurangan anggaran, sehingga kinerja penyidik pada
akhir tahun cenderung melambat.
2) Proses pengajuan anggaran yang cukup lama mulai dari
Kanit, Kasubdit, Kaurtu, Juru Bayar, Wakil Direktur,
Direktur, hingga Kabareskrim, membuat proses
penyelidikan dan penyidikan terhambat, yakni menunggu
turunnya anggaran.

BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Dari berbagai substansi permasalahan yang telah dijelaskan


sebagaimana pada bab sebelumnya, maka selanjutnya akan dilakukan
analisis SWOT yaitu sebuah teori yang memberikan penilaian terhadap
kondisi berdasarkan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang
(opportunities) dan kendala (threat) yang ada.

13. Faktor Internal

a. Kekuatan (strenght)
1) Adanya piranti lunak yang mendukung baik dalam
pelaksanaan tugas polri secara umum, tugas
penyidikan dan manajemen Penyidikan.
2) Komitmen pimpinan yang memuat tentang peningkatan
penegakan hukum yang lebih profesional dan
berkeadilan.
3) Motivasi dari pimpinan kepada penyidik dalam
menangani tindak pidana dibidang Prostitusi.
4) Tersedianya penyidik atau Penyidik pembantu yang
profesional dan mumpuni dibidang penyidikan

b. Kelemahan (weakness)

1) Belum optimalnya pembinaan SDM sehingga


berdampak pada kurangnya kemampuan penyidik.
2) Kurangnya jumlah personil dibandingan dengan kasus
yang terjadi.
3) Minimnya sumber daya manusia baik dilihat dari segi
kuantitas dan kualitas yang mana masih ada penyidik
pembantu yang belum S.1 hukum, sehingga belum
memiliki ilmu hukum dan pengetahuan yang luas.
4) Masih adanya penyidik yang tidak netral dalam
melakukan penyidikan sehingga mempengaruhi proses
penyidikan (intervensi).
5) Wasdal dalam pelaksanaan tugas masih lemah.

14. Faktor Eksternal


a. Peluang (opportunity)
1) Harapan masyarakat sangat besar dalam proses
penegakan hukum tindak pidana Prostitusi agar
dilaksanakan secara transparan dan adil, hal ini
merupakan peluang bagi Polri untuk terus berbenah
memperbaiki kinerja di bidang penyidikan tindak pidana
Prostitusi karena tertumpu harapan masyarakat di
pundak Polri terhadap supremasi hukum dan rasa
keadilan.
2) Dukungan dari instansi terkait yang cukup mendukung
tugas aparat penegak hukum (Penyidik Polri) untuk
dilakukan penyidikan terhadap laporan atau informasi
dari masyarakat tentang kejahatan dibidang Prostitusi
tersebut.
3) Bergesernya paradigma bidang penegakan hukum
tindak pidana Prostitusi yang mengarah kepada
keterbukaan dan pelayanan prima kepada masyarakat,
berupa pelayanan yang cepat, murah ,dan sesuai
hukum, maka akan semakin memudahkan Polri untuk
memberi pemahaman kepada masyarakat tentang
pentingnya memahami peraturan-peraturan dibidang
Prostitusi dimana praturan tersebut berisi tentang
aturan-aturan dalam peredaran barang-barang
kebutuhan masyarakat.
4) Adanya criminal justice sytem sebagai dukungan
penyidik
5) Adanya kordinasi yang baik antar instansi terkait
terhadap penyelesaian perkara

b. Ancaman (threat)

1) Pengetahuan dan pemahaman, kesadaran masyarakat


tentang undang-undang di bidang Prostitusi masih
rendah serta kurangnya kepatuhan terhadap undang-
undang itu sendiri.
2) Pendapatan perkapita yang rendah menimbulkan
angka pengangguran meningkat dan berdampak pada
meningkatnya angka kriminalitas prostitusi online.
3) Masih adanya penilaian negatif dari sebagian anggota
masyarakat yang belum mengerti tentang penyidikan.
4) Kurangnya jumlah personil penyidikan/penyidik pembantu
yang mempunyai kemampuan dibidang penyidikan.
5) Kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk
menunjang operasional penyidikan.
6) Adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu dalam proses
penyidikan.
BAB V
KONDISI YANG DIHARAPKAN

15. Kondisi Umum


Pasal 506 KUHP diatur mengenai tindak pidana sebagai
germo atau mucikari yang mengambil keuntungan dari perbuatan
melanggar kesusilaan yang dilakukan oleh seorang perempuan
atau laki-laki Permasalahan prostitusi di Indonesia gempar di
bicarakan di media- media, masyarakat pun melek terhadap para
penegak hukum yang tidak bisa menangani dan mencegah
masalah prositusi di Indonesia yang semakin hari kian merajalela
di tengah kehidupan masyarakat, ditambah lagi dengan keadaan
hukum yang tidak bisa di percayai keadilanya keadaan seperti ini
merupakan hal yang klasik. Pertanyaan sederhananya adalah di
mana ini sudah ada sejak adanya peradaban hukum Indonesia
untuk menyelesaikan manusia. Prostitusi semakin marak
dilakukan karena masyarakat tidak berpartisipasi dalam
membangun moralitas masyarakat.
Adapun usaha yang dilakukan oleh Polri tersebut dapat
berupa tindakan represif maupun tindakan preventif. Melalui
tindakan preventif ini, Polri melaksanakan tugasnya dengan
konsep dan pola pembinaan dalam wujud pemberian
pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat,
agar masyarakat merasa aman, tertib dan tentram dalam
menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Sedangkan tindakan
represif yang dilakukan polri dapat berupa dengan mengadakan
penyidikan atas kejahatan dan pelanggaran menurut ketentuan
dalam undang-undang.
Diharapkan dapat dilakukan optimalisasi secara maksimal
oleh Polri khususnya oleh Dittipidum Bareskrim Polri dalam
penerapan dan pelaksanaan penanggulangan prostitusi dengan
optimalisasi ke dalam dan keluar dengan bersinergi bersama
masyarakat, pemerintah dan seluruh stakeholder yang terkait.
Masyarakat diharapkan dapat turut berperan besar sebagai
mitra Polri dan pemerintah untuk menciptakan keselamatan
rakyat.

16. Kondisi Yang Diharapkan


a. Sumber Daya Manusia Yang Dimiliki Oleh Ditipidum
Bareskrim Polri.
1) Pengetahuan
a) Meningkatnya wawasan penyidik tentang tindak
pidana di bidang Prostitusi dengan mengadakan
rapat koordinasi dengan lintas sektoral
b) Meningkatnya pengetahuan dan pengalaman
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri tentang
penggunakan alat-alat informasi dan teknologi.
c) Meningkatnya penguasaan dan penjabaran
ilmu-ilmu khusus yang berkaitan dengan
penyidikan dalam proses pemeriksaan tindak
pidana di bidang Prostitusi.
d) Diterapkannya juklak (petunjuk pelaksanaan)
dan juknis (petunjuk teknis) tentang penyelidikan
dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Kapolri No. 14 Th.2012 tentang
Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

2) Ketrampilan
a) Masing-masing personil mempunyai ketrampilan
( Inter Personal Skill).
b) Dalam pelimpahan berkas perkara kepada JPU
(Jaksa Penuntut Umum) atau penghentian
perkara sudah sesuai dengan landasan atau
dasar pertimbangan yuridis teknis.
c) Keterampilan penyidik dalam membuat Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) secara optimal dapat
menyentuh akar permasalahan sebenarnya.
d) Kemampuan penyidik dalam pempercepat
proses penyidikan tindak pidana dibidang
Prostitusi yang ditangani sudah sesuai dengan
ketentuan waktu penyidikan.

3) Sikap Dan Perilaku


Diharapkan sikap dan prilaku personil Penyidik
Ditipidum Bareskrim Polri dalam melakukan penyidikan
tindak pidana Prostitusi berpedoman kepada
TRIBRATA, CATUR PRASETYA, dan Kode Etik Polri,
sehingga tidak ada lagi :
a) Tidak ada lagi Penyidik Ditipidum Bareskrim
Polri menggunakan kekuatan dan kekerasan.
b) Sikap penyidik sudah sesuai dengan etika
penyidikan sesuai dengan Peraturan Kapolri No.
14 Th.2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana.
c) Sudah tidak ada lagi penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan Penyidik Ditipidum
Bareskrim Polri dalam proses penyelesaian
perkara demi kepentingan pribadi.
d) Tidak ada lagi Penyidik Ditipidum Bareskrim
Polri yang memainkan pasal-pasal yang
disangkakan, sehingga proses pencapaian
supremasi hukum terwujud.

b. Dukungan Anggaran, Sarana dan Prasarana.


Kondisi yang diharapkan pada sarana prasarana
adalah sebagai berikut :
1) Anggaran lidik/sidik sesuai kebutuhan penanganan
perkara hingga akhir tahun, serta proses administrasi
yang turunnya anggaran yang tidak berbelit, sehingga
melancarkan proses penyelidikan dan penyidikan;
2) Setiap penyidik dan penyidik pembantu memiliki
komputer dan Laptop sehingga dapat mempercepat
dalam pembuatan administrasi penyelidikan dan
penyidikan perkara.
3) Setiap penyidik dan penyidik pembantu telah memiliki
kendaran dinas R2 dan R4 sehingga dapat
memperlancar perjalanan dinas.
4) Tersedianya telepon dinas di ruangan Subdit umum
Ditreskrimum Polda Metro Jaya sehingga
memperlancar komunikasi untuk menunjang
kelancaran penyidikan perkara.
5) Tersedianya ruangan khusus untuk penyimpanan
arsip/berkas/dokumen yang penting berkaitan dengan
penyidikan sehingga pengarsipan terhadap berkas
teratur.

c. Metode
1) Penindakan
Tugas represif atau penindakan yang dilakukan
oleh Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri sudah
berpedoman kepada juklak (petunjuk pelaksanan) dan
juknis (petunjuk teknis) yang menjadi pegangan dalam
setiap melakukan penegakan hukum terhadap orang
atau barang yang tersangkut dalam perkara pidana
sesuai dengan KUHAP (Kitap Undang-Undang Hukum
Acara Pidana).
2) Pemeriksaan Dan Pemberkasan
Dalam mendapatkan keterangan tentang
peristiwa pidana di bidang Prostitusi, dilakukan
pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang berhubungan
dengan peristiwa pidana tersebut seperti tersangka,
korban, saksi, barang bukti, dan keterangan ahli. Hasil
pemeriksaan dituangkan dalam bentuk BAP (Berita
Acara Pemeriksaan). Diharapkan pemberkasan
perkara dilakukan untuk mengumpulkan semua
kelengkapan penyidikan, dan apakah sudah semuanya
dituangkan dalam berita acara terkait dengan tindak
pidana Prostitusi dan sesuai dengan Peraturan Kapolri
No. 14 Th.2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
3) Koordinasi Pengawasan Dan Pengendalian
Koordinasi dengan fungsi internal antara lain
Samapta, Lalu Lintas, dan Binmas, kemudian
koordinasi eksternal : Jaksa Penuntut Umum (JPU),
departemen perdagangan, perindustrian, BSN (Badan
Standardisasi Nasional), dan departemen lainnya
dikementrian berjalan dengan intensif dan
berkesinambungan.
BAB VI
UPAYA PEMECAHAN MASALAH

17. Umum
Amanat dalam alinea keempat pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 tersebut merupakan konsekuensi hukum
yang mengharuskan pemerintah tidak hanya melaksanakan tugas
pemerintahan saja, melainkan juga kesejahteraan sosial melalui
pembangunan nasional. Selain itu juga merupakan landasan
pelindungan hukum kepada masyarakat, karena kata
“melindungi” mengandung asas perlindungan hukum bagi
segenap bangsa Indonesia untuk mencapai keadilan Pada
dasarnya, Indonesia telah berusaha mengantisipasi adanya
dampak tindak pidana dari prositusi, melalui tindakan baik secara
preventif, antisipasif maupun represif.
Tindak pidana kesusilaan prositusi ini semakin marak di
masyarakat dan banyak fenomena-fenomena yang terjadi dari
tindak pidana susila prositusi, khususnya DKI Jakarta. Proses
penegakan hukum di Indonesia sampai saat ini masih terus
dilakukan, khususnya dalam hal tindak pidana prositusi di provinsi
DKI Jakarta. Kerjasama antara aparat penegak hukum (Polisi)
dalam tindak pidana prositusi setiap harinya terus berlanjut.

18. Upaya Pemecahan Masalah


Berdasarkan kondisi faktual, faktor-faktor yang
mempengaruhi, serta kondisi ideal di atas, dirumuskan konsep
pemecahan masalah sebagai berikut :
a. Sumber daya manusia
1) Kuantitas
Dengan melakukan penambahan sebanyak
189 (seratus delapan puluh sembilan) personil
anggota Polri yang berdinas di Ditipidum Bareskrim
Polri agar sesuai DSP (Daftar Susunan Personil)
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kapolri,
mengingat jumlah dan modus kejahatan khususnya
prostitusi yang berkembang dari waktu ke waktu
seiring perkembangan jaman.

2) Kualitas
a) Pengetahuan
(1) Mengikutsertakan penyidik dalam diklat
tentang ilmu kepolisian secara umum
maupun undang - undang tindak pidana
Prostitusi dan aturan lain untuk
meningkatkan wawasan.
(2) Mengikutsertakan Penyidik Ditipidum
Bareskrim Polri tentang penggunakan alat-
alat informasi dan teknologi.
(3) Mengikutsertakan personel Ditipidum
Bareskrim Polri dalam setiap kesempatan
pendidikan kejuruan dasar maupun lanjutan
yang diselenggarakan baik di SPN (Sekolah
Polisi Negara) maupun di Pusdik Reskrim
Megamendung untuk dapat menguasai dan
menjabarkan ilmu-ilmu khusus berkaitan
penyidikan tindak pidana.
(4) Melaksanakan program wajib baca bagi
penyidik berkaitan dengan undang-undang
tindak pidana Prostitusi;
(5) Menyiapkan juklak (petunjuk pelaksanaan)
dan juknis (petunjuk teknis) tentang
penyelidikan dan penyidikan pada setiap
pemeriksaan.
b) Keterampilan
(1) Melakukan pelatihan-pelatihan penyelidikan
dan penyidikan untuk meningkatkan
ketrampilan Penyidik Ditipidum Bareskrim
Polri.
(2) Mengontrol dan mengevaluasi setiap
pelimpahan perkara atau penghentian
perkara apakah sudah tepat sesuai
landasan atau dasar pertimbangan yuridis
teknis atau belum.
(3) Melakukan latihan pemeriksaa kepada
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri untuk
dapat diketahui apakah pertanyaan yang
diajukan sudah menyentuh akar
permasalahan yang sebenarnya dan sesuai
apa yang dimaksud dalam undang-undang
yang disangkakan.
(4) Membuat buku kontrol berkas perkara untuk
mengetahui kecepatan penyidik dalam
melakukan pemeriksaan dan pemberkasan.

c) Sikap Dan Perilaku


(1) Pimpinan memberikan pembinaan mental
dan rohani terhadap Penyidik Ditipidum
Bareskrim Polri dengan cara mewajibkan
penyidik untuk mengikut kegiatan
keagamaan yang dilakukan secara rutin
untuk menghilangkan paradigma lama
berbasis kekuatan dan kekuasaan.
(2) Menyelenggarakan pelatihan ESQ
(Emotional & Spiritual Quotien) dan NAC
(Neuro Associative Conditioning) bagi para
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri untuk
mencegah sikap dan perilaku yang dapat
menurunkan citra Polri dalam penyelidikan
dan penyidikan tidang pidana Prostitusi.
(3) Memberikan reward and punhisment
(Penghargaan dan sanksi / hukuman)
kepada Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri
secara konsekuen guna memotifasi dan
meningkatkan kinerja untuk menghindari
penyalahgunaan wewenang demi
kepentingan pribadi.
(4) Memberikan arahan pada setiap apel fungsi
kepada Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri
agar tidak memainkan pasal yang
disangkakan dan mengedepankan
transparansi penyidikan lewat pemberian
SP2HP (Surat Pemberitahuan
Perkembangan hasil Penyidikan).

b. Upaya Meningkatkan Kerjasama Ditipidum Bareskrim Polri


Dengan Instansi Terkait Tindak Pidana Prostitusi.
1) Mengadakan rapat koordinasi secara berkala dengan
lintas sektroral maupun ekternal di luar polri.
2) Membuat nota kesepahaman kerja sama dalam
penegakan hukum, pengawasan, dan pengamanan
bidang Prostitusi.
3) Melaksanakan tindakan bersama-sama Prostitusi
dengan TNI-Polri serta Masyarakat itu sendiri dalam
upaya menekan terjadinya tindak pidana Prostitusi.

c. Sistem dan Metode

1) Penindakan.
Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam setiap tindakan penyidikan tindak pidana
Prostitusi di Ditipidum Bareskrim Polri dengan
berpedoman kepada juklak (petunjuk pelaksanaan)
dan juknis (petunjuk teknis) yang menjadi pegangan
dalam setiap melakukan penegakan hukum terhadap
orang atau barang yang tersangkut dalam tindak
pidana Prostitusi.

2) Pemeriksaan Dan Pemberkasan


Mengarahkan kepada Penyidik Ditipidum
Bareskrim Polri agar dalam melakukan pemeriksaan
dan pemberkasan terhadap pihak-pihak yang
berhubungan dengan peristiwa tindak pidana
Prostitusi baik itu tersangka, korban, saksi-saksi,
keterangan ahli dan barang bukti harus mengacu
pada pedoman adiminstrasi penyidikan.

3) Koordinasi Pengawasan Dan Pengendalian


Melakukan analisa dan evaluasi atau gelar
perkara dengan melibatkan fungsi internal antara lain
propam, ahli, kasiwas, dan kasubag hukum, selain itu
juga meningkatkan koordinasi eksternal dengan jaksa
Penuntut Umum (JPU) atau instansi terkait lainnya
dibidang tindak pidana Prostitusi.

d. Anggaran, Sarana dan Prasarana.


Di bidang anggaran, sarana dan prasarana untuk
dapat mensiasati kekurangan yang ada dapat dilakukan
antara lain dengan cara :
1) Masalah kekurangan di bidang anggaran, dapat
diuapayakan dengan memaksimalkan fungsi dari
Surat Panggilan, yakni dengan mengirimkan Surat
Panggilan I, jika tidak hadir maka dengan Surat
Panggilan II, sehingga pelapor/terlapor/saksi yang
hadir ke kantor Dittipidum Bareskrim Polri. Dapat
diupayakan juga dengan memaksimalkan komunikasi
dengan para pihak (pelapor/terlapor/saksi);
2) Masalah belum adanya komputer dan Laptop untuk
tiap personel Dit Tipidum Bareskrim Polri dapat
diupayakan dengan pengadaan pribadi dari masing-
masing personel.
3) Masalah belum adanya telepon dinas diruangan Dit
Tipidum Bareskrim Polri dapat diupayakan dengan
memanfaatkan handphone yang saat ini sudah dimiliki
oleh hampir semua personel Dittipidum.
4) Masalah belum adanya kendaraan R2 dan R4 dinas
dapat diupayakan dengan memanfaatkan kendaraan
pribadi yang saat ini sudah dimiliki oleh semua
personel Dittipidum.
5) Masalah belum tersedianya ruangan khusus untuk
penyimpanan arsip/berkas/dokumen yang penting
berkaitan dengan penyidikan dapat diupayakan
dengan memanfaatkan semaksimal mungkin lemari
dan filing cabinet yang ada di ruangan Dittipidum.
BAB VII
PENUTUP

19. Kesimpulan
a. Sumber daya manusia Dittipidum Bareskrim Polri guna
penanganan prostitusi dalam rangka mendukung pemerintah
provinsi DKI Jakarta yang kondusif saat ini belum optimal. Hal
ini terlihat dari segi kuantitas dan kualitasnya yaitu berupa
pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill) dan perilaku
(attitude) yang masih belum optimal dalam mendukung
kerjasama dengan lintas sektoral terkait dengan perubahan
mindset dan culture set. Berdasarkan pada kondisi tersebut,
maka perlu dilakukan upaya pemecahan masalah antara lain
melaksanakan pendidikan dan kejuruan serta program
peningkatan kemampuan, pembinaan untuk personel
Dittipidum Bareskrim Polri.
b. Anggaran, sarana dan prasarana masih terdapat kekurangan
yaitu masih kurangnya anggaran yang tidak mencukupi
hingga akhir tahun serta proses turunnya anggaran yang
lama, belum adanya komputer untuk setiap penyidik, belum
adanya kendaraan dinas R2 dan R4, tidak adanya telepon
dinas, dan tidak adanya ruang penyimpanan arsip. Hal ini
dapat di atasi dengan mewajibkan setiap penyidik untuk
memiliki komputer, memanfaatkan kendaran pribadi,
memanfaatkan Hp pribadi dan memaksimalkan penyimpanan
arsip yang ada.
c. Sistem dan metode yang digunakan Dittipidum Bareskrim
Polri guna penanganan prostitusi dalam rangka mendukung
pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kondusif saat ini belum
optimal. Oleh karena itu perlunya upaya pemecahan masalah
dengan cara : Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam setiap tindakan penyidikan tindak pidana Prostitusi di
Ditipidum Bareskrim Polri dengan berpedoman kepada juklak
(petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) yang
menjadi pegangan dalam setiap melakukan penegakan
hukum terhadap orang atau barang yang tersangkut dalam
tindak pidana Prostitusi; Mengarahkan kepada Penyidik
Ditipidum Bareskrim Polri agar dalam melakukan pemeriksaan
dan pemberkasan terhadap pihak-pihak yang berhubungan
dengan peristiwa tindak pidana Prostitusi baik itu tersangka,
korban, saksi-saksi, keterangan ahli dan barang bukti harus
mengacu pada pedoman adiminstrasi penyidikan; Melakukan
analisa dan evaluasi atau gelar perkara dengan melibatkan
fungsi internal antara lain propam, ahli, kasiwas, dan kasubag
hukum, selain itu juga meningkatkan koordinasi eksternal
dengan jaksa Penuntut Umum (JPU) atau instansi terkait
lainnya dibidang tindak pidana Prostitusi.

20. Saran
Dari Permasalahan yang dihadapi Penyidik Ditipidum
Bareskrim Polri guna penanganan Prostitusi dalam rangka
mendukung pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kondusif, maka
penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut :
a. Dirtipidum meminta penambahan jumlah personil anggota
Polri yang berdinas di Ditipidum Bareskrim Polri sehingga
memenuhi DSP (Daftar Susunan Personil) sebagaimana
seharusnya.
b. Dirtipidum meminta kepada Kabareskrim Polri untuk
menambahkan anggaran lidik/sidik sesuai perkara yang
ditangani, serta penambahan sarana dan prasarana sesuai
kebutuhan dan perkembangan jaman.
b. Para Kasubdit melalui Kasubbagrenmin mengikutsertakan
Penyidik Ditipidum Bareskrim Polri dalam diklat tentang ilmu
kepolisian secara umum, penggunaan alat informasi
teknologi, kejuruan dasar maupun pendidikan pengembangan
spesialis sehingga dapat menguasai dan menjabarkan ilmu-
ilmu khusus yang berkaitan dengan tindak pidana Prostitusi.
c. Para Kasubdit membuat Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam setiap tindakan penyidik dengan berpedoman kepada
juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis)
yang menjadi pegangan dalam setiap melakukan penegakan
hukum terhadap orang atau barang yang tersangkut dalam
perkara pidana Prostitusi.
DAFTAR PUSTAKA

Bagong Suyanto, 2010, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Drs. H. Kondar Siregar, MA, 2015, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan
Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra
Handalan.

Hadari Nawawi. 2003. Perencanaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Koentjoro, 2004, On the Spot: Tutur Dari Sarang Pelacur. Yogyakarta: Tinta.

Musanef. 2010. Manajemen Kepegawaian. Jakarta : PT Perca. Rudi.

Peraturan pemerintah nomor 58 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan


pemerintah nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan kitab undang-undang hukum
pidana.

Perkap No 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Sayuti Hasibuan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: pendekatan non sekuler.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Supratikno. 2001. Pembinaan Organisasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Undang – Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Wijaya. 2000. Manajemen Organisasi. Jakarta : Rajawali Press.

Yesmil Anwar dan Andang, 2013, Kriminologi, Bandung: PT. Refika Aditama
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

YANG MEMBUAT

THOMSER CRISTIAN NATAL


BRIPKA NRP ………

Anda mungkin juga menyukai