Anda di halaman 1dari 28

ESSAY

KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI PENDIDIKAN


GAYA DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN

DISUSUN OLEH :
NOVITASARI PUTRI (12K02310009)

PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM


MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
GAYA DAN PERILAKU KEPEMIMPINAN

"Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan

dan bicaralah seperti orator”

Berikut adalah kutipan dari kata – kata HOS Tjokroaminoto, seorang tokoh

nasionalis yang hidup di awal tahun 1900an. Beliau adalah salah satu contoh tokoh

pendidikan dan juga pahlawan nasional yang ikut memperjuangkan kemerdekaan

Indonesia. Beliau juga dikenal dengan julukan “Raja Jawa Tanpa Mahkota” seorang

keturunan bangsawan, yang juga dikenal sebagai seorang ulama tapi memilih untuk

hidup sebagai orang biasa (kromo). HOS Tjokroaminoto merupakan contoh dari sosok

seorang pemimpin, dimana beliau memimpin Serikat Islam, yang pada saat itu

merupakan satu diantara beberapa organisasi awal di Indonesia. Sikapnya yang tegas

dan berwibawa serta mampu mengedukasi para pengikutnya membuatnya mampu

menyelamatkan Serikat Islam dari situasi – situasi kritis atau genting.

Jadi bagaimana sih gaya dan perilaku kepemimpinan yang tepat agar bisa

mengoptimalkan jalannya sebuah organisasi seperti yang dilakukan oleh HOS

Tjokroaminto? Apa saja faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan seseorang?

Pemimpin seperti apa yang disegani oleh bawahannya? Apakah ada gaya kepemimpinan

yang spesifik yang menjadi ideal dalam masyarakat?

Sebelum melangkah lebih lanjut untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan

tersebut, mari kita mundur sedikit ke tahun 1999. Pada saat itu, ada salah seorang

pemimpin dunia yang terkenal dengan gaya kepemimpinanya yang otoriter dimana ia

melakukan beberapa tindakan yang identik dengan mengontrol dan melakukan kendali
penuh atas bawahannya. Ialah Vladimir Putin, pemimpin rusia yang melakukan kontrol

berupa melarang kebebasan media dan kebebasan berbicara. Selain itu, ia juga tidak

segan – segan menindak atau menyingkirkan pihak oposisi. Di lain pihak, ada Nelson

Mandela, seorang pemimpin negara, presiden Afrika Selatan yang memiliki gaya

kepimpinan yang menginspirasi dan visioner terhadap bawahannya. Ia mengakhiri

apherteid di Afrika selatan yakni sebuah sistem pemisahan ras antara kulit hitam dan kulit

putih di Afrika. Selain itu, hal yang sangat menonjol dari kepemimpinannya ialah

menguatnya hak asasi manusia dan orasi perdamaian makin digaungkan.

Melihat gaya kedua pemimpin tersebut, sebenarnya, apakah gaya pemimpin itu?

Gaya kepemimpinan adalah sebuah pendekatan yang digunakan oleh pemimpin untuk

mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan bawahan atau anggotanya. Pemilihan

gaya kepemimpinan mempengaruhi cara seorang pemimpin dalam merencanakan

strategi dalam mencapai tujuannya. Pemilihan gaya kepemimpinan ini sangat penting

untuk mengetahui cocok tidaknya atau efektif tidaknya diterapkan dalam sebuah situasi

atau sebuah organisasi.

Berdasarkan pemamparan diatas, dapat disimpulkan ada 3 hal yang menjadi

faktor dalam menentukan gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam mempimpin

bawahannya, yakni yang pertama, karakteristis pribadi pemimpin. Sebagaimana manusia

pada umumnya, pemimpin pun memiliki kepribadian yang berbeda – beda. Kepribadian

itulah yang membentuk karakteristik atau mempengaruhi gaya kepemimpinan yang

diambil oleh seseorang. Misalnya pemimpin yang memiliki kepribadian yang ekstrovert

maka akan sangat mudah bagi dia untuk berinteraksi dengan sosial atau anggota tim.

Kepribadian yang ekstrovert juga membuatnya memiliki sikap yang enerjik dan mudah
berkomunikasi. Orang – orang dengan kepribadian ekstrovert ini tentu saja akan memiliki

gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang, atau berusaha membangun

bonding yang kuat dengan anggota tim. Sementara untuk pemimpin yang memiliki

kepribadian introvert cenderung untuk berkerja dan berfikir dengan tenang dan memilih

untuk bekerja secara mandiri. Sikap yang tenang ini cenderung lebih observatif dan

menganalisis situasi sebelum mengambil keputusan. Oleh karena itu, pemimpin yang

memiliki kepribadian introvert ini fokus kepada pengambilan keputusan yang matang.

Selain kepribadian yang ekstrovert dan introvert, adalagi kepribadian yang ambisius.

Seperti namanya, pemimpin dengan kepribadian yang ambisius ini cenderung memiliki

dorongan yang kuat untuk mencapai tujuan atau target dan keberhasilan didalam setiap

projeknya. Kepribadian yang ambisius ini akan membantuk pemimpin dengan gaya yang

tegas dan berorientasi pada pencapaian target.

Faktor lain yang mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang pemimpin adalah

kecakapan dan pengalamnya. “Pengalaman adalah guru yang berharga” adalah slogan

yang sering sekali kita dengarkan. Slogan tersebut menggambarkan betapa luar

biasanya kekuatan pengalaman dalam memberikan pengetahuan kepada seseorang.

Selain itu, pengalaman juga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk

karakter seseorang. Seorang pemimpin yang memiliki jam terbang yang banyak perihal

memimpin sebuah organisasi ataupun kelompok, pasti memiliki kebijaksanaan dan

kedewasaan berfikir dalam menentukan gaya kepemimpinan yang tepat dan paling baik

digunakan. Pengalaman dan kecakapan seorang pemimpin dalam menyelesaikan tugas

atau mencapai tujuan bersama dalam waktu singkat dan efisien akan membentuk

karakter atau gaya kepemimpinannya. Sehingga tidak heran bila diadakan musyawarah
untuk memilih pemimpin, maka mayoritas suara akan memilih pemimpin dengan

kecakapan dan pengalaman yang banyak sehingga dirahapkan pemimpin tersebut

memiliki pengetahuan yang lebih dalam menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai di

organisasi tersebut.

Faktor terakhir sebagai pengaruh gaya kepemimpinan seseorang ialah situasi

dan kondisi. Gaya kepemimpinan yang digunakan akan menyesuaikan dengan kondisi

dan situasi organisasi yang dipimpinnya. Tidak ada gaya kepemimpinan yang benar dan

salah, hanya ada gaya kepemimpinan yang tepat dan tidak tepat. Indikator pemilihan

sebuah gaya kepemimpinan dikatakan tepat atau tidak tepat bisa dilihat dari situasi yang

dipimpinnya. Misalnya, jika situasi dan kondisi dari organisasi yang dipimpin dalam

kondisi kacau, maka seorang pemimpin yang bijaksana akan tepat bila menggunakan

pendekatan gaya kepemimpinan yang otokratis. Gaya kepemimpinan otokratis sering

dipandang sebagai gaya kepemimpinan dengan nuansa negatif karena inti dari

pengertian gaya kepemimpinan yang otokratis ialah pemimpin yang mengambil

keputusan sendiri tanpa meminta pertimbangan dari bawahannya. Bila situasi dan kondisi

sedang kacau dan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak

banyak, maka akan sangat efektif bila gaya kepemimpinan yang digunakan oleh

pemimpin organisasi tersebut adalah gaya otokratis. Namun, dilain pihak, bila situasi dan

kondisi dalam organisasi tersebut tidak berkembang, atau jalan ditempat, maka

pendekatan yang bisa digunakan ialah dengan menerapkan gaya kepemimpinan

transformasional. Tujuannya adalah bisa meningkatkan kinerja dan membangun

semangat berkembang dari anggota organisasi tersebut. Sehingga, dalam pemilihan

gaya kepemimpinan, seorang pemimpin diharapkan untuk selalu berhati – hati untuk
memilih pendekatan gaya kepemimpinan yang mana yang ingin digunakan. Bila tidak

ditimbang dengan baik sisi positif dan negatifnya, maka akan menimbulkan situasi

organisasi yang tidak kondusif, terkesan chaos dan berkurangnya kepercayaan anggota

organisasi terhadap pemimpinnya.

Untuk dapat bekerja dengan nyaman, anggota organisasi bisa bekerja dengan

maksimal dan tercapainya tujuan organisasi, pemimpin perlu menentukan gaya

kepemimpinan yang digunakan. Beberapa gaya kepemimpinan tersebut antara lain,

pertama gaya demokratis. Seperti yang kita ketahui, demokratis mengandung makna

musyawarah untuk mufakat dalam menentukan hasil dari setiap keputusan yang

dikeluarkan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan demokratis

cenderung untuk melakukan diskusi dengan para anggotanya untuk memunculkan ide –

ide dan mengajak anggotanya untuk mengambil keputusan. Selain itu, pemimpin dengan

gaya kepemimpinan ini juga mementingkan kepentingan anggotanya untuk kemudian

disinkronkan dengan tujuan organisasi. Sehingga, pemimpin dengan gaya

kepemimpinan ini sangat menghargai gagasan original dan hubungan kerja dengan

anggotanya. Beberapa indkator gaya kepemimpinan demorkratis antara lain Hak

pengelolaan tidak bersifat mutlak Terdapat pendelegasian sebagian wewenang kepada

bawahan Keputusan atau kebijakan dibuat bersama antara manajer dan bawahan

Komunikasi itu saling menguntungkan Pengawasan dilakukan dengan baik Inisiatif

datang dari manajemen dan bawahan Penyebaran aspirasi bawahan secara luas Tugas

yang diberikan berdasarkan kebutuhan Keseimbangan antara pujian dan kritik

Pemimpin mendorong prestasi bawahannya Kesetiaan kepada bawahan secara alami


berarti peduli terhadap perasaan bawahan Suasana saling percaya, menghormati dan

saling menghargai.

Selain gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan lainnya yang tidak

kalah terkenal ialah gaya kepemimpinan transformasional. Menurut Robbins,

pemimpina dengan gaya kepemimpinan ini mampu mempengaruhi dan memotivasi

anggota atau bawahnnya untuk melakukan sesuatu melebihi apa yang diharapkan.

Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin untuk bekerja

sama dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan sumber daya

organisasi secara optimal guna mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan volume

pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Sumber daya yang dimaksud adalah sumber

daya manusia seperti manajer, pegawai, bawahan, tenaga ahli, guru, pembicara, peneliti,

dan lain-lain Untuk dapat mempengaruhi dan memotivasi anggotanya, pemimpin

dengan gaya kepemimpinan ini akan menjalin hubungan baik dengan anggotanya,

secara rutin memberikan dukungan, pengakuan dan penghargaan kepada anggotanya

Melalui langkah-langkah tersebut, pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini dan

anggotanya akan memiliki hubungan emosional yang mendalam. Namun, sama halnya

dengan gaya kepemimpinan lain, pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini mudah untuk

kehilangan fokus dalam bekerja. Hal tersebut dikarenakan pemimpin transformasional

akan berusaha untuk menjalin ikatan emosional dengan anggotanya, berusaha untuk

memahami setiap anggota organisasi tersebut merupakan pekerjaan yang melelahkan

dan membutuhkan fokus yang tinggi, karena tidak semua orang dalam organisasi

tersebut memiliki tujuan yang sama. Sehingga manajemen fokus dan tugas dalam gaya

kepemimpinan ini sangat dibutuhkan. Selain itu, kerja sama antara pemimpin dengan
gaya kepemimpinan ini dengan anggotanya sangat tinggi sehingga pemimpin cenderung

memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh anggotanya. Hal ini bisa mengakibatkan

anggota organisasi merasakan burnt-out yakni kondisi dimana anggota organisasi

merasa memiliki motivasi internal yang tinggi, tapi tidak diikuti dengan motivasi eksternal.

Bila ini dirasakan oleh anggota organisasi, maka mereka akan merasa kelelahan dan

terlalu banya bekerja dan merasa tidak dihargai. Jika ini tetap dilakukan dan pemimpin

dengan gaya kepemimpinan ini tetap mencontohkan gaya bekerja yang all-out maka

dapat menyebabkan anggota organisasi mengorbankan kesehatan mental mereka demi

pekerjaan. Namun, hal ini bisa diperbaiki dengan cara memberikan penghargaan dengan

bentuk cuti berbayar ataupun tunjangan lainnya. hal ini bisa menjadi bentuk penghargaan

yang dapat meningkatkan motivasi internal para anggota organisasi.

Berkebalikan dengan gaya kepemimpinan transformasional, ada pemimpin yang

tidak hanya memberikan penghargaan kepada anggotanya apabila bisa mencapai target

atau tujuan pekerjaan, tapi juga memberikan sanksi bila anggotanya melakukan

kesalahan dan keteledoran dalam pekerjaan. Gaya kepemimpinan seperti ini disebut

dengan gaya kepemimpinan transaksional. Indikator pemberian penghargaan dan

sanksi tersebut tidak hanya berdasarkan kepada tercapai atau tidaknya tujuan organisasi,

tapi juga berdasarkan pada aturan kerja. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan ini

menekankan kepada aturan dan kontrak kerja sehingga terkesan kaku. Selain itu, sikap

yang terkesan kaku ini juga dapat dilihat dari ciri lainnya yakni sikap pemimpin yang

cenderung tidak terlalu terbuka pada inovasi atau kreatifitas anggota. Berbeda dengan

gaya kepemimpinan transformasional yang mampu membangun hubungan emosional

antara pemimpin dan anggotanya, gaya kepemimpinan transaksional ini tidak


membangun hubungan yang terlalu mendalam dengan anggotanya sehingga

anggotanya tidak berkembang karena terkekang aturan yang telah dibuat dan tidak dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, ciri pemimpin dengan gaya

kepemimpinan ini ialah sangat berorientasi pada pencapaian target. Pemimpin sangat

mengedepankan pencapaian target sehingga sangat mendorong anggotanya untuk

mencapai target sesuai dengan waktu yang diberikan. Anggotanya tidak diberikan

kesempatan untuk expore skill lainnya, atau melakukan pengembangan –

pengembangan lain bila tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Bila

anggotanya tersebut mampu menyelesaikan target tepat waktu dan dengan baik, maka

pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini akan memberikan penghargaan sebagai

bentuk apresiasi. Namun sebaliknya, bila tidak mencapai target, maka anggotanya akan

diberikan sanksi.

Selanjutnya, gaya kepemimpinan Laissez-Faire. Tidak semua pemimpin

melakukan tugasnya dengan baik. Ada pemimpin yang mau melaksanakan tugasnya

dengan memberikan intruksi, memberi contoh, mempengaruhi anggota atau

bawahannya dengan berbagai cara. Baik dengan gaya kepemimpinan yang kaku, atau

yang mengayomi, ada yang mengajak untuk sama – sama melakukan musyawarah, ada

yang hanya sebagat tujuan organisasi itu tercapai. Gaya kepemimpinan Laissez-Faire ini

adalah gaya kepemimpinan yang memberikan kebebasan kepada anggota atau

bawahanya. Gaya kepemimpinan ini kebalikan dari gaya kepemimpinan otokratis,

bahkan terkesan masa bodoh. Tipe kepemimpinan ini memberikan kebebasan kepada

anggotanya untuk melakukan tugasnya. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini

cenderung pasif dan bebas kendali. Ia membiarkan organisasi berjalan sesuai dengan
temponya sendiri. Anggota organisasi diberikan kebebasan untuk menentukan tujuan

dan keputusannya sendiri. Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini ialah fleksibilatas.

Dimana anggotanya bisa mengembangkan skill dan kemampuannya dalam bekerja

tanpa dibatasi aturan dan kontrak kerja sehingga secara tidak langsung, gaya

kepemimpinan ini akan sangat berpengaruh terhadap efektivitas dan kepuasan kerja.

Sedangkan kekurangannya ialah sikap masa bodoh dan pasif dari pimpinan ini tentu akan

membutuhkan kerja keras karena pemimpin hanya bertugas untuk mengawasi kinerja

anggota dan tidak terlibat langsung. Dibutuhkan anggota organisasi yang terampil dan

aktif agar organisasi tersebut tetap bisa mencapai tujuan organisasi. Anggota atau

bawahan dalam organisasia tersebut diberikan kepercayaan oleh pemimpin karena

pemimpin mengganggap bahwa semua usaha dari bawahannya tersebut akan tercapai.

Oleh karena itu, gaya kepemimpinan ini akan efektif bila digunakan atau diterapkan

dalam organisasi yang memiliki anggota yang dapat diandalkan dalam segala situasi,

ambisius sehingga tidak mudah terdistraksi dalam kondisi apapun, dan percaya pada diri

mereka. Selain itu, akan terjadi kerja tim yang berputar – putar dan membingungkan

karena kurangnya keterlibatan pemimpin atau kebebasan yang diberikan pemimpin

sehingga tak jarang pula akan membingungkan mereka dalam hal keseimbangan

kekuasaan antara pemimpin dan anggotanya. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan

yang matang dalam menentukan gaya kepemimpinan yang cocok dalam situasi atau

kondisi sebuah organisasi. Sehingga bila dihadakan dengan organisasi yang tidak

memiliki motivasi diri dan tidak mampu mengatur waktu dan bila pekerjaan tersebut

tergolong pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi, maka gaya kepemimpinan

Laisez Faire ini mungkin tidak ideal diterapkan.


Gaya kepemimpinan lain yang tidak kalah terkenal ialah gaya kepemimpinan

otokratis. Gaya kepemimpinan ini berbading terbalik dengan gaya kepemimpinan

laissez-faire. Bila gaya kepemimpinan laissez-faire cenderung memberikan kebebasan

dalam mengerjakan tugas dengan pemimpinan yang berperan pasif dan hanya sebagai

pengawas dan pengendali, maka gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya

kepemimpinan yang memiliki kontrol penuh atas anggota atau bawahnnya. Pemimpin

dengan gaya kepemimpinan ini cenderung untuk bersifat arogan dan keras karena

menganggap organisasi adalah milik pribadi. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan

otokratis juga sering mengaburkan antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi,

dimana bawahannya merupakan alat untuk mencapai tujuannya. Selain itu, ciri lain yang

sangat identik dengan gaya kepemimpinan ini ialah pemimpin yang tidak mau menerima

masukan dan saran dan sering menggunakan pendekatan yang memberikan hukuman

dan sanksi. Beberapa indikator dalam gaya kepemimpinan ini ialah adanya sentralisasi

kepemimpinan. Maksudnya ialah adanya pemusatan kepemimpinan yang dipegang oleh

satu orang pemimpin. Pemimpin membuat hampir semua keputusan, baik tujuan

organisasi, bagaimana cara mencapai tujuan tersebut (proses) dan projek. Pemimpin

cenderung mendikte dan mengatur jalannya proses organisasi dan tidak menghendaki

adanya perubahan terhadap apa yang sebelumnya telah diatur. Kepentingan dan

masukan dari bawahan dipandang tidak krusial dibandingkan dengan tujuan organisasi.

Akibatnya adalah anggota organisasi tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan

potensi dan skill mereka. Berdasarkan pemaparan tersebut, diambil kesimpulan

beberapa indokator seorang pemimpin dikatakan memiliki gaya kepemimpinan otokratis,

diantaranya adalah berdasarkan kekuasaan absolut dan paksaan untuk patuh, pemimpin
selalu bertindak sebagai pemain tunggal, berambisi mendominasi situasi, segala perintah

dan kebijakan selalu diputuskan oleh dirinya sendiri, bawahan tidak pernah mendapat

informasi rinci tentang rencana dan tindakan yang akan diambil, Segala pujian dan kritik

terhadap bawahan diberikan atas dasar pertimbangan pribadi, mempunyai sikap

eksklusif,

Namun, dibandingkan dengan kekurangan dan faktor negatif dari gaya

kepemimpinan otokratis, terdapat beberapa keuntungan dari gaya kepemimpinan ini. Bila

gaya kepemimpinan laissez-faire memiliki kekurangan karena pemimpin masa bodoh

dan membiarkan anggota organisasi yang mengatur jalannya organisasi sehingga bisa

menyebabkan arah organisasi menjadi tidak terarah, gaya kepemimpinan otokratis justru

menjadikan itu sebagai keuntungan. Dengan pemimpin menjadi pusat kekuasaan dan

pusat kepemimpinan, hal tersebut membuat arah organisasi menjadi lebih terarah dan

terstruktur karena meminimalisir distraksi terhadap tujuan dan proses dalam organisasi.

Selain itu, keuntungan gaya kepemimpinan ini adalah pengambilan keputusan lebih

cepat. Keputusan yang dihasilkan memang akan learder-centered karena pemimpin

cenderung mengatur tujuan dan proses sendiri, namun, kadang hal ini sangat diperlukan

terlebih apabila permasalahan yang dihadapi memerlukan waktu yang singkat.

Keterlibatan anggota atau bawahan dalam sebuah organisasi memang sangat diperlukan

demi memaksimalkan potensi dan tujuan bersama, namun bila masalah yang dihadapi

bersifat urgent dan memerlukan pemecahan masalah yang cepat dan tanggap,

keterlibatan anggota dipandang menjadi hambatan dalam mendapatkan solusi yang

cepat. Walau terdengar sedikit “diktator”, namun hal ini dipandang perlu bila situasi dan

kondisi sesuai. Oleh karena itu, untuk meminimalisis error dalam penemuan solusi dalam
masalah yang dihadapi, pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini diharapkan

merupakan orang yang berpengalaman, bijaksana dan cukup berpengaruh sehingga

keputusan yang diambil sudah memandang semua sudut pandang dan mempengaruhi

bawahannya untuk menerima hasil keputusan yang telah diambil. Kelebihan lain adalah

komunikasi yang lebih efektif. Distribusi informasi yang dilakukan tidak bercabang

kemana – mana, hanya dari pemimpin ke bawahan saja untuk menjalankan tugas sesuai

dengan yang diberikan.

Demikian adalah beberapa gaya kepemimpinan yang banyak digunakan oleh

pemimpin – pemimpin didunia. Diantara sekian banyak gaya kepemimpinan tersebut,

gaya kepemimpinan yang sering digunakan ialah gaya kepemimpinan otokratis. Gaya

otokratis merupakan gaya yang mengadopsi pada bakat/karakter seseorang yang

dibawa didalam kepemimpinannya. Otokratis ini merupakan sentralistik dan pemusatan

kekuasaan pada satu orang saja. Dalam gaya otokrasi seorang pemimpin merupakan

tokoh yang memberikan banyak pengaruh pada pengikutnya yang mendukungnya.

Pengaruh itu menjadikan sang pemimpin ditakuti,diikuti dan membuat orang lain tunduk

pada apa yang dikatakan sang pemimpin. Selain itu, pimpinan gaya otokrasi menjadikan

orang lain tergantung pada apa yang dimilikinya, tanpa itu orang lain tidak akan bisa

berbuat apa-apa. Hubungan ini akan berpotensi menjadikan hubungan yang bersifat

simbiosis mutualisme, dimana kedua belah pihak merasa saling diuntungkan. Dalam

kepemimpinannya, seorang pemimpin yang bergaya otokrasi memiliki wewenang yang

dianggap tanpa batas. Wewenang disini dapat diartikan sebagai hak yang diberikan

kepada pemimpin untuk menetapkan sebuah keputusan dalam melaksanakan suatu hal/
kebijakan baik itu keputusan yang bersifat memberikan solusi maupun berpotensi

merugikan kepentingan bawahannya / organisasi.

Agar tujuan organisasi dapat tercapai, maka diperlukan pemimpin dengan gaya

kepemimpinan yang sesuai dan efektif. Menurut Pidarta, pemimpin yang efektif ialah

yang tinggi dalam kedua dimensi kepemimpinan. Begitu pula pemimpin yang memiliki

performa tinggi dalam perencanaan dan fungsi – fungsi manajemen adalah tinggi pula

dalam kedua dimensi kepemimpinan. Dua dimensi kepemimpinan yang dimaksud adalah

pemimpin yang berorientasi kepada tugas, dan pemimpin yang berorientasi kepada

hubungan antar manusia (dalam hal ini, antara pemimpin dan anggota organisasinya).

Kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas adalah kepemimpinan yang hanya

menekankan penyelesaian tugas – tugas kepada para pegawainya dengan tidak

memperdulikan perkembangan bakat, kompetensi, motivasi, minat, komunikasi , tidak

mempunyai empati , belas kasihan dan tidak peduli kesejahteraan pegawainya. Para

pegawai akan bekerja secara rutin, rajin, taat dan tunduk dalam perintahnya. Pemimpin

ini tidak mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman sehingga organisasi menjadi

usang dan ketinggalan jaman. Sementara kepemimpinan yang berorientasi kepada

hubungan antar individu dimana pemimpin hanya menekankan perkembangan para

pegawainya, kepuasan mereka, motivasi, kerjasama, pergaulan dan kesejahteraan

mereka. Pemimpin ini berasumsi bila para pegawainya diperlakukan dengan baik, maka

tujuan organisasi kependidikan akan tercapai. Diperlukan keseimbangan antara kedua

dimenis ini agar organisasi dapat berjalan efektif dan efisien. Bila pemimpin hanya

menekankan kepada hubungan antar individu dan tidak fokus kepada ketercapaian

tujuan dari organisasi itu maka akan menyebabkan organisasi tersebut stagnan atau jalan
ditempat. Dengan dapat mengintegrasikan kedua dimensi tersebut, tidak hanya

kepemimpinan menjalankan fungsi manajemen dengan baik, tapi juga mampu

memanfaatkan hubungan sesama anggota organisasi atau kerja sama dengan

anggotanya untuk mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut. Pemimpin seperti ini akan

mampu membangun relasi yang mendalam dengan anggotanya sehingga akan

mendapatkan bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari pegawainya yang akan

menimbulkan semangat bersama dan rasa persatuan, sehingga menimbulkan rasa

memiliki dan empati didalam mengatasi masalah dalam upaya memajukan organisasi.

selain mendalami kedua dimensi kepemimpinan ini, diperlukan ketepatan dalam

memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan efisien. Banyak indikator yang bisa

dijadikan tolak ukur apakah gaya kepemimpinan tersebut efektif atau tidak. Sebuah gaya

kepemimpinan dapat dikatakan positif dalam sebuah organisasi, namun dengan gaya

kepemimpinan yang sama akan berdampak negatif di organisasi yang bebeda. Jadi apa

sih yang menjadi indkator pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat? Diantaranya adalah

pilihlah gaya kepemimpinan yang cocok dengan karakteristik individu. Untuk dapat

memilih gaya kepemimpinan yang cocok dengan karakter diri, diperlukan langkah awal

yakni dengan mengevaluasi diri kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Apakah poin

kekuatan yang bisa diandalkan dan manakah yang menjadi kelemahan kita sebagai

seorang pemimpin. Setelah itu, tentukan tujuan yang ingin dicapai. Selaraskan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, kemudia pastikan apakah tujuan organisasi

tersebut bersifat urgent atau tidak, apakah bersifat long term atau short term. Bila tujuan

tersebut bersifat urgent dan short term, maka penggunakan gaya kepemimpinan yang

pelan dan perlahan membangun hubungan dengan bawahan akan dipandang kurang
efektif dan efisien. Maka gaya kepemimpinan yang mungkin akan dipandang lebih pas

ialah gaya kepemimpinan otokratis dimana pusat pengambilan keputusan adalah

pemimpin. Namun bila gaya kepemimpinan ini digunakan dalah mencapai tujuan

organisasi yang tidak bersifat urgent atau long term, maka memaksakan kehendak dan

tidak melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan akan dipandang arogan dan

sombong.

Selanjutnya adalah penyesuaian gaya kepemimpinan dengan tuntutan situasi.

Fleksibilitas gaya kepemimpinan diperlukan untuk dapat memipin sebuah organisasi

dalam kondisi dan situasi apapun. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah memahami

keterampilan dan kemampuan anggota organisasi. Keterampilan dan kemampuan

anggota sangat berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan yang ingin dicapai. Tidak

semua gaya kepemimpinan cocok bila memiliki anggota dengan keterampilan dan

kemampuan yang rendah. Contohnya ialah dalam sebuah organisasi yang memiliki

anggota dengan ambisi dan percaya diri yang rendah, diikuti dengan skill yang rendah

pula, maka gaya kepemimpinan Laissez-Faire akan dipandang tidak pas dalam kondisi

seperti ini. Bila bersikat pasif dan masa bodoh terhadap organisasi dengan anggota yang

tidak memiliki motivasi dan kemampuan untuk dibiarkan kerja sendiri, maka organisasi

tersebut akan stagnan dan kemudia akan hancur karena tujuan dari organisasi tersebut

tidak tercapai. Namun dalam kondisi yang sama digunakan gaya kepemimpinan yang

otokratis dan transformasional, maka akan sangat bermanfaat mengingat pemimpin bisa

mendikte bawahannya untuk melakukan tugas tertentu dan bisa membantu bawahannya

untuk menggali potensi – potensi yang mungkin tersembunyi yang ada dalam diri mereka.

Selain itu, bila ingin memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
organisasi, maka harus pertimbangkan dukungan dan sumber daya yang diperlukan

dalam mencapai tujuan dalam organisasi tersebut. Kesimpulannya, seorang pemimpin

harus memiliki gaya kepemimpinan yang tepat serta sesuai kondisi dan situasi yang

dihadapinya. Seorang pemimpin perlu mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum

menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai kepribadianya. Bukan hanya gaya

kepemimpinan, pemimpin juga perlu memiliki karakter seorang pemimpin supaya lebih

efektif dalam mengarahkan anggota tim.

Selain beberapa gaya kepemimpinan tersebut, menurut teori path-goal evan-

house ada 4 gaya kepemimpinan lagi, yakni kepemimpinan direktif dimana pemimpin

yang menggunakan gaya kepemimpinan ini cenderung mengarahkan bawahnnya atau

anggota organisasi untuk melakukan sesuatu mulai dari merencanakannya,

menjadwalkannya hingga memperjelas mengenai hirarki struktur kerja yang ada. Bentuk

kepemimpinan dilakukan dengan cara memberikan perintah bahkan terkesan sedikiti

otoriter. Menurut Davis dan Newstrom mengatakan bahwa kepemimpinan direktif itu

memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan pada dirinya sendiri sehingga pemimpin

bisa memecahkan masalah bila ada situasi kerja yang rumit dengan cara memberikan

intruksi kepada bawahannya. Pemimpin banyak ikut andil dan terlibat secara khusus

didalam jalannya proses dalam organisasi tersebut. Dikarenakan berpusat kepada

pemimpin, banyak keputusan penting yang diambil oleh pemimpin sehingga banyak

orang yang bernganggapan bahwa gaya kepemimpinan ini masuk kedalam gaya

kepemimpinan yang otoriter.

Bebanding terbalik dengan gaya kepemimpinan direktif, gaya kepemimpinan lain

menurut teori path-goal evan-house adalah gaya kepemimpinan suportif, dimana


pemimpin lebih mudah didekati karena pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini mampu

menciptakan sebuah nuansa dan situasi kerja yang bersedia untuk selalu gampang untuk

diajak berdiskusi. Pemimpin menyediakan waktu dan kesempatan untuk menjelaskan

mengenai permasalahan yang dihadapi kemudian menjadi penyokong dan suporter bagi

bawahan atau anggota organisasi lainnya dalam melaksanakan tugas sebaik mungkin.

Untuk menjalankan tugasnya sebaik mungkin maka pemimpin dengan gaya

kepemimpinan ini akan menyediakan sumber daya untuk mampu mendukung dan

menjadi support demi berkembangnya skill dari anggota atau bawahannya tersebut.

Pemimpin dengan gaya suportif akan menciptakan hubungan yang adil dan bersahabat

sehingga nuansa dalam organisasi tersebut lebih menyenangkan.

Gaya kepemimpinan lain adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi prestasi.

Pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini menjadikan tujuan atau sebuah goal sebagai

indikator tercapainya sebuah tujuan organisasi yang disebut dengan prestasi. Pemimpin

cederung untuk selalu memberikan tantangan – tantangan dan tugas yang disertai

dengan rintangan – rintangan kecil guna merangsang atau memantik tercapainya tujuan

dan proses pelaksanaan tugas dalam organisasi berjalan dengan baik. Sehingga hal

tersebut akan berdampak pada keyakinan dan perspektif bawahannya. Seorang

pemimpin yang memiliki orientasi akan prestasi yang tinggi maka makin banyak

bawahannya yang percaya akan menghasilkan kinerja yang optimal.

Yang terakkhir ialah gaya kepemimpinan parsitipatif, dimana pimpinan dengan

gaya kepemimpinan ini mengambil saran – saran atau masukan – masukan dari

bawahannya untuk mengambil keputusan. Hal tersebut sangat sesuaid engan teori yang

dibuat oleh (Robbins, 2006). Sehingga dengan gaya kepemimpinan ini akan mendorong
kinerja dari bawahan dan memberikan kesempatan yang sebesar – besarnya dan seluas

– luasnya kepada bawahan untuk ikut serta dalam merumuskan tujuan dari organisasi,

membuat keputusan dan menyusun proses pelaksanaan kebijakan. Apakah pemimpin

lepas tangan dalam proses belajannya organisasi? Tidak. Karena dalam pengambilan

keputusanpun walaupun sangat dipengaruhi oleh suara dari bawahan atau anggota

organisasi tersebut, tapi pemimpin juga memberikan masukan dari masukan – masukan

yang telah dibuat. Sehingga fungsi pemimpin disini hanya sebagai pengontrol organisasi

agar keputusan apapun yang dibuat baik solusi dalam sebuah masalah, maupun

perencanaan proses kegiatan dalam organisasi dapat berjalan sesuai dengan tujuan

organisasi itu sendiri.

Pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat didasari oleh beberapa faktor.

Karakter dan kepribadian seorang pemimpin memegang peranan besar dalam

menentukan bentuk gaya kepemimpinan yang dipilih. Kemampuan seseorang juga

dalam memotivasi dan mempengaruhi bawahannya untuk bekerja sama dalam

mengembangkan organisasi dan mencapai tujuan organisasi merupakan faktor yang bisa

diikut sertakan dalam pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat. Bagaimana dengan

pemimpin yang ideal? Gaya kepemimpinan yang seperti apasih yang dipandang ideal?

Kecerdasan merupakan ciri khusus yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin

ideal Kecerdasan merupakan poin utama yang menentukan tindakan tepat seorang

pemimpin ketika menghadapi permasalahan dalam kelompok Pemimpin yang ideal

adalah yang cerdas dalam berperilaku, didukung oleh pemikiran yang lebih tinggi dan

peka terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya Dalam menjalankan fungsinya,

pemimpin yang ideal adalah yang mempunyai kemampuan berpikir fleksibel dan
mempunyai ide-ide baru untuk menjamin keberlangsungan kepentingan kelompoknya

karakteristik yang pertama ialah pemimpin yang berinisiatif. Kecerdasan berasal dari hasil

belajar sehingga sangat kaya akan ilmu .. Untuk menjadi pintar diperlukan semangat

untuk rajin belajar dan untuk tekun.. Dalam hal ini, pemimpin akan mampu mencapai

sesuatu dengan cepat dan akurat.. Selain itu, segala permasalahan akan cepat

terselesaikan..Tak hanya cerdas, pemimpin idaman adalah yang berani mengambil

inisiatif ketika menghadapi permasalahan Inisiatif pribadi jelas diperlukan bagi seorang

pemimpin untuk menciptakan solusi yang realistis dan menjanjikan Pemimpin yang

proaktif adalah seseorang yang dapat bertindak sendiri terlebih dahulu untuk memulai

sesuatu tanpa adanya paksaan Berkat inisiatif pemimpin, kekuatan pribadi setiap

anggota untuk menjalankan misi kelompok akan terjamin dengan baik yang kedua ialah

pemimpin yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti berani menanggung

segala akibat dari setiap keputusan yang dihasilkan dari tindakan yang diambil Selain

cerdas dan proaktif, seorang pemimpin yang ideal tentunya harus memiliki kepribadian

yang bertanggung jawab Tentu saja, keputusan tentang cara bekerja dan mencapai misi

tim diambil tanpa tergesa-gesa Pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin

yang selalu tabah dan mempunyai kemampuan berpikir taktis untuk menerima segala

resiko yang timbul dari keputusan yang diambil selanjutnya, pilihlah pemimpin yang

dapat dipercaya. Tentu saja karakter ini berasal dari kemampuan pemimpin dalam

menggerakkan anggotanya dan mengambil keputusan dengan bijak Pemimpin yang

ideal adalah pemimpin yang, tanpa berpikir dua kali, anggotanya dapat dengan tulus

mempercayainya untuk mengambil keputusan Pemimpin yang amanah adalah

pemimpin yang mampu menyelaraskan hati setiap anggotanya Dengan adanya


pemimpin yang amanah maka setiap anggota akan semakin terpacu untuk menyatukan

hati dan menciptakan kesatuan dalam kelompok untuk menciptakan persatuan

Kemudian, pemimpin yang dipandang ideal ialah pemimpin yang jujur. Kejujuran

dalam diri seseorang tentunya merupakan sifat khusus yang harus dimiliki oleh

seseorang, khususnya seorang pemimpin Pemimpin yang jujur menjanjikan

keterbukaan dan fleksibilitas dalam memberikan informasi apa pun yang bermanfaat

bagi tim Kejujuran yang ada dalam diri seorang pemimpin menjadi suatu sifat unggul

yang dapat diandalkan oleh anggotanya Pemimpin yang ideal dengan tingkat integritas

yang tinggi akan mendapat kepercayaan luas dari timnya. Yang tak kalah penting,

pemimpin yang ideal ialah pemimpin yang rela berkorban. Kesediaan berkorban berarti

rela menginvestasikan diri demi kebaikan kelompok, bukan keuntungan pribadi

Pemimpin yang rela berkorban akan mampu fokus mencapai visi tim secara detail

Kesediaan berkorban ini tentunya harus didasari oleh kecerdasan dan kebijaksanaan

pemimpinnya Pemimpin ideal yang rela berkorban akan mampu mengambil keputusan

yang tepat tanpa merugikan banyak pihak… yang terakhir, pemimpin yang ideal ialah

pemimpin yang mencintai kelompoknya. Cinta hadir dalam diri seorang pemimpin ideal

dan juga dalam kelompok yang dipimpinnya Setiap bentuk perilaku yang muncul dari

seorang pemimpin ideal akan selalu disertai dengan unsur cinta kasih yang akan

meminimalisir bentuk-bentuk penipuan dan hal-hal jahat lainnya Kelompok yang

dipimpinnya akan mampu mencintai pemimpinnya tanpa ada unsur paksaan yang tidak

semestinya Pemimpin yang ideal jelas akan memiliki kemampuan untuk dengan penuh

kasih menciptakan tindakan yang terkoordinasi dengan sempurna demi kemajuan


Berbanding terbalik dari yang telah dipaparkan, ada beberapa indokator

pemimpin tidak ideal. Diantaranya adalah Hanya memerintah, Menjadi pemimpin bukan

berarti hanya bisa memberi perintah Sebaliknya yang harus dilakukan dengan baik oleh

seorang pemimpin adalah mampu menciptakan komunikasi yang baik dengan tim atau

orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai visi dan misi yang telah ditentukan Di

sini komunikasi berarti komunikasi dua arah, sehingga bawahan dapat mengemukakan

pendapatnya dan tidak sekedar menerima perintah Kemudian pemimpin yang tidak ideal

adalah pemimpin yang jarang diskusi. Pemimpin yang buruk biasanya jarang berdiskusi

dengan bawahannya tapi dia menuntut timnya untuk solid Padahal, solid tidaknya

sebuah tim juga dinilai dari adanya komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan

Dengan berdiskusi, pemimpin pun bisa tahu jika ada masalah di antara orang yang

dipimpinnya Selain itu, tidak memberikan kepercayaan meruapak indikator

kepemimpinan tersebut gagal berjalan. seorang pemimpin yang baik bisa memberikan

kepercayaan pada timnya untuk bekerja Hal ini juga berguna untuk meningkatkan rasa

percaya diri timnya Sebaliknya, pemimpin yang buruk tidak mampu membangun

kepercayaan ini Hal ini akan menimbulkan ketidakpercayaan antara atasan dan

bawahan indikator selanjutnya adalah tidak adanya reward berupa pujian dari pemimpin

kepada bawahannya. Banyak atasan di instansi, perusahaan/organisasi yang ragu

memuji bawahannya Bahkan, hal ini terkadang perlu dilakukan untuk berterima kasih

kepada bawahan Hal inilah yang memotivasi mereka untuk menjadi tim yang lebih baik

dan maju Munculnya konflik juga merupakan pertanda bahwa kepemimpinan yang

sedang berjalan tidak ideal. Apabila bawahan Anda ditegur oleh atasan dari divisi lain,

jangan hanya diam saja dan membiarkan bawahan Anda menghadapinya sendirian.
Pemimpin yang baik akan berusaha untuk memberi dukungan pada timnya, bukan malah

ikut menyalah-nyalahkannya juga. Hubungan yang tidak terbuka antara sesama anggota

organisasi juga faktor yang tidak kalah penting. Hubungan baik dengan berbagai

departemen harus dibina dalam perusahaan/organisasi Jika Anda termasuk pemimpin

yang sering menutup diri dan tidak mengungkapkan hal-hal hebat dari kerja tim Anda, ini

menunjukkan bahwa Anda bukanlah pemimpin yang baik Faktor lainnya ialah tidak

bertanggung jawab. Jika Anda selalu mendelegasikan tugas kepada bawahan, padahal

pekerjaan itu seharusnya dilakukan oleh Anda, itu membuktikan bahwa Anda bukanlah

pemimpin yang baik Pemimpin yang sejati akan mempertanggungjawabkan

pekerjaannya dan tidak akan meminta bawahannya untuk menyelesaikannya. Pemimpin

tanpa visi akan gagal.. Pemimpin yang tidak memiliki visi tidak dapat menginspirasi tim,

mendorong kinerja, atau menciptakan nilai jangka panjang.. Visi yang buruk, perubahan

visi, atau kurangnya visi akan menyebabkan pemimpin gagal.. Tugas pemimpin adalah

menyelaraskan organisasi dengan visi yang jelas dan dapat dicapai.. Hal ini tidak bisa

terjadi ketika orang buta memimpin orang buta, artinya pemimpin tanpa visi akan

memimpin anggota tim tanpa tujuan dan arah.. Pemimpin yang kurang berkarakter atau

tidak berintegritas tidak akan bertahan dalam ujian waktu.. Betapapun cerdas, ramah,

dan persuasifnya seseorang, jika ia cenderung merasionalisasi perilaku tidak etis

berdasarkan kebutuhannya saat ini atau di masa depan, pada akhirnya ia akan menjadi

korban kehancuran diri sendiri.. Sikap etis bukanlah resep kesuksesan..

Profesor Sydney Finkelstein dari Dartmouth Tuck School mengatakan di Wall

Street Journal pada tahun 2009: “Para pemimpin cenderung mengandalkan pengalaman

masa lalu yang tampaknya bermanfaat namun sebenarnya berbahaya.. …karena tidak
sesuai dengan situasi saat ini dan tidak akan bermanfaat..” Pemimpin perlu

memperhatikan kondisi kerja, rekan kerja, sumber daya dan cara menciptakan

momentum di lingkungan baru.. Motivasi politik menyulitkan masyarakat dalam

mengambil keputusan yang obyektif dan fokus dalam mengelola tanggung jawab..

Pemimpin yang terjebak dalam politik kantor akan kehilangan identitasnya dan terjebak

dalam agenda dan motivasi orang lain.. Jika Anda tidak tahu apa yang Anda perjuangkan,

akan sulit mengambil keputusan yang tepat.. Tujuan yang jelas memungkinkan Anda

membuat keputusan yang tepat dan konsisten sesuai dengan misi Anda.. Ketika tujuan

“terganggu”, Anda kehilangan naluri dan mulai mengambil keputusan tanpa

ketergantungan atau sumber daya yang sesuai.. Kepemimpinan bukan hanya tentang

memotivasi orang dan menginspirasi tim, tetapi juga memerlukan pengetahuan tentang

alat dan sumber daya yang tersedia dan/atau diperlukan untuk menjadi kompetitif..

Pemimpin yang membuat keputusan yang baik terus-menerus meningkatkan prinsip

sumber daya.. Mereka meningkatkan kemampuan untuk mengakses informasi yang

benar, statistik, tren dan segala sesuatu yang tersedia dari luar dan dalam

kantor/perusahaan.. Mereka tahu kapan harus menggunakan semua sumber daya

tersebut untuk mengambil keputusan tepat yang berdampak positif bagi perusahaan atau

masa depan.. Manajer tidak memahami apa yang disebut dengan visi sudut lebar,

mereka melihat peluang dari segala arah. Visi ini menjadikan para pemimpin ahli dalam

pencegahan krisis dan manajemen perubahan ketika situasi memburuk. Hal ini juga

dapat memperluas wawasan mereka dan memungkinkan mereka melihat sekeliling

mereka, baik di dalam maupun di luar perusahaan, untuk mengambil keputusan yang

tepat. Pemimpin yang kurang percaya diri sering kali putus asa dan mengambil
keputusan dengan terburu-buru. Mereka tidak memikirkan konsekuensinya ketika

mengambil keputusan. Manajemen terlihat sebagai alat dalam upaya pengaruh dan

kendali orang atau sekelompok orang yang diinginkan bekerja sama untuk mencapai

tujuan tanpa keraguan Selain itu, ada manajemen sangat diperlukan untuk pergerakan

kegiatan organisasi. Jadi, Panduan ini tidak benar satu faktor penentu dan terpenting

dalam organisasi. Organisasi akan mulai bekerja baik, jika manajemen ada rasa

tanggung jawab panjang Tanggung jawab sendiri pemimpinnya adalah satu ciri-ciri

pemimpin ideal. Tetapi sama pentingnya, pemimpin Anda harus pintar untuk selalu

melakukan ini sesuatu untuk dipilih dan dipecahkan masalah yang dihadapi organisasi

yang dipimpinnya. Kedilan jiga dipandang penting yakni Seorang pemimpin yang ideal

harus berbuat adil, sehingga mampu untuk memperlakukan anggotanya dengan

perlakuan yang sama sesuai dengan tugas dan bidangnya masingmasing. Begitu juga

seorang pemimpin tidak memihak pada salah satu anggota, melainkan semua anggota.

Seorang pemimpin yang ideal haruslah orang yang lugas, sehingga bisa menyampaikan

pemikirannya secara langsung dan tanpa bertele-tele.. Selanjutnya seorang pemimpin

harus mempunyai kebijakan, peduli terhadap kebaikan bersama dan ditunjang dengan

hati nurani yang murni, ikhlas dan ikhlas.. Alam mengizinkan membangun kepercayaan,

jika keyakinan itu biarkan bersinar pengelolaan Manajemen bisa dipegang sebagai

instrumen mencoba mempengaruhi dan mengelola seseorang atau kelompok orang ingin

bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Ada 8 di antaranya (delapan) tokoh

kepemimpinan ideal, yaitu: cerdas, bertanggung jawab, jujur, dapat diandalkan, proaktif,

konsisten, tegas dan langsung. Manajemen kepemimpinan dapat memberikan kontribusi

terbaik untuk meningkatkan kualitas suatu organisasi.. Maju dan mundurnya, berhasil
atau tidaknya suatu organisasi sangat ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin lah

yang mengendalikan dan menentukan arah organisasi menuju tujuan yang akan dicapai.

Bagaimana dengan hakikat kepemimpinan pada generasi milenial?

Kepemimpinan milenial mentransformasikan menjadi gaya kepemimpinan masa kini

yang mana menyesuaikan dengan gaya generasi baru yang lahir pada tahun 1980..

Model kepemimpinan milenial tidak sama dengan model kepemimpinan lama pada

generasi sebelumnya.. Tahun yang lahir pada tahun 1980-an memegang peranan

penting karena generasi ini kini memasuki masa paling produktif .. Pada usia 30-, inilah

generasi yang memimpin dunia kerja , dunia kreativitas, dunia inovasi, dan

mempengaruhi pasar dan industri global yang ada saat ini dan merupakan pemimpin

dalam persaingan.. lingkungan.. bidang.. dari dunia kerja, dunia kreativitas dan dunia

inovasi.. Oleh karena itu, generasi yang lahir pada tahun 1980-an dan seterusnya sering

disebut sebagai generasi Milenial.. Dengan merujuk pada generasi itu, gaya

kepemimpinan yang dibangun pun perlu beradaptasi dengan pola pikir dan gaya hidup

mereka.. Dan ketika kepemimpinan yang ada hendak melakukan revolusi mental pada

bangsa, generasi inilah yang menjadi target penting untuk disasar.. Beberapa karakter

generasi milenial ini adalah, pertama, kemampuan mereka mengakses teknologi

informasi yang lebih baik dari generasi sebelumnya.. Media sosial menjadi bagian

kehidupan mereka sehari-hari.. Internet pun menjadi sumber informasi dan pengetahuan

bagi mereka.. Apapun informasi yang mereka butuhkan, kebanyakan mereka

mendapatkannya dari internet dan media sosial.. Kepemimpinan milenial diterjemahkan

seperti pemerintahan saat ini beradaptasi dengan gaya generasi baru lahir pada tahun

1980an. Model manajemen Milenial tidak sama dengan model kepemimpinan lebih lama
dibandingkan generasi sebelumnya. Tahun lahirnya adalah tahun 1980an peranan

penting bagi generasi sekarang memasuki masa paling produktif. pada usia 30 - selama

bertahun-tahun, generasi inilah yang akan memimpinnya dunia kerja, dunia kreativitas,

dunia inovasi, dan mempengaruhi pasar dan industri global apa yang terjadi saat ini dan

apa yang akan terjadi di tempat kerja yang kompetitif, di dunia dunia kreativitas dan

inovasi. Karena itu, generasi yang lahir pada tahun 1980an dan setelahnya sering disebut

dengan generasi milenial. Mengacu pada generasi ini, gaya Kepemimpinan tingkat lanjut

juga penting sesuaikan dengan pola pikir dan gaya hidup Anda mereka Dan jika

manajemennya kita sedang melakukan revolusi spiritual generasi ini adalah sasarannya

penting untuk dituju. Beberapa karakter generasi milenial itu terutama keterampilan

mereka mendapatkan lebih banyak teknologi informasi lebih baik dari generasi

sebelumnya. Media sosial menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Internet

juga telah menjadi sumber informasi dan informasi kepada mereka. Kebutuhan apa pun

sebagian informasi yang mereka perlukan Mereka mendapatkan sebagian besar internet

dan media sosial kehidupan yang ingin lebih bebas dan mandiri untuk melakukan sesuatu

Keempat, masih ada ribuan generasi lagi seperti sesuatu yang mendesak. Mungkin

fungsi ini dapat dilihat secara positif atau negatif. Selain itu, generasi ini sedang

melakukan sesuatu yang praktis dan sederhana. Yang negatif adalah generasi itu bisa

lebih tahan lama terhadap tekanan rendah dan stres terbiasa melakukan sesuatu dengan

cepat dan Ini instan, jadi tidak sabar menunggu hasilnya diterima tidak langsung terlihat.

Kesimpulannya ialah bahwa setiap gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Gaya kepemimpinan mengacu pada bagaimana

seorang pemimpin menjalankan peran kepemimpinannya dan bagaimana dia dipandang


oleh orang-orang yang ingin dipimpinnya atau oleh orang-orang yang mungkin

mengawasi dari luar. Pemilihan gaya manajemen yang tepat dapat dilakukan sesuai

dengan keadaan dan situasi serta orang yang dikelola.

Anda mungkin juga menyukai