Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN OBSERVASI

PERENCANAAN DAN PEMBIAYAAN


KEGIATAN NTB EXPO GEMILANG

ECO-ENZYM TIM RISET DAN TEKNOLOGI (RISTEK)


SMAN 1 MATARAM

DISUSUN OLEH :

NAMA : NOVITASARI PUTRI, S.Pd


NIM : 12K02310009
MATA KULIAH : PERENCANAAN DAN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN
DOSEN PENGAMPU : Dr. AIDY FURQON

PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM


MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
1. ECO-ENZYM
Eco-enzym adalah fermentasi limbah dapur organik semisal ampas buah dan sayuran
yang kemudian dicampurkan dengan gula, contohnya gula cokelat, gula merah atau gula tebu,
dan juga air (Viana Meilani Prasetio, Tia Ristiawati, Frida Philiyanti, 2021). Eco Enzyme ini
pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri
Asosiasi Pertanian Organik Thailand. Beliau telah melakukan penelitian tentang Eco
Enzyme selama 30 tahun. Gagasan proyek ini adalah untuk mengolah enzim dari sampah
organik yang biasanya kita buang ke dalam tong sampah sebagai pembersih organik. alasan
dari pendaur ulangan ini adalah karena banyak sampah yang belum bisa diolah karena
keterbatasan alat dan kompetensi yang pada akhirnya menumpuk. Data nasional tahun 2018
menunjukkan bahwa 62 persen sampah di negeri ini dihasilkan dari sampah domestik
atau sampah dari aktivitas rumah tangga. Merujuk dari itu, pendaur ulangan sampah organik,
terutama sampah rumah tangga harus menjadi perhatian bersama terlebih apabila sampah
organik tersebut terbuang percuma hanya menjadi penyumbang karbon dioksida dan gas
metana yang makin memperburuk efek pemanasan global.

2. PROSES PERENCANAAN PEMBUATAN ECO-ENZYM


Pembuatan eco-enzym yang ditampilkan oleh STAN SMAN 1 Mataram pada kegiatan
expo 14 – 15 September 2023 kemarin sebenarnya adalah salah satu produk unggulan yang
dibuat oleh tim RISTEK. Berawal dari kegiatan ekstrakulikuler, Pak Minaryo, selaku pembina
ekskul RISTEK mengungkapkan bahwa pembuatan ecoEnzym ini sangat berkaitan erat
dengan P5 yang sekarang sedang digalakkan dalam Kurikulum Merdeka. EcoEnzym yang
semula merupakan kegiatan ekskul, bergeser menjadi kegiatan P5 dan berakhir menjadi salah
satu produk unggulan dari SMANSA. Pak Min mengungkapkan bahwa tim RISTEK sudah
melakukan proses fermetasi eco-enzym sejak desember 2022. Sampai saat ini, sudah
didapatkan lebih dari 60liter cairan eco-enzym yang dikemas dalam botol 500ml.
Selain itu, salah satu tim RISTEK yang hadir dalam penyenggaraan NTB Expo, Joselyn
mengatakan bahwa proses pembuatan eco-enzym ini memerlukan waktu lebih dari 4 bulan.
Mulai dari mengumpulkan sampah dapur, dalam hal ini contohnya adalah kulit jeruk, sampai
dengan mengumpulkan alat bahan lain berupa selang, botol besar serta meyiapkan kondisi dan
temperatur ruang yang cocok karena proses fermentasi memerlukan ketelatenan tinggi agar
udara yang masuk kedalam botol fermentasi tersebut tidak bercampur dengan udara dalam
botol. Selanjutnya prosesnya dilanjutkan dengan proses fermentasi yang dilakukan selama
minimal 3 bulan. Bulan pertama, akan dihasilkan alkohol, kemudian pada bulan kedua akan
menghasilkan cuka dan pada bulan ketiga menghasilkan enzim. Pada bulan ketiga, Eco
Enzyme sudah bisa dipanen. Caranya adalah dengan menyaring menggunakan kain yang
sudah tidak terpakai atau baju juga bisa digunakan untuk saringan.
Sisa atau ampas Eco Enzyme dapat digunakan untuk starter untuk mempercepat proses
EcoEnzym selanjutnya. Joselyn menjelaskan lebih lanjut bahwa produk ecoenzym yang
dibuat bisa diolah lebih lanjut untuk beberapa fungsi, contohnya sebagai pupuk alami
(mencampurnya 5 ml cairan ecoenzym dengan 1 liter air, kemudian disiramkan ke tanah),
sampo (2 tetes cairan ecoenzym ke sampo), sabun cuci piring, sabun cuci tangan (batang).
Produk ecoEnzym yang dibuat oleh tim RISTEK SMANSA ini merupakan produk yang
sudah diproduksi dalam jumlah besar. Mengingat produk ecoenzym ini merupakan produk
fermentasi, joselyn mengungkapkan bahwa semakin lama cairan ini disimpan, semakin bagus
kerja enzymnya sehingga memproduksinya dalam jumlah besarpun bukan masalah.

3. MITRA / STAKE HOLDER


Penanggung jawab tim RISTEK, pak minaryo menjelaskan bahwa selain
ecoenzym, tim RISTEK SMANSA juga memiliki produk unggulan lain, seperti natadecoco
dan yogurt. Namun baik natadecoco, yogurt dan ecoenzym tersebut hanya dipasarkan sebatas
lingkungan sekolah dan untuk kebutuhan even seperti NTB Expo ini. Selain itu, mereka hanya
menjajakannya untuk warga sekolah, seperti para guru dan tenaga pendidik serta sesama
murid. Untuk selanjutnya, pak Minaryo berharap ecoEnzym ini bisa berkembang dan dikenal
masyakat luas sehingga bisa membangun relasi dengan stakeholder – stakeholder lainnya
demi mengkampanyekan gaya hidup berkelanjutan. Selain itu, beliau menekankan bahwa
ecoenzym ini bisa diolah menjadi produk – produk lainnya seperti sabun batang dengan
bantuan minyak jelantah. Produk turunan dari eco enzym ini bisa dijadikan barang bernilai
komersil jika dikemas dengan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan mitra yang tepat baik dari
prosedur pengolahan ecoenzym ke sabun batang, mitra yang tepat dalam masalah pengemasan
sampai mitra dalam hal pendistribusian dan promosi barang.
4. MODEL PEMBIAYAAN
Model pembiayaan yang diterapkan dalam proses pembuatan EcoEnzym ini
menurut pak Minaryo merupakan hasil dari iuran wajib setiap anggota. TIM memiliki iuran
yang wajib dibayarkan setiap bulan, yang kemudian digunakan untuk membeli alat dan bahan.
Kemudian setelah barang tersebut jadi, maka barang tersebut bisa di promosikan ke guru atau
tendik SMANSA, dan pemasukannya dijadikan modal untuk membuat produk lainnya.
Namun lain halnya dengan event besar yang membutuhkan biaya lebih, contohnya STAN
bazar, maka akan ada pendaan khusus dari pihak sekolah. Diceritakan juga bahwa ecoEnzym
ini sudah pernah diperkenalkan di msyarakat pada even MOTOGP di Kuta, dan pada saat itu,
produk ecoenzym yang diproduksi dalam jumlah besar oleh karena itu sekolah membuat
pendanaan khusus untuk produk ecoEnzym ini. Pak Minaryo menekankan bahwa pembiayaan
dalam produk ecoEnzym ini selalu mendapatkan untung. Pengeluaran yang mereka keluarkan
mulai dari limbah yang merupakan hasil pengumpulan sampah yang tim lakukan. Selain itu
mereka juga menambahkan gula aren atau gula kelapa, sesuai dengan kebutuhan. Biaya untuk
gula tersebut perliternya hanya membutuhkan 50gr gula atau seharga 7.000 rupiah. kemudian
air 500ml yang dituangkan kedalam wadah besar. Setelah ecoenzym berhasil difermentasi,
maka cairan tersebut dijual dengan harga 40.000 rupiah perliternya.

5. KESIMPULAN
Untuk selanjutnya, pak Minaryo berharap ecoEnzym ini bisa berkembang sehingga
kedepannya bisa mengkampanyekan gaya hidup berkelanjutan kepada masyarakat dan bentuk
partisipasi manusia terhadap keberlangsungan tersebut dengan cara merecycle sampah baik
anorganik dan organik. Dengan sadarnya masyarakat mengenai gaya hindup berkelanjutan,
maka akan ada inovasi – inovasi lainnya yang bisa menggantikan produk – produk berbahaya
menjadi produk ramah lingkungan sehngga pada akhirnya, produk – produk aman ini akan
mendapatkan fokus lebih dari pemerintah. Dengan mendapatkan fokus lebih, maka dapat
dipastikan kedepannya perencanaan dan pembuatan EcoEnzym lebih matang dan jelas, mulai
dari kampanye gaya hidup berkelanjutan, proses pembuatan, pencarian stakeholder / mitra,
pendistribusian sampai dengan pendanaan dan pembiayaan mengenai ecoEnzym lebih jelas
dan lebih terarah.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai