Pertama, otoritas berada di tangan satu orang (pemimpin). Pemimpin membuat hampir
semua keputusan, termasuk tentang tujuan, tugas, proyek, dan proses kerja. Mereka
mendikte semua metode dan proses kerja ke bawahan dan tidak mempercayakan
keputusan penting kepada bawahan.
Kedua, pekerjaan cenderung sangat terstruktur dan sangat kaku. Hampir mustahil untuk
memunculkan kreativitas dan pemikiran out-of-the-box. Itu menghambat inovasi. Kontrol
absolut menghalangi kemampuan bawahan untuk berkreasi.
Ketiga, pemimpin menerapkan kontrol otoriter dan mengawasi bawahan mereka dengan
ketat. Untuk menjalankan organisasi, mereka membuat aturan ketat di mana bawahan
harus mematuhinya. Mereka mengkomunikasikan dengan jelas aturan tersebut sehingga
bawahan memahami dan menjalankannya tanpa pertanyaan.
Karakteristik lain dari kepemimpinan otokratis adalah:
Para pemimpin memandang kepentingan bawahan kurang penting daripada
organisasi
Pemimpin menempatkan tuntutan tinggi pada bawahan mereka
Pemimpin tidak meminta atau menerima masukan dari bawahan untuk
pengambilan keputusan
Pemberdayaan anggota kelompok adalah rendah
Kedua, pengambilan keputusan lebih cepat. Itu menjadi menjadi penting karena bisnis
dan persaingan semakin dinamis. Pemimpin meluangkan lebih sedikit waktu untuk
mencoba mempengaruhi orang lain. Sehingga, mereka menggunakan lebih banyak waktu
untuk memikirkan dan membuat keputusan penting.
Ketiga, bawahan dapat fokus untuk bekerja dengan baik sesuai arahan. Karena
pemimpin menentukan tugas, standar kerja dan tenggat waktu, bawahan hanya tinggal
menjalankannya saja.
Kelima, tingkat turnover tinggi. Stres dan tekanan tinggi berdampak negatif pada moral
karyawan. Mereka memilih untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik.
Keenam, organisasi menjadi sangat tergantung pada pemimpin. Jika pemimpin tidak
memiliki kompetensi untuk menuju kesuksesan, organisasi akan menuju kehancuran.
Sebaliknya, jika pemimpin kompeten, adil dan inovatif, organisasi akan berjalan dengan
lancar. Selanjutnya, ketergantungan semacam itu menjadi bencana, misalnya, jika
pemimpin yang sukses meninggalkan perusahaan atau meninggal.
Kedua, pemimpin otokratis efektif ketika ada banyak tekanan terlibat. Dalam situasi yang
sangat menegangkan, seperti selama perang, anggota kelompok mungkin lebih suka
gaya otokratis.
Ketiga, gaya kepemimpinan otokratis cocok ketika sebagian besar staf adalah kurang
berpengalaman dan berketerampilan. Pemimpin membagikan berbagai tugas untuk
diselesaikan.
Sehingga, anggota kelompok dapat fokus melakukan tugas-tugas tertentu tanpa khawatir
membuat keputusan yang rumit. Mereka menjadi sangat terampil dalam melakukan tugas-
tugas tertentu, yang pada akhirnya bermanfaat bagi keberhasilan seluruh kelompok.