Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
Kelompok 7
YOGYAKARTA
2019
I. KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL
Apabila model tradisional lebih berfokus pada gaya kepemimpinan yang sesuai untuk status
quo, maka model agen perubahan (change agency models) menekankan alternatif kepemimpinan
yang tepat untuk mengadakan perubahan. Salah satu teori agen perubahan yang paling
komprehensif adalah teori kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional.
Gagasan awal mengenai model kepemimpinan ini dikembangkan oleh James Mc Gregor Burns
yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya disempurnakan ke dalam konteks
organisasional oleh Benard Basa (Eisenbach, Watson, dan Pillai (1999).
Kontrak pertukaran imbalan untuk upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan bagi
kinerja baik, dan menghargai prestasi kerja, misalnya: pimpinan bersedia memberikan
bonus sebesar 100% gaji apabila manajer pemasaran sanggup menaikan penjualan
sebesar 10%.
Mengawasi dan mencari deviasi (penyimpangan) atas berbagai aturan dan standar, serta
mengambil tindakan korektif. Tindakan ini misalnya: pimpinan akan memberitahu
anggotanya jika jumlah kerusakan produk yang dihasilkan mengalami kenaikan
signifikan. Pimpinan juga akan membantu anggota memperbaiki mesin yang rusak agar
masalahnya segera teratasi.
4. Laissez Faire:
Dari aspek-aspek dalam kepemimpinan transaksional tersebut, maka dapat diketahui dua
(2) karakteristik utama tipe kepemimpinan transaksional, yaitu:
Pertukaran antara
Kepemimpinan Transaksional
1. Imbalan Kontingen Pemimpin dan Pengikut Kinerja yang
2. Management by Exception (Aktif)
3. Management by Exception (Pasif)
Disepakati
4. Laissez Faire
Memperluas dan
Mempertinggi
Kepemimpinan Transformasional
1. Karisma Sasaran Pengikut Kinerja Melampaui
2. Inspirasi Harapan
3. Stimulasi Intelektual
4. Konsiderasi yang Bersifat Individual
Contoh Pemimpin dengan gaya Kepemimpinan Transaksional
Pengusaha kelahiran Surabaya, 26 September 1965 ini duduk sebagai Ketua Dewan Pakar
Partai Nasdem. Keterlibatan Hary Tanoe sendiri didalam partai Nasdem secara nyata pada
tanggal 26 Juli 2011saat deklarasi partai tersebut di Mercure Hotel,Ancol. Namun sepertinya
kepemimpinan Hary Tanoe di Partai Nasdem lebih bercorak transaksional. J.M Burns
mengatakan bahwa salah satu gaya kepemimpinan transaksional adalah Kepemimpinan Partai.
Pertama, Hary Tanoe adalah Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Meskipun tidak menjadi Ketua
Umum Partai Nasdem, Hary Tanoe dapat memberikan pengaruhnya lewat tugasnya sebagai
Ketua Dewan Pakar Partai Nasional Demokrat.
Kedua, bisa dilihat dari Kepemimpian Hary Tanoe di Partai Nasdem pun transaksional.
Sebagai media owner Hary Tanoe, memanfaat seluruh media dan karyawannya untuk membantu
Partai Nasdem. Dari wawancara diatas dapat dilihat bagaimana Hary Tanoe mengerahkan TIM
MNCnya untuk membuat sistem database jumlah anggota partai. Selain itu secara realitas Hary
Tanoe menggunakan media penyiarannya seperti televise dibawah MNC Groupnya seperti
RCTI, MNC TV, Global Tv untuk menanyangkan iklan Partai Nasdem secara terus menerus.
Selain itu terjadi bargaining antara Partai Nasdem dengan Hary Tanoe.
Menggambarkan kebutuhan antara Hary Tanoe dengan Partai Nasdem. Partai Nasdem
membutuhkan anggota untuk mendukungnya sedangkan Hary Tanoe membutuhkan pekerja
untuk perusahaannya. Dengan begitu anggota Partai Nasdem memiliki kesempatan yang lebih
besar untuk bekerja diperusahaan yang ditangani oleh Hary Tanoe dibandingkan dengan orang
yang tidak menjadi anggota Partai Nasdem. Ini menandakan kemampuan, pengetahuan dan
keterampilan menjadi prioritas nomor dua.
Selain itu hubungan Hary Tanoe dan Partai Nasdem juga dapat dilihat bargaining politik
yang dilakukannya dengan cara melakukan pertukaran antara kepentingan bisnis dan
kepentingan politik. Sebagai pengusaha media tentunya Hary Tanoe mempunyai kepentingan
bisnis yaitu untuk mempertahankan, mengamankan dan melebarkan usaha medianya. Sementara
Partai Nasdem mempunyai kepentingan politik untuk menjadi partai pemenang pemilu 2014.
Kepentingan Partai Nasdem seperti yang disampaikan oleh Armyn Gultom, “Menang kita, kita
pasti menang. Jangka pendeknya kan lolos verifikasi KPU, jangka panjangnya menang pemilu
2014. Kalo sudah menang pemilu baru bisa melakukan perubahan”
Kepentingan bisnis Hary Tanoe juga terlihat dari kekhawatirannya terhadap capres pemilu
2014. Ini menegaskan bahwa kepentingan Hary Tanoe adalah untuk kepentingan bisnisnya
semata. Keadaan bisnisnya yang telah “nyaman” ini, jangan sampai diganggu oleh para
pesaingnya. Ini tentunya terkait dengan pencalonan presiden 2014. Hary Tanoe mengharapkan
agar yang menjadi presiden di 2014, bersifat adil dalam membuat peraturan bisnis atau
persaingan usaha. Ini menyebabkan Partai Nasdem menjadi sangat penting. Pemilu presiden
2014, hanya di ikuti oleh calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik.
Sepertinya yang tertera pada UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 6A ayat 2 yang
berbunyi “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu”.
Dugaan motif ini muncul setelah adanya data LSI tentang mencari calon presiden 2014.
Mega Wati mungkin mengungguli calon lain seperti Prabowo dan Aburizal jika diadakan
pemilihan presiden yaitu Febuari 2012 serakang. Lalu melenggang ke puturan kedua bersama
Prabowo. Namun bisa saja pada putaran kedua ini Prabowo berkemungkinan memenangkannya.
Sayangnya pemilihan umum presiden masih dua tahun lagi. Trend pemilih yang memilih
Prabowo dan Aburizal pun mulai meningkat.
Keberadaan Hary Tanoe sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem tentunya sangat
menguntungkan partai tersebut. Pertama, dampak kepemimpinan Hary Tanoe tentunya menjadi
salah sumber pendanaan partai. Sumber pendanaan yang diberikan tidaklah selalu berupa uang,
lewat perusahaan media yang dipimpinnya. Dengan cara mengiklankan iklan politik Partai
Nasdem. Bagaimana bisa partai baru mampu mendanai iklan partai politik yang hampir
mencapai 200 slot per hari? Biaya pembuatan/produksi iklan politik tidaklah murah itu belum
lagi harga pemasangan iklan partai politik pada jam-jam tertentu dengan harga yang berbeda-
beda pula. Kehadiran Hary Tanoe sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem tentunya sangat
membantu partai tersebut dalam hal pengenalan dan promosi partai tersebut terhadap
masyarakat.
Pertama, Hary Tanoe adalah Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Meskipun tidak menjadi
Ketua Umum Partai Nasdem, Hary Tanoe dapat memberikan pengaruhnya lewat
tugasnya sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasional Demokrat.
Sebagai media owner Hary Tanoe, memanfaat seluruh media dan karyawannya untuk
membantu Partai Nasdem. Hary Tanoe mengerahkan TIM MNCnya untuk membuat
sistem database jumlah anggota partai.
Terjadi bargaining antara Partai Nasdem dengan Hary Tanoe. Partai Nasdem
membutuhkan anggota untuk mendukungnya sedangkan Hary Tanoe membutuhkan
pekerja untuk perusahaannya.
Hubungan Hary Tanoe dan Partai Nasdem juga dapat dilihat bargaining politik yang
dilakukannya dengan cara melakukan pertukaran antara kepentingan bisnis dan
kepentingan politik. Sebagai pengusaha media tentunya Hary Tanoe mempunyai
kepentingan bisnis yaitu untuk mempertahankan, mengamankan dan melebarkan usaha
medianya. Sementara Partai Nasdem mempunyai kepentingan politik untuk menjadi
partai pemenang pemilu 2014.
Kepentingan bisnis Hary Tanoe terlihat dari kekhawatirannya terhadap capres pemilu
2014. Hary Tanoe mengharapkan agar yang menjadi presiden di 2014, bersifat adil dalam
membuat peraturan bisnis atau persaingan usaha.
Dampak kepemimpinan Hary Tanoe tentunya menjadi salah sumber pendanaan partai.
Kehadiran Hary Tanoe sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem tentunya sangat
membantu partai tersebut dalam hal pengenalan dan promosi partai tersebut terhadap
masyarakat.
Contoh Pemimpin dengan gaya Kepemimpinan Transformasional
Semenjak dilantik sebagai wali kota pada 2013 lalu, dia membuat terobosan dengan
menghidupkan kembali taman-taman kota, memberikan denda kepada perokok di tempat umum,
hingga mempercepat pembuatan akte kelahiran bagi warganya. Walaupun langkahnya itu
terkadang dihadang berbagai kendala, Ridwan yang berlatar arsitek ini mengaku telah berusaha
berinovasi, yang barangkali dulu tidak pernah dilakukan para pendahulunya. Misalnya saja,
Emil, begitu sapaan akrabnya, nyaris rutin "menyapa" warganya melalui media sosial atau
menemui secara langsung warganya yang kurang beruntung dengan mengajaknya makan
bersama. "Saya mencoba berinovasi setiap hari, di mana bisa ditemukan metode atau cara baru
untuk memperbaiki sistem, ya saya lakukan," kata Ridwan Kamil dalam wawancara khusus
dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, di sela-sela kesibukannya, Rabu, 26 Maret
2014, di Jakarta.
Berbagai langkahnya ini kemudian menarik perhatian media, sehingga namanya pun banyak
disebut. Pria kelahiran 1971 ini lantas dianggap contoh pemimpin di tingkat lokal yang mampu
berinovasi. "Saya jadi walikota mencoba menjawab permasalahan masyarakat, dan selalu
membayangkan kalau saya menjadi masyarakat," kata alumni ITB Bandung ini. Wartawan senior
asal Bandung, Budiana Kartawijaya, mengatakan, Ridwan Kamil bukanlah nama baru di benak
masyarakat kota itu. Dia juga bukanlah sosok yang tiba-tiba muncul dan menghiasi judul utama
berbagai media massa.
"Ridwan Kamil dikenal oleh masyarakat Bandung bukan sekedar sebagai seorang walikota,"
kata Budiana kepada BBC Indonesia. "Social investment-nya sudah banyak sejak dari
dulu."Menurutnya, sudah sejak lama Emil telah mendorong kegiatan kreatif pada tingkat
komunitas. "Sehingga kehadirannya membawa paradigma baru," kata Budiana. Dan setelah
terpilih sebagai Wali kota Bandung, lanjutnya, Ridwan mampu membuang jauh-jauh
"keangkeran" jabatan itu. "Kalau dulu jabatan wali kota itu dipandang sebagai birokrat yang
berjarak, sekarang anak muda di Bandung menganggap Ridwan Kamil sebagai teman," ujar
mantan Pemimpin Redaksi harian Pikiran Rakyat ini.
Memanfaatkan sepenuhnya media sosial, alumni teknik arsitektur ITB Bandung (1990-1995)
ini melakukan dialog langsung dengan warganya. "Dia mampu menghilangkan jarak
komunikasi, orang bisa menyapa dia lewat media sosial," kata Budiana. "Semua warga bisa
tanya (kepadanya), kemudian dia feedback (membalasnya)."
"Karena negeri ini sudah melewati sebuah tahapan, di mana teknologi bukan lagi masalah,"
ungkapnya dalam wawancara dengan BBC Indonesia di dalam kendaraan miliknya, di sela-sela
kesibukan kunjungan kerjanya di Jakarta. Hal ini, menurutnya, terbukti dari kenyataan "betapa
terhubungnya masyarakat Indonesia melalui media sosial."
"Contohnya, di Bandung yang penduduknya 2,6 juta, yang punya Facebook, 2, 3 juta.
Pembantu saya bahkan (akun) Facebook-nya dua," ungkapnya memberi contoh.
Dari kenyataan inilah, dia kemudian memilih untuk memanfaatkan media sosial untuk
berhubungan dengan warganya. "Sehingga semua kegiatan saya, sekarang saya informasikan di
sosial media. Saya gunakan untuk menginformasikan kegiatan, menjawab pertanyaan, berdebat
terhadap kritikan-kritikan. " Lagipula, lanjutnya, "Saya tidak punya media, tidak seperti
konglomerat lainnya."
"Jadi," imbuhnya, "sosial media adalah media paling revolusioner di masa depan. Tidak hanya
mengurusi hal pribadi, tapi juga mengurusi hal-hal serius."