Anda di halaman 1dari 32

2

Karakteristik Pemimpin Transformasional


(hal. 27-45)
Kepemimpinan merupakan seni- menunjukkan seni- instrument diri sendiri. Penguasaan seni
kepemimpinan datang dari penguasaan atas diri sendiri.
-

Jim Kouzes

Di setiap buku tentang kepemimpinan banyak memberikan daftar karakteristik atau ciri-ciri yang
harus dimiliki oleh seorang pimpinan. Seperti keinginan pimpinan saat ini, hal tersebut
membuatmu gila. George, Sims, McLean, dan Mayer (2007, p. 129) melaporkan bahwa dalam 50
tahun terakhir, lebih dari 1000 studi telah dilakukan untuk menentukan karakteristik penting
mengenai pemimpin yang hebat, tanpa kesuksesan. Terima kasih tuhan, mereka menjawab,
Jika para sarjana menciptakan gaya kepemimpinan pemotong kue, individu akan selalu
mencoba membuat imitasinya..Tidak ada seorangpun yang asli dengan mencoba menduplikasi
orang lain. Kamu dapat belajar dari pengalaman orang lain, tetapi tidak ada jalan lain untuk
mencapai kesuksesan ketika kamu mencoba menjadi seperti mereka.
Meskipun demikian, dalam 20 tahun terakhir, Kouzes dan Posner (2007) telah meminta
orang-orang untuk memberi nilai mengenai tujuh karakteristik atas yang mereka idamkan.
Mereka memberi laporan secara konstan berdasarkan urutan peringkat: jujur, mampu melihat ke
depan, kompeten, menginspirasi, memiliki intelejen, memiliki pikiran yang baik, berpikiran luas,
suportif, lurus ke depan, dapat dipercaya, kooperatif, tetap positif, imajinatif, ambisius,
pemberani, peduli, dewasa, mampu mengkontrol diri, dan independen. Para sarjana tidak pernah
lelah untuk membuat list tersebut.
Carroll (2005) mengemukakan enam atribut penting bagi pemimpin keperawatan: (1)
integritas pribadi (standar etik, sifat dapat dipercaya, dan kredibilitas), (2) visi yang strategis dan
orientsi aksi, (3) membangun tim dan keterampilan berkomunikasi, (4) kompetensi manajemen
dan teknis, (5) keterampilan manusia (menguasai orang lain, jaringan/ networking, menilai
perbedaan, dan berkolaborasi), dan (6) atribut kelangsungan hidup personal (sensitivitas politik,

mengarahkan diri sendiri, kepercayaan diri sendiri, keberanian, dan keterusterangan). Perawat
lainnya melist daftar sebagai berikut:
nilai moral dan etika, kompetensi teknis, pengetahuan dan keterampilan konseptual, keinginan
untuk menjadi pemimpin, kepribadian yang baik, dan keterampilan manusiaPemimpin harus
memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang yang mereka pimpin, kemampuan untuk berpikir
abstrak, sejarah dalam mencapai hasil, kemampuan berkomunikasi, memotivasi, dan mendelegasi,
kemampuan untuk mengolah bakat orang lain, pendapat dan karakter yang baik. Pemimpin harus
mampu memotivasi orang lain, menggunakan pengetahuannya untuk pengembangan dan
keterampilan teknis, dan mampu mengubah kepemimpinan. Beberapa memberikan inspirasi, atau
karismatik; semua harus jelas komunikasinya siapakah yang menunjukkan komitmen dan compassion
(rasa kasihan/ terharu?). Seorang pemimpin harus memiliki keinginan, mampu dipercaya, dan adil.
Moral merupakan nilai utama; satu hal harus berlaku baik, jujur dan berani dalam hal yang benar.
Kepemimpinan berarti harus mampu mendapat kritikan, untuk mau mengambil resiko dan keinginan
untuk menerima kesalahan. (Jaffe-Ruiz, 2008, pp. 334-335)

Walaupun Zaccaro (2007) menulis secara luas untuk menantang ciri kepemimpinan berbasis
perspektif, ia tetap mengemukakan list miliknya sendiri mengenai atribut pemimpin dari segi
proximal/ dekat dan distal/ jauh. Karakteristik proximal, yaitu hal-hal yang dekat/
berhubungan dengan lingkungannya, termasuk keahlian dan pengetahuannya, keterampilan
dalam memecahkan masalah, dan keterampilan dalam menilai kondisi sosial. Kebutuhan, tetapi
lebih distal, termasuk adalah motif dan nilai-nilai, kemampuan kognitif, dan personalitas.
Stichler (2008, p. 256) memberikan beberapa list mengenai atribut personal dari
pemimpin keperawatan yang sukses : integritas, sensitivitas politik, mengarahkan diri,
kepercayaan akan diri sendiri, keberanian, mampu berbicara terus terang, kerendahan hati, dan
terpercaya. Apa? Berjalan diatas air kok ga ada dalam list? Terlalu mudah dalam mengumpulkan
list sederhana tentang ciri-ciri pemimpin yang diinginkan. Mungkin, sangat menarik untuk
mengukur diri Anda sendiri dengan tiap item yang ada dalam list. Kenyataannya adalah Anda
akan menemukan tantangan dalam hal yang sebaik yang Anda bisa. Jika Anda melakukan secara
sengaja dengan merefleksikan apa yang Anda lakukan, mencari informasi yang Anda butuhkan,
mendengarkan dari sudut pandang orang lain, dan merencanakan bagaimana Anda akan
melakukan hal yang lebih baik lagi di masa depan, maka Anda akan memperoleh apa yang
dibutuhkan dari tiap list panjang dari sifat pembawaan tersebut. Siapa yang tahu jika
karakteristik yang terbaik dari seorang pemimpin adalah dari pembawaan lahir atau dari

pembelajaran sebelumnya? Tetapi kita mengetahui bahwa mereka dapat berkembang lagi. Anda
dapat belajar dari pengalaman dan sifat bawaan para pemimpin besar lainnya, dan menentukan
siapa diri Anda sebenarnya sebagai seorang pemimpin.
Kepemimpinan transformasional telah didemonstrasikan secara positif yang berhubungan
dengan komitmen para pengikut untuk melakukan perbaikan dan perubahan (Herold, Fedor,
Caldwell, & Liu, 2008). Terdapat beberapa karakteristik dari pemimpin transformasional yang
melakukan diskusi secara pantas. Mereka merefleksikan dan membuat misi, menentukan arah
tujuan, adanya kehadiran dan intelegensi emosional, akuntabilitas dan otentisitas, vulnerabilitas
dan tidak kenal takut, kreativitas dan inovasi, membangun kekuatan dan sensitivitas moral.
REFLEKSI DAN MISI PERSONAL
Ide tentang kepemimpinan yang efektif telah berubah dalam 50 hingga 100 tahun terakhir, dari
sudut pandang perintah dan kekuasaan yang mengarah pada konsep kepercayaan untuk
menguasi orang lain (Jaffe-Ruiz, 2008, p. 335). Untuk menguasi orang lain, sangat penting
untuk mengetahui diri Anda sendiri, memiliki keinginan untuk mengukur aksi Anda dalam waktu
yang nyata agar mampu memahami orang lain, mampu mengambil dari sudut pandang orang
lain, dan disaat yang sama untuk saling mengatur kecepatan/ irama dari organisasi secara
keseluruhan menuju masa depan yang telah ditentukan. Mengetahui satu sisi yang berasal dari
refleksi terhadap diri sendiri.
Diantara profesi kesehatan lainnya, perawat terutama paling memusatkan perhatian pada
pentingnya praktek reflektif (Duffy, 2007; Manthey, 2001; Morgan, 2009). Yang terpenting
adalah mempraktekkan kepempinan reflektif (Horton-Deutsch & Sherwood, 2008). Pimpinan
reflektif benar-benar mengetahui tentang bagaimana cara mereka berhubungan dengan orang
lain, dimana mereka berkembang bersama menuju tujuan organisasi dan dirinya, dan bagaimana
mereka membuka jalan demi terciptanya komunikasi yang jelas sehingga tujuan dapat terpenuhi
(Oestreich, 2009). Kepemimpinan reflektif membutuhkan kemauan untuk melakukan
pemeriksaan dan analisis, baik secara privat maupun publik. Berhubungan dengan kemauan,
untuk memperkuat refleksi personal, dalam hal ini sebagai seorang pemimpin. Stitchler (2006, p.
257) memperingatkan, Perawat eksekutif harus juga merasa nyaman dengan 'kesendirian'
karena pemimpin yang hebat harus nyaman ketika sedang berdiri sendiri, ketika berada di depan
orang lain, dan tegas untuk menentukan visi dan misi." Dia menunjuk pada pernyataan Drucker

(1996, hal. 9) bahwa "terkadang pemimpin hebat harus berjalan sendiri." Kesendirian tersebut
dapat memfasilitasi refleksi akan diri sendiri.
Buatlah waktu Anda sendiri untuk memenuhi dan menghasilkan refleksi pribadi.
Bermeditasi, menulis buku harian, atau temukan ruang tenang yang biasa Anda gunakan untuk
memungkinkan energi kerja mereda dan mendapatkan ide-ide cemerlang yang menyinari diri
Anda seperti sinar matahari. Refleksi tidak hanya memungkinkan terjadinya kontemplasi, tetapi
juga menciptakan ruang untuk mengundang perspektif, untuk menyegarkan pikiran, dan untuk
memungkinkan pemilahan atas ide-ide dan keputusan yang ada. Reeves (2002) menyarankan
untuk menjaga jurnal kepemimpinan dengan mengumpulkan serangkaian foto kehidupan seharihari dan kemajuan Anda sebagai seorang pemimpin. Ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
"Apa yang saya pelajari hari ini? Siapa yang saya asuh hari ini? Sesulit apakah masalah yang
saya hadapi saat ini? Apa tantangan saya yang paling penting saat ini? Apa yang saya lakukan
hari ini untuk membuat kemajuan pada tantangan saya yang terpenting?" Salah satu mentor saya
sendiri menciptakan pertanyaan harian sebagai bahan refleksi "Apa?" "Jadi apa?" Dan "Sekarang
apa?" "Apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi?" "Jadi, apa artinya?" "Sekarang langkah
apakah berikutnya?"
Peneliti kualitatif berbicara mengenai observasi partisipan sebagai metode di mana
seseorang memiliki peran aktif dan signifikan di dalam budaya, suasana/ konteks, atau situasi,
tetapi di saat yang sama mencerminkan situasi dari sudut pandang orang dalam-luar. Pengamat
partisipan ini mungkin memiliki keakraban yang dekat dengan kelompok, tetapi akan terefleksi
lebih jauh jika melakukan pendekatan dari perspektif partisipan secara golongan. Kadangkadang, akan sangat membantu, terutama sebagai seorang pemimpin, untuk terlibat dalam
observasi partisipan di dalam lingkungan kerja Anda sendiri. Mencatat dari segi mental dan
emosional sebagai seorang antropolog untuk "melihat" tanda-tanda, perilaku, dan kebutuhan
yang mungkin Anda abaikan dalam aktivitas kerja sehari-hari. Berpura-pura Anda asing bagi
lingkungan dan merefleksikan situasi dengan mata yang baru.
Atchison (2006) mengidentifikasi "X-factor" manusia, atau faktor sinergi, yang
menghubungkan atribut kesuksesan dengan empat "wujud" manusia yang secara khusus terlihat
jelas dalam kriteria pemimpin yang sukses yakni: sukacita, kebanggaan, rasa hormat, dan
kepercayaan. Atribut pribadi dibudidayakan oleh komitmen dan refleksi pribadi yang mendalam
pula. Hal tersebut ditiru "melalui contoh sebagai sebuah energi dan memberikan sinergi yang

menular serta membakar semangat orang lain untuk bekerja menuju visi bersama" (Stichler,
2006, hal. 257). Peningkatan organisasi terjadi ketika atribut manusia yang positif sudah
tertanam kuat menjadi sebuah budaya. Menciptakan kepercayaan akan memudarkan ketegangan
antar kalangan pekerja, menunjukkan rasa hormat akan meningkatkan motivasi, kebanggaan
masyarakat dikembangkan dengan cara memberikan tantangan yang berarti, dan sukacita akan
terlepaskan dengan mengurangi hambatan dan memberikan pengalaman positif untuk
meningkatkan kepuasan (Atchison, 2006).
Dengan demikian, refleksi harian Anda termasuk juga ketika Anda mapu meningkatkan
kepercayaan, bagaimana Anda diperlakukan dengan hormat, di mana Anda merasa bangga, dan
apa yang terjadi untuk menanamkan sukacita.
Dari refleksi tersebut, Anda juga dapat memunculkan rasa pribadi mengenai arah/ tujuan.
Hal ini membantu untuk menentukan arah dan tujuan menjadi sebuah pernyataan tentang misi
pribadi. Sebuah pernyataan misi yakni seperti pengingat singkat, sederhana, dan kuat tentang
siapa Anda, apa yang Anda lakukan, dan mengapa Anda melakukan apa yang Anda lakukan. Ini
adalah pernyataan mengenai tujuan Anda. Hal ini mencerminkan alasan Anda untuk menjadi
yang Anda inginkan. Hal ini mendefinisikan apa yang sukses untuk diri Anda. Seharusnya tidak
lebih dari dua atau tiga kalimat, dan dapat dikurangi menjadi slogan, semboyan, atau mantra
pribadi, tetapi harus "cocok." Ini harus sejajar dengan nilai-nilai dan tujuan pribadi Anda.
Pendidik medis telah menganalisis 100 pernyataan mengenai misi pribadi mahasiswa
kedokteran dari 10 sekolah yang berbeda di seluruh Amerika Serikat. Hebatnya, terdapat tema
yang serupa di antara siswa di semua sekolah. Tema ini termasuk keterampilan profesional,
seperti mendengarkan dan empati, persepsi negatif dari pelatihan, pertumbuhan pribadi dan
pengembangan; kualitas pribadi seperti keutuhan, kerendahan hati, dan keteguhan; dan ruang
lingkup praktek profesional, seperti hubungan dokter, penyembuhan, layanan, spiritualitas, dan
keseimbangan. Penulis mencatat bahwa pernyataan misi ini tidak mencerminkan pernyataan
profesionalisme institusi yang ada, melainkan "berurusan dengan ketakutan, keseimbangan
pribadi-profesional, cinta, hubungan nonhierarchical, perawatan diri, penyembuhan, dan
kekaguman" (Rabow, Wrubel, & Remen, 2009, p. 336). Kesimpulan mereka adalah bahwa,
kemungkinan, kurikulum sekolah medis harus beradaptasi dengan aspirasi pribadi yang
tercermin pada siswa. Demikian juga, ketika Anda mengartikulasikan pernyataan misi pribadi
Anda sebagai pemimpin kesehatan, maka kolega dan seluruh lingkungan perawatan akan tertarik

untuk ikut berkembang ke arah pernyataan misi Anda. Latihan tersebut kuat untuk individu, dan
pada akhirnya akan menguntungkan organisasi.
Setelah Anda membuat pernyataan misi pribadi Anda, Anda harus dapat memakainya
dengan nyaman, dan harus hidup untuk diri Anda sendiri. Meskipun Anda mungkin
mengubahnya di sepanjang jalan Anda, hal ini dapat menjadi semacam kompas untuk
mengingatkan Anda siapa Anda dan kemana Anda akan pergi. Ketika pernyataan misi Anda
menjadi jelas, maka akan lebih mudah untuk menetapkan dan mencapai kea rah tujuan. Anda
bisa lebih jelas mengetahui ketika Anda berada pada jalur yang benar atau salah menuju
kesuksesan. Refleksi dan misi pribadi akan menguntungkan pemimpin sebagai individu, tetapi
lebih dari itu, memberikan pemimpin sebuah perspektif yang dapat menular di dalam organisasi.
Kepercayaan yang terpupuk dan adanya arah dari refleksi pemimpin akan memberikan
kepercayaan dan jaminan, dan juga menumbuhkan rasa stabilitas.

ARAH TUJUAN
Refleksi pribadi dan pernyataan misi pribadi membuka ruang-pikiran untuk melihat apa yang
perlu dilakukan untuk pengembangan tujuan agar lebih spesifik dan tepat. Salah satu
karakteristik yang paling penting dari seorang pemimpin yang sukses adalah adanya orientasi
terhadap penetapan tujuan. Penelitian telah menunjukkan bahwa tujuan adanya pemimpin yang
berfokus sebenarnya akan memungkinkan pekerja lebih teliti untuk melakukan pekerjaan mereka
secara lebih efektif, karena mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
pekerjaan mereka sesuai dengan prioritas yang ada dalam organisasi. Cobert dan Witt (2009)
menemukan bahwa pekerja yang benar-benar berkomitmen dan efektif dalam tugas mereka
adalah mereka yang tahu bahwa pemimpin mereka telah menetapkan tujuan yang mencakup
definisi peran, tanggung jawab, dan prioritas masing-masing pekerja.
Asal mula kepemimpinan yang mengarah pada tujuan sering ditujukan pada Peter
Drucker (1954), yang mengusulkan "manajemen berdasarkan sasaran." Karakteristik utama
meliputi (1) tujuan yang ditetapkan atau tujuan bagi organisasi, (2) tujuan individu antara
pemimpin dan pengikut/ bawahan, (3) pengambilan keputusan bersama, (4) menetapkan
kerangka waktu khusus untuk pencapaian tujuan dan sasaran, dan (5) evaluasi bersama kinerja
berdasarkan tujuan awal yang telah ditetapkan. Drucker (1992) kemudian mengembangkan

teknik SMART yang terkenal untuk mengevaluasi tujuan. Tujuan dan sasaran harus (1) spesifik,
(2) terukur, (3) dapat dicapai, (4) realistis, dan (5) waktu.
Menggunakan panduan Drucker, penetapan tujuan sama pentingnya bagi kehidupan dan
karir Anda sendiri seperti dalam pemenuhan tugas pekerjaan Anda saat ini. Bagian dari persiapan
mencapai credential tertinggi untuk praktek adalah untuk memenuhi janji kepemimpinan dalam
pelayanan kesehatan di tingkat tertinggi. Itu berarti perspektif yang baru yakni bercita-cita
tentang pekerjaan, mendapatkan pekerjaan, dan melakukan pekerjaan. Jangan biarkan adanya
kerendahan hati palsu atau ketidakamanan pribadi menahan Anda dari posisi calon pemimpin,
persiapan sebagai seorang pemimpin, ataupun berencana untuk posisi kepemimpinan di tingkat
tertinggi yang Anda inginkan, di mana Anda bisa membuat suatu perbedaan/ transformasi.
Penetapan tujuan pribadi adalah langkah pertama yang terpenting.
Ada seni untuk menetapkan tujuan dan prestasi yang efektif. Beberapa hal yang
mengecewakan yaitu untuk menetapkan daftar tujuan dan ternyata tidak dapat mencapainya.
Mulailah dengan menetapkan beberapa fokus tujuan dan berkomitmen untuk hal tersebut. Fokus
pada isu-isu kunci, menikmati kepuasan dalam memenuhi tujuan, kemudian pindah ke yang
berikutnya. Bantulah orang lain untuk bersikap realistis dalam tujuan mereka sendiri saat Anda
bergerak maju selangkah demi selangkah menuju visi yang telah Anda ciptakan.

KEHADIRAN DAN KECERDASAN EMOSIONAL


Sementara gol telah menandai jalan ke masa depan, kehadiran memuliakan saat tersebut.
Wheatley (2009, hal. 81) mencatat, "Semua ketakutan (dan harapan) muncul dari melihat ke
belakang atau ke depan. Saat ini adalah satu-satunya terdapat penglihatan yang jernih dengan
harapan atau rasa takut". Kehadiran merupakan salah satu karakteristik yang paling diremehkan
seorang pemimpin yang hebat. (Lubar & Halpern, 2004; Melander, 2006). Aturan dasar
kepemimpinan adalah "muncul/ hadir." Di mana pun Anda bekerja, Anda harus hadir dan
akuntabel pada saat itu. Orang lain dapat dengan mudah melihat jika Anda hadir dan orang lain
tahu di mana Anda berada. Mereka tahu jika Anda benar-benar mendengarkan. Memiliki
kehadiran ini akan membantu orang lain merasa bahwa waktu, energi, kontribusi, dan perasaan
mereka dihargai. Membangun kehadiran akan memunculkan kepercayaan dan komitmen.
Kehadiran menunjukkan keaslian, kecerdasan emosional yang tinggi, dan komunikasi. Beradalah

di sana, tanpa gangguan, sangat terfokus, dan terlibat dengan yang lain. Pastikan Anda
terhubung. Praktekkan bagaimana Anda bisa menunjukkan kepercayaan diri, energi, empati, dan
kredibilitas. Satu menit kehadiran bernilai 1.000 menit gangguan atau keasyikan. Halpern dan
Lubar (2003) menyarankan empat aturan sederhana kehadiran: (1) Hadir, tidak berlebihan.
Benar-benar berada di sana dan dengan penuh perhatian. Itu berarti Anda mengesampingkan hal
lain terjadi di dalam pikiran Anda. (2) Menjangkau yang lain, tidak melihat ke bawah.
Membangun hubungan melalui mendengarkan dan empati. (3) Menjadi ekspresif, tidak
mengesankan sesuatu. Ekspresikan diri Anda dengan percaya diri, menggunakan kata-kata yang
tepat, nada suara, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah. (4) Membuat diri mengetahui, tidak
mementingkan diri sendiri. Menerima diri sendiri. Biarkan nilai-nilai, kepercayaan diri, dan
keaslian Anda yang mendahului. Kemudian dapatkan diri Anda, lepaskan, dan beradalah di sana.
Kehadiran tidak hanya merupakan hadiah untuk orang lain, itu juga adalah harta Anda
sendiri. Hal ini akan berpusat pada Anda dan membebaskan Anda dari tarikan yang ada di masa
lalu, atau dari ketidakpastian yang mendesak di masa depan. Ini memberikan semacam
"kejelasan dan tekad" (Wheatley, 2009, hal. 81). Ini membebaskan pikiran Anda untuk melihat
situasi saat ini, untuk melihat orang lain, dan, seringkali, untuk melihat aksi yang mungkin
terjadi. Dibutuhkan usaha untuk tetap tinggal di saat ini, dan adanya langkah yang diperlukan
untuk terus berusaha membawa diri kembali, tapi itulah berharganya dilakukan praktek tersebut.
Ada berbagai cara untuk menunjukkan kehadiran di dalam kepemimpinan. Pertama
adalah membuat komitmen intelektual, emosional, dan sosial untuk berada di sana. Menghadiri
pertemuan. Bahkan jika Anda tidak bisa tinggal sepanjang waktu, pastikan bahwa ketika Anda
berada di sana, berikan perhatian penuh pada apa yang terjadi dalam pertemuan tersebut. Dengar,
lakukan pertukaran, ajukan pertanyaan, dan terlibat. Jika memungkinkan, ketika Anda berada di
depan orang, beradalah di sana tanpa SMS, telepon, atau gadget lainnya. Cara kedua untuk
menunjukkan kehadiran adalah untuk "memimpin dengan berjalan-jalan." Luangkan waktu
setiap hari untuk santai berjalan di sekitar organisasi, terlibat dengan perhatian penuh sepanjang
jalan. Sungguh menakjubkan betapa banyak masalah dapat dicegah atau diatasi dengan hanya
berjalan-jalan. Ketiga, selalu ingat bahwa ketika Anda hadir sebagai pemimpin resmi, Anda akan
membawa hawa yang mempengaruhi. Anda tidak perlu untuk mengingatkan orang lain dengan
sikap atau kata-kata yang menunjukkan bahwa Anda adalah pimpinan. Ini bukan tentang Andatetapi adalah tentang mendengarkan dan menarik, dan disaat bersamaan hadir bagi orang lain.

Terkait dengan keberadaan adalah apa yang sekarang disebut kecerdasan emosional. Saat
ini, terdapat minat yang tumbuh untuk mengembangkan kecerdasan emosional di dalam
perawatan kesehatan (Freshman & Rubino, 2002; Triola, 2007). Stewart (2004, hal. 10)
mengamati, "Kami sudah mengenal semua pemimpin dengan kecerdasan sangat maju tapi
memiliki emosi yang terhambat, jarang terdapat pemimpin yang memiliki ikatan dengan orang
lain secara mendalam. "Mungkin," predisposisi bagian genetik, pengalaman hidup, dan pelatihan
kuno, "kecerdasan emosional tampaknya penting untuk kepemimpinan modern (Clarke, 2004,
hal. 27). Konsep kecerdasan emosional mungkin diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer (1990),
yang disebut pemantauan emosi dalam diri sendiri dan orang lain, untuk membimbing keputusan
interpersonal dan tindakan berdasarkan persepsi tersebut. Goleman dan rekan (Goleman, 2006;
Goleman, Boyatzis, & McKee, 2002) mengkreditkan hal ini dengan membawa konsep ini ke
dalam bisnis dan kepemimpinan utama dalam sastra, yang kini terkenal karena konsep tersebut.
Mereka mengidentifikasi empat domain kecerdasan emosional yang menjembatani dengan 18
kompetensi kepemimpinan: kesadaran diri, selfmanagement (mampu memanajemen diri sendiri),
kesadaran-sosial, dan manajemen hubungan.
Dua domain pertama yang berkaitan dengan kompetensi pribadi dan pengetahuan diri.
Hal ini yakni kehadiran diri sendiri, mendengarkan seseorang dengan kesadaran emosi, nilainilai, standar, dan efeknya pada orang lain. Kesadaran diri termasuk selfassessment (penilaian
diri sendiri) yang akurat, kesadaran diri emosional, dan kepercayaan diri. Self-manajemen
mencakup emosional dalam pengendalian diri, transparansi, kemampuan beradaptasi, melakukan
pencapaian, inisiatif, dan optimisme.
Dua domain terakhir mengacu pada kompetensi sosial yang tumbuh karena
mendengarkan empatik kepada orang lain, dan belajar untuk beresonansi juga memahami emosi,
pikiran, dan tindakan orang lain. Kesadaran sosial meliputi empati, kesadaran terhadap
lingkungan dan budaya, juga pelayanan kepada orang lain. Manajemen hubungan meliputi
pengajaran, pelatihan, manajemen konflik, kerja sama, meningkatkan kerjasama tim,
mempengaruhi, dan memberikan inspirasi.
Goleman et al. (2002) lebih lanjut menguraikan lima langkah untuk belajar keterampilan
kepemimpinan, yang, tidak mengherankan, fokus pada kecerdasan emosional dan mampu
mendengarkan: Langkah 1 adalah untuk mengidentifikasi "diri yang ideal," atau untuk
menemukan nilai-nilai inti dan keyakinan pribadi. Hal ini membutuhkan mendengarkan

pertanyaan-pertanyaan berikut yang harus ditanyakan diri: Apa yang penting bagi saya? Apa citra
orang mengenai cita-cita saya? Apa yang saya sukai? Langkah 2 adalah untuk mengidentifikasi
"diri secara nyata" atau bagaimana seseorang muncul di hadapan orang lain. Hal ini memerlukan
umpan balik yang jujur dari orang lain dan mendengarkan secara empatik ke dalam sudut
pandang mereka, juga keberanian dan kerendahan hati yang otentik untuk menghadapi disonansi
antara diri yang ideal dan juga diri yang sejati. Identifikasi kekuatan dan kesenjangan dalam
perbedaan tersebut akan memberikan wawasan dan perspektif untuk memandu kita menuju
pengembangan diri. Langkah 3 adalah untuk membuat rencana yang didasarkan pada kekuatan,
dan menutup kesenjangan antara diri yang ideal dan diri yang nyata. Latihan ini memberikan
wawasan tentang faktor yang paling penting untuk melakukan perbaikan. Langkah 4 adalah
untuk berlatih dan bereksperimen dengan tujuan untuk fokus pada area yang diidentifikasi untuk
melakukan perubahan dalam rencana di Langkah 3. Akhirnya, Langkah 5 adalah untuk
mengembangkan kepercayaan dan mendorong orang lain, memberikan dukungan dengan
seluruh proses sebagai pengalaman belajar.
Kecerdasan emosional semakin diakui merupakan faktor penting untuk pemimpin
kesehatan di masa depan. Pemimpin seperti membawa tradisi dan harapan keterampilan bisnis
yakni analitis dan kreatif, tetapi mereka juga harus memiliki beberapa unsur kecerdasan
emosional untuk dapat menginspirasi dan memberikan gairah (Piper, 2005).
Dengan demikian, nilai kecerdasan emosional sebagian besar tak tertandingi. Namun,
kami belum menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut yang diajukan oleh Stewart (2004, hal
10.): "Apakah kecerdasan emosional dapat dipelajari? Dapatkah Anda memiliki terlalu banyak
kecerdasan emosional? Bagaimana bisa seseorang mengkompensasi kelemahan dalam
kecerdasan emosional dirinya?" pertanyaan tersebut perlu dijawab oleh generasi pemimpin
kesehatan berikutnya.

AKUNTABILITAS DAN KEASLIAN


Untuk dokter ahli dalam masa transisi menjadi pemimpin organisasi, kadang-kadang sulit untuk
mengubah pemikiran tentang akuntabilitas dan tanggung jawab. Hal ini membutuhkan perubahan
dalam mempertimbangkan akuntabilitas dari masalah pribadi atau tugas yang harus diselesaikan,
untuk tim atau perspektif organisasi, namun tetap menyimpannya sebagai tanggung jawab

pribadi. Contohnya adalah seni delegasi. Mentransfer tanggung jawab untuk tugas, proses, atau
hasil tetapi disaat yang bersamaan juga mempertahankan akuntabilitas akhir yang membutuhkan
iman, keterampilan, dan juga praktek. Meskipun mengacu secara khusus untuk perawatan dasar
dan langsung, Dewan Nasional Keperawatan Negara (2009) menjelaskan langkah sukses untuk
melakukan delegasi yang mungkin tepat diterapkan di setiap tingkat kepemimpinan: (1)
mengidentifikasi tugas yang harus dilakukan, (2) pilih orang yang paling mampu untuk
melakukan tugas, (3) menggunakan komunikasi yang jelas tentang maksud dan tujuan dari tugas,
(4) membangun kerangka waktu yang tepat, (5) memantau kemajuan pekerjaan, (6) memberikan
bimbingan, dan (7) menilai kinerja dan prestasi (Greenberg, 2008). Terlepas dari titik pelayanan,
seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memahami dan bertanggung jawab penuh atas
organisasi di semua tingkatan. Pemimpin seharusnya tidak memiliki satu hari atau bahkan satu
jam "off"; Pemimpin selalu bertugas sebagai penjaga akuntabilitas organisasi untuk
konstituennya.
Itu tidak berarti bahwa pemimpin membawa beban tanggung jawab untuk semua sikap
dan tindakan yang ada dalam organisasi. Porter-O'Grady dan Malloch (2007, hal. 322)
mengingatkan bahwa, "Akuntabilitas lebih dari sekedar latar belakang yang berlawanan dengan
keputusan yang dibuat sehari-hari. Bahkan, cara di mana akuntabilitas dibuat, dinegosiasikan,
dikomunikasikan, dan dievaluasi merupakan jantung operasi sebuah organisasi." Akuntabilitas
antara semua pekerja terkait erat dengan inisiatif dalam hal itu termasuk kepemilikan visi, misi,
dan pekerjaan organisasi. Konsep akuntabilitas tidak hanya muncul ketika sesuatu berjalan salah
dan seseorang harus disalahkan. Porter-O'Grady dan Malloch (. P 323) menunjuk definisi berikut
akuntabilitas dengan Connors, Smith, dan Hickman (1994):
Yakni adalah proses melihat, memiliki, melakukan pemecahan. Hal ini membutuhkan tingkat
kepemilikan tinggi yang meliputi pembuatan, menjaga, dan secara proaktif menjawab untuk
menjadikannya komitmen pribadi. Perspektif ini mencakup usaha saat ini dan masa depan,
bukannya hanya sekedar penjelasan reaktif dan berdasarkan sejarah .

Dengan demikian, jelas, tantangan pemimpin adalah untuk meningkatkan akuntabilitas


personal di antara semua anggota tim. Hal itu hanya upaya kecil, tetapi harus juga dibantu oleh
contoh seorang pemimpin yang bersedia untuk mengambil tanggung jawab atas kegagalan serta
keberhasilan yang ada, yang mampu mengakui salah langkah, dan yang memberikan kasih
sayang luas kepada semua pekerja. Stewart (2004, hal. 10) menggambarkan "pemimpin yang

benar-benar sehat" sebagai seorang yang "intens, bergairah, dan bertanggung jawab-jenis
pemimpin yang kita semua ingin memiliki, jenis pemimpin yang kita inginkan." Untuk
menciptakan iklim akuntabilitas sebuah organisasi, diperlukan seorang pemimpin yang otentik.
Konsep kepemimpinan otentik termasuk relatif baru di dalam literatur kesehatan. (Buell,
2008; Kerfoot, 2006; Shirey, 2006a; Triola, 2007). Istilah ini tampaknya cukup sederhana.
Otentik adalah berarti menjadi nyata, memiliki ketulusan, kejujuran, dan integritas (Goffee &
Jones, 2005). Di antara yang paling diterima, tetapi paling tidak banyak diteliti, adalah sifat
integritas. Storr (2004) mencatat bahwa integritas pemimpin akan meningkatkan efektivitas
organisasi, meskipun terdapat konsekuensi mengenai kekuasaan dan pengaruh pemimpin dengan
integritas ini tetap tidak diketahui. Bolman dan Deal (2001) memperingatkan untuk menemukan
kembali misteri dan keajaiban karisma yang kita lewatkan yakni integritas. Mereka mengutip
Warren Buffet, yang melaporkan bahwa ia melihat tiga karakteristik pemimpin baru: "integritas,
kecerdasan, dan energi. Mempekerjakan seseorang tanpa yang pertama, dan dua lainnya akan
membunuhmu" (Reynolds, 1998, hal. 37).
Integritas adalah salah satu dari beberapa kualitas yang datang dari dalam dan
kemungkinan merupakan kualitas yang paling penting. Ini adalah awal dari kebijaksanaan.
Karisma yang saat ini sangat dicari pada pemimpin transformasional adalah begitu nyaring dan
sampah jika tidak didasarkan pada jiwa seseorang yang memiliki integritas. Tanggung jawab
Anda yang paling penting sebagai seorang pemimpin adalah membangun kepercayaan.
"Memiliki kepercayaan menandakan bahwa," Saya akan melakukan apa yang saya katakan; Saya
akan bertindak yang terbaik sesuai kemampuan saya 'Hal-hal sederhana yang dapat membangun
kepercayaan. Menanggapi orang pada waktu yang tepat dan berurusan dengan keprihatinan
mereka, baik besar atau kecil" (Kibort, 2005, hal 55.). Tampilkan kepercayaan, dapatkan
kepercayaan, dan kehormatan kepercayaan akan menjadi milik Anda yang berharga.
Sebagian besar sumber kepemimpinan yang otentik kembali ke Cashman (1998) dan
George (2003), yang menggambarkan pemimpin otentik sebagai salah satu pemimpin yang asli,
yang dapat dipercaya, dan dapat diandalkan. Lainnya telah menetapkan pemimpin otentik
transparan dalam perilaku mereka, dan "orang-orang yang sangat menyadari bagaimana mereka
berpikir dan berperilaku dan dapat dirasakan oleh orang lain secara sadar oleh mereka sendiri
dan nilai-nilai orang lain dari perspektif moral, pengetahuan, dan kekuatan, sadar tentang
konteks di mana mereka beroperasi, terdapat rasa percaya diri, harapan, optimis, tangguh, dan

tingginya karakter moral" (Avolio, Gardner, Walumbwa, & Luthans, 2004, hal. 804). George
menguraikan lima karakteristik kunci dari pemimpin otentik: (1) kemampuan untuk memahami
tujuan sendiri, (2) kepatuhan terhadap nilai-nilai yang kuat, (3) kemampuan untuk memimpin
dengan hati, (4) pembentukan hubungan abadi , dan (5) praktek diri yang disiplin. Dengan
demikian, pemimpin otentik benar dalam hal nilai-nilai inti pribadi (Shirey, 2006a).
Kepemimpinan otentik telah didefinisikan lebih lanjut sebagai "pola perilaku pemimpin yang
transparan dan etis yang mendorong keterbukaan dalam berbagi informasi yang dibutuhkan
dalam membuat keputusan saat menerima masukan pengikut" (Avolio, Walumbwa, & Weber,
2009). Shirey (2006a) penelitian khusus tentang ulasan kepemimpinan otentik dalam bidang
keperawatan sangat sedikit ditemukan di daerah.
George, Gergen, dan Sims (2007) telah ditemukan dari studi mereka para pemimpin
bisnis bahwa para pemimpin otentik muncul dengan memahami kisah hidup mereka dan mereka
belajar dari pengalaman sendiri. Mereka menyadari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Mereka rendah hati dan berani untuk mendengarkan umpan balik, dan mereka menggunakan
jaringan formal dan informal untuk mencari umpan balik tersebut. Kesadaran diri adalah langkah
pertama menuju kepemimpinan otentik. Anda harus datang untuk mengenal diri sendiri cukup
untuk mengetahui tidak hanya apa yang akan Anda lakukan, tetapi juga bagaimana Anda terlihat
oleh orang lain. Selanjutnya, sangat penting untuk mengenali dan hidup sesuai dengan
seperangkat nilai-nilai inti. Pada hari-hari yang baik, mudah untuk membuat daftar nilai-nilai
Anda, tetapi tidak menjadi diri Anda sendiri- tidak menjadi tumpuan dalam kepemimpinansampai ketika waktunya diuji, sampai ketika Anda diletakkan dalam posisi untuk berkorban,
membela, atau bertindak atas prinsip Anda yang bertentangan dengan inti moral, dan disaat Anda
harus memimpin dari hati.
Anda hanya bisa memimpin dari hati ketika Anda tegas dan berlandaskan etika/ nilai-nilai
moral yang mencakup disiplin diri untuk tetap pekerjaan. Yang memungkinkan Anda untuk
mengembangkan kasih sayang. Dengan mendengarkan dan berbagi cerita kehidupan, Anda akan
berkembang bersama dengan orang-orang yang bekerja bersama Anda. Kemudian Anda dapat
membiarkan gairah tersebut menerangi jalan, mengembangkan hubungan, dan membangun tim
yang efektif untuk memenuhi tujuan organisasi. Otentik berarti secara konsisten sesuai dengan
firman-Mu, untuk "berjalan," untuk secara konsisten kata-kata sesuai dengan tindakan (Goffee
& Jones, 2005), dan menjadi tangguh. Ketika terjadi waktu yang buruk, pemimpin otentik tidak

bekerja dengan ketakutan, tapi terdapat kompas batin diri sendiri mengenai apa yang benar dan
apa yang terbaik, yang berasal dari minat yang tulus dan adanya keterlibatan dengan orang lain
(George, Gergen, et al., 2007). Dari konteks pemimpin otentik ini, maka yang lain diberi
wewenang untuk memimpin, dan meningkatkan efektivitas di seluruh perusahaan.
Selain itu, Anda hanya dapat memimpin dengan hati ketika hati Anda sendiri adalah sama
dan sebangun dengan tindakan Anda sendiri, dan dengan misi organisasi yang Anda pimpin.
Thomas Stewart (2004, hal. 10), editor Harvard Business Review memperingatkan, "Seorang
pemimpin akan mendapat kesulitan ketika ada disonansi antara bagian dalam dan luar- tentang
apa yang hari ini akan kita putuskan." "Michael Dell, Dell Komputer, melaporkan (Stewart &
O'Brien, 2005, hal 106).: Hal terburuk yang dapat Anda lakukan sebagai pemimpin di Dell
adalah untuk berada dalam penyangkalan-untuk mencoba meyakinkan orang bahwa masalah
tidak ada atau seperti bermain tebak. Seorang manajer akan jauh lebih baik untuk berani datang
ke depan dan mengatakan, "Hei, hal-hal yang tidak bekerja sebagai mestinya, inilah yang kita
anggap salah, inilah yang harus kita lakukan tentang hal itu." Atau bahkan, "Hei aku butuh
bantuan. Maukah Anda membantu saya?" Maka manajer tersbut tidak akan memiliki masalah.
Manajer yang menutupi dan mengatakan hal itu benar-benar tidak seburuk seperti yang terlihatmaka ia justru akan memiliki masalah besar.
Karena hal tersebut didasarkan pada sistem nilai, maka pemimpin otentik akan mampu
bertahan. Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa orang-orang narsis atau
oportunistik memiliki kecenderungan untuk muncul ke posisi kepemimpinan (Brunell et al,
2008;. Rooke & Torbert, 2005), daya tahan mereka belum terbukti. George, Gergen, et al. (2007,
hal. 130) mencatat, "Dimungkinkan untuk menghasilkan hasil jangka pendek tanpa otentik,
namun kepemimpinan otentik akan mendorong hasil jangka panjang."

KERENTANAN, MAMPU MENGAMBIL RESIKO, DAN TIDAK GENTAR/ TAKUT


Pemimpin otentik dapat berbagi kerentanan mereka sendiri. Kerentanan, pengambilan resiko,
dan keberanian merupakan hal yang sangat terkait. Pemimpin yang bersedia menjadi rentan juga
harus cukup bijaksana untuk menimbang pilihan dan mengambil resiko yang tepat untuk
melakukan perbaikan, dan harus takut untuk mengekspos keduanya, yakni kerentanan dan
mengambil resiko.

Secara tradisional, kerentanan bukanlah istilah untuk menggambarkan seorang pemimpin


yang takut karena takut sering dikaitkan dengan kelemahan. Tetapi para pemimpin
transformasional harus menumbuhkan jenis kerentanan yang memungkinkan ukuran kerendahan
hati yang terbuka mereka untuk mengambil resiko yang mungkin terjadi dalam mempromosikan
perubahan dan transformasi lainnya. Rentan maksudnya adalah mengakui ketidakpastian, untuk
menyadari bahwa Anda tidak tahu segalanya, tetapi bersedia untuk belajar dan terbuka untuk
pertumbuhan baru.
Porter-O'Grady dan Malloch (2007, hlm. 170-180) menjelaskan enam tahap "siklus
kerentanan." Tahap pertama adalah menjadi rentan, yaitu mengenali dan mengetahui
ketidakpastian nilai. Orang secara alami mencari kepastian, namun pengaturan kesehatan saat ini
semakin dinamis, kacau, berkembang sendirinya, dan tak terduga. Kesediaan untuk mengakui
kerentanan memungkinkan Anda untuk melepaskan pandangan lama, dan membuka pikiran
Anda untuk cara berpikir yang baru. Tahap kedua adalah "memilih untuk mengambil resiko yang
menantang status quo." Lingkungan kesehatan yang kompleks membutuhkan pemimpin yang
mampu menjangkau ide-ide baru dan mengambil resiko untuk menggunakannya. Ini tidak berarti
mengambil tindakan yang impulsif, melainkan resiko untuk mengambil berdasarkan perspektif
bukti, pengalaman, dan perkembangan model-model baru dari pemikiran dan praktek yang ada.
Tahap ketiga dari Porter-O'Grady dan Malloch adalah untuk "meregangkan kapasitas organisasi
dengan merangsang potensi laten karyawan." Setelah Anda mengetahui kebenaran Anda
mengenai kerentanan dan berbagi mengenai ketidakpastian yang ada, mereka mengusulkan
bahwa langkah terbaik berikutnya adalah untuk segera mengeluarkan ide-ide baru dan
melibatkan orang lain dalam semua aspek peregangan kapasitas di seluruh organisasi untuk
berubah, beradaptasi, memproduksi, dan melayani dengan cara baru dan lebih efektif. Tahap
keempat adalah "menghidupkan kapasitas baru." Masukan ke peran baru juga cara berfungsi dan
mencoba memasukkan hal-hal tersebut untuk fit/ pas. Mengharapkan yang tidak terduga seperti
mengintegrasikan ide-ide baru dan proses yang ada, dan "memimpin jalan menuju keadaan
saling percaya" (hal. 177). Tahap kelima adalah untuk mengevaluasi hasil, dan tahap terakhir
adalah "menghargai pengetahuan baru yang telah dihasilkan." Dalam hal ini, langkah-langkah
tersebut tampak idealis, tapi Porter-O'Grady dan Malloch menyediakan model untuk berlatih
mengenai kerentanan yang mengarah ke akuntabilitas dan kepercayaan terhadap perubahan dan,
yang paling penting secara bersama, untuk membuka arena pemikiran baru.

Terkait

dengan

kerentanan

adalah

kerendahan

hati.

Program

pengembangan

kepemimpinan tradisional tidak akan menyarankan Anda untuk menjadi seorang yang rendah
hati. Sebaliknya, Anda akan dilatih untuk "mengurus tanduk Anda sendiri," "membangun
kekuatan Anda," dan "menunjukkan keyakinan." Kerendahan hati bukanlah sesederhana ini. Hal
ini jauh lebih dalam. Kerendahan hati adalah benar-benar kerendahan hati, tanpa kepura-puraan,
atau benar-benar tidak percaya bahwa Anda lebih superior dari orang lain (Martinuzzi, 2007).
Hal ini termasuk bersikap sopan, ramah, dan hormat. Marcum (2009, hal. 249) menggambarkan
"seorang dokter epistemis yang berbudi luhur" adalah seorang yang memiliki "kebajikan
intelektual dengan rasa tanggung jawab, keberanian, kejujuran, dan kerendahan hati" sebagai
pemimpin terbaik yang disiapkan dalam krisis saat ini di dalam kualitas pelayanan.
Dalam penelitian karya klasiknya, Good to Great, Jim Collins (2001) melihat
karakteristik unik di antara apa yang ia sebut sebagai yang tertinggi, "Level 5," atau pemimpin
"besar/ hebat". Kualitas itu adalah "kerendahan hati pribadi yang menonjol dengan adanya
kehendak profesional yang intens." "Mereka menampilkan tekad kuat untuk melakukan apa
yang perlu dilakukan untuk membuat perusahaan menjadi besar ... [Mereka] menyalurkan ego
dan menjauhinya dari diri sendiri dan menjadikannya lebih besar dengan tujuan membangun
sebuah perusahaan yang besar" (hal. 21). Level 5 pemimpin yang "sederhana dan disengaja,
rendah hati serta tak kenal takut" (hal. 22). Pemimpin ditonjolkan memiliki "kesopanan" yang
dikombinasikan dengan komitmen kuat untuk melakukan pekerjaan dalam organisasi. Collins
(2005) mendeskripsikan seorang pemimpin seperti yang dijelaskan hanya sesimpel, "Aku tidak
pernah berhenti berusaha untuk terus menjadi orang yang memenuhi syarat untuk pekerjaan
tersebut."
Kualitas kerendahan hati adalah ilusif untuk mengajar atau belajar. Tentu saja, saat
dimana Anda fokus pada kerendahan hati ketika Anda kehilangan apapun yang Anda punya. Ada
beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk "mempraktekkan" kerendahan hati: (1) Telan
kebanggaan Anda jika diperlukan; jadilah orang yang mengasihi; berhentilah berbicara dan
tunjukkan bahwa Anda memiliki perhatian. (2) Mengolah untuk terus mengatakan "Kau benar."
(3) Renungkan saat-saat Anda sendiri sedang "berkhotbah." Apakah kecenderungan Anda untuk
memperbaiki orang lain benar-benar memenuhi kebutuhan orang lain atau hanya diri Anda
sendiri? (4) Lihat masukan dan kritik yang jujur dari orang lain, dan mau mendengarkan orang
lain (Martinuzzi, 2007).

Kerendahan hati tampaknya kontra-intuitif untuk citra kepemimpinan transformasional,


karismatik, maupun visioner. Penelitian Collins (2001, 2005), bagaimanapun, menunjukkan
bahwa pemimpin, yang memang merupakan pemimpin besar/ hebat, diperlukan tetapi tidak
lebih besar dari kehidupan. Memang benar, pemimpin yang sukses untuk generasi berikutnya
adalah yang paling visioner, efektif berpaling dari dirinya sendiri, dan lebih kepada kepentingan
organisasi.
Kepemimpinan visioner memerlukan tindakan yang sangat pribadi dan berani. Anda
harus bertindak dengan keberanian dan berani untuk mengejar visi Anda. Kata courage/
keberanian berasal dari kata Perancis untuk "jantung." Keberanian akan mengambil banyak
bentuk di dalam kepemimpinan. Ini mungkin akan menjadi yang pertama kalinya, suatu hal yang
berbeda, untuk berbicara mengenai kebenaran, mendengarkan, bertindak, dan bahkan menjadi
gagal (Segil, 2003, hal. 38). Wheatley (2008a, hlm. 2) membedakan antara keberanian dan tidak
kenal takut, "Keberanian muncul pada saat itu, tanpa waktu untuk berpikir. . . . Seseorang
melompat ke danau es untuk menyelamatkan seorang anak, atau berbicara di pertemuan, atau
menempatkan diri mereka dalam bahaya untuk membantu yang lain."

Tanpa Takut

mencerminkan kebijaksanaan. Kami berani menghadapi ketakutan. Kami berbelok ke arah itu,
kita menjadi penasaran tentang hal itu, mengenai penyebabnya, dimensinya. Kami terus bergerak
lebih dekat, sampai kita berada di dalamnya. Dan kemudian, takut akan perubahan. Paling sering,
kita langsung menghilang" (Wheatley, 2008a, hlm. 2) dan kami tidak takut. Keberanian kadangkadang tenang, dan lain kali ditunjukkan di dalam karisma atau kemampuan untuk
menggerakkan hati orang lain. Selain itu, ketika Anda dengan tanpa rasa takut menunjukkan sifat
karismatik sebagai pemimpin, maka pengikut Anda lebih mungkin untuk menyelaraskan dengan
nilai-nilai yang Anda miliki (Brown & Trevin o, 2009), dan pengikut lebih mungkin untuk
mengambil inisiatif untuk merespon (Boerner & Dutschke 2008 ).
Bagaimana Anda tahu jika Anda takut? Segil (2003, hal 38) membuat saran-saran berikut:
Anda tidak takut jika Anda berbicara dan mengatakan yang sebenarnya walaupun "orang lain
tidak ingin mendengarnya." Anda dikatakan tidak takut jika Anda mampu melakukan debat
dalam keragaman, jika Anda mendengarkan, dan jika Anda mampu mengambil resiko dan
menerima kemungkinan terjadi kegagalan. Segil (hlm. 40) juga menunjukkan bahwa keberanian
bukanlah "kecerobohan." Tidak Takut/ gentar memerlukan pemikiran, penilaian, perencanaan,
analisis bukti, metode, dan sengaja direncanakan untuk pengambilan resiko. Hal ini

membutuhkan kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain, yang akan menimbulkan
kepercayaan pada Anda dan memberikan keberanian pada orang lain. Segil (hal. 42)
menyarankan lebih lanjut langkah-langkah berikut untuk mengembangkan keberanian pada diri
sendiri dan orang lain: Mengidentifikasi apa yang membuat Anda takut dan bagaimana
mengungkapkan hal tersebut. Mampu menjelaskan hal terburuk yang mungkin bisa terjadi
sebagai akibat dari tindakan Anda dan mampu menghadapinya. Fokus pada hasil positif yang
potensial. Membuat komitmen untuk mencoba setidaknya satu kesempatan baru secara teratur.
Melakukan ulasan mengenai resiko yang telah Anda ambil dan mengidentifikasi hal-hal apa yang
menciptakan kesuksesan. Mengidentifikasi apa yang terjadi pada orang lain ketika mereka gagal.
Mengubah pertanyaan "Apa yang salah?" menjadi "Apa yang telah kau pelajari?" Berlakukan
pembelajaran daripada menghukum kegagalan yang terjadi. Keberanian dan ketidak gentaran
merupakan hasil yang didapat dari pembagian kekuasaan secara merata dan memberikan
konsistensi, model yang berkelanjutan dalam perilaku Anda sendiri. Keberanian untuk
merangkul kerentanan Anda sendiri akan mendukung Anda ketika Anda mempraktekkan untuk
menjadi pemimpin tak kenal takut.
Untuk menjadi tidak gentar juga akan membantu Anda dalam menghadapi kenyataan,
sehingga dapat mengenali apa yang dapat ataupun apa yang tidak mungkin Anda lakukan.
Wheatley (2008b, hal. 15) memperingatkan terhadap tipu daya diri sendiri bahwa Anda dapat
"melalui tindakan Anda sendiri, yang lebih kuat dari Anda." Terutama dalam menghadapi kritik,
adanya keberanian untuk berdiri teguh pada apa yang Anda tahu bahwa hal tersebut adalah benar,
tentang nilai-nilai dan keyakinan terdalam Anda, dan tanggung jawab Anda tentang apa yang
benar bagi mereka.

KREATIVITAS DAN INOVASI TERINSPIRASI


Seorang CEO mengumumkan, "Kompetensi paling penting dalam seorang pemimpin, dan yang
paling rentan terhadap pengukuran, adalah kreativitas dan visi" (Orsino, 2003, hal. 34).
Sedangkan yang lainnya menyatakan, "Sebuah aset perusahaan yang paling penting. . . yakni
modal menjadi kreatif" (Florida & Goodnight, 2005, hal. 124). Masalah kompleks yang meliputi
sistem kesehatan saat ini sarat dengan isu-isu lama seperti tradisi, kebiasaan, dan minat khusus
yang tampaknya tidak terbuka terhadap beberapa nafas baru yakni kreativitas. Beberapa penulis

menyarankan bahwa kreativitas sangat penting untuk meningkatkan daya saing, dan juga bagi
kelangsungan hidup organisasi bisnis (George & Zhou, 2002; Gong, Huang, & Farh, 2009;
Oldham & Cummings, 1996; Zhou, 1998). Gong et al. (2009) menunjukkan bahwa kreativitas
karyawan berhubungan positif dengan kinerja di dalam pekerjaan, bahwa kepemimpinan
transformasional merupakan prediktor yang signifikan bagi kreativitas karyawan, dan bahwa
hubungan antara kreativitas, prestasi kerja, dan kepemimpinan transformasional yang dimediasi
oleh kreativitas karyawan itu sendiri.
Maxwell (1998) menceritakan kembali kisah Henry Ford, yang mulai sebagai salah satu
innovator kreatif di Amerika dengan Ford Motor Company nya. Mimpinya adalah untuk
menghasilkan mobil berkualitas tinggi yang terjangkau. Dia memenuhi mimpinya dengan Model
T dan mengubah tidak hanya kehidupan di Amerika, tetapi juga paradigma manufaktur di
Amerika. Tapi sisi gelap ceritanya adalah bahwa setelah ia menghasilkan Model T, ia menolak
setiap inovasi untuk memperbaikinya. Selama hampir 20 tahun, hanya ada satu desain Ford, Ford
sendiri menolak kreativitas, inovasi, atau inspirasi dari salah satu anak buahnya. Mobilnya, yang
dimulai sebagai prototipe dengan lebih dari 50% di dalam pasar Amerika, akhirnya jatuh jauh di
bawah para pesaingnya, dan perusahaannya terus kehilangan uang, tidak pulih sampai adanya
pemimpin yang baru.
Azzam (2009) menunjukkan bahwa kreativitas dan pemikiran kritis kadang-kadang
dianggap sebagai lawan. Mungkin, hal itu karena kita sering berpikir kreativitas itu bebas dan
sebagai bahan brainstorming, sedangkan berpikir kritis merupakan yang lebih konkret dan
sistematis. Yang benar adalah bahwa proses kreatif dapat dimulai dengan ide baru yang aneh,
tapi akhirnya hanya yang sistematis yang akan memecahkan masalah. Kreativitas asli harus
diterapkan untuk berpikir kritis tentang masalah ini. Berpikir kreatif dan disiplin sangat penting
saat ini untuk menghadapi isu-isu kompleks seperti yang dihadapi oleh perawatan kesehatan.
Untuk membawa hasil yang efektif, berpikir kreatif harus diajarkan, didorong, disiplin, dan
dipraktekkan. Cara-cara berpikir kita yang masih tradisional tentang masalah dan proses yang
ada berasal dari budaya industri. Inovasi yang ada telah menghasilkan budaya informasi kita saat
ini, tapi masa depan menuntut kreativitas untuk bergerak ke arah budaya kearifan. Bagian dari
inovasi adalah "kemampuan untuk meramalkan peristiwa yang mungkin akan mengganggu"
(Kibort, 2004, hal. 12). Kehilangan berpikir kreatif merupakan resiko dengan fokus kami saat ini
adalah di dalam praktek dan tindakan, protokol perawatan standar, dan mengendalikan aturan

praktek dalam setiap standar pendidikan. Kreativitas mungkin perlu dimulai dalam penyusunan
pendidikan dokter dan kepemimpinan. Pendekatan tradisional untuk penguasaan konten dan
protokol yang telah dikemas tidak bisa terus bertahan untuk dilakukan.
Azzam (2009, hal. 25) lebih lanjut mencatat, "Saat ini kita terlalu sering mengasingkan orang
dari bakat mereka sendiri secara sistematis. . . . Ini adalah kebenaran dasar manusia bahwa
orang-orang bekerja lebih baik ketika mereka sedang berhubungan dengan hal-hal yang
menginspirasi mereka. "Memang, inspirasi akan melahirkan inspirasi, dan ide-ide kreatif yang
lahir dalam budaya yang menumbuhkan kreativitas. Dengan demikian, "Kebanyakan pemikiran
asli datang melalui kolaborasi dan melalui stimulasi ide-ide dari orang lain." Jadi, jika kita
mendekati pengaturan kesehatan sebagai arena untuk pertukaran beragam ide antar disiplin ilmu,
maka akan membangun keberhasilan masing-masing, dan berpikir apa yang mungkin dapat
dicapai.
Meskipun benar bahwa orang-orang kreatif menciptakan ide-ide baru dengan merintis
produk dan proses baru, hal itu merupakan tantangan bagi seorang pemimpin untuk memelihara
inovasi di dalam lingkungan. Budaya seperti itu tentu sering tidak terstruktur, kompleks, dan
kacau. Pada saat yang sama, dalam perawatan kesehatan, pemimpin harus menjadi penjaga
efisiensi, kualitas, dan produktivitas. Florida dan Goodnight (2005) menjelaskan prinsip-prinsip
bagi para pemimpin untuk mendukung kreativitas dalam menghadapi tantangan di dalam
kehidupan nyata. Pertama, menghapus gangguan dari karyawan dan mempromosikan
keterlibatan intelektual sehingga mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan terbaik mereka.
Kedua, memerlukan manajer yang bertanggung jawab atas kreativitas dan melibatkan mereka
dalam proses tersebut. Akhirnya, adanya keterlibatan antara pelanggan, klien, dan masyarakat
sebagai mitra kreatif.
Hal ini tidak cukup hanya untuk seorang pemimpin yang menjadi inovatif secara alamiah.
Adanya pengetahuan dan keterampilan khusus diperlukan untuk mengintegrasikan ide-ide baru
di seluruh organisasi. Shirey (2006b) menjelaskan proses lima tahap dalam menyebarkan inovasi.
Difusi adalah komunikasi dan pendidikan teori usang yang menjelaskan proses dimana ide baru,
kebijakan, atau praktek dikomunikasikan dan diterapkan dari waktu ke waktu di antara anggota
suatu organisasi atau sistem sosial (Rogers, 2003).
Proses lima tahap untuk meredakan inovasi dimulai dengan adanya pengetahuan anggota
organisasi dalam menyadari ide, bukti baru, atau kebijakan baru. Pada tahap ini, paparan selektif

mengacu pada kecenderungan beberapa orang untuk merespon atau tidak menanggapi
komunikasi dan informasi mengenai ide baru tersebut. Persepsi selektif adalah perilaku orangorang untuk menerima atau menolak ide berdasarkan keyakinan atau sikap yang ada, dan selektif
mengacu pada sejauh mana gagasan atau kebijakan baru ini ditopang. Peran pemimpin dalam
tahap ini adalah untuk mengkomunikasikan inovasi dan untuk menjelaskan bagaimana dan
mengapa hal tersebut bekerja.
Tahap kedua adalah persuasi. Pada tahap ini, peran pemimpin adalah untuk
mempengaruhi respon positif terhadap inovasi dengan menunjukkan manfaat dan keuntungan,
dan manfaatnya bagi individu atau secara profesional. Hal ini terdapat dalam tahap ketiga
dimana pemimpin harus memiliki dukungan dalam membuat keputusan untuk mengadopsi
inovasi yang ada. Opini pemimpin secara informal sangat penting selama tahap ini. Mungkin
diperlukan perubahan besar-besaran, uji coba, implementasi waktu yang dibatasi, atau cara-cara
kreatif lainnya untuk melaksanakannya. Tahap keempat adalah implementasi, yang penuh dengan
masalah dukungan, sumber daya, resistensi terhadap perubahan, pemecahan masalah, masalah
operasional, dan masalah teknis lain yang berkaitan dengan perubahan. Akhirnya, di tahap
kelima adalah konfirmasi, di mana pemimpin harus memperkuat, mundur, atau mengubah cara
pelaksanaan (Shirey, 2006b). Jelas, dalam organisasi kesehatan yang kompleks saat ini, proses
difusi sering harus berlangsung hampir semalam. Pemimpin dan organisasi yang lincah dalam
proses difusi dan mampu bergerak fleksibel dalam melakukan aplikasi dan juga evaluasi
tampaknya lebih mungkin untuk berhasil dan mempertahankan inovasi dan kepuasan
karyawannya.
Benar-benar sulit membayangkan orang kreatif yang akan Anda ikuti tetapi tidak
memiliki rasa humor. Dalam sebuah bisnis yang suram seperti perawatan kesehatan, maka humor
dapat menyimpan semua kewarasan yang dibutuhkan (Hawley, 2009). Mampu meringankan.
Lakukanlah bisnis Anda secara serius tetapi buatlah diri Anda sendiri menjadi ringan. Cari
kecerdasan dan kehangatan di mana Anda bisa saling berbagi dengan mereka (pengikut).

MEMBANGUN KEKUATAN
Kecerdasan dan humor diperlukan untuk mempertahankan kekuatan dengan adanya umpan balik
negatif yang banyak meresap di dalam budaya kita. Mungkin, karena sistem kesehatan di

Amerika berbasis masalah, maka pendekatan kami terhadap kepemimpinan difokuskan pada
menyoroti masalah, kritik, dan umpan balik negatif yang ada. Saya menduga dalam evaluasi
terakhir Anda di tempat kerja, kategori "daerah yang perlu perbaikan" paling menarik minat baik
bagi supervisor maupun bagi diri Anda sendiri. Kami disosialisasikan untuk memperbaiki,
melakukan perbaikan, dan benar-benar menyembuhkannya. Hal ini sudah sangat mendarah
daging dalam paradigma kita ketika merawat orang sakit. Contohnya termasuk fokus umum
kami pada penyakit daripada melakukan tindakan pencegahan atau kesehatan, atau melihat
bahasa yang biasa digunakan dalam sistem pemetaan kami (masalah, keluhan utama, dan temuan
yang normal dianggap "negatif", sementara patologi dianggap "positif"). Tentu saja, dalam
perawatan kesehatan, kita mengobati penyakit, kita peduli akan penderitaan, dan kita berurusan
dengan orang-orang yang memiliki masalah. Tapi haruskah pendekatan kami terhadap
kepemimpinan selalu berbasis masalah? Maka muncul sebuah era baru kepemimpinan yang
berbasis kekuatan. Terkenal karena paradigma yang lebih positif dengan penyelidikan apresiatif,
Cooperrider dan Whitney (2005, hal. 3) bertanya,
Mungkinkah kita itu. . . telah mencapai akhir dari pemecahan masalah dengan melakukan
penyelidikan yang mampu menginspirasi, memobilisasi, dan mempertahankan perubahan
signifikan pada sistem manusia? Apa yang akan terjadi di dalam praktek perubahan jika kita
mulai semua pekerjaan dengan anggapan positif bahwa organisasi, sebagai pusat keterkaitan
manusia, hidup dengan konstruktif daya tamping yang tak terbatas?

Dalam karya klasiknya, Collins (2001) mengusulkan bahwa membangun kekuatan


pribadi akan mempromosikan kemajuan melalui lima tingkat kepemimpinan: (1) individu yang
sangat mampu, (2) memberikan kontribusi antar anggota tim, (3) manajer yang kompeten, (4)
pemimpin yang efektif, hingga (5) eksekutif. Sistem kesehatan masa depan membutuhkan
eksekutif yang mengetahui tentang kekuatan mereka dan dapat membangun mereka, yang
mengakui kekuatan orang lain, dan yang mengembangkan pendekatan efektif guna
menyembuhkan orang lain. Sayangnya, kadang-kadang lebih mudah untuk mengidentifikasi
kelemahan pribadi daripada mengetahui kekuatan dan membangun mereka.

Membangun Kekuatan untuk Mempersiapkan Peran

Setelah Anda membuat keputusan untuk memimpin, mengambil keuntungan dari berbagai
peluang untuk membangun kekuatan, mempersiapkan atau memperbaharui peran kepemimpinan.
Bergabung dan berpartisipasi di dalam organisasi profesional utama. Manfaatkan kesempatan
untuk berada di dekat pemimpin lain yang dikagumi. Perhatikan bagaimana mereka bertugas.
Carilah mentor. Mentor terdapat dalam berbagai jenis. Seorang atasan langsung dapat langsung
membantu dari dalam organisasi untuk berbagi informasi dan peluang. Seorang pemimpin
nasional dapat dijadikan model. Cari mentor dari luar disiplin Anda untuk dijadikan sebagai
petunjuk bagi pemikiran dan kebijaksanaan Anda. Selain rekan-rekan di posisi yang sama dari
organisasi lain, mentor yang paling saya kagumi diantaranya adalah profesor hukum, eksekutif
pengembangan, CEO perusahaan, dan seorang wanita bijaksana yang tinggal di rumah.
Terhubung dengan orang-orang yang tidak hanya dapat menjadi model kepemimpinan yang
efektif, tetapi juga yang memiliki kepentingan terbaik di dalam hati pribadi Anda. Maka Anda
akan terkejut melihat betapa banyak orang yang ingin berbagi dan membantu. Para pemimpin
yang baik suka berada pada posisi regeneratif. Bantuannya dengan memberikan panduan melalui
sistem, beberapa yang lainnya membantu Anda secara pribadi untuk mengetahui bagaimana atas
apa yang telah Anda lakukan, dan beberapa mentor berharga lainnya yang secara bijak
mendukung dalam hidup Anda.
Proses mengamankan posisi kepemimpinan berbeda dari hanya sekedar mendapatkan
pekerjaan. Hal ini sering dimulai dengan berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan
kepemimpinan

eksekutif.

Beberapa

program

pengembangan

kepemimpinan

eksekutif

memberikan pengalaman pelatihan retret, yang sangat baik ditujukan untuk jabatan eksekutif
umum, persiapan kepemimpinan kesehatan khusus, atau bahkan pengembangan kepemimpinan
yang ditargetkan untuk perempuan pada khususnya. Di antara yang paling dikenal adalah
Program Johnson & Johnson Wharton Fellows di University of Pennsylvania (lihat
http://www.executivefellows.net),

Robert Wood Johnson Foundation Executive Program

Fellows Perawat (lihat http://futurehealth.ucsf.edu / Program / RWJ), Program Pengembangan


Manajemen Harvard (lihat http://www.gse.harvard.edu/ppe/highered/ index.html), dan Layanan
Sumber Daya Pendidikan Tinggi di Denver, di Bryn Mawr College, dan pada Perguruan Tinggi
Wellesley (lihat http://www.hersnet.org/Institutes.asp). Ada banyak program lain yang
memberikan kesempatan baik di seluruh negeri, beberapa mungkin dalam organisasi Anda
sendiri. Program-program tersebut sangat membantu untuk digunakan sebagai semacam ritual

dalam kepemimpinan, karena akan membawa Anda secara resmi dalam mengambil peran
kepemimpinan. Program tersebut akan membantu Anda untuk mengidentifikasi kepribadian dan
karakteristik pribadi Anda sendiri dengan pengujian formal dan / atau dengan rekan sejawat dan
adanya konsultasi profesional. Mereka juga memberikan kesempatan untuk bertemu dan
membangun jaringan dengan orang lain yang yang memiliki tujuan dan pengalaman yang mirip
dengan diri Anda sendiri, dan para pemimpin lainnya dari berbagai disiplin ilmu, dan tentu saja,
manfaat utama adalah mengambil bagian dalam ajaran program yang sebenarnya. Partisipasi ini
dapat membantu Anda untuk mengasah tujuan hidup Anda, membingkai ulang cara Anda dalam
berpikir tentang diri Anda sebagai seorang pemimpin, dan merubah hidup Anda.
Proses formal untuk mengamankan posisi kepemimpinan yang utama digambarkan yakni
"pencarian." Hal ini sering dimulai dengan adanya konsultan pencari atau headhunter yang
bekerja untuk mencocokkan kandidat dengan posisi. Ketika Anda siap untuk memulai ke
petualangan baru di dalam kepemimpinan, untuk berkenalan dengan para profesional yang dapat
membantu Anda dalam memenuhi tujuan profesional Anda dan mengamankan posisi yang tepat.
Dengarkan

mereka.

Ajukan

pertanyaan

tentang

harapan,

sikap,

dan

cara

terbaik

dalammenampilkan diri untuk posisi yang Anda incar.


Cara terbaik untuk menjamin "nasib baik" dalam mengamankan peran yang ingin Anda
miliki adalah untuk melakukan persiapan. Siap untuk setiap kesempatan. Bekerja dengan
kesehatan fisik, emosional, dan sosial Anda sendiri. Pelajari tentang kekuatan Anda sendiri dan
perankan.
Roberts et al. (2005) menjelaskan proses yang disebut latihan Refleksi Diri Terbaik.
Langkah pertama dari latihan ini adalah untuk meminta umpan balik dari sekelompok responden
yang telah dipilih. Kirimkan pesan/ e-mail ke sekitar selusin orang yang mengenal Anda. Mereka
mungkin termasuk anggota keluarga, rekan atau kolega bawahan di masa lalu dan sekarang, dan
orang lain yang mengenal Anda. Minta mereka untuk menggambarkan tentang kekuatan Anda,
dan untuk menyediakan contoh-contoh spesifik tentang "bagaimana Anda menggunakan
kekuatan itu dengan cara-cara yang bermakna bagi mereka" (hal. 77). Selanjutnya,
mengidentifikasi pola dan tema di antara tanggapan yang ada. Apakah terdapat sesuatu yang
mengejutkan Anda? Ketiga, menulis sendiri "potret diri" Anda, deskripsikan diri yang
mencerminkan kekuatan Anda yang ditampilkan dalam tanggapan yang ada. Akhirnya,
mendesain ulang pekerjaan Anda atau bagaimana Anda melakukannya sesuai dengan kekuatan

Anda. Buatlah rencana yang mendukung pertumbuhan Anda sendiri. Tekankan sifat-sifat yang
dijelaskan dalam tanggapan e-mail Anda, dan terjemahkan ke dalam peningkatan prestasi kerja.
Ini bukan latihan kejutan untuk ego Anda. Ini akan membantu Anda untuk mengidentifikasi
daerah-daerah yang mungkin tidak Anda sadari, untuk memvalidasi apa yang mungkin sudah
Anda tahu, dan untuk memberikan landasan positif yang dapat menginspirasi Anda untuk
melakukan yang lebih baik lagi.

Membangun Kekuatan di dalam Peran: Appreciative Inquiry


Bagaimana perawat naik ke kepemimpinan merupakan studi yang menarik. Anda telah dididik
dan disosialisasikan untuk menjadi pemimpin klinis, seorang dokter ahli. Banyak atau sebagian
besar program gelar kepemimpinan keperawatan berfokus pada pengembangan manajer tingkat
menengah. Anda mungkin tahu mengapa Anda memilih untuk mengejar jalan Anda sendiri di
dalam kepemimpinan, dan Anda mungkin melakukannya secara independen dari program
tertentu atau karena adanya nasihat karir. Kita hanya tahu sedikit mengenai jalur kepemimpinan
highlevel antara dokter ahli di dalam keperawatan. Bondas (2006) mengidentifikasi apa yang
disebutnya Jalan Cita-cita, Jalan Perubahan, Jalan Karir, dan Jalan Sementara. Penelitian
dilakukan antara perawat Finlandia dan memiliki aplikasi universal. Jalan Cita-cita ditandai
dengan "pengendalian pribadi" dan pilihan secara sadar untuk menjadi seorang pemimpin.
Pemimpin yang memilih jalan ini dilaporkan memiliki pengetahuan batin, antusiasme, dan
mimpi dalam menciptakan dan membuat hal-hal lebih baik. Perawat memilih jalur karir dalam
mengidentifikasi diri mereka sebagai pemimpin informal, dan mencari cara untuk bergerak ke
atas untuk memenuhi kepentingan dan ambisi yang termasuk lebih banyak kekuatan dalam
pengambilan keputusan, kontrol lebih besar atas jam kerja, dan lebih banyak kebebasan dalam
organisasi. Jalan Pilihan, dalam hal ini yakni terdapat perawat yang pasif karena ditemukan oleh
orang lain, pindah ke kepemimpinan atas keputusan orang lain, dan terus menerus melakukan
semacam sikap pemimpin laissez-faire. Jalan Sementara menggambarkan lintasan perawat yang
dimulai dengan keadaan ketika kesempatan terbuka, kemudian kembali, atau berencana untuk
kembali ke posisi bawahan. Lintasan tersebut tampaknya unik untuk kepemimpinan
keperawatan.

Setelah Anda berada dalam posisi kepemimpinan, pekerjaan Anda bukan hanya
membangun kekuatan Anda sendiri, tetapi juga kepada seluruh orang dan seluruh organisasi.
Masa transisi menuju peran kepemimpinan menawarkan kesempatan yang unik dan tantangan
yang hanya terdapat jendela pendek untuk adanya respon. Anda mungkin memiliki periode yang
nyaman dan mudah untuk berbaring diatas tanah, tetapi kemungkinan besar Anda diharapkan
untuk memukul tanah sambil berlari. Anda dapat mengikuti pemimpin yang buruk atau era yang
sulit dalam organisasi, tapi kadang-kadang, tantangannya adalah mengikuti pemimpin tercinta
dengan kesuksesannya. Organisasi mungkin dalam transisi dari proses atau tertanam kuat pada
tradisi dan warisan yang telah bekerja selama berabad-abad. Biar bagaimanapun, yang terbaik
dilakukan adalah dengan mengidentifikasi kekuatan Anda secara khusus yang berkaitan dengan
tantangan dan peluang seperti yang Anda lihat pada mereka. Cobalah untuk menyisihkan
beberapa waktu untuk melakukan penilaian dan refleksi. Mengatur waktu dan sumber daya untuk
mempelajari segala sesuatu tentang organisasi, cepat membuat gambar dari nilai-nilai organisasi,
membuat aliansi yang efektif dalam organisasi, dan mengamankan beberapa keberhasilan awal
untuk menjamin kepercayaan dan persepsi Anda sebagai seorang pemimpin (Watkins 2009).
Pertanyaan apresiatif merupakan pendekatan yang sangat membantu untuk membangun
sukses sejak awal. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa fungsi dan perubahan di dalam
organisasi dapat mengikuti kebutuhan atau hasil evaluasi. Mereka yang fokus pada masalah akan
terus menemukan lebih banyak masalah lagi, tetapi organisasi yang menghargai diri sendiri atau
mencari kekuatan akan terus menemukan banyak sisi yang baik atau positif. Cooperrider dan
Whitney (2005) mengusulkan bahwa untuk "menghargai" berarti menghargai atau mengenali
yang terbaik pada orangnya, proses, atau organisasi, sedangkan "Permintaan" adalah dengan
bertanya, mengeksplorasi, mencari, atau menemukan. Hammond (. 1998, hlm 6-7) menegaskan
sebagai berikut:
Pendekatan tradisional untuk perubahan adalah dengan mencari masalah, melakukan
diagnosis, dan menemukan solusi. Fokus utama adalah pada apa yang salah atau rusak;
karena kita mencari masalah, kami menemukan mereka. Dengan memperhatikan
masalah, kami menekankan dan memperkuat mereka. . . . menghargai permintaan/
kebutuhan menunjukkan bahwa kita mencari apa yang bekerja dalam suatu organisasi. .
[Proses] menghasilkan serangkaian pernyataan yang menjelaskan ingin menjadi apakah
suatu organisasi itu, berdasarkan momen tertinggi yang telah mereka alami. Karena

pernyataan yang didasarkan pada pengalaman nyata dan sejarah, maka orang akan tahu
bagaimana untuk mengulang kesuksesan tersebut.
"Eksekutif/ pemimpin yang menghargai" adalah "sarjana, kolega, dan pemahat
percakapan yang berusaha untuk memberikan suara baru dengan misteri, bukannya penguasaan,
dan bertanya-tanya, bukannya bermasalah, mengenai kehidupan organisasi" (Keefe & Pesut,
2004, hal 103.; Srivastva, Fry, & Cooperrider, 1999, hal. 33). Dengan demikian, pemimpin yang
mempekerjakan penyelidikan apresiatif akan mengajukan pertanyaan, kemudian mendengarkan;
menyambut dan mendorong kreativitas; dan membedakan antara masalah yang harus
diselesaikan dan "aspirasi" yang harus dipenuhi (Keefe & Pesut, 2004, hal. 103). Pemimpin
membantu organisasi untuk membuat kenyataan atas visi.
Model penyelidikan apresiatif mencakup siklus empat konsep, 4D yakni discovery
(Menemukan), dream (Memimpikan), design (Mendesain), and delivery (dan Menyampaikan),
Menemukan meliputi penyelidikan atas "inti positif" yang didasarkan pada asumsi bahwa di
dalam setiap organisasi, semua bekerja dengan baik. Tugas Menemukan adalah untuk
menyelaraskan kekuatan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan untuk mengidentifikasi
juga berbagi praktik terbaik, untuk menemukan "apakah sumber masalah itu." Tugas
Memimpikan adalah membayangkan dan memperkirakan "apa yang mungkin terjadi" melalui
pandangan strategis. Tugas Mendesain untuk mengartikulasikan nilai-nilai organisasi dan
menyatakan prinsip-prinsip dan proposisi masa depan yang terbaik bagi organisasi, menentukan
"apa yang seharusnya dilakukan." Tugas pengiriman yakni untuk bertindak atas mimpi, untuk
menghidupkan visi, dan mempertahankan rencana, juga menciptakan "mau menjadi apakah
nantinya" (Cooperrider & Srivastva, 1987; Cooperrider & Whitney, 2005, hal 30;. Keefe &
Pesut, 2004, hlm 104;. Whitney & Schau, 1998).
Pertanyaan apresiatif digunakan untuk mendukung kepemimpinan keperawatan dalam hal
pengaturan akademik untuk mempromosikan transformasi dalam menangani isu-isu kompleks
mengenai kemajuan teknologi dan batas-batas yang masih kabur di dalam praktek (Moody,
Horton-Deutsch, & Pesut, 2007). Sebagai seorang pemimpin, Anda dapat menarik kesimpulan
dari model tertentu, seperti penyelidikan apresiatif, atau Anda dapat membuat rancangan sendiri.
Terlepas dari pendekatan formal, bahkan jika Anda memilih model problembased (berbasis
masalah), pada beberapa titik, Anda harus mengenali dan membangun kekuatan individu dan
juga organisasi. Pendekatan berbasis kekuatan-membantu Anda untuk mengartikulasikan nilai-

nilai pribadi dan organisasi, untuk memeriahkan visi, dan untuk membawa perencanaan strategis
menjadi kenyataan.
Selain akan mengundang naiknya kepuasan, kepemimpinan yang menghargai merupakan
yang paling efektif untuk menciptakan kemitraan profesional (Sherwood, 2006). Membuka
diskusi untuk melakukan penyelidikan mengenai kekuatan dan area positif yang saling
ketergantungan merupakan fondasi yang kuat untuk melakukan kolaborasi. Hal tersebut akan
menjadi sarana untuk meningkatkan komunikasi, kesadaran budaya, dan juga sensitivitas
(Havens, Kayu, & Leeman, 2006).

KEPEKAAN MORAL DAN PENALARAN


Kepekaan moral dan penalaran sekitar akan mengakui nilai, dan mempengaruhi nilai-nilai
pribadi dan organisasi dalam kepemimpinan dan produktivitas organisasi. Ide kepemimpinan
yang berbasis nilai telah muncul dalam dekade terakhir. Nilai didefinisikan sebagai "prinsip atau
kualitas intrinsik yang berharga atau diinginkan," atau kepercayaan abadi dalam prinsip atau
mode perilaku sosial (Graber & Kilpatrick, 2008, hal. 180). Organisasi yang sukses adalah yang
memiliki sistem nilai yang selaras dengan nilai-nilai individu di dalam organisasi dan dalam
masyarakat di mana mereka berada. Terutama di Amerika Serikat, kadang-kadang ada
ketegangan alami antara nilai-nilai di dalam masyarakat atau komunitas di atas nilai-nilai
individu dan yang lebih individualistis lagi (Graber & Kilpatrick, 2008). Ini adalah salah satu
masalah inti dalam diskusi politik saat ini mengenai reformasi kesehatan.
Kesehatan adalah sebuah bisnis yang sarat nilai. Namun demikian, ada perbedaan antara
nilai-nilai pribadi mereka yang terlibat di dalam perawatan kesehatan. Sebagai contoh, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai-nilai empati dan altruisme pada
mahasiswa kedokteran tinggi dalam program mereka (Hojat et al, 2004;. Newton et al, 2000.). Di
sisi lain, mahasiswa keperawatan memiliki skor lebih tinggi pada altruisme, sedangkan siswa
manajemen memiliki skor tertinggi pada otoritas dan kemajuan (Thorpe & Loo, 2003).
Perbedaan tersebut mungkin memiliki implikasi penting dalam pengaturan kesehatan di mana
dokter, perawat, dan administrator mengejar kepentingan pribadi dan profesional yang berbeda,
ketika bekerja sama untuk menciptakan lingkungan sosial di tempat kerja (Graber & Kilpatrick,
2008).

Secretan (1999, 2009) menegaskan bahwa nilai-nilai pribadi dan organisasi harus menyelaraskan
dalam hal takdir, penyebab, dan panggilan. Mendefinisikan takdir meninggalkan pertanyaan,
"Mengapa kita di sini?" Penyebab didefinisikan respon terhadap pertanyaan "Bagaimana kita
akan menjadi?" Dan "Apa yang akan kita perjuangkan?" Rasa panggilan ditegaskan oleh
pertanyaan, "Bagaimana kita menggunakan karunia dan talenta untuk melayani?" Secretan lebih
lanjut mempromosikan prinsip-prinsip atau nilai-nilai berikut, yang disebut model CASTLE,
yang penting untuk keberhasilan organisasi: courage (keberanian), authenticity (keaslian),
service (pelayanan), truthfulness (kejujuran), love (cinta), and effectiveness (efektivitas). Sebuah
studi di Kanada menguji hubungan antara skor pada penalaran moral dan gaya kepemimpinan
baik itu transformasional atau transaksional. Pemimpin yang mencetak tertinggi pada
kepemimpinan transformasional juga mencetak tertinggi pada penalaran moral, sementara tidak
ada hubungan antara penalaran moral dan perilaku kepemimpinan transaksional (Turner, Barling,
Epitropaki, Butcher, & Milner, 2002).
Pemimpin transformasional membangun kepercayaan dan model dengan nilai-nilai etika.
Mereka memimpin dengan etika dan moral, tetapi tidak moralistik.
Mereka meningkatkan kesadaran apa yang benar, baik, penting, dan indah, juga disaat
yang sama mereka membantu meningkatkan kebutuhan pengikut 'untuk meningkatkan
prestasi dan aktualisasi diri, ketika mereka mendorong pengikut untuk mendapatkan
kematangan moral yang lebih tinggi, dan ketika mereka memindahkan pengikut
melampaui rasa ketertarikan pengikut itu sendiri demi terciptanya kebaikan kelompok,
organisasi, atau masyarakat. (Homrig, 2001, hal. 6)
Penalaran moral dan nilai-nilai etika memberikan dasar demi tercapainya kesuksesan
seorang pemimpin transformasi.

PRIA

DAN

WANITA:

ADAKAH

PERBEDAAN

MEREKA

DI

DALAM

KEPEMIMPINAN?
Studi mengenai gaya kepemimpinan di awal abad ke-20, daftar sifat kepemimpinan yang disukai
adalah maskulinitas. Memang, beberapa penulis telah menunjukkan bahwa pemahaman umum
konsep kepemimpinan yakni terus kekurangan kritik dari perspektif feminis (Ford, 2005). Selain

itu, eksplorasi berikutnya mengenai kepemimpinan transformasional banyak dikaitkan dengan


karakteristik untuk jenis kelamin laki-laki. Namun, meta-analisis terbaru dari 45 studi gaya
kepemimpinan transformasional, transaksional, dan laissez-faire menemukan pemimpin
perempuan lebih menunjukkan atribut yang lebih transformasional. Pria yang ditemukan dalam
transaksional atau laissez-faire lebih mungkin menjadi seorang pemimpin (Eagly, JohannesenSchmidt, & van Engen, 2003). Ford (2005) menegaskan bahwa ada kebutuhan di dalam seluruh
industri kesehatan untuk meningkatkan kesadaran gender dalam kepemimpinan, dan adanya
penerapan pendekatan yang lebih peka terhadap budaya yang berbasis lokal yang menjelaskan
pengalaman pribadi, identitas, dan hubungan kekuasaan sehingga memungkinkan untuk seluruh
gender maskulin dan feminism melakukan gaya dan perilaku kepemimpinan dan perilaku.
Nantinya akan selalu ada perbedaan.
Saat ini, perempuan lebih mungkin untuk bergerak keluar dan masuk dari pekerjaan di
dalam kehidupan mereka (Hewlett & Luce, 2005). Berdasarkan peringkat, lima alasan wanita
meninggalkan pekerjaannya adalah (1) untuk waktu keluarga, (2) untuk mendapatkan gelar atau
pelatihan lainnya, (3) karena pekerjaan itu tidak memuaskan, (4) karena pindah tempat tinggal,
dan (5 ) untuk mengubah karier. Sedangkan urutan peringkat dari lima alasan pria meninggalkan
pekerjaannya adalah (1) untuk mengubah karir, (2) untuk mendapatkan gelar atau pelatihan
lainnya, (3) karena pekerjaan itu tidak memuaskan, (4) kehilangan minat di lapangan , dan (5)
untuk waktu keluarga. Karena berbagai kerugian baik bagi perusahaan dan individu itu sendiri
ketika seseorang meninggalkan pekerjaannya, dan karena sulitnya untuk masuk kembali,
beberapa organisasi telah memulai inisiatif khusus untuk mempertahankan pekerja, terutama
pemimpin perempuan (Hewlett & Luce, 2005). Perempuan juga terus membawa bagian yang
lebih besar dalam bertanggung jawab sebagai orangtua dan di dalam rumah tangga. Memang,
faktanya 92% perempuan yang bekerja di luar rumah masih dapat mengelola semua tugas-tugas
rumah tangga (Barsh, Cranston, & Craske, 2008).
Beberapa penelitian biobehavioral dari dekade terakhir telah menunjukkan perbedaan
jelas lainnya antara pria dan wanita, seperti aktivitas otak. Wanita lebih mungkin untuk berpikir
dalam matriks yang terintegrasi, mampu bergerak lebih "anggun dari segi kecerdasan intuisi dan
dari segi pemikiran linear maupun nonlinear" dibandingkan dengan laki-laki (Maraldo, 2008,
hal. 252), dan karena itu lebih lancer untuk melakukan multitasking (melakukan banyak
pekerjaan dalam satu waktu), sedangkan pria cenderung lebih fokus dan linear. Dengan

demikian, perempuan mungkin secara umum lebih cocok untuk menjadi pemimpin
transformasional pada situasi lingkungan saat ini dan untuk di masa depan dengan lebih banyak
kekacauan dan kompleksitas. Selanjutnya, wanita d dalam perawatan kesehatan atau
kepemimpinan keperawatan juga cenderung menunjukkan karakteristik yang sama atas integritas
pribadi, standar etika, kepercayaan, dan kredibilitas seperti yang dilakukan pemimpin perempuan
dalam disiplin lainnya (Carroll, 2005).
Meskipun lebih banyak wanita daripada pria yang memasuki profesi kesehatan, hanya
relatif sedikit perempuan yang mencapai posisi kepemimpinan tertinggi. Proyek Kepemimpinan
McKinsey merupakan sebuah inisiatif untuk mengungkapkan apa yang mendorong dan
menopang pemimpin perempuan menjadi sukses (Barsh et al., 2008, hal. 35). Dari proyek ini
muncul model "lima dimensi yang luas dan saling terkait" yang mungkin berkaitan dengan lakilaki maupun perempuan:
(1) makna, atau menemukan kekuatan dan menempatkan mereka untuk bekerja di dalam
pelayanan dengan tujuan yang inspiratif; (2) mengelola energi, atau mengetahui di mana
energi Anda berasal, kemana ia pergi, dan apa yang dapat Anda lakukan untuk
mengelolanya; (3) framing (membingkai) secara positif, atau mengadopsi cara yang lebih
konstruktif untuk melihat dunia, memperluas wawasan, dan mendapatkan ketahanan
untuk bergerak maju bahkan ketika terjadi hal buruk; (4) menghubungkan, atau
mengidentifikasi siapa yang dapat membantu Anda tumbuh, membangun hubungan yang
lebih kuat, dan meningkatkan rasa kepemilikan; dan (5) terlibat, atau menemukan suara
Anda, menjadi percaya pada diri sendiri dengan menerima peluang dan resiko yang ada,
dan mampu berkolaborasi dengan orang lain.
Pada kenyataannya, baik pria atau wanita, tidak ada pemimpin yang memiliki semua
karakteristik yang dibutuhkan untuk melakukan seluruh pekerjaan, terlepas dari posisi
kepemimpinan itu sendiri. Ancona, Malone, Orlikowski, dan Senge (2007, hal. 92) menyarankan
bahwa kita "mengakhiri mitos akan pemimpin yang lengkap/ sempurna." Sebaliknya, dengan
keyakinan dan kerendahan hati, mengakui akan kekuatan pribadi dan tantangan yang ada,
pemimpin harus mampu melibatkan bakat dan perspektif lainnya. Memang, lebih dari satu
dekade yang lalu, Bolman dan Deal (1992) menunjukkan hanya sedikit atau tidak ada dukungan
untuk harapan mengenai stereotip perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai pemimpin.

Mereka menemukan bahwa, secara umum, laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sebanding
lebih mirip satu sama lain daripada terlihat berbeda. Masalah yang lebih besar adalah bahwa
perempuan kurang mungkin untuk diwakili pada tingkat kepemimpinan tertinggi. Ancona et al.
menyarankan bahwa empat kemampuan berikut sangat penting dan dapat dibagi tanpa
memandang jenis kelamin: (1) sensemaking (membuat rasa), yang mampu memahami dan
menafsirkan lingkungan, budaya, dan kompleksitas; (2) terkait, atau saling percaya dan
melibatkan orang lain; (3) visi, atau mengembangkan dan berbagi gambaran yang menarik
tentang masa depan; dan (4) menciptakan, atau menemukan pendekatan baru untuk mendapatkan
prestasi akan misi dan "untuk membawa visi hidup."
Selain itu, tidak ada satupun, rumus ajaib, mengenai jenis kelamin, gaya, atau daftar sifat untuk
kepemimpinan transformasional yang efektif. Seorang pemimpin keperawatan menyuarakan
keprihatinan bahwa fokus kami saat ini pada kepribadian dan karisma sebagai pengganti
keterampilan (Natal 2009). Collins (2001) memperingatkan bahwa memimpin dengan karisma
saja berbahaya, bahwa kepribadian diri merupakan fokus kuat yang dapat melindungi pemimpin
dari kebenaran. Kita semua memiliki setidaknya satu simbol kaku yang dipegang teguh, sejak
lama, mengenai pemimpin otokratis dimana organisasi dan komitmen akan berkembang - sama
seperti kita telah tumbuh dari hangat, menjadi dinamis, contoh seorang pemimpin yang berbagivisi yang menginspirasi kami. Akan menjadi pemimpin manakah Anda? Apakah ciri-ciri terbaik?
Apa yang akan menjadi warisan Anda?

Anda mungkin juga menyukai