Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH FILSAFAT HUKUM

“KODE ETIK KEPOLISIAN”


Dosen Pengampuh : Pak Zamroni abdussamad SH,,MH,,

Oleh :

Nama : Putra krisna Suryantoro

Nim : 1011411171

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kode Etik
Kepolisian” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen
pada mata kuliah Pengantar Filsafat Hukum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Kode Etik Kepolisian bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Zamroni Abdussamad, SH.,MH
selaku dosen mata kuliah Pengantar Filsafat Hukum yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya
menyadari, makalah yang Saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Gorontalo, 17 oktober 2022

Putra Krisna Suryantoro


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................

Daftar Isi...................................................................................................................................

Bab I : Pendahuluan...............................................................................................................

A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................
C. Tujuan Makalah................................................................................................

Bab II : Pembahasan..............................................................................................................

A. Etika Kepolisian...................................................................................................
B. Etika Tugas dan Jabatan.......................................................................................
C. Etika Pelayanan Terhadap Pencari Keadilan........................................................
D. Etika Hubungan Oknum Rekan Polisi.................................................................
E. Pengawasan Polisi................................................................................................
F. Hubungan Kode Etik Polisi dengan UU Kepolisian............................................

Bab III : Penutup...................................................................................................................

A. Simpulan..........................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................

Daftar Pustaka........................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara hukum. Ditengah-tengah itu, polisi merupakan salah
satu pilar yang penting, dikarenakan badan tersebut mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menjaga keamanan masyarakat. Dalam praktik kenegaraan modern dikenal
sebuah konsep negara kesejahteraan. Konsep tersebut membawa pada sebuah konsekuensi
bahwa Negara juga harus memberikan perlindungan kepada masyarakat. Jaminan terhadap
rasa aman dan perlindungan harus diberikan oleh negara. Kepolisian sebagai lembaga yang
dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut mengemban amanah yang teramat besar dari
masyarakat.

Kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada dasarnya merupakan
pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya, oleh karena itu
kode etik profesi memiliki peranan penting dalam mewujudkan polisi yang professional.1
Kapolri telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan kinerja dan
kualitas pelayanan publik. Salah satu upaya tersebut adalah Polri harus memiliki dan
menerapkan prosedur kerja yaitu Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merupakan
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat
penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indicator teknis, administrasi dan prosedur
sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan system kerja pada unit kerja yang
bersangkutan.
Tujuan standard operasional prosedur (SOP) adalah untuk menciptakan tanggung
jawab mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintah untuk
mewujudkan Good Governance. Standar operasional prosedur (SOP) tidak saja bersifat
internal tetapi juga eksternal, karena standar operasional prosedur dapat juga digunakan
untuk mengukur responsitivitas, responsibilitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

1
Petrus, Kanisius Noven Manalu. Jurnal fungsi kode etik profesi polisi dalam rangka meningkatkan profesionalitas
kerjanyata. (Universitas Atma Jaya: Yogyakarta. 2014)
Polisi merupakan aparat penegak hukum yang berkewajiban dalam mewujudkan
keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat, kepolisian merupakan
lembaga pengayoman masyarakat dalam segala kondisi sosial, diatur dalam Undang-
undang No 1 Tahun 1001 Tentang Kepolisian. Peran kepolisian dapat dikatakan sebagai
aspek kedudukan yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai pelindung
masyarakat. Pada kenyataanya sebagian anggota bertindak sebaliknya dan tidak sesuai
dengan etika profesi kepolisian atau dalam kata lain polisi melakukan pelanggaran
terhadap kode etik kepolisian. Hal ini tentunya berakibat hukum dan dapat mengakibatkan
terjadinya tindak pidana.
Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan membentuk peraturan keamanan
masyarakat maupun negeri. Kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat
terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional
yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta
terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta pengembangan
potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi
segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat
meresahkan masyarakat. Serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan
2
pelayanan kepada masyarakat.
Perlindungan hukum merupakan hak setiap warga negara terutama negara yang
menetapkan sebagai negara hukum, sehingga lahir konsep adanya supermasi hukum.
Hakikat perlindungan hukum adalah kewajiban dari negara atau pemerintah terhadap
warga negaranya untuk memperoleh atau untuk mendapatkan hak-haknya berdasarkan
hukum serta menjamin adanya kepastian untuk terwujudnya keadilan.3

2
H. Pudi Rahardi, 1007, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Penerbit Laskbang
Grafika, Surabaya, hlm. 54.
3
Sadjijono, 1008, Polri dalam perkembangan Hukum di Indonesia, Penerbit Lagsbang Presindo, Yogyakarta,
hlm. 117.

Kode Etik Profesi Polri, sebagaimana diatur dalam peraturan kapolri No. 14 Tahun 1011,
pada dasarnya bertujuan untuk mengatur tata kehidupan seseorang yang berprofesi
sebagai anggota Polri. Adanya kode etik ini menunjukkan bahwa polri telah berusaha keras
memperbaiki diri, mengambil langkah-langkah reformasi menuju Polri yang bermoral,
profesional modern dan mandiri.

Secara umum ruang lingkup kode etik ini mencakup tentang :


1) Etik kepribadian.

2) Etik kenegaraan.

3) Etik kelembagaan.

4) Etik dalam hubungan dengan masyarakat.

Melaksanakan kode etik dengan baik, tentu tidak terlepas dari adanya loyalitas
kepada organisasi, disiplin yang ketat oleh pimpinan dimaksudkan untuk meningkatkan
loyalitas bawahan.3
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih adanya kasus-kasus yang menerpa
anggota kepolisian yang terkait seperti penyuapan, korupsi, Ham dan berbagai kasus
pidana lainnya. Kasus terus bermunculan seperti tidak ada habisnya. Belum tuntas satu
kasus, muncul kasus baru. Dalam pemikiran masyarakat saat ini yang berkembang bahwa
menganggap terkesan seolah setiap anggota Polri kebal hukum karena banyaknya kasus
melibatkan polisi “menguap” sebelum sampai dipersidangan. Masyarakat pasti masih
mengingat kasus dugaan suap dalam penyidikan pembobolan dana Bank Negara Indonesia
(BNI) yang disebut-sebut melibatkan mantan kepala Polri, Jendral Da’i Bachtier. Kasus ini
bermula saat Andrian Herling Waworuntu, pembobol BNI sebesar 1,3 triliun, ditangguhkan
penahanannya oleh penyidik Polri.

3
Suwarni, 1009, Perilaku Polisi (Studi atas budaya organisasi dan pola komunikasi, Penerbit Nusa Media,
Bandung. hlm 69
Kasus lain yang masyarakat pasti masih mengingat kasus dugaan korupsi proyek
pengadaan jaringan radio dan alat komunikasi sebesar Rp 60,1 miliar atas laporan Blok
Center. Kasus itu tidak terdengar lagi. Selanjutnya ada kasus tentang rekening 15 oknum
perwira polri yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
yang diduga tidak wajar pun juga belum ketahuan hasilnya. Dana tidak wajar itu diduga
diperoleh karena penyalagunaan kewenangan saat menduduki jabatan “basah”. Kasus juga
yang ramai di gunjingkan publik adalah pelepasan kapal penyeludupan bahan bakar
minyak (BBM) di Jawa Timur. Dalam kasus ini, Kasat Polairud Polda Jatim, Kombes Toni
Suhartono, dicopot dari jabatannya karena melepas kapal itu, yang katanya atas perintah
Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Polisi Binarto.

Terhadap persoalan-persoalan ini seorang polisi dapat dikenakan sanksi karena


termasuk melakukan tindakan pelanggaran kode etik kepolisian. Dasar hukumnya bisa
dilihat dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 1003 tentang pemberhentian
anggota Kepolisian negara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
1010 tentang disiplin pegawai negeri sipil, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1001 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Keputusan Kapolri Tahun 1003 tentang Kode
Etik Profesi Kepolisian. Selain itu ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Polri sebagaimana
diatur dalam peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 1011, merupakan kaidah moral dengan
harapan tumbuhnya komitmen yang tinggi bagi seluruh anggota Polri agar mentaati dan
melaksanakan (mengamalkan) Kode Etik Profesi Polri dalam segala kehidupan, yaitu dalam
pelaksanaan tugas, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengabdian kepada
masyarakat, bangsa dan Negara. karena anggota kepolisain negara berdasarkan Pasal 1
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1003 adalah pegawai negeri sipil pada
kepolisian Negara RI maka Hukuman disiplin pegawai negeri sipil bisa dijatuhkan juga
kepada polisi yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam PP Nomor 53 Tahun
1010.4
4
Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1011 tentang

Kepolisian, Permata Press, 1013, Hlm 91

Sikap dengan “Gaya hidup mewah” bagi sebagian besar pejabat Polri yang jelas-jelas
tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan resmi yang diterima setiap bulan, dapat
dipertanyakan. Sebuah fenomena yang amat kontroversial dengan kehidupan sederhana
sebagian besar aparat kepolisian yang berpangkat menengah dan rendahan, terlebih yang
tidak menduduki jabatan “basah”. Padahal cukup banyak anggota Polri yang baik, jujur,
dan berotak cemerlang tetapi tidak mendapat kesempatan menduduki jabatan penting.

Melihat dari berbagai kasus yang terjadi, seharusnya Polri perlu memulai langkah
baru dengan menghindarkan diri dari kesan menerapkan asas imunitas untuk melindungi
sesama anggota korps dalam berbagai penyelewengan. Selama ini Polri sering dituding
melindungi anggotanya yang tidak serius mengenai kasus-kasus korupsi, HAM, illegal
logging, narkoba, perjudian, dan lainnya. Keanehan proses hukum kasus-kasus berskala
besar yang menjadi perhatian publik di tubuh Polri, bukan lagi sekedar menyangkut
oknum, malainkan Polri sebagai institusi. Kepala Polri harus memulai tradisi baru untuk
memihak dan menghargai anggota Polri yang bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan berpikir
cemerlang.

Masyarakat sebenarnya berharap agar pengungkapan berbagai kasus yang menimpa


anggota atau petinggi Polri, tidak hanya seperti selama ini. Kasus tersebut apabila tidak
lagi dikontrol publik atau pers, maka akan “menguap” dan pengungkapan untuk kasus-
kasus besar terkesan melambat, manakala suatu kasus terbentuk pada polisi berpangkat
tinggi. Melihat dari pengalaman sebelumnya, masih minim keseriusan untuk betul-betul
mengungkap berbagai kasus dan penyelewengan di tubuh Polri. Sinyalemen yang
berkembang adanya semangat membela institusi (esprit de corps) yang terkesan sebagai
kultur belum bisa dihilangkan sama sekali. Padahal, kultur tersebut merugikan reputasi
Polri sebagai institusi penegak hukum.
Sejarah panjang telah membentuk Kepolisian Indonesia yang menjadi Polri pada saat
ini, tanpa mengurangi besarnya keberhasilan yang telah dicapai polisiterbukti bahwa polisi
mampu menjadi salah satu pilar penegak keamanan yang mengantar pembangunan Bangsa
dan Negara. Polisi terus berjuang keraskarena pada saat ini belum mampu menjawab
tuntutan pelayanan masyarakat yang meningkat cepat sebagai hasil pembangunan,
sedangkan ada beberapa masyarakat yang mencela, mencemooh dan menuding bahwa
polisi tidak professional. Negara Indonesia ini sudah mendesak untuk memiliki Polisi yang
professional, efektif, efisien, dan modern. Banyak kendala yang dihadapi untuk mencapai itu
semua salah satu akar permasalahan adalah adanya kecenderungan melemahnya
penghayatan dan pengamalan Etika Kepolisian.5

Kode etik bagi profesi kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan
profesionalisme, tetapi juga telah diatur selengkapnya dalam Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 Tentang Polri yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Kapolri NomorPol 7 Tahun
2006 Tentang Kode Etik Profesi Polri dan Peraturan Kapolri NomorPol 8 Tahun 2006 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Profesi Polri, sehingga Kode Etik Profesi Polri
berlaku mengikat bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 6
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah peraturan baru yang
digunakan Polri untuk menegakan Kode Etik Kepolisian.

Anggota Polri yang melakukan tindak pidana dan telah menjalani proses peradilan
umum serta memperoleh putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap dengan hukuman
pidana minimum lebih dari 3 (tiga) bulan, maka anggota tersebut dapat direkomendasikan
untuk dilaksanakan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk mempertimbangkan masih
layak atau tidak mengemban tugas/profesi Kepolisian. Namun, apabila hukuman pidananya
kurang dari 3 (tiga) bulan, maka tidak diharuskan untuk direkomendasikan ke Komisi Kode
Etik Polri (KKEP). Melainkananggota tersebut tetap menjalani hukuman pidana maupun
hukuman disiplin dan dalam Pengawasan Provos/Propam serta pimpinan sampai hak-haknya
sebagai anggota Polri dikembalikan lagi.

5
Kunarto, Etika Kepolisian, PT.Cipta Manunggal, Jakarta, 1997

6
Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), LaksBang Mediatama, Surabaya, 2007,
hlm.148
Anggota Polri yang melakukan tindak pidana dan telah menjalani proses peradilan
umum serta memperoleh putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap dengan hukuman
pidana minimum lebih dari 3 (tiga) bulan, maka anggota tersebut dapat direkomendasikan
untuk dilaksanakan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk mempertimbangkan masih
layak atau tidak mengemban tugas/profesi Kepolisian. Namun, apabila hukuman pidananya
kurang dari 3 (tiga) bulan, maka tidak diharuskan untuk direkomendasikan ke Komisi Kode
Etik Polri (KKEP). Melainkananggota tersebut tetap menjalani hukuman pidana maupun
hukuman disiplin dan dalam Pengawasan Provos/Propam serta pimpinan sampai hak-haknya
sebagai anggota Polri dikembalikan lagi.

Terkait dengan pembinaan profesi, tata tertib, disiplin anggota dan pengamanan
internal Polri didalam kesatuan organisasi Kepolisian diatur oleh Kasipropam. Sikap dan
perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia harus terikat dan sesuai pada Kode
Etik Profesi Kepolisian, selain itu untuk membina persatuan dan kesatuan serta
meningkatkan kinerja sehingga diadakan peraturan disiplin anggota Polri. Undang-undang
juga menyatakan bahwa anggota Polri tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
Untukmenjalankan peraturan perundang-undangan, Polri melaksanakannya sesuai dengan
peraturan pemerintah, tetapi masih ada anggapan bahwa Polri kurang bersungguh-sungguh
dalam menegakan hukum internlal. Dapat dilihat dari adanya tindak pidana maupun
ketidakdisiplinan kerja yang dilakukan oleh anggota Polri, hanya diselesaikan melalui Sidang
Disiplin maupun Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) saja.

Kesandari masyarakat terhadap penegakan hukum internal Polri, terjadi karena


masyarakat kurang mendapat informasi atas penyelesaian kasus-kasus yang dilakukan oleh
anggota Polri. Terdapat contoh kasus di Polisi Resort Malang tepatnya di Kepanjen terdapat
beberapa kasus pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian yang dilakukan oleh anggotanya
7
antara lain, yaitu:

1. Kasus pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian karena melakukan tindak pidana yang
dilakukan oleh Briptu Verdy Oktawijaya dengan jabatan anggota Sat.Sabhara Polres Malang.
Terlapor Briptu Verdy Oktawijaya telah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi, yaitu
melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum menjual narkotika golongan 1.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.
7
Hasil Pra Survey di Polres Malang pada tanggal 23 Agustus 2013

2. Kasus kedua, terperiksa bernama Brigadir Sukidi dengan jabatan anggota Polsek Jabung,
bahwaterperiksa Brigadir Sukidi telah melakukan pelanggaran disiplin meninggalkan
tugasnya secara tidak sah selama lebih dari 30 hari kerja secara berturut-turut. Perbuatan
yang dilakukannya tersebutpatut dikenakan sanksi moral berupa pelanggaran dinyatakan
tidak layak menjalankan Profesi Kepolisian sebagaimana dalam Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Kepolisian.

3. Kasus yang sama dilakukan oleh terperiksa Bripka Yulianto dengan jabatan anggota
Sitipol. Terperiksa Bripka Yulianto telah melakukan pelanggaran disiplin kerja berupa
meninggalkan tugasnya secara tidak sah selama lebih dari 30 hari kerja secara berturut-
turut. Perbuatannya tersebut terhadap terperiksa patut dikenakan sanksi moral berupa
pelanggaran dinyatakan tidak layak menjalankan Profesi Kepolisian sebagaimana dalam
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang
Kode Etik Kepolisian.

Upaya pemuliaan dan penegakan Etika Profesi Polri, pimpinan dituntut mampu
memberikan sanksi kepada Anggota Polri yang melakukan pelanggaran melalui Sidang
Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) maupun Sidang Disiplin. Penegakan etika dan disiplin
kepada Anggota Polridiharapakan dapatdilaksanakan oleh setiap Kepala Satuan Organisasi
Polri selaku Atasan Yang Berhak Menghukum(Ankum) diseluruh tingkatan sehingga
pelanggaran sekecil apapun ditindak lanjuti dengan tindakan korektif atau sanksi. Apabila
kondisi ini selalu terpelihara, maka pelanggaran_pelanggaran hukum yang akan dilakukan
oleh Anggota Polri dapat diminimalisir.8

8
Sadjijono, Etika Profesi Hukum, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2008.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Etika Kepolisian ?
2. Bagaimana Etika Tugas dan Jabatan Kepolisian ?
3. Bagaimana Pelayanan Terhadap Pencari Keadilan ?
4. Bagaimana Hubungan Oknum Rekan Polisi ?
5. Bagaimana Pengawasan Polisi ?
6. Bagaimana Hubungan Kode Etik Polisi dengan UU Kepolisian ?

D. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami Etika Kepolisian
2. Mahasiswa dapat memahami Etika Tugas dan Jabatan Kepolisian
3. Mahasiswadapat memahami Pelayanan Terhadap Pencari Keadilan
4. Mahasiswa dapat memahami Hubungan Oknum Rekan Polisi
5. Mahasiswa dapat memahami Pengawasan Polisi
6. Mahasiswa dapat memahami Hubungan Kode Etik Polisi dengan UU Kepolisian

BAB II

PEMBAHASAN
A. Etika Kepolisian
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir,
kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atau adat. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika,
antara lain Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral
yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak.
Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak atau moral. Selain itu, Etika bias juga diartikan sebagai ilmu tentang yang
baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi
yang diteliti secara sistematis dan metodis. 2
Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politea. Kata ini pada mulanya
dipergunakan untuk menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena,
kemudian pengertian itu berkembang menjadi kota dan dipakai untuk menyebut
semua usaha kota. Polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai
organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan agar
yang diperintah menjalankan badan tidak melakukan larangan-larangan perintah. 3
Polisi menurut KBBI ialah; 1 badan pemerintah yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-
undang dan sebagainya); 2 anggota badan pemerintah (pegawai negara yang
bertugas menjaga keamanan dan sebagainya);
Pada awalnya, Polri berada di lingkungan kementerian dalam negeri karena
masih dalam suasana transisi, pada masa penjajahan Belanda, administrasi
Kepolisian dilaksanakan oleh Departement Van Binnen lasch Bestuur (Departemen
Dalam Negeri). Sedangkan dalam masa penjajahan Jepang, pengaturan pola-pola
Kepolisian sesuai dengan peraturan Pemerintahan Jepang, Oleh sebab itu sejak
tanggal 8 Agustus 1942 di Jawa, dibentuk Keimubu (Departemen Kepolisian) yang
berdiri sendiri, tidak berada dibawah Departemen Dalam Negeri atau Departemen
Kehakiman.
Perubahan mulai terjadi, yaitu militerisasi Kepolisian. Dengan adanya
Instruksi Dewan Pertahanan Negara (DPN) dengan TAP No. 112/DPN/1947, 1
Agustus 1947, bahwa kewajiban Kepoisian Negara secara umum tetap berlaku
menurut peraturan yang ada, kecuali ditentukan lain dalam Penetapan Dewan
Pertahanan Negara No. 39 Tahun 1946, 19 September 1945, dan dalam penetapan
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia
3
Andi Munawarman, Artikel Sejarah Singkat POLRI, di.http:/ /www.HukumOnline.com/
hg/narasi/2004/04/21/nrs,20040421-01,id.html. diakses pada tanggal September 2016 pukul 11.20 WIB.
tersebut memuat hal-hal yang mengatur fungsi Kepolisian sebagai militer. Dalam
Penetapan Dewan Pertahanan Negara (DPN), diatur beberapa ketentuan tentang
Kepolisian yang menyatakan tentang militerisasi Kepolisian yaitu : Kepolisian Negara
menjalankan perintah-perintah dan putusan-putusan DPN yang diberikan dengan
Surat Penetapan atau Surat Perintah. Dalam keadaan mendesak, perintah diberikan
dengan lisan yang kemudian disusul dengan surat. Kepolisian Negara mempunyai
kedudukan yang sama dengan tentara, dengan Peraturan Tata Tertib Militer (bukan
pidana militer) dan pengadilan tentara berlaku bagi segenap anggota Kepolisian
Negara.
Dalam suatu penyidikan perkara, Kepolisian dapat menangkap anggota-
anggota tentara untuk kemudian diserahkan kepada komando tentara yang
bersangkutan disertai dengan laporannya. Untuk kepentingan pertahanan, DPN
berhak memasukkan Kepolisian sebagian atau seluruhnya menjadi kesatuan tentara.
Dalam hal ini, fungsi Kepolisian sebagai combatant, karena Kepolisian dapat
dijadikan tentara.4
Jadi Etika Kepolisian adalah system nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-
norma moral yang menjadi pedoman bagi kepolisian untuk bersikap dan bertindak.
Dalam PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14
TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIAdisebutkan tentang Etika Kepolisian dalam Kewajiban, diantaranya;
1) Etika Kenegaraan (Pasal 6)
2) Etika Kelembagaan (Pasal 7-9)
3) Etika Kemasyarakatan (Pasal 10)
4) Etika Kepribadian (Pasal 11)

Aturan kode etik tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Negara
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian. Merujuk
Perkap tersebut, berikut empat lingkup kode etik Polri.

1. Etika Kenegaraan
4
Irwan Suwarto (2003), Polri Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia. (Ekasakti Press: Padang) hlm. 49
Etika kenegaraan adalah sikap moral anggota Polri terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
kebhinekatunggalikaan.

Adapun kewajiban dalam menjalankan etika kenegaraan salah satunya adalah


menjaga keamanan dan ketertiban bermasyarakat. Yang terpenting ialah bersikap netral
dalam kehidupan berpolitik dan tidak mendahului kepentingan sendiri, seseorang, atau
golongan.

Etika kenegaraan memuat pedoman berperilaku anggota Polri dalam hubungan:

1. Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);


2. Pancasila;
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
4. kebhinekatunggalikaan.

2. Etika Kelembagaan
Etika kelembagaan merupakan sikap moral seorang anggota Polri terhadap institusinya. Hal
ini dilakukan sebagai bentuk pengabdian dan patut dijunjung tinggi ikatan lahir batin dari
institusi Polri dengan segala martabat dan kehormatannya.

Selain itu, perlu juga menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur
Prasetya. Lalu wajib menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan
kehormatan Polri.

Etika kelembagaan memuat pedoman berperilaku anggota Polri dalam hubungan:

1. Tribrata sebagai pedoman hidup;


2. Catur Prasetya sebagai pedoman kerja;
3. Sumpah/janji anggota Polri;
4. Sumpah/janji jabatan; dan
5. Sepuluh komitmen moral dan perubahan pola pikir (mindset).

3. Etika Kemasyarakatan

Etika kemasyarakatan adalah sikap moral anggota Polri yang senantiasa memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta melindungi, mengayomi,
dan melayani masyarakat dengan mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia.

Beberapa kewajiban dalam etika kemasyarakatan ialah memberikan pelayanan terbaik


kepada masyarakat dengan cepat, baik sedang bertugas maupun di luar tugas. Dan dalam
menjalankan tugas, setiap anggota Polri perlu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.

Etika kemasyarakatan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam hubungan:

1. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas);


2. Penegakan hukum;
3. Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat; dan
4. Kearifan lokal, antara lain gotong royong, kesetiakawanan, dan toleransi.

4. Etika Kepribadian

Yang terakhir ialah etika kepribadian. Etika ini berkaitan erat dengan kehidupan beragama,
kepatuhan, ketaatan, dan sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam kepolisian.

Kewajiban dalam etika ini yang pertama perlu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, sudah seharusnya menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama,
nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum.

Etika kepribadian memuat pedoman berperilaku anggota Polri dalam hubungan:

1. Kehidupan beragama;
2. Kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum; dan
3. Sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara,

B. Etika Tugas dan Jabatan Kepolisian

Polisi merupakan salah satu penegak hukum yang seringkali mendapat sorotan
karena polisi merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum pidana, sehingga tidaklah
berlebihan jika polisi dikatakan sebagai hukum pidana yang hidup, yang menterjemahkan
dan menafsirkanlaw in thebook menjadi law in action. Meskipun polisi dikatakan sebagai
garda terdepan, akan tetapi dapat terjadi pada tahap awal penyelesaian suatu perkara
pidana dapat berakhir, karena polisi mempunyai kewenangan yang disebut diskresi. Polisi
dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, bukan hanya harus tunduk pada
hukum yang berlaku sebagai aspek luar, mereka dibekali pula dengan etika kepolisian
5
sebagai aspek dalam kepolisian.

Tugas kepolisian merupakan bagian dari pada tugas Negara dan untuk mencapai
keseluruhannya tugas itu, maka diadakanlah pembagian tugas agar mudah dalam
pelaksanaan dan juga koordinasi, karena itulah dibentuk organisasi polisi yang kemudian
mempunyai tujuan untuk mengamankan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat
yang berkepentingan, terutama mereka yang melakukan suatu tindak pidana.Dalam pasal
13Undang-UndangNomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian,tugas pokok Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah:6

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;


b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan perlindungan kepada masyarakat.

Selanjutnya dalam pasal 14 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: 7

a. Melaksanakan pengaturan, pengawasan, penjagaan, pengawalan, dan patroli


terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dankelancaran lalu lintas dijalan;

5
Agus Raharjo dan Angkasa.PROFESIONALISME POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM. Jurnal Dinamika
Hukum,Vol. 11 No. 3 September 2011, FH Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. Hlm 390
6
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian
7
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaranhukummasyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum Nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik, pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuaidengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensikdan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat,dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tugas Polisi Republik


Indonesia seperti yang disebutkan di atas, maka jelaslahbahwa tugas Polisi Republik
Indonesia sangat luas yang mencakup seluruh instansi mulai dari Departemen Pertahanan
Keamanan sampai pada masyarakat kecil semua membutuhkan polisi sebagai pengaman
dan ketertiban masyarakat. Untuk melaksanakan tugas dan membina keamanan dan
ketertiban masyarakat, Polisi Republik Indonesia berkewajiban dengan segala usaha
8
pekerjaan dan kegiatan untuk membina keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam rangka menyelenggarakan tugasnya, kepolisian memiliki wewenang umum yang


tertuang dalam pasal 15 ayat (1), Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian.
Diantaranyasecara umum berwenang:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;


b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yangdapat mengganggu
ketertiban umum;

8
I Ketut Astawa. Etika Profesi Polri. Kepolisian Republik Indonesia, 2016. Hlm17
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenanganadministratif
kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian daritindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotretseseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yangdiperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang danpelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementarawaktu.

Berkaitan dengan tugas dan wewenang polisi ini harus dijalankan dengan baik agar
tujuan polisi yang tertuang dalam pasal-pasal berguna dengan baik, Undang-undang
kepolisian bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta
terbinanyaketentraman masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanaan negara,
terselenggaranya fungsi pertahannan dan keamanan negara, tercapainya tujuan nasional
dengan menjunjung fungsi hak asasi manusia dapat terlaksana.

Kedudukan kepolisian di Negara Indonesia (POLRI)sebagai lembaga negara non departemen


yang berperan dalam pemeliharaan keamanan, dipimpin seorang Kapolri dan berkedudukan
langsung di bawah Presiden. Pelaksanaan kegiatan operasional dan pembinaan kemampuan
POLRIdilaksanakan oleh seluruh fungsi POLRI secara berjenjang mulai dari tingkat pusat
sampai tingkat daerah yang terendah. Untuk tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan
wewenang POLRI secara hierarki dimulai dari tingkat paling bawah ke tingkat pusat yaitu
Kapolri,selanjutnya Kapolri mempertangungjawabkannya kepada Presiden Republik
Indonesia (Presiden RI).

Struktur jabatan dan pangkat Kepolisian Republik Indonesia

Struktur jabatan dan pangkat pada kepolisian Republik Indonesia mulai diberlakukan
sejak 1 Januari 2001 lalu. Pada saat itu, TNI dan Polri kemudian mulai dipisahkan sehingga
memiliki tanda kepangkatannya sendiri. Bagimu yang tertarik dan ingin menjadi TNI dan
Polisi, mari kenali dahulu jenjang pangkatnya secara lengkap berikut ini.

Berikut ini adalah urutan pangkat polisi di Indonesia dari yang paling tinggi sampai ke
pangkat yang paling rendah.

Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun


2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam BAB II tentang Golongan Kepangkatan Pasal 3 :

Golongan Kepangkatan Polri terdiri dari:


a. Perwira;
b. Bintara; dan
c. Tamtama

Buku Bekerja Sebagai Polisi yang ditulis oleh Erma Yulihastin akan sangat bermanfaat bagi
Grameds yang berminat untuk menjadi polisi, karena di dalamnya terdapat kualifikasi yang
dibutuhkan, tips ketika mengikuti ujian seleksi, serta jenjang karier dan pangkat polisi itu
sendiri.

Urutan Pangkat Polisi Indonesia dan Lambangnya Golongan Perwira

1. Perwira Tinggi

Jabatan yang paling tinggi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Perwira
Tinggi. Pangkat pada jenjang ini diantaranya Jenderal Polisi, Komisaris Jenderal Polisi,
Inspektur Polisi dan Brigadir Jenderal Polisi.
a. Jenderal Polisi

Polisi berpangkat Jenderal sebagai posisi paling tinggi di kepolisian. Lambang yang dimiliki
oleh polisi berpangkat jenderal adalah simbol 4 bintang berwarna emas, simbol ini juga
merupakan tanda kehormatan sebab seorang Jenderal tentu memiliki tugas dan tanggung
jawab yang penting dan berat.

b. Komisaris Jenderal Polisi (KOMJEN)

Polisi dengan pangkat Komjen atau komisaris jenderal merupakan pangkat polisi dengan
jabatan penting dalam kepolisian. Pada umumnya, Komjen menempati jabatan kepala BNN,
Wakapolri, sampai Kabaintelkam. Lambang polisi berpangkat Komjen adalah 3 bintang
berwarna emas.

c. Inspektur Jenderal Polisi (IRJEN)

Irjen atau inspektur jenderal menempati posisi di atas brigadir jenderal. Polisi dengan
pangkat irjen dapat menempati jabatan sebagai atau pemimpin tertinggi kepolisian daerah
(kapolda). Lambang pangkat yang dimiliki oleh irjen adalah 2 bintang berwarna emas.

d. Brigadir Jenderal Polisi (BRIGJEN)

Pangkat Brigjen menempati posisi paling bawah pada golongan perwira tinggi. Polisi dengan
pangkat brigjen ini dapat menjabat sebagai kapolda atau pemimpin tertinggi kepolisian
daerah. Brigjen memiliki pangkat dengan simbol bintang satu.

2. Perwira Menengah
Perwira menengah terdiri dari pangkat Komisaris Polisi, Ajun Komisaris Besar Polisi dan
Komisi Besar Polisi.

a. Komisaris Besar Polisi (KOMBESPOL)

Senior dari pangkat ini adalah superintendent. Pangkat ini adalah yang tertinggi pada
jenjang Perwira Menengah.

b. Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP)

Disebut juga sebagai superintendent. Tugas dari AKBP biasanya dibantu oleh Komisaris
Polisi atau Kompol. Pangkat ini dilambangkan dengan dua diamond dengan warna emas.

c. Komisaris Polisi (KOMPOL)

Lambang dari pangkat ini adalah satu diamond berwarna emas.

3. Perwira Pertama
Perwira adalah jajaran pangkat yang paling tinggi pada kepolisian Republik Indonesia.
Terdapat tiga pangkat pada jenjang Perwira Pertama. Meliputi Senior Inspektur Polisi,
Inspektur Polisi Tinggi, serta Inspektur Polisi Dua.

a. Ajun Komisaris Polisi (AKP)

Merupakan pangkat yang paling tinggi pada jenjang Perwira Pertama. Tugasnya mengontrol
kinerja dari bawahannya.AKP sebagai senior dari dua komisaris lainnya. Jika Komisaris
layaknya Letnan dalam TNI, maka AKP bisa diibaratkan sebagai kaptennya. Lambang dari
pangkat ini adalah tiga balok dengan warna emas.

b. Inspektur Polisi Satu (IPTU)

Lambang dari pangkat ini adalah dua balok emas. Dalam kemiliteran, Iptu dapat disetarakan
dengan Letnan Satu.

c. Inspektur Polisi Dua (IPDA)

Ipda bisa bekerjasama dengan Aipda untuk melakukan tugasnya. Dalam kemiliteran, Ipda
bisa disetarakan dengan Letnan Dua. Lambang Ipda adalah satu balok berwarna emas.

B. Urutan Pangkat Polisi Indonesia dan Lambangnya Golongan Bintara

1.  Bintara Tinggi


Dalam Kepolisian Republik Indonesia, jenjang Bintara Tinggi berada pada satu tingkat di
bawah Perwira Pratama dan setingkat di atas Bintara. Terdapat dua pangkat polisi pada
jenjang ini diantaranya Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) dan juga Ajun Inspektur Polisi Dua
(Aipda).

Bintara Tinggi adalah kepanjangan tangan dari para perwira untuk melaksanakan perintah
dari atasan secara langsung. Bintara Tinggi harus mampu mengembangkan diri dengan
baik, memiliki pengalaman lapangan yang cukup, memiliki pengetahuan yang tinggi untuk
mewujudkan misi, serta kesiapan moral dan mental yang mumpuni.

a. Ajun Inspektur Satu (AIPTU)

Bertugas membantu Letnan Satu. Lambang dari pangkat ini adalah huruf V terbalik dan
saling terhubung. Sekilas seperti ombak di lautan. Sedangkan warna dari pangkat ini adalah
perak. Kemampuan yang mesti dimiliki oleh Aiptu polisi adalah merealisasikan perintah
menjadi tindakan agar lebih efektif, fokus,efisien, dan juga tepat sasaran.

b. Ajun Inspektur Polisi Dua (AIPDA)

Bertugas membantu kepentingan dari Letnan Satu. Lambangnya adalah huruf V terbalik.
Bintara Tinggi termasuk senior dari para Bintara. Sehingga harus bisa membantu Bintara
dalam menghadapi konflik internal maupun eksternal.

2. Brigadir / Bintara
Jika pernah mengurus SIM ataupun melaporkan perkara, maka Kamu sedang berhadapan
dengan polisi pada jenjang Bintara. Polisi dengan jenjang ini merupakan tulang punggung
pada kesatuan militer.

Perannya menghubungkan antara polisi Tamtama dan Perwira terutama pada segi
operasional. Biasanya, pelatih pada instansi Polri asalnya dari golongan Bintara demi
merekrut aparat yang profesional. Pada jenjang ini, urutan pangkat polisi adalah sebagai
berikut:

a. Brigadir Polisi Kepala (BRIPKA)

Pangkat tertinggi pada polisi Bintara biasa disingkat dengan Bripka. Pada posisi ini,
perannya diantaranya melakukan pengawasan ataupun controlling pada semua brigadir
yang ada dibawahnya.

b. Brigadir Polisi (BRIGPOL)

Bertugas memastikan bahwa polisi di bawah tingkatnya menjalankan tugas dengan tertib
dan juga konsisten.

c. Brigadir Polisi Satu (BRIPTU)

Brigadir Polisi Satu atau Briptu berada di bawah Brigadir Polisi (Brigpol) dan di atas Brigadir
Polisi Dua (Bripda).

d. Brigadir Polisi Dua (BRIPDA)

Bripda memiliki posisi yang setara dengan Sersan Dua pada Kemiliteran.
C. Urutan Pangkat Polisi Indonesia dan Lambangnya Golongan Tamtama

1. Tamtama Kepala

Tamtama sebagai pangkat terendah dalam kepolisian. Seorang Polisi dengan pangkat
Tamtama bertugas menjadi prajurit kepolisian tugasnya sebagai pelaksana tugas khusus
dari kepolisian. Polisi pada jenjang ini harus memiliki loyalitas tinggi dan siap menerima
perintah dari atasan. Secara global, polisi pada tingkat ini disebut sebagai private. Berikut ini
jenjangnya.

a. Ajun Brigadir Polisi (ABRIPOL)

Nama Abripol sebenarnya telah mengalami perubahan hingga dua kali. Pertama, disebut
dengan Kopral Kepala, lalu diubah lagi menjadi Bhayangkara Utama I. Hingga saat ini, Ajun
Brigadir Polisi menjadi pangkat paling tinggi pada kelas Tamtama tapi masih di bawah
jenjang Bintara.

b. Ajun Brigadir Satu (ABRIPTU)

Posisi Ajun Brigadir Satu berada di bawah Abripol, pangkatnya pada awalnya dinamakan
sebagai Kopral Satu.

c. Ajun Brigadir Dua (ABRIPDA)

Pangkat ini juga pernah mengalami perombakan nama hingga dua kali, seperti pangkat-
pangkat di atasnya. Dilambangkan dengan tanda V terbalik berwarna merah.
2. Tamtama

a. Bhayangkara Kepala (BHARAKA)

Bharaka sebagai kependekan dari bhayangkara kepala. Sebelum tahun 2001, pangkat ini
disebut juga sebagai Praka (Prajurit Kepala), sama halnya dalam bidang militer. Kemudian
penyebutannya diganti menjadi Bharaka. Tanda kepangkatan untuk jabatan ini sendiri
ditandai dengan tiga garis miring berwarna merah.

b. Bhayangkara Satu (BHARATU)

Pangkat ini setingkat lebih tinggi dibanding Bharada. Pada sebelum tahun 2001, pangkat ini
diberi nama Prajurit Satu. Nama ini juga sama dengan tingkat kemiliteran Indonesia yang
masuk ke dalam militer paling kuat se-Asia Tenggara.

c. Bhayangkara Dua (BHARADA)

Dahulu kala pangkat ini memiliki nama yang mirip-mirip dengan pangkat pada TNI yaitu
prajurit dua. Namun seiring berjalannya waktu, kini sebagai pembeda dan juga
mempertegas identitas, nama dari pangkat ini kemudian diganti menjadi Bhayangkara Dua
(Bharada). Perannya diantaranya sebagai pendamai konflik agama yang terjadi serta
berbagai konflik antar suku yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
C. Etika Pelayanan terhadap Pencari Keadilan

Hukum tidak sekedar untuk mewujudkan ketertiban, lebih dari itu hukum harus
memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tidak dengan sendirinya akan
melahirkan keadilan akan tetapi untuk tercapainya keadailan hukum harus ditegakkan.
Fungsi dari penegakan hukum adalah untukmengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar
sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau
tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai (frame-work) yang telah ditetapkan oleh suatu
Undang-Undang atau hukum. Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang
baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku
nyata manusia. Pada hakikatnya hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin
kehidupan sosial masyarakat, karena hukum dan masyarakat terdapat suatu interelasi.
Sistem peradilan pidana harus selalu mempromosikan kepentingan hukum dan keadilan.
Apapun teori keadilan yang dipergunakan, definisi keadilan harus mencakup: kejujuran (fair-
ness), tidak memihak (impartiality), dan pemberian sanksi dan hadiah yang patut
(appropriate reward and punishment).9

Pada hakekatnya kepolisian harus mampu melaksanakan apa yang menjadi tugas
kewajiban polisi, yaitumenegakan hukum, menjaga kamtibmas dan bertindak etis dalam
melayani, melindungi serta mengayomi masyarakat sehingga masayarakat merasa tentram.
Tuntutan masyarakat akan kinerja kepolisian tidak statis tetapi senantiasa meningkat dari
waktu ke waktu sejalan dengan perjalanan waktu yang disertai peningkatan kesadaran
masyarakat akan hak-haknya, peningkatan kesadaran masyarakat akan keadilan dan
peningkatan kesejahteraan serta peningkatan akan rasa aman yang merupakan syarat
mutlak guna dapat dilangsungkan kegiatan kerja guna mewujudkan kemakmuran
masyarakat.10

Hukum memberi wewenang kepada polisi untuk menegakkan hukum dengan


berbagai cara, dari cara yang bersifat preventif sampai represif berupa pemaksaan dan
penindakan. Tugas polisi dalam ruang lingkup yang kebijakan kriminal yang penal berada
pada ranah kebijakan aplikatif, yaitu ranah penerapan hukum pidana yang cenderung
represif. Dalam meningkatkan pelayanan hukum kepada masyarakat, kepolisian harus
11
memberikan pelayanan prima yang tercermin dari:
9
Ibnu Suka. Peran Dan Tanggung Jawab Polri Sebagai Penegak Hukum Dalam MelaksanaanRestorativeJustice
Untuk Keadilan Dan Kemanfaatan Masyarakat. Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 13. No. 1 Maret 2018, FH
UNISSULA Semarang. hlm 112
10
I Ketut Astawa. Etika Profesi Polri. Kepolisian Republik Indonesia, 2016. Hlm95
11
Putri Diati Yanuarsasi. REVITALISASI POLRI MENUJU PELAYANAN PRIMA (Studi pada Polres Tulungagung).
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No 1,FIA UNIBRAW, Malang. Hlm.186-187
a. Transparansi. Semua hasil dari penguatan institusi, terobosan kreatif, peningkatan
integritas bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat
sehingga semua pengerjaannya diawasi langsung oleh masyarakat.
b. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Kondisional.
d. Partisipatif. Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
kegiatan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
e. Kesamaan Hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Pelayanan yang mempertimbangkan aspek
keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

E. Pengawasan polisi (kompolnas)


Untuk mengawasi kinerja kepolisian, Pemerintah membentuk Komisi Kepolisian
Nasional (Kompolnas) pada tahun 2006 melalui Perpres RI No. 17 Tahun 2005. Wewenang
Kompolnas antara lain;
1. Mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada
Presiden yang berkaitan dengan anggaran, pengembangan sumber daya manusia,
dan pengembangan sarana dan prasarana Polri,
2. Memberikan saran profesional dan mandiri
3. Menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan
menyampaikannya kepada Presiden.Berbeda dengan di negara lain yang
menempatkan komisi kepolisian sebagai lembaga pengawas, yang memiliki
wewenang investigasi bahkan penangkapan.

Di Indonesia Kompolnas tidak menjadi lembaga pengawas yang efektif karena tidak
memiliki fungsipengawasan, Kompolnas hanya dapat menampung keluhan masyarakat
terkait dengan pelayanan kepolisian dan melanjutkannya ke Markas Besar Polri tanpa dapat
menindaklanjutinya secara independen.Selain komisi kepolisian, di negara demokrasi
biasanya terdapat dua bentuk pengawasan lainnya, yaitu pengawasan internal dan
pengawasan eksternal yang saling melengkapi. Mekanisme pengawasan eksternal pada level
kebijakan dan politik dibutuhkan untuk menghindari pimpinan kepolisian mengelak dari
investigasi atau menghukum polisi yang melakukan kejahatan dilaksanakan oleh DPR dan
Presiden. Pengawasan eksternal secara teoritik dapat memberikan kesetaraan yang lebih
besar dalam investigasi akan tuduhan serius atas kejahatan polisi dan dapat diposisikan
mendorong petugas polisi untuk memberikan alatbukti kejahatan yang dilakukan petugas
lainnya.

Tujuan reformasi kepolisian adalah membangun kepolisian sipil yang profesional dan
akuntabel dalam melayani masyarakat dengan menjunjung tinggi norma-norma demokrasi,
menghormati HAM dan hukum internasional lainnya. Reformasi Polri merupakan bagian dari
reformasi sektor keamanan yang juga memiliki jalinan interidependensi dengan reformasi di
sektor lain.Dalam konteks inilah diperlukan peran Kompolnas sebagai lembaga independen
yang akan meberi masukan dan arahan serta memberi dorongan agar Polri mampu
bertindak secara profesional, mandiri dan dicintai rakyat.Hal ini sesuai dengan fungsi Polri
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 37 UU No.2 Tahun 2002 dan dijabarkan dalam
Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2005.

Menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan berbagai kebijakan dalam rangka


membangun Polri yang dipercaya oleh masyarakat, akan sangat tergantung dan dipengaruhi
oleh tiga hal. Pertama; Adanya komitmen yang tinggi dari setiap anggota Polri, sehingga
proses penyadaran setiap anggota Polri akan tugas, fungsi, peranan dan wewenang adalah
merupakan kunci pokok utama yang harus dilakukan setiap atasan terhadap bawahannya.
Proses internalisasi nilai-nilai Tribrata, Catur Prasetya dan Etika Profesi Kepolisian harus
berlangsung secara intens, agar mampu memotivasi dan mengendalikan sikap mental dan
perilaku setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung, pengayom
dan pelayan masyarakat dalam memelihara keamanan dan menegakkan hukum. Kedua;
Political Will dari pemerintah dan dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat, baik dalam
pemenuhan kebutuhan Polri maupun dalam pengawasan, merupakan prasyarat utama, agar
program-program Polri yang mendorong perubahan menuju Polri yang profesional semakin
mendekati kenyataan. Ketiga; Partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pemolisian
di lingkungannya masing-masing, dansosial control yang bertanggung jawab sebagai warga
masyarakat yang patuh hukum merupakan mitra utama dalam mewujudkan keamanan,
ketertiban dan ketenteraman masyarakat. 12

12
Sukamto Satoto. Kapolnas, Mandiri, Independen. Jurnal Inovatif, Volume VII Nomor III September 2014.
Inspektorat Pengawasan Umum Kepolisian Negara Republik Indonesia

Itwasum atau Inspektorat Pengawasan Umum Polri adalah unsur pengawas dan


pembantu pimpinan pada tingkat Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) yang berada di bawah Kapolri. Itwasum dipimpin oleh Inspektur
Pengawasan Umum Polri disingkat Irwasum Polri dengan pangkat Komisaris Jenderal Polisi.

Itwasum bertugas membantu Kapolri dalam menyelenggarakan pengawasan internal,


pemeriksaan umum, perbendaharaan, dan akuntabilitas serta pemeriksaan dengan tujuan
tertentu, penelahaan ulang (review) laporan keuangan Polri serta memfasilitasi lembaga
pengawasan eksternal dalam lingkungan Polri.

Tugas & Fungsi

Dalam melaksanakan tugas, Itwasum menyelenggarakan fungsi:

1. pengawasan dan pemeriksaan umum (Wasrik) bagi seluruh jajaran Polri yang
meliputi:pemberian arahan dan bimbingan atas penyelenggaraan fungsi Wasrik di jajaran
Polri serta pelaksanaan pengawasan melekat dalam lingkungannya;
1. perumusan kebijakan penyelenggaraan pengawasan fungsional di lingkungan Polri;
2. perumusan, pengembangan sistem dan metode termasuk pedoman pelaksanaan Wasrik;
3. perencanaan kebutuhan personel termasuk pengajuan saran, pertimbangan penempatan,
pembinaan karier dan pembinaan kemampuan personel pengemban fungsi Wasrik;
4. pengumpulan, pengolahan dan penyajian data informasi hasil Wasrik;
5. pengolahan dan penyajian data informasi tentang hasil pemeriksaan BPK RI, serta evaluasi
kegiatan komunikasi dan kinerja Kepala Satuan Kerja (Kasatker) di lingkungan Polri.
6. penelaahan ulang (review) laporan keuangan Polri yang disusun oleh Pusat keuangan Polri
sebelum diserahkan kepada Kementerian Keuangan(Kemenkeu) dan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia(BPK RI); dan
2. penganalisisan dan evaluasi hasil pelaksanaan Wasrik serta penyusunan laporan
akuntabilitas jajaran Polri;
3. pengendalian mutu pelaksanaan Wasrik Itwasum Polri;
4. pelaksanaan koordinasi penanganan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI di lingkungan
Polri;
5. pelaksanaan kegiatan Wasrik umum baik yang terprogram (rutin) maupun tidak terprogram
(Wasrik khusus, Wasops, Wasrik tujuan tertentu, dan Verifikasi) terhadap aspek manajerial
untuk semua unit organisasi khususnya proses perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian
program kerja serta pengelolaan dan administrasi anggaran dan perbendaharaan yang
meliputi:
6. bidang operasional, termasuk pembinaan kesiapsiagaan dan dukungan operasional serta
sistem dan metode di lingkungan operasional;
7. bidang SDM, termasuk pembinaan personel baik Polri maupun PNS serta penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan personel;
8. bidang sarana dan prasarana, termasuk penggunaan materiil, fasilitas dan jasa serta
inventarisasi dan perbendaharaan; dan
9. bidang anggaran dan keuangan, termasuk pembinaan anggaran serta pengurusan
perbendaharaan dan administrasi keuangan
10. penyusunan laporan hasil Wasrik termasuk saran tindak terhadap semua penyimpangan
pelaksanaan tugas Polri.
  Pengawasan dari yudisial dan pengawasan lembaga eksternal harus mampu
membantu tiga pengawas sebelumnya. Keberadaan pengawas lembaga dan pembentukan
Kompolnas, ternyata belum mampu melakukan pengawasan menyeluruh.

"Keenam, terakhir, pengawasan dari publik harus dilakukan. Namun ini memerlukan kehati-
hatian karena bisa terjadi dua kutub yang bertentangan, yaitu pemenuhan hak publik, serta
kerentanan bahwa publik akan memberi penghakiman," jelas Usman.

Penghakiman dari publik rentan mendorong terjadinya trial by opinion public. Meskipun
peran publik begitu besar, perlu dilihat pula kapasitas dan kemampuannya. Kerentanan ini
bisa tidak terjadi selama pengawasan yang dilakukan pihak lainnya berjalan dengan benar.

F.Hubungan etika polisi dengan undang undang kepolisian

Dalam UU Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
dituangkan dipasal 2, 13 ,18 dan pasal 31 tentang fungsi kepolisian, tugas dan wewenang
kepolisian, tugas dan wewenang menurut penilaian sendiri (diskresi) dan pelaksanaan tugas
dan wewenang harus memiliki kemampuan profesi. Dalam tubuh Polri mengeluarkan
peraturan kapolri atau perkap no 14 tahun 2011 tentang KEPP untuk mengatur kehidupan
seluruh personil polri. Perlunya anggota Polri mengambil diskresi diatur dalam Pasal 18 UU
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 18 ayat (1) memang tidak definitif menyebut
istilah "diskresi", tetapi "bertindak menurut penilaiannya sendiri".Selanjutnya, ayat (2)
menegaskan syarat pelaksanaan diskresi, yaitu "dalam keadaan yang sangat perlu dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia". 

Diskresi kepolisian sangat rentan terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan


dalam pelaksanaannya apabila tidak diberikan pengawasan dan pengendalian di dalam
pelaksanaannya, maka dari itu diskresi hanya boleh dilakukan apabila menyangkut
kepentingan umum saja, tidak boleh diskresi ini digunakan untuk kepentingan golongan,
apalagi semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi saja.Maka dari itu aspek paling
penting dalam mengantisipasi terjadi penyalahgunaan wewenang diskresi kepolisian adalah
pentingnya bahwa setiap anggota yang melaksanakan diskresi ini harus bisa
mempertanggungjawabkan diskresi yang dilakukannya itu di hadapan hukum, bahwa
kegiatannya tersebut, memang benar-benar demi kepentingan umum, dan sesuai dengan
kode etik profesi Polri yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan tugas Polri oleh
setiap anggota kepolisian RI.

Salah satu contoh tindakan diskresi kepolisian yaitu, apabila seorang anggota
Polantas sedang melaksanakan pengaturan di suatu persimpangan jalan traffic light,
kemudian mengetahui di salah satu sisi jalur terdapat mobil ambulance yang membunyikan
sirine menandakan bahwa sedang ada orang di dalam mobil tersebut yang sedang
membutuhkan pertolongan untuk dibawa ke rumah sakit.Maka walaupun pada saat itu jalur
yang dilewati mobil ambulance itu sedang lampu merah, namun polantas yang bertugas di
simpang itu berhak memberikan prioritas jalan terhadap jalur yang dilewati ambulance
tersebut dan menstop jalur jalur lain walaupun jalur lain sedang lampu hijau.Contoh
tindakan diskresi kepolisian tersebut merupakan yang dapat dilakukan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang dalam bertidak harus mempertimbangkan manfaat serta
resiko dari tindakannya dan betul–betul untuk kepentingan umum dan tindakan
kemanusiaan. 

G. Hubungan Kode Etik Polisi dengan UU Kepolisian

Kode etik profesi polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau
aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan
perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut
yang dilakukan oleh anggota polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung
jawab jabatan.13 Tjuan kode etik kepolisian adalah berusaha meletakkan etika kepolisian

13
Nestiti Aroma Puspita. Pelaksanaan tugas dan wewenang komisi kode etik kepolisian Republik Indonesia.
Diponegoro Law jurnal. Vol. 5 No. 3., tahun 2016. Hlm 8
secara proposional dalam kaitannya dengan masyarakat, dan bagi polisi berusaha
memberikan bekal keyakinan bahwa internaslisasi etika kepolisian yang benar, baik, dan
kokoh. Adapun fungsi a) kode etik profesi memberikan petunjuk bagi setiap anggota profesi
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi,
pelaksanaan profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan; b) kode etik profesi merupakan peraturan untuk mengontrol sikap
masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat
memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga memahami arti pentingnya
suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan
kerja; c) kode etik profesi tidak memperbolehkan adanya campur tangan pihak diluar
organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keangotaan profesi. Arti tersebut dapat
dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain
tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan. 14

Proses pembentukan UU No. 2 tahun 2002 tentang POLRI pada dasarnya dimulai
pada masa-masa pemerintahan Gus Dur dengan dilanjutkan oleh Pemerintahan presiden
megawati. Tema sentral perubahandiarahkan untuk: Menghasilkan produk hukum nasional
yang mampu mengatur tugas lembaga pemerintahan dan pembangunan nasional itu sendiri,
yang harus di diukung oleh aparatur hukum yang bersih, berwibawa, penuh pengabdian,
sadar dan taat hukum, mempunyai rasa keadilan sesuai dengan kemanusiaan, professional,
efisien, efektif yang dilengkapi sarana prasarana hukum secara optimal. Undang-undang
kepolisian disusun mencangkup pokok-pokok konsepsi kepolisian, meliputi: 1) tujuan; 2)
landasan idiil filosofis 3) kedudukan dan susunan; 4) fungsi, tugas, dan asas-asas
pelaksanaan tugas; 5) wewenang dan tanggung jawab; 6) pembinaan profesionalisme dan
hubungan-hubungan yang kesemuanya itu harus bersumber pada pancasila sebagai falsafah
bangsa dan ideology Negara maupun UUD 1945 sebagai konstitusinya serta aspirasi yang
berkembang dalam tata kehidupan masyarakat.

Pelaksanaan peraturan disiplin oleh anggota polri juga dapat dijadikan salah satu
parameter untuk menilai profesionalisme anggota polri dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sesuai amanat UU No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara republic
Indonesia. Jika ada anggota Polri melanggar disiplin maka berarti anggota polisi tersebut
tidak menjalankan tugas dan kewajiban dengan baik, sehingga diartikan bahwa yang
bersangkutan telah bertindak tidak professional.

14
Nestiti Aroma Puspita. Pelaksanaan tugas dan wewenang komisi kode etik kepolisian Republik Indonesia.
Diponegoro Law jurnal. Vol. 5 No. 3., tahun 2016. Hlm 9
 Pengertian Etika Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah penjabaran secara singkat mengenai pengertian etika dari beberapa ahli. 15

1. Aristoteles

Aristoteles merupakan seorang filsuf asal Yunani dan murid dari Plato berpendapat dengan
membagi etika menjadi 2 pengertian, yakni Terminius Technicus dan Manner and Cutom.
Terminius Technicus merupakan etika sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
problema tingkah laku atau perbuatan individu (manusia), sedangkan Manner and
Cutom merupakan pengkajian etika berkaitan dengan tata cara dan adat yang melekat
dalam diri individu, serta terkait dengan baik dan buruknya tingkah laku, perbuatan,
ataupun perilaku individu tersebut.

2. W. J. S. Poerwadarminta

Wilfridus. J. S Poerwadarminta merupakan salah satu tokoh sastra Indonesia,


mengemukakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan terkait perbuatan dan perilaku
manusia dilihat dari sisi baik dan sisi buruknya yang ditentukan oleh manusia pula. 3. Prof.

15
https://www.gramedia.com/best-seller/pengertian-etika/

3.Dr. R. Soegarda Poerbakawatja

Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja merupakan salah satu tokoh pendidikan di Indonesia,
memberikan definisi bahwa etika adalah suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan, dan
juga pijakan pada suatu perilaku atau perbuatan manusia.
4. Louis O. Kattsoff

Kattsoff memberikan pandangan bahwa etika pada hakikatnya lebih cenderung berkaitan
dengan asas-asas pembenaran dalam relasi tingkah laku antarmanusia.

5. H. A Mustafa

H. A. Mustafa mengemukakan pengertian etika adalah ilmu yang menelaah suatu tingkah
laku atau perbuatan manusia dari segi baik dan buruknya dengan memperhatikan perilaku
manusia tersebut sejauh yang diketahui oleh akal pikiran manusia.

6. K. Bertens

Menurut K. Bertens, pengertian etika, yakni:

Etika berarti ilmu mengenai baik dan buruknya manusia (moral). Kemudian, etika juga
diartikan sebagai kumpulan nilai moral dan asas (kode etik).

7. Prof. Robert Salemon

Menurutnya, etika adalah karakter atau kepribadian suatu individu atau hukum sosial yang
mengendalikan, mengatur, juga membahas terkait perilaku individu.

8. Sumaryono

Sumaryono mendefinisikan etika sebagai studi yang membahas mengenai suatu kebenaran
dari tindakan atau perilaku manusia atas kodrat atau fitrah yang memang sudah melekat
pada diri manusia itu.

Ciri-Ciri atau Karakteristik Etika

1. Etika Bersifat Mutlak atau Absolut

Etika mempunyai sifat mutlak atau absolut berarti sebuah etika berlaku untuk siapa saja, di
mana saja, dan kapan saja. Etika sebagai prinsip yang tidak dapat dinegosiasikan dan tidak
pula tergantung dengan dasar moral yang berubah-ubah.

Sebagai contoh, membunuh dan merampas hak atau milik orang lain merupakan perbuatan
dan tindakan yang tidak bermoral apapun itu alasannya.

2. Etika Tetap Berlaku Meskipun Tanpa Disaksikan oleh Orang Lain


Umumnya, etika tetap berlaku meskipun tidak disaksikan oleh siapapun. Hal itu karena etika
berkaitan dengan hati nurani dan prinsip hidup manusia yang baik.

Sebagai contoh, apabila ada individu yang mencuri meskipun tak diketahui oleh orang lain,
tetap saja itu itu merupakan suatu tindakan yang telah melanggar etika dan norma yang
berlaku. Sehingga bagaimanapun juga moral dari individu tersebut akan buruk, meski tidak
dijerat oleh aparat penegak hukum sekalipun.

3. Etika Berhubungan dengan Cara Pandang Batin Manusia

Etika, yakni cara perspektif batin yang berhubungan dengan baik dan buruknya suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia atau individu.

Pada hakikat, setiap manusia tentu diajarkan berbagai hal yang boleh dan tidak boleh
dilakukan. Maka lambat laun manusia akan mengetahui perkara yang baik dan buruk
sehingga akan terbentuk dan tertanam di hatinya.

Hal ini tentunya akan memunculkan perdebatan dalam diri manusia apabila ingin melakukan
perbuatan yang buruk atau jahat.

4. Etika Berhubungan dengan Perbuatan, Perilaku, dan Tingkah Laku Manusia

Etika sangat erat kaitannya dengan perilaku, perbuatan, dan tingkah laku suatu individu.
Dengan begitu, umumnya, etika akan terbentuk secara alami akibat adanya perilaku,
perbuatan, dan tingkah laku dari individu tersebut.

Perilaku dan perbuatan yang buruk dianggap sebagai etika yang buruk, sedangkan perilaku
dan perbuatan yang baik maka dianggap sebagai etika yang baik pula.

Intinya, bagaimanapun juga etika sangat amat berkaitan dengan perilaku dan perbuatan
yang dilakukan oleh individu itu sendiri.

Etika bukan hanya diperlukan di lingkungan bermasyarakat saja, melainkan juga di


lingkungan profesi. Setiap profesi pasti erat kaitannya dengan etika terkait nilai, norma, dan
kewajiban moral. Maka dari itu, setiap anggota suatu profesi harus sadar bahwa
pekerjaannya memiliki keterlibatan moral tertentu. Buku Etika Profesi membahas secara
jernih mengenai peranan etika dalam profesi, masalah khusus dalam etika profesi, seperti
otonomi dalam profesi dan kesulitannya, dan tentunya masih banyak lagi yang dibahas di
dalam buku ini.
Buku ini wajib bagi kalian miliki agar mengetahui lebih dalam bahwa berprofesi juga harus
memiliki etika, serta dapat menjadi sumber inspirasi dan panduan bagi para profesional,
lembaga pendidikan profesi, akademisi, dan lainnya.

Macam-Macam Etika

Berikut ini merupakan pembahasan mengenai apa saja macam-macam etika berdasarkan
jenisnya, cakupannya, lingkungannya, dan sumbernya. Simak penjelasan di bawah ini.

Etika Berdasarkan Jenisnya

Menurut jenisnya, ada dua jenis-jenis etika di antaranya etika normatif dan etika deskriptif.
Berikut penjabarannya secara singkat.

1. Etika Normatif

Etika normatif adalah jenis etika yang berusaha menentukan dan menetapkan berbagai
perilaku, perbuatan, sikap ideal yang seharusnya dimiliki oleh tiap individu di dalam hidup
ini.

2. Etika Deskriptif

Etika deskriptif adalah jenis etika yang berusaha memandang perilaku dan sikap individu,
serta apa yang individu itu kejar di dalam hidup ini atas perkara yang memiliki nilai.

Etika Berdasarkan Cakupannya

Menurut cakupannya, ada dua jenis-jenis etika, yaitu etika khusus dan etika umum. Berikut
penjabarannya secara singkat.

1. Etika Khusus

Etika khusus merupakan jenis etika yang menjadi suatu implementasi dari prinsip atau asas
moral di dalam kehidupan individu secara khusus.

2. Etika Umum

Etika umum merupakan jenis etika yang berkaitan dengan situasi dan kondisi dasar
mengenai perilaku dan tindakan individu secara etis.

Etika Berdasarkan Lingkungannya


Berdasarkan lingkungannya, ada dua jenis etika, yaitu etika individual dan etika sosial.
Berikut penjabarannya secara singkat.

1. Etika Individual

Etika individual merupakan etika yang memiliki kaitannya dengan sikap dan kewajiban dari
individu atas dirinya sendiri.

2. Etika Sosial

Etika sosial merupakan jenis etika yang memiliki kaitannya dengan sikap dan kewajiban,
serta perilaku suatu individu sebagai umat manusia.

Etika Berdasarkan Sumbernya

Buku berjudul Etika Umum: Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika
Normatif yang ditulis oleh J. Sudarminta ini dapat menjadi pengantar umum khususnya
untuk Etika Teologis, Deontologis, Keutamaan, dan Nilai.

Menurut sumbernya, ada dua jenis etika, di antaranya etika teologis dan etika filosofis.
Berikut penjabarannya di bawah ini.

1. Etika Teologis

Etika teologis adalah jenis etika yang berhubungan dengan agama juga kepercayaan suatu
individu, tanpa adanya batasan pada suatu agama tertentu. Ada dua hal yang perlu
ditekankan dalam etika teologis ini.

Pertama, etika teologis tidak dibatasi oleh satu agama saja, hal itu karena mengingatnya
banyaknya jumlah agama di dunia ini. Pada hakikatnya, setiap agama pastinya memiliki
etika teologisnya masing-masing berbeda dan juga spesifik.

Kedua, etika ini merupakan lingkupan dari etika umum yang sebagian besar individu telah
menerapkan dan mengetahuinya. Etika umum ini condong luas dan banyak dengan bagian-
bagian yang tak terbatas. Sehingga secara tak langsung, seorang individu memahami etika
teologis dengan cara mengetahui dan memahami pula dari etika umum, dan sebaliknya.

2. Etika Filosofis

Etika filosofis adalah jenis etika yang lahir dari kegiatan berpikir atau berfilsafat yang
dilakukan oleh individu dan termasuk dalam bagian dari filosofis (berdasarkan filsafat).
Filsafat sebagai suatu bidang ilmu yang salah satunya mempelajari pikiran manusia. Adapun
etika filosofis dibagi menjadi dua sifat, yakni empiris dan non-empiris.

Empiris merupakan jenis filsafat yang erat kaitannya dengan sesuatu yang nyata, berwujud,
atau konkret. Contohnya, apabila suatu individu mengambil salah satu bidang filsafat
hukum, akan membahas terkait hukum

Kemudian, non-empiris merupakan bagian yang berupaya melebihi suatu yang nyata,
berwujud, atau konkret sebelumnya. Sifat non-empiris ini cenderung menanyakan gejala
konkret yang menyebabkannya.

Buku Etika Umum akan membantu kalian untuk lebih memahami persoalan pokok yang
lazimnya dikaji dalam etika umum dan mengenalkan beberapa teori etika normatif yang
berpengaruh dalam histori pemikiran etika. Buku ini akan juga mengantar kalian pada yang
hendak dibahas dalam etika khusus, seperti etika biomedis, etika bisnis, etika lingkungan
hidup, etika sosial-politik, dan sebagainya.

Dengan begitu, buku ini dapat dijadikan referensi bacaan agar wawasan kalian terhadap
“etika” lebih luas.

Fungsi Etika

Tentu etika memiliki beberapa fungsi, yaitu:

Sebagai tempat untuk mendapatkan pandangan atau perspektif kritis yang berhadapan
langsung dengan berbagai suatu moral yang membingungkan.

Guna pandangan atau orientasi etis ini perlu adanya mengambil suatu sikap yang wajar
dalam situasi dan kondisi masyarakat yang majemuk (pluralisme).

Guna memperlihatkan suatu keterampilan berpikir jernih, yaitu suatu kebolehan untuk
berargumentasi secara kritis dan rasional.

Berfungsi sebagai pembeda mana yang boleh diubah dan mana yang tidak dapat diubah.

Berfungsi menyelidiki suatu konflik atau permasalahan hingga ke akar-akarnya.

Berfungsi untuk membantu sebuah konsistensi.


Berfungsi untuk menyelesaikan konflik, baik konflik moralitas maupun konflik sosial lainnya,
dengan bentuk gagasan yang tersistematis juga kritis.

Manfaat Etika

Etika sebagai sesuatu yang melekat pada diri manusia, tentunya memiliki beberapa manfaat
di dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosial. Berikut ini akan dijabarkan secara singkat
manfaat dari etika di kehidupan bermasyarakat.

1. Etika Bermanfaat sebagai Penghubung Antarnilai

Etika bisa dikatakan sebagai jembatan antarnilai satu dengan nilai yang lainnya. Sebagai
contoh, arti budaya dan nilai agama, dengan adanya etika maka dua hal ini akan bisa jadi
suatu kesatuan kebiasaan yang melekat di dalam masyarakat, tanpa ada pihak yang merasa
dirugikan sekalipun.

Dengan begitu, itu menunjukkan bahwa etika dikatakan mampu sebagai jembatan antarnilai
agama dan budaya. Pada buku Etika Praktis oleh Romo Al. Budyapranata, PR dijelaskan
mengenai nilai etika berdasarkan sepuluh perintah Allah yang ada.

2. Etika Bermanfaat sebagai Pembeda Antara yang Baik dan Buruk

Etika yang telah melekat pada diri individu lambat laun akan membuat individu tersebut
mengetahui dan memahami secara penuh terhadap hal atau sesuatu yang ada di sekitarnya.
Pemahaman yang dimaksud di atas adalah sesuatu yang dianggap baik dan buruk.

Apabila individu sudah dapat membedakan yang baik dengan yang buruk dan melakukan
segala ‘sesuatu’ sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku, etika akan menjadi suatu
pedoman di mana individu itu mampu menerapkan ‘sesuatu’ tersebut.

3. Etika Bermanfaat untuk Menjadikan Individu Memiliki Sikap Kritis

Etika yang sudah lama tertanam pada diri individu membuat dirinya lebih kritis dalam
menghadapi sebuah kondisi dan situasi. Individu tersebut tak hanya pasrah pada keadaan,
melainkan ikut memikirkan jalan keluar atau solusi yang tepat.

Etika akan membuat individu menjadi pribadi yang tidak mudah terpengaruh karena
tentunya dirinya akan mempertimbangkan perasaan dengan pikirannya. Hal yang utama
adalah individu tak akan melakukan sesuatu atas keinginannya sendiri atau gegabah.

4. Etika Bermanfaat sebagai Suatu Pendirian dalam Diri


Etika bisa dijadikan sebagai pedoman dalam bertindak atau dalam menjalani suatu hal.
Individu yang paham betul akan etika tentu akan berperilaku sesuai tata aturan yang
berlaku, tanpa dirinya merasa terpaksa. Hal ini bisa dikatakan akan memengaruhi pendirian
individu atas pemahaman etika yang ada di dalam masyarakat.

5. Etika Bermanfaat untuk Membuat Sesuatu Sesuai dengan Peraturan

Etika akan membuat individu memberlakukan individu lain sesuai dengan kadarnya. Artinya,
individu tersebut akan dihukum sesuai dengan kesalahan yang ia lakukan. Apabila ia
melakukan kesalahan kecil, hukuman yang diberikan akan ringan. Sebaliknya, apabila
dirinya melakukan kesalahan yang besar hingga fatal, hukuman yang diberikan kepadanya
cenderung berat.

Oleh sebab itu, pentingnya untuk dapat menyesuaikan diri ke dalam lingkungan yang ada.
Salah satunya contohnya, untuk menciptakan lingkungan tempat tinggal yang rukun, kamu
harus dapat bersosialisasi dengan tetangga. Pada buku Etika Bertetangga oleh Hetti
Restianti ini akan dijelaskan betapa pentingnya etika dalam bertetangga.

6. Etika sebagai Bentuk Mengorbankan Sedikit Kebebasan dalam Dirinya

Peraturan yang ada dalam suatu kode etik telah disetujui bersama akan membuat individu
tak dapat berbuat seenaknya sendiri. Semua peraturan yang telah disepakati harus dipatuhi
dan tidak boleh dilanggar. Karena apabila individu tersebut melanggarnya, tentu akan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

7. Etika Dapat Membantu dalam Menentukan Pendapat

Di dalam suatu forum diskusi, tentu ada etika dalam mengemukakan gagasan atau
pendapat. Dengan begitu, individu telah sepakat untuk menghargai siapapun itu yang
hendak menyampaikan pendapatnya.

Akan tetapi, penentuan kesepakatan harus berdasar pada ketentuan bersama. Apabila
pendapat, argumen, atau usulan tidak dapat diterima oleh audience dalam forum tersebut,
individu yang memberikan usulan tersebut harus berlapang dada.

Contoh Etika dalam Kehidupan Sehari-hari

Pada dasarnya, etika ini sudah ada dalam kehidupan kita sehari-hari, hanya saja tidak
semua orang sadar akan pentingnya menerapkan etika dalam kehidupan sehari-hari. Supaya
mengetahui contoh etika, maka kamu bisa simak pembahasannya di bawah ini.
1.  Menunjukkan Sikap Hormat Kepada Orang Lain

Menunjukkan sikap hormat kepada orang lain merupakan salah satu dari contoh etika dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan hormat kepada orang lain
adalah jangan berperilaku sombong, menjaga nada bicara saat berbicara dengan orang lain,
dan selalu berusaha bersikap sederhana.

2. Tidak Memandang Rendah Orang Lain

Memandang rendah orang lain sangat tidak bagus dan sangat tidak disarankan. Bahkan,
tidak menutup kemungkinan kalau memandang rendah orang lain bisa memunculkan
sebuah konflik. Jadi, sudah seharusnya bagi setiap orang untuk memandang orang lain
sama dan tidak membedakan antara individu yang satu dengan individu lainnya.

3. Berperilaku Sopan

Berperilaku sopan adalah salah satu contoh perilaku etika dalam kehidupan sehari-hari, yang
bisa dilakukan di rumah, kantor, atau sekolah. Dengan berperilaku sopan, maka akan
banyak orang yang menghargai kita.

4. Menghargai Perbedaan Pendapat

Setiap pendapat yang seseorang miliki belum tentu sama dengan pendapat orang lain. Oleh
sebab itu, setiap individu harus bisa saling menghargai atas pendapat yang berbeda.
Menghargai setiap perbedaan pendapat merupakan salah satu contoh perilaku etika.

5. Membantu Orang Lain yang Membutuhkan

Hidup akan menjadi lebih indah apabila bisa membantu orang lain yang sedang
membutuhkan bantuan. Dengan bantuan yang kita berikan, maka seseorang yang dibantu
akan senang. Jadi, sebisa mungkin cobalah bantu orang lain ketika sedang membutuhkan
bantuan atau pertolongan.

Kesimpulan mengenai Etika

Etika merupakan nilai yang sejatinya telah melekat pada diri individu dan sangat dibutuhkan
dalam bersosialisasi. Hal itu karena etika akan menjadi jembatan agar terciptanya suatu
kondisi yang diinginkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu, tanamkan dalam
diri etika yang baik agar hubungan antarsesama berlangsung baik pula.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politea. Kata ini pada mulanya dipergunakan
untuk menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena, kemudian pengertian
itu berkembang menjadi kota dan dipakai untuk menyebut semua usaha kota. Polisi
mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas
mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan agar yang diperintah menjalankan badan tidak
melakukan larangan-larangan perintah. Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan
membentuk peraturan keamanan masyarakat maupun negeri. Kondisi dinamis masyarakat
sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan
tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina
serta pengembangan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan
menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya
yang dapat meresahkan masyarakat. Serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat
jadi, Etika Kepolisian adalah system nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma
moral yang menjadi pedoman bagi kepolisian untuk bersikap dan bertindak. Dalam
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011
TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIAdisebutkan
tentang Etika Kepolisian dalam Kewajiban, diantaranya: a) Etika Kenegaraan (Pasal 6); b)
Etika Kelembagaan (Pasal 7-9); c) Etika Kemasyarakatan (Pasal 10); d) Etika Kepribadian
(Pasal 11). Lalu, Tugas kepolisian merupakan bagian dari pada tugas Negara dan untuk
mencapai keseluruhannya tugas itu, maka diadakanlah pembagian tugas agar mudah dalam
pelaksanaan dan juga koordinasi, karena itulah dibentuk organisasi polisi yang kemudian
mempunyai tujuan untuk mengamankan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat
yang berkepentingan.

B. Saran
. Bagi Akademisi Diharapkan para akademisi dapat memahami atau mengerti akan
tata cara penagakan Kode Etik Profesi Kepolisian dan sanksi-sanksi yang diberikan 18 pihak
Kepolisian terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran itu ditindak secara tegas.
Bagi pihak Kepolisian, agar suatu peraturan Kode Etik Profesi Polri dapat diterapkan dengan
baik, maka sebaiknya Polres Malang lebih meningkatkan pengawasan kinerja terhadap para
anggotanya dengan cara, seperti melakukan pembinaan sesuai dengan profesi, menekankan
nilai moral dalam diri setiap individu supaya berperilaku sesuai dengan kode etik profesi
yang melekat pada diri setiap anggota Polri serta mengamalkan dasar dari kepolisian agar
tidak terjadi pelanggaran kode etik profesi lagi. Bagi Masyarakat, Diharapkan masyarakat
lebih dapat memahami bagaimana mekanisme penanganan anggota Polri yang melakukan
pelanggaran tindak pidana maupun disiplin kerja, sehingga masyarakat mengetahui bahwa
aparat penegak hukum dapat ditindak secara tegas dan jauh lebih berat hukumannya dari
masyarakat umum apabila melakukan suatu pelanggaran.

DAFTAR PUSTAKA

Astawa, I Ketut. Etika Profesi Polri. Kepolisian Republik Indonesia, 2016.


Diati Yanuarsasi, Putri. REVITALISASI POLRI MENUJU PELAYANAN PRIMA (Studi
pada Polres Tulungagung). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No 1,FIA UNIBRAW,
Malang.
Kanisius, Petrus Noven Manalu. Jurnal fungsi kode etik profesi polisi dalam rangka
meningkatkan profesionalitas kerjanyata. (Universitas Atma Jaya: Yogyakarta. 2014)
Munawarman, Andi. Artikel Sejarah Singkat POLRI, di.http:/
/www.HukumOnline.com/ hg/narasi/2004/04/21/nrs,20040421-01,id.html. diakses pada
tanggal September 2016 pukul 11.20 WIB.
Puspita, Nestiti Aroma. Pelaksanaan tugas dan wewenang komisi kode etik kepolisian
Republik Indonesia. Diponegoro Law jurnal. Vol. 5 No. 3, 2016.
Raharjo, Agus dan Angkasa .PROFESIONALISME POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM.
Jurnal Dinamika Hukum,Vol. 11 No. 3 September 2011, FH Universitas Jendral Soedirman,
Purwokerto.

Suwarto, irwan (2003), Polri Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia . (Ekasakti


Press: Padang)
Suka, Ibnu. Peran Dan Tanggung Jawab Polri Sebagai Penegak Hukum Dalam
Melaksanaan Restorative Justice Untuk Keadilan Dan Kemanfaatan Masyarakat. Jurnal
Hukum Khaira Ummah Vol. 13. No. 1 Maret 2018, FH UNISSULA Semarang.
Satoto, sukamto. Kapolnas, Mandiri, Independen. Jurnal Inovatif, Volume VII Nomor
III September 2014.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian
Kunarto, Etika Kepolisian, PT.Cipta Manunggal, Jakarta, 1997.
Pudi ahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), LaksBang Mediatama,
Surabaya, 2007.
Sadjijono, Etika Profesi Hukum, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
Memahami Hukum Kepolisian.
LaksBang Presindo Yogyakarta, 2010. 19 Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum
di Indonesia, Jakarta,Sinar Grafika, 2010. Peraturan PerUndang-Undangan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan
Disiplin Anggota Polri Internet Yanius Rajalahu, 2013, Penyelesaian Pelanggaran
Kode Etik Profesi Oleh Kepolisian Republik Indonesia, (online),
http://ejournal.unsrat.ac.id, diakses pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 22.26 WIB

Anda mungkin juga menyukai