b) DelikKomisi& DelikOmisi
1. delicta commissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU
2. delicta ommissionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU
c) DelikDolus& DelikCulpa
1. delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus)
2. delik yang dilakukan dengan kelalaian (culpa)
f) DelikSelesai& Delikygditeruskan
1. kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat)
2. kejahatan yang terus
g) DelikBiasa& DelikAduan
1. delik pengaduan
2. delik commune (tdk membutuhkan pengaduan)
Penjelasan:
1. Delik kejahatan dan pelanggaran ( misdrijven en over tredingen ) Bahwa kejahatan itu ialah
delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga membahayakan secara konkret hal ini,
sedangkan pelanggaran itu hanya membahayakan in abstracto saja. Secara kuantitatif perbuatan
undang-undang membedakan delik kejahan dan pelanggaran itu antara lain : a. pasal 5 KUHP hanya
berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang merupakan kejahatan di Indonesia. b. percobaan dan
membantu melakukan delik pelanggaran tidak dipidana. c. pada pemidanaan atau pemidanaan
terhadap anak dibawah umur tergantung kepada apakah itu kejahatan atau pelanggaran.
2. Delik materil dan delik formal ( materiele en formeledelicten ) Disebutkan adanya akibat
tertentu dengan atau tanpa menyebut perbuatan tertentu. Pada delik formel disebut hanya suatu
perbuatna tertentu sebagai dapat dipidana misalnya pasal 160,209, 242,236,362 KUHP. Van Hamel
keberatan adaanya perbedaan hakiki antara keduanya, pada delik formel pin ada akibat pada dunia
luar, yaitu mengenai waktu dan tempat perbuatan sering dapat dibedakan, umpama pencurian
dengan mempergunakan binatang, pemalsuan dengan bahan-bahan kimia, penghinaan dengan
telepon. Oleh karena itu ia hanya mau berbicara tentang delik dengan perumusan formel atau
materiel.
3. Delik komisi dan delik omisi ( commissiedelicten en omisiedelicten ) Ialah delik yang dilakukan
dengan perbuatan. Disini orang melakukan perbuatan aktif dengan melanggar larangan. Delik omisi
( Ommissiedelicten ) dilakukan dengan membiarkan atau mengabaikan ( nalaten ). Dibedakan
antara delik omisi yang murni dan yang tidak murni, delik omisi yang murni ialah membiarkan
sesuatu yang diperintahkan. Dan delik omisi yang tidak murni yang disebut delicto commissionis per
omissioem, delik ini terjadi jika oleh undang-undang tidak dikehendaki sautu akibat ( yang akibat
itu dapat ditimbulkan dengan suatu pengabaian).
4. mengenai delik yang berdiri sendiri dan delik yang diteruskan, dapat dibaca pada uraian
gabungan delik atau perbarengan ( samenloop ) atau ( Zelfstandige en voorgezette delicten )
5. delik selesai dan delik berlanjut ( aflopende en voortdurende delicten ) Ialah delik terjadi
dengan melakukan suatu atau beberapa perbuatan tertentu. Delik yang berlangsung terus ialah
delik yang terjadi karena meneruskan suatu keadaan yang dilarang. Misalnya pasal 169, 250 KUHP
pasal 333 KUHP berisi baik delik selesai ( merampas kemerdekaan ) dan delik yang berlangsung
terus ( karena tetap merampas kemerdekaan ).
6. delik tunggal dan delik berangkai ( enkelvoudige en samengestelde delicten ) Delik berangkai
berarti suatu delik yang dilakukan dengan lebih dari sutu perbuatan yang terjadinya delik itu. Van
Hamel menyebutkan ini sebagai delik kolektif contoh yang paling utama ialah delik yang dilakukan
sebagai kebiasaan seperti pasal 296 KUHP.
7. Delik bersahaja dan delik berkualifikasi ( eenvoudige engequalificeerde delicten ) Delik
berkualitas adalah bentuk khusus mempunyai semua unsur bentuk dasar, tetapi satu atau lebih
keadaan yang memperberat pidana ( tidak menjadi soal apakah itu merupakan unsure atau tidak),
misalnya pencurian dengan membongkar penganiayaan yang mengakibatkan kematian, pembunuhan
berencara ( sebagai lawan pembunuhan ). Perbedaan antara delik bersahaja dan delik berkualitas
( termasuk berprivilage ) penting dalam mempelajari teori percobaan obyektif dan penyertaan.
8. Delik sengaja dan delik kelalaian atau culpa ( Doleuse en culpose delicten ) Delik yang dilakukan
dengan sengaja dan delik kelalaian ( culpa ) penting dalam hal percobaan, penyertaan, pidana
kurungan, pidana perampasan.
9. Delik politik dan delik komun atau umum ( politieke encommune delicten) Delik politik dibagi
atas : yang murni yaitu tujuan politik yang hendak dicapai yang tercantum didalam Bab I Buku II
seperti pasal 107 KUHP, disini termasuk landes verrat dan Hochcerrat. Didalam konferensi hukum
pidana di Kopenhagen 1935 diberikan definisi tentang delik politik debagai berikut suatu kejahatan
yang menyerang baik organisasi maupun fungsi-fungsi Negara dan juga hak-hak warga Negara yang
bersumber dari situ. Delik politik campuran setengah delik komun ( umum ) seperti pembunuhan
seorang tiran. Disini pembunuhan politik.
10. Delik propria dan delik komun atau umum ( delicta propria en commune delicten ) Diartikan
delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas tertentu seperti delik
jabatan, delik militer dan sebagainya.
Pertanyaan :
Jawaban :
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan
judul sama yang dibuat oleh Harry Kurniawan, S.H. dari PAHAM Indonesiadan
pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 17 Oktober 2012
Intisari:
Dalam hal Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana atau kejahatan, Anda dapat langsung
datang ke kantor Kepolisian yang terdekat pada lokasi tindak pidana tersebut terjadi.
Sebagai contoh jika Anda melihat ada tindak pidana di suatu kecamatan, maka Anda dapat
melaporkan hal tersebut ke Kepolisian tingkat Sektor (POLSEK) di mana tindak pidana itu terjadi.
Akan tetapi, Anda juga dibenarkan/dibolehkan untuk melaporkan hal tersebut ke wilayah
administrasi yang berada di atasnya misal melapor ke POLRES, POLDA atau MABES POLRI. Laporan
tersebut disampaikan kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Masyarakat dapat menyampaikan pada kepolisian kapanpun karena tugas jaga/piket Sentra
Pelayanan Kepolisian menerima laporan selama 24 Jam, 7 hari dalam seminggu. Masyarakat juga
bisa menyampaikan laporannya melalui call centre Polri 110, NTMC (National Traffic Manajement
Centre), dan TMC (Traffic Manajement Centre).
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ingin Masalah Anda Segera Tuntas?
Percayakan masalah hukum Anda ke ahlinya. Hubungi konsultan hukum
profesional, hanya Rp299.000,- per 30 menit.
Konsultasikan Masalah Anda
Powered by:
Ulasan:
Laporan Polisi
Sebelum masuk ke pertanyaan Anda, ada baiknya kami akan mengenalkan terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan laporan. Definisi Laporan dapat kita lihat di dalam Pasal 1
angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (“KUHAP”), yaitu:
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat
yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah
peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan
pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang
terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.
[1] Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.
Adapun daerah hukum kepolisian berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik
Indonesia (“PP 23/2007”) meliputi :
a. Daerah hukum kepolisian Markas Besar (MABES) POLRI untuk wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. Daerah hukum kepolisian Daerah (POLDA) untuk wilayah Provinsi;
c. Daerah hukum kepolisian Resort (POLRES) untuk wilayah Kabupaten/kota;
d. Daerah hukum kepolisian Sektor (POLSEK) untuk wilayah kecamatan.
Laporan yang disampaikan kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) telah
teregistrasi.[3]
Masih seputar laporan tindak pidana, Pasal 108 ayat (1) dan ayat (6) KUHAP berbunyi:
1. Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban
peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau
pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan;
6. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus
memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang
bersangkutan.
Kewajiban kita sebagai pelapor sesungguhnya sudah mengurangi tugas dari Kepolisian
yang seharusnya menjaga kondisi lingkungan agar tetap dalam keadaan aman. Oleh
karenanya, kita yang sudah membantu dan meringankan tugas Polri dalam melaksanakan
tugas, melakukan laporan tentang dugaan tindak kejahatan tidak dipungut biaya.
Kalaupun ada yang meminta bayaran itu adalah oknum yang sepatutnya Anda laporkan
oknum tersebut ke Seksi Profesi dan Pengamanan (“Propam”) Polri.[6]
Sedangkan untuk pengaduan melalui telepon melalui 110, di dalam Pasal 11 huruf
a Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat (“Perkap
3/2015”) diatur bahwa Kepolisian membuka dan menyediakan akses komunikasi informasi
tentang keluhan masyarakat yang ingin melapor melalui call centre Polri 110, NTMC
(National Traffic Manajement Centre), dan TMC (Traffic Manajement Centre). Layanan 110
ini sama seperti halnya layanan 911 yang berlaku di mancanegara, terutama di kota-kota
besar.
Hal yang sama juga disampaikan melalui laman Call Center Polri 110 POLRI, dimana
masyarakat yang nantinya melakukan panggilan ke nomor akses 110 akan langsung
terhubung ke agen yang akan memberikan layanan berupa informasi, pelaporan
(kecelakaan, bencana, kerusuhan, dll.) dan pengaduan (penghinaan, ancaman, tindak
kekerasan dll) Masyarakat bisa menggunakan layanan call center110 secara gratis. Namun
demikian, Polri menghimbau agar layanan 110 ini tidak dibuat main-main, karena jika
nantinya terjadi seperti itu, pihak Polri tentu akan melacak masyarakat yang membuat
laporan bohong.
Sebagai referensi Anda juga dapat membaca Prosedur Bila Polisi Tidak Menindaklanjuti
Laporan Perkara.
Dasar hukum:
1.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Peraturan Kepala Kepolisian Kepolisian Negara Nomor 21 Tahun 2010
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia;
4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor;
5. Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen
Penyidikan Tindak Pidana;
6. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Pemolisian Masyarakat.
Referensi:
Call Center Polri 110 POLRI, diakses pada Selasa, 25 September 2018, pukul 11.54 WIB.
[3] Pasal 82 ayat (5) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Jawaban :
Intisari:
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Dari ketentuan di atas dapat kita ketahui bahwa tidak hanya korban yang
berhak melaporkan atau mengadukan suatu tindak pidana, tetapi saksi juga
berhak melakukannya.
Dalam kasus-kasus tertentu, terutama perkara sulit dan sangat sulit biasanya
perkara ditangani di tingkat Mabes Polri dan Polda, namun untuk perkara
mudah, sedang dan sulit serta perkara mudah dan sedang dilakukan
Pelaporan dan Pengaduan melalui POLSEK atau POLRES saja. [7] Jadi,
menjawab pertanyaan Anda, jika Anda ingin melaporkan pencurian dari
POLSEK ke POLRES sebenarnya sah saja dilakukan karena pada dasarnya
hal itu merupakan hak Anda sebagai pelapor agar perkara lekas ditangani
pihak kepolisian.
Hal ini karena setiap laporan kemajuan penyidikan wajib diperiksa oleh atasan
penyidik dan pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan. [8] Yang
mana salah satu peran atasan penyidik adalah untuk melakukan kegiatan
pengawasan penyidikan, salah satunya melalui pemeriksaan laporan
kemajuan penyidikan. [9]
Penjelasan leboh lanjut soal penyampaian komplain ini dapat Anda simak
dalam artikel Cara-cara dan Tempat Menyampaikan Komplain atas
Pelayanan Polisi dan Prosedur Bila Polisi Tidak Menindaklanjuti Laporan
Perkara.
Dasar hukum:
[3] Pasal 17 ayat (2) huruf e jo. Pasal 17 ayat (4) Perkapolri 14/2012
[4] Pasal 9 KUHAP
REPUBLIK INDONESIA
KAIDAH HUKUM: Judex facti telah salah menerapkan hukum, sebab korban jatuh
karena terserempet oleh pengendara sepeda yang di depannya dan karena jatuhnya ke
kanan maka korban tergilas oleh roda bus yang dikemudikan Terdakwa; ternyata
kendaraan bus yang dikemudikan Terdakwa berada di jalur yang benar atau di sebelah
kiri, sehingga tidak terbukti adanya unsur kelalaian/kealpaan pada diri Terdakwa, dan
Mahkamah Agung mengadili sendiri.
PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG
Membaca putusan Pengadilan Negeri Banyumas tanggal 23 Maret 1988 No: 35/
Pts/Pid.B/1987/PN.Bms, dalam putusan mana Terdakwa:
Bahwa ia, Terdakwa Djasman, pada hari Jumat tanggal 13 Februari 1987 jam
06.30 WIB atau dalam tahun 1987, di Desa Kejawar, Kecamatan Banyumas, Kabupaten
Banyumas, atau di tempat lain dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Banyumas,
karena salahnya mengakibatkan matinya orang lain, yaitu:
Pada waktu tersebut di atas, Terdakwa, sebagai pengemudi Bus Santoso No. Pol.
AA 2587 A dengan memiliki SIM B1 Umum, telah mengemudikan kendaraan bus Santoso
tersebut dari Purwokerto ke Semarang/dari utara ke selatan dengan memuat
penumpang;
Pada waktu kendaraan dikemudikan tersebut sampai dijalan umum turut Desa
Kejawar, Banyumas, pada jalan yang menurun, berpapasan dengan kendaraan truk
yang berjalan pelan, dan di belakang ada 3 (tiga) pengendara sepeda; pengendara
sepeda yang terdepan mendahului truk, disusul oleh pengendara sepeda yang di
belakangnya; bersamaan dengan pengendara sepeda yang kedua akan melewati truk,
kendaraan Terdakwa hampir berjajar dengan truk tersebut, kendaraan sepeda
menyerempet bak belakang truk, jatuh disusul pengendara sepeda yang ketiga
menabrak pengendara sepeda yang kedua, jatuh, pengendara sepeda yang ketiga
mental jatuh ke kanan; Terdakwa tidak berusaha mengerem dan mengirikan
kendaraannya, selanjutnya kaki kiri pengendara sepeda tergilas oleh roda kanan
kendaraan Terdakwa, yang mengakibatkan pengendara sepeda Achmad Ngadenan
menderita luka-luka;
Penderita sadar, terdapat patah tulang tungkai bawah kiri dan luka robek
sepanjang 30 cm dengan otot compang-camping, banyak pendarahan:
Setelah membaca tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 8 Maret 1988 yang
isinya adalah sebagai berikut:
2. menjatuhan pidana terhadap Terdakwa Djasman dengan pidana penjara selama 2 (dua)
tahun;
3. menyatakan barang bukti berupa SIM B1 Umum atas nama Terdakwa dikembalikan
kepada Terdakwa Djasman, STNK No. Pol. AA 2587 A kepada P0 Santoso, foto
kendaraan bus dan sepeda dilampirkan pada berkas perkara;
Menyatakan Terdakwa Djasman tersebut di atas telah terbukti dengan sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Karena kelalaiannya/kealpaannya
menyebabkan orang lain mati;
Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan hukuman pidana penjara selama 6
(enam) bulan;
Menghukum pula Terdakwa membayar ongkos perkara banyaknya Rp1.000,- (seribu
rupiah);
1. 1 (satu) buah STNK bus Santoso No Pol. AA 2587 A dikembalikan kepada P0 Santoso;
2. 1 (satu) SIM B1 Umum atas nama Djasman dikembalikan pada Terdakwa Djasman;
3. 1 (satu) set foto-foto kendaraan dan sepeda tetap dilampirkan dalam berkas;
putusan mana dalam pemeriksaan pada tingkat banding telah diperbaiki oleh
Pengadilan Tinggi di Semarang dengan putusannya tanggal 14 September 1989 No.
443/Pid/1989/PT.Smg. yang amar lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Banyumas tanggal 23 Maret 1988 No. 35/
Pid.B/1987/PN.Bms yang dimohonkan banding, sekadar mengenai pidana yang
dijatuhkan sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:
Menetapkan Terdakwa dihukum pula untuk membayar biaya perkara dalam kedua
tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp1.500,- (seribu lima
ratus rupiah);
Memerintahkan pengiriman salinan resmi putusan ini beserta berkas perkaranya kepada
ketua Pengadilan Negeri Banyumas;
3. bahwa Pemohon-kasasi sudah cukup hati-hati dan sudah tahu/hafal jalur jalur di tempat
kejadian karena setiap hari selalu melewati jalur tersebut, oleh karena itu unsur kurang
hati-hati pada diri Pemohon-kasasi/Terdakwa tidak terpenuhi;
MENIMBANG:
bahwa ternyata kendaraan bus yang dikemudikan oleh Terdakwa berada di jalur
yang benar atau di sebelah kiri, sehingga tidak terbukti adanya unsur kelalaian/
kealpaan pada diri Terdakwa;
bahwa meskipun berkelebihan, antara keluarga korban dan Terdakwa sudah ada
perdamaian dan keluarga korban telah menyatakan tidak akan menuntut Terdakwa, hal
mana dapat dianggap sebagai faktor yang meringankan;
MENGADILI:
MENGADILI SENDIRI: