Anda di halaman 1dari 23

Jenis Delik

Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik Delik) )

a) DelikMateriil & DelikFormil


1. delik formal , adalah kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagai mana di rurmuskan dalam
peraturan pidana itu telah dilakukan
2. delik materil, yang dilarang oleh UU ialah akibatnya

b) DelikKomisi& DelikOmisi
1. delicta commissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU
2. delicta ommissionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU

c) DelikDolus& DelikCulpa
1. delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus)
2. delik yang dilakukan dengan kelalaian (culpa)

d) DelikTunggal & DelikBerangkai


1. kejahatan yang berdiri sendiri
2. kejahatan yang dijalankan terus

e) DelikSederhana& DelikBerkualifikasi; DelikBerprivilege


1. kejahatan bersahaja
2. kejahatan tersusun

f) DelikSelesai& Delikygditeruskan
1. kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat)
2. kejahatan yang terus

g) DelikBiasa& DelikAduan
1. delik pengaduan
2. delik commune (tdk membutuhkan pengaduan)

h) DelikPolitik& DelikKomun(umum)& DelikPropia


1. delik politik
Kejahatan yang ditujukan pada keamanan Negara atau kepala Negara langsung atau tidak langsung
2. delik umum (commune delict)
Kejahatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang
3. delik khusus
kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu

Penjelasan:

1. Delik kejahatan dan pelanggaran ( misdrijven en over tredingen ) Bahwa kejahatan itu ialah
delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga membahayakan secara konkret hal ini,
sedangkan pelanggaran itu hanya membahayakan in abstracto saja. Secara kuantitatif perbuatan
undang-undang membedakan delik kejahan dan pelanggaran itu antara lain : a. pasal 5 KUHP hanya
berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang merupakan kejahatan di Indonesia. b. percobaan dan
membantu melakukan delik pelanggaran tidak dipidana. c. pada pemidanaan atau pemidanaan
terhadap anak dibawah umur tergantung kepada apakah itu kejahatan atau pelanggaran.
2. Delik materil dan delik formal ( materiele en formeledelicten ) Disebutkan adanya akibat
tertentu dengan atau tanpa menyebut perbuatan tertentu. Pada delik formel disebut hanya suatu
perbuatna tertentu sebagai dapat dipidana misalnya pasal 160,209, 242,236,362 KUHP. Van Hamel
keberatan adaanya perbedaan hakiki antara keduanya, pada delik formel pin ada akibat pada dunia
luar, yaitu mengenai waktu dan tempat perbuatan sering dapat dibedakan, umpama pencurian
dengan mempergunakan binatang, pemalsuan dengan bahan-bahan kimia, penghinaan dengan
telepon. Oleh karena itu ia hanya mau berbicara tentang delik dengan perumusan formel atau
materiel.
3. Delik komisi dan delik omisi ( commissiedelicten en omisiedelicten ) Ialah delik yang dilakukan
dengan perbuatan. Disini orang melakukan perbuatan aktif dengan melanggar larangan. Delik omisi
( Ommissiedelicten ) dilakukan dengan membiarkan atau mengabaikan ( nalaten ). Dibedakan
antara delik omisi yang murni dan yang tidak murni, delik omisi yang murni ialah membiarkan
sesuatu yang diperintahkan. Dan delik omisi yang tidak murni yang disebut delicto commissionis per
omissioem, delik ini terjadi jika oleh undang-undang tidak dikehendaki sautu akibat ( yang akibat
itu dapat ditimbulkan dengan suatu pengabaian).
4. mengenai delik yang berdiri sendiri dan delik yang diteruskan, dapat dibaca pada uraian
gabungan delik atau perbarengan ( samenloop ) atau ( Zelfstandige en voorgezette delicten )
5. delik selesai dan delik berlanjut ( aflopende en voortdurende delicten ) Ialah delik terjadi
dengan melakukan suatu atau beberapa perbuatan tertentu. Delik yang berlangsung terus ialah
delik yang terjadi karena meneruskan suatu keadaan yang dilarang. Misalnya pasal 169, 250 KUHP
pasal 333 KUHP berisi baik delik selesai ( merampas kemerdekaan ) dan delik yang berlangsung
terus ( karena tetap merampas kemerdekaan ).
6. delik tunggal dan delik berangkai ( enkelvoudige en samengestelde delicten ) Delik berangkai
berarti suatu delik yang dilakukan dengan lebih dari sutu perbuatan yang terjadinya delik itu. Van
Hamel menyebutkan ini sebagai delik kolektif contoh yang paling utama ialah delik yang dilakukan
sebagai kebiasaan seperti pasal 296 KUHP.
7. Delik bersahaja dan delik berkualifikasi ( eenvoudige engequalificeerde delicten ) Delik
berkualitas adalah bentuk khusus mempunyai semua unsur bentuk dasar, tetapi satu atau lebih
keadaan yang memperberat pidana ( tidak menjadi soal apakah itu merupakan unsure atau tidak),
misalnya pencurian dengan membongkar penganiayaan yang mengakibatkan kematian, pembunuhan
berencara ( sebagai lawan pembunuhan ). Perbedaan antara delik bersahaja dan delik berkualitas
( termasuk berprivilage ) penting dalam mempelajari teori percobaan obyektif dan penyertaan.
8. Delik sengaja dan delik kelalaian atau culpa ( Doleuse en culpose delicten ) Delik yang dilakukan
dengan sengaja dan delik kelalaian ( culpa ) penting dalam hal percobaan, penyertaan, pidana
kurungan, pidana perampasan.
9. Delik politik dan delik komun atau umum ( politieke encommune delicten) Delik politik dibagi
atas : yang murni yaitu tujuan politik yang hendak dicapai yang tercantum didalam Bab I Buku II
seperti pasal 107 KUHP, disini termasuk landes verrat dan Hochcerrat. Didalam konferensi hukum
pidana di Kopenhagen 1935 diberikan definisi tentang delik politik debagai berikut suatu kejahatan
yang menyerang baik organisasi maupun fungsi-fungsi Negara dan juga hak-hak warga Negara yang
bersumber dari situ. Delik politik campuran setengah delik komun ( umum ) seperti pembunuhan
seorang tiran. Disini pembunuhan politik.
10. Delik propria dan delik komun atau umum ( delicta propria en commune delicten ) Diartikan
delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas tertentu seperti delik
jabatan, delik militer dan sebagainya.
Pertanyaan :

Prosedur Melaporkan Peristiwa Pidana ke Kantor Polisi


Bagaimana prosedur yang benar dalam melaporkan tindak kejahatan yang kita lihat, kepada
institusi Polri? Apakah layanan aduan ini di Polsek se-Tanah Air berlaku 24 jam? Termasuk juga,
layanan 110 apakah juga seperti 911 di Amerika yang berlaku 24 jam? Kemudian, apakah ketika
kita lapor akan dikenai biaya ataukah gratis? Terima kasih.

Punya pertanyaan lain ?


Silakan Login, atau Daftar ID anda.

Jawaban :
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan
judul sama yang dibuat oleh Harry Kurniawan, S.H. dari PAHAM Indonesiadan
pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 17 Oktober 2012

Intisari:

Dalam hal Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana atau kejahatan, Anda dapat langsung
datang ke kantor Kepolisian yang terdekat pada lokasi tindak pidana tersebut terjadi.

Sebagai contoh jika Anda melihat ada tindak pidana di suatu kecamatan, maka Anda dapat
melaporkan hal tersebut ke Kepolisian tingkat Sektor (POLSEK) di mana tindak pidana itu terjadi.
Akan tetapi, Anda juga dibenarkan/dibolehkan untuk melaporkan hal tersebut ke wilayah
administrasi yang berada di atasnya misal melapor ke POLRES, POLDA atau MABES POLRI. Laporan
tersebut disampaikan kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).

Masyarakat dapat menyampaikan pada kepolisian kapanpun karena tugas jaga/piket Sentra
Pelayanan Kepolisian menerima laporan selama 24 Jam, 7 hari dalam seminggu. Masyarakat juga
bisa menyampaikan laporannya melalui call centre Polri 110, NTMC (National Traffic Manajement
Centre), dan TMC (Traffic Manajement Centre).

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ingin Masalah Anda Segera Tuntas?
Percayakan masalah hukum Anda ke ahlinya. Hubungi konsultan hukum
profesional, hanya Rp299.000,- per 30 menit.
Konsultasikan Masalah Anda

Powered by:

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Laporan Polisi
Sebelum masuk ke pertanyaan Anda, ada baiknya kami akan mengenalkan terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan laporan. Definisi Laporan dapat kita lihat di dalam Pasal 1
angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (“KUHAP”), yaitu:

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat
yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah
peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan
pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang
terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.
[1] Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.

Cara Melaporkan Tindak Pidana kepada Polisi


Selanjutnya, ke mana kita melapor? Begini prosedurnya:
1. Anda dapat langsung datang ke kantor Kepolisian yang terdekat pada lokasi
peristiwa pidana tersebut terjadi.

Adapun daerah hukum kepolisian berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik
Indonesia (“PP 23/2007”) meliputi :
a. Daerah hukum kepolisian Markas Besar (MABES) POLRI untuk wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. Daerah hukum kepolisian Daerah (POLDA) untuk wilayah Provinsi;
c. Daerah hukum kepolisian Resort (POLRES) untuk wilayah Kabupaten/kota;
d. Daerah hukum kepolisian Sektor (POLSEK) untuk wilayah kecamatan.

Untuk wilayah administrasi Kepolisian, daerah hukumnya dibagi berdasarkan pemerintahan


daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.[2]Sebagai contoh jika Anda melihat
ada tindak pidana di suatu kecamatan, maka Anda dapat melaporkan hal tersebut ke
Kepolisian tingkat Sektor (POLSEK) di mana tindak pidana itu terjadi. Akan tetapi, Anda juga
dibenarkan/dibolehkan untuk melaporkan hal tersebut ke wilayah administrasi yang berada
di atasnya misal melapor ke POLRES, POLDA atau MABES POLRI.

2. Silakan Anda langsung menuju ke bagian SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian


Terpadu) yang merupakan unsur pelaksana tugas pokok di bidang pelayanan kepolisian.

SPKT memiliki tugas memberikan pelayanan terhadap laporan/pengaduan masyarakat. Hal


ini sebagaimana ketentuan Pasal 106 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Nomor. 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat
Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor (“Perkap 23/2010”), yang berbunyi:

SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian secara terpadu terhadap


laporan/pengaduan masyarakat, memberikan bantuan dan pertolongan, serta memberikan
pelayanan informasi.

Laporan yang disampaikan kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) telah
teregistrasi.[3]
Masih seputar laporan tindak pidana, Pasal 108 ayat (1) dan ayat (6) KUHAP berbunyi:

1. Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban
peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau
pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan;
6. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus
memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang
bersangkutan.

3. Kemudian, tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan surat


perintah penyidikan.

Mekanismenya berdasarkan Pasal 14 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia


Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap
14/2012”) adalah sebagai berikut:

1. Penyidikan terhadap suatu tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi


dan surat perintah penyidikan.[4]
2. Setelah Laporan Polisi dibuat, maka terhadap Pelapor akan dilakukan pemeriksaan
yang dituangkan dalam “Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Pelapor”.[5]

Kewajiban kita sebagai pelapor sesungguhnya sudah mengurangi tugas dari Kepolisian
yang seharusnya menjaga kondisi lingkungan agar tetap dalam keadaan aman. Oleh
karenanya, kita yang sudah membantu dan meringankan tugas Polri dalam melaksanakan
tugas, melakukan laporan tentang dugaan tindak kejahatan tidak dipungut biaya.

Kalaupun ada yang meminta bayaran itu adalah oknum yang sepatutnya Anda laporkan
oknum tersebut ke Seksi Profesi dan Pengamanan (“Propam”) Polri.[6]

Layanan Call Centre Polri


Pertanyaan Anda selanjutnya adalah apakah layanan pelaporan atau aduan 24 jam?
Sepengetahuan kami tugas jaga/piket Sentra Pelayanan Kepolisian menerima laporan
selama 24 Jam, 7 hari dalam seminggu. Ini merupakan bentuk pelayanan Kepolisian kepada
masyarakat.

Sedangkan untuk pengaduan melalui telepon melalui 110, di dalam Pasal 11 huruf
a Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat (“Perkap
3/2015”) diatur bahwa Kepolisian membuka dan menyediakan akses komunikasi informasi
tentang keluhan masyarakat yang ingin melapor melalui call centre Polri 110, NTMC
(National Traffic Manajement Centre), dan TMC (Traffic Manajement Centre). Layanan 110
ini sama seperti halnya layanan 911 yang berlaku di mancanegara, terutama di kota-kota
besar.
Hal yang sama juga disampaikan melalui laman Call Center Polri 110 POLRI, dimana
masyarakat yang nantinya melakukan panggilan ke nomor akses 110 akan langsung
terhubung ke agen yang akan memberikan layanan berupa informasi, pelaporan
(kecelakaan, bencana, kerusuhan, dll.) dan pengaduan (penghinaan, ancaman, tindak
kekerasan dll) Masyarakat bisa menggunakan layanan call center110 secara gratis. Namun
demikian, Polri menghimbau agar layanan 110 ini tidak dibuat main-main, karena jika
nantinya terjadi seperti itu, pihak Polri tentu akan melacak masyarakat yang membuat
laporan bohong.

Sebagai referensi Anda juga dapat membaca Prosedur Bila Polisi Tidak Menindaklanjuti
Laporan Perkara.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Peraturan Kepala Kepolisian Kepolisian Negara Nomor 21 Tahun 2010
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia;
4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor;
5. Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen
Penyidikan Tindak Pidana;
6. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Pemolisian Masyarakat.

Referensi:
Call Center Polri 110 POLRI, diakses pada Selasa, 25 September 2018, pukul 11.54 WIB.

[1] Pasal 1 angka 5 KUHAP

[2] Pasal 2 ayat (2) PP 23/2007

[3] Pasal 82 ayat (5) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

[4] Pasal 14 ayat (1) Perkap 14/2012

[5] Pasal 14 ayat (3) Perkap 14/2012


[6] Pasal 28 ayat (3) huruf a Perkapolri 23/2010 jo Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala
Kepolisian Kepolisian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia
Pertanyaan :

Bolehkah Memindahkan Pelaporan Pidana dari Polsek ke Polres?


Saya kehilangan barang berupa perhisasan dari rumah dan telah melapor ke polsek, namun
saya kurang puas terhadap kinerja polisi di polsek tersebut yang sangat lamban. Bisakah kasus
pengaduan saya ditangani oleh polisi yang bertugas di resort?

Punya pertanyaan lain ?


Silakan Login, atau Daftar ID anda.

Jawaban :
Intisari:

Sebenarnya pembagian daerah hukum kepolisian yang meliputi POLSEK


dan POLRES ini bertujuan dalam rangka antara lain optimalisasi
pencapaian sasaran fungsi dan peran kepolisian. Jika Anda ingin
melaporkan pencurian dari POLSEK ke POLRES sebenarnya sah saja
dilakukan karena pada dasarnya hal itu merupakan hak Anda sebagai
pelapor agar perkara lekas ditangani pihak kepolisian. Untuk perkara
mudah, sedang dan sulit serta perkara mudah dan sedang memang
dilakukan pelaporan dan pengaduan melalui POLSEK atau POLRES saja

Jika memang kepolisian lamban atau tidak menindaklanjuti laporan, atau


jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, maka kami menyarankan
agar Anda mengajukan surat pengaduan atas hal tersebut kepada atasan
Penyidik dan pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan selaku
subyek pengawasan dan pengendalian penyidikan agar dilakukan koreksi
atau pengarahan oleh atasan penyelidik/penyidik yang bersangkutan.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ingin Masalah Anda Segera Tuntas?


Percayakan masalah hukum Anda ke ahlinya. Hubungi konsultan hukum
profesional, hanya Rp299.000,- per 30 menit.
Konsultasikan Masalah Anda
Powered by:

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.


Pengaduan dan Pelaporan Tindak Pidana
Kami turut prihatin terhadap masalah yang Anda hadapi. Sebelumnya kami
ingin meluruskan juga istilah tepat yang digunakan dalam perkara pencurian
ini adalah adalah pelaporan, bukan pengaduan. Penjelasan lebih lanjut soal
pelaporan dan pengaduan dapat Anda simak dalam artikel Perbedaan
Pengaduan dengan Pelaporan. Laporan adalah pemberitahuan yang
disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-
undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau
diduga akan terjadinya peristiwa pidana.[1]

Perlu diketahui bahwa setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan


dan/atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak
untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau
penyidik baik lisan maupun tertulis.[2]

Dari ketentuan di atas dapat kita ketahui bahwa tidak hanya korban yang
berhak melaporkan atau mengadukan suatu tindak pidana, tetapi saksi juga
berhak melakukannya.

Batas Waktu Polisi Menyelesaikan Perkara


Masih terkait dengan pertanyaan Anda, mengenai jangka waktu penyidikan
pada tingkat kepolisian, tidak diatur dalam KUHAP, namun batas waktu
penyidikan diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana yang menyatakan bahwa waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan
bobot perkara, yakni perkara mudah, perkara sedang, perkara sulit; dan
perkara sangat sulit.[3]

Daerah Hukum Kepolisian

Pada dasarnya, penyelidik dan penyidik mempunyai wewenang melakukan


tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia,
khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai
dengan ketentuan undang-undang.[4]

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia dan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia mengamanatkan kepada Kepolisian tentang prinsip manajemen
berjenjang dan berdasarkan wilayah hukum. Oleh karenanya, instansi
kepolisian di tingkat yang lebih rendah harus diperkuat, seperti Polda, Polres,
dan Polsek. Selengkapnya dapat Anda simak artikel Polri Diminta Konsisten
Terapkan Desentralisasi.
Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Harry Kurniawan, S.H. dalam artikel
yang berjudul Prosedur Melaporkan Peristiwa Pidana ke Kantor Polisi,
dalam hal Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana atau kejahatan, Anda
dapat langsung datang ke kantor kepolisian yang terdekat pada lokasi
peristiwa pidana tersebut terjadi. Adapun daerah hukum kepolisian meliputi:[5]
a. Daerah hukum kepolisian Markas Besar (MABES) POLRI untuk wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Daerah hukum kepolisian Daerah (POLDA) untuk wilayah Provinsi;
c. Daerah hukum kepolisian Resort (POLRES) untuk wilayah
Kabupaten/kota;
d. Daerah hukum kepolisian Sektor (POLSEK) untuk wilayah kecamatan.

Sebenarnya, daerah hukum ini dibagi-bagi dalam rangka pelaksanaan peran


dan fungsi kepolisian wilayah negara Republik Indonesia dan optimalisasi
pencapaian sasaran fungsi dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia,
serta kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
[6]

Dalam kasus-kasus tertentu, terutama perkara sulit dan sangat sulit biasanya
perkara ditangani di tingkat Mabes Polri dan Polda, namun untuk perkara
mudah, sedang dan sulit serta perkara mudah dan sedang dilakukan
Pelaporan dan Pengaduan melalui POLSEK atau POLRES saja. [7] Jadi,
menjawab pertanyaan Anda, jika Anda ingin melaporkan pencurian dari
POLSEK ke POLRES sebenarnya sah saja dilakukan karena pada dasarnya
hal itu merupakan hak Anda sebagai pelapor agar perkara lekas ditangani
pihak kepolisian.

Langkah Jika Polisi Lamban Menenagani Perkara


Jika memang kepolisian lamban atau tidak menindaklanjuti laporan, atau jika
ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, maka kami menyarankan agar Anda
mengajukan surat pengaduan atas hal tersebut kepada atasan penyidik dan
pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan selaku subyek
pengawasan dan pengendalian penyidikan agar dilakukan koreksi atau
pengarahan oleh atasan penyelidik/penyidik yang bersangkutan.

Hal ini karena setiap laporan kemajuan penyidikan wajib diperiksa oleh atasan
penyidik dan pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan. [8] Yang
mana salah satu peran atasan penyidik adalah untuk melakukan kegiatan
pengawasan penyidikan, salah satunya melalui pemeriksaan laporan
kemajuan penyidikan. [9]

Namun demikian, selain mengambil langkah di atas, secara umum, Anda


dapat menyampaikan komplain atas pelayanan Polsek yang menurut Anda
lama dalam menangani kasus Anda. Pelapor dalam hal ini dapat melakukan
upaya pengaduan masyarakat (“Dumas”).[10] Dumas dapat disampaikan
langsung maupun tidak langsung.[11]

Penjelasan leboh lanjut soal penyampaian komplain ini dapat Anda simak
dalam artikel Cara-cara dan Tempat Menyampaikan Komplain atas
Pelayanan Polisi dan Prosedur Bila Polisi Tidak Menindaklanjuti Laporan
Perkara.

Demikian jawaban dari kami. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;


2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana;
6. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2012 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum


[1]
Acara Pidana (“KUHAP”)
[2] Pasal 108 ayat (1) KUHAP

[3] Pasal 17 ayat (2) huruf e jo. Pasal 17 ayat (4) Perkapolri 14/2012
[4] Pasal 9 KUHAP

Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang


[5]
Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 23/2007”)
[6] Pasal 2 ayat (1) PP 23/2007

[7] Pasal 19 huruf b dan c Perkapolri 14/2012


[8] Pasal 78 Perkapolri 14/2012

[9] Pasal 98 huruf b angka 2 c Perkapolri 14/2012


[10] Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2012 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 2/2012”)
[11] Pasal 4 ayat (1) Perkapolri 2/2012
Yurisprudensi Hukum Pidana : kealpaan atau
kelalaian
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR REGISTER: 1104 K/PID/1990

TANGGAL PUTUSAN: 27 FEBRUARI 1993

P0K0K MASALAH: Unsur-unsur tindak pidana; kealpaan/kelalaian;

KAIDAH HUKUM: Judex facti telah salah menerapkan hukum, sebab korban jatuh
karena terserempet oleh pengendara sepeda yang di depannya dan karena jatuhnya ke
kanan maka korban tergilas oleh roda bus yang dikemudikan Terdakwa; ternyata
kendaraan bus yang dikemudikan Terdakwa berada di jalur yang benar atau di sebelah
kiri, sehingga tidak terbukti adanya unsur kelalaian/kealpaan pada diri Terdakwa, dan
Mahkamah Agung mengadili sendiri.

PUTUSAN

NOMOR: 1104 K/PID/1990

DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa perkara pidana dalam tingkat kasasi, telah mengambil putusan


sebagai berikut:

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca putusan Pengadilan Negeri Banyumas tanggal 23 Maret 1988 No: 35/
Pts/Pid.B/1987/PN.Bms, dalam putusan mana Terdakwa:

DJASMAN, tempat lahir di Muntilan, umur, 40 tahun, jenis kelamin laki-laki,


kebangsaan Indonesia, tempat tinggal Jalan Cacaban Barat No. 662 Kodya Magelang,
agama Islam, pekerjaan supir; Pemohon-kasasi berada di luar tahanan;

yang diajukan di muka persidangan Pengadilan Negeri tersebut karena didakwa:

Bahwa ia, Terdakwa Djasman, pada hari Jumat tanggal 13 Februari 1987 jam
06.30 WIB atau dalam tahun 1987, di Desa Kejawar, Kecamatan Banyumas, Kabupaten
Banyumas, atau di tempat lain dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Banyumas,
karena salahnya mengakibatkan matinya orang lain, yaitu:
Pada waktu tersebut di atas, Terdakwa, sebagai pengemudi Bus Santoso No. Pol.
AA 2587 A dengan memiliki SIM B1 Umum, telah mengemudikan kendaraan bus Santoso
tersebut dari Purwokerto ke Semarang/dari utara ke selatan dengan memuat
penumpang;

Pada waktu kendaraan dikemudikan tersebut sampai dijalan umum turut Desa
Kejawar, Banyumas, pada jalan yang menurun, berpapasan dengan kendaraan truk
yang berjalan pelan, dan di belakang ada 3 (tiga) pengendara sepeda; pengendara
sepeda yang terdepan mendahului truk, disusul oleh pengendara sepeda yang di
belakangnya; bersamaan dengan pengendara sepeda yang kedua akan melewati truk,
kendaraan Terdakwa hampir berjajar dengan truk tersebut, kendaraan sepeda
menyerempet bak belakang truk, jatuh disusul pengendara sepeda yang ketiga
menabrak pengendara sepeda yang kedua, jatuh, pengendara sepeda yang ketiga
mental jatuh ke kanan; Terdakwa tidak berusaha mengerem dan mengirikan
kendaraannya, selanjutnya kaki kiri pengendara sepeda tergilas oleh roda kanan
kendaraan Terdakwa, yang mengakibatkan pengendara sepeda Achmad Ngadenan
menderita luka-luka;

Penderita sadar, terdapat patah tulang tungkai bawah kiri dan luka robek
sepanjang 30 cm dengan otot compang-camping, banyak pendarahan:

Karena luka-luka tersebut, Achmad Ngadenan telah meninggal dunia,


sebagaimana tersebut dalam visum et repertum dokter tanggal 6 Maret 1987. No.
331/250/6/ III/1987;

Sebagaimana diatur dan diancam hukum dalam pasal 359 KUHP;

Setelah membaca tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 8 Maret 1988 yang
isinya adalah sebagai berikut:

1. menyatakan Terdakwa Djasman bersalah melakukan tindak pidana: Karena salahnya


atau kurang hati-hatinya mengakibatkan matinya orang lain, sabagaimana diatur dalam
pasal 359 KUHP;

2. menjatuhan pidana terhadap Terdakwa Djasman dengan pidana penjara selama 2 (dua)
tahun;

3. menyatakan barang bukti berupa SIM B1 Umum atas nama Terdakwa dikembalikan
kepada Terdakwa Djasman, STNK No. Pol. AA 2587 A kepada P0 Santoso, foto
kendaraan bus dan sepeda dilampirkan pada berkas perkara;

4. Menetapkan supaya Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp1.000,- (seribu


rupiah);

dengan memperhatikan pasal 359 KUHP, Terdakwa telah dinyatakan bersalah


melakukan kejahatan seperti tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri tersebut yang
amar lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

 Menyatakan Terdakwa Djasman tersebut di atas telah terbukti dengan sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Karena kelalaiannya/kealpaannya
menyebabkan orang lain mati;

 Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan hukuman pidana penjara selama 6
(enam) bulan;
 Menghukum pula Terdakwa membayar ongkos perkara banyaknya Rp1.000,- (seribu
rupiah);

 Memerintahkan barang-barang bukti berupa:

1. 1 (satu) buah STNK bus Santoso No Pol. AA 2587 A dikembalikan kepada P0 Santoso;

2. 1 (satu) SIM B1 Umum atas nama Djasman dikembalikan pada Terdakwa Djasman;

3. 1 (satu) set foto-foto kendaraan dan sepeda tetap dilampirkan dalam berkas;

putusan mana dalam pemeriksaan pada tingkat banding telah diperbaiki oleh
Pengadilan Tinggi di Semarang dengan putusannya tanggal 14 September 1989 No.
443/Pid/1989/PT.Smg. yang amar lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

 Menerima permohonan banding dari Jaksa Penuntut Umum tersebut;

 Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Banyumas tanggal 23 Maret 1988 No. 35/
Pid.B/1987/PN.Bms yang dimohonkan banding, sekadar mengenai pidana yang
dijatuhkan sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:

 Menghukum Terdakwa Djasman tersebut dengan hukuman penjara selama 8 (delapan)


bulan;

 Menetapkan hukuman penjara tersebut dikurangkan selama Terdakwa ditahan


sementara sebelum putusan ini mempunyai kekuatan tetap;

 Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banyumas tersebut untuk selebihnya;

 Menetapkan Terdakwa dihukum pula untuk membayar biaya perkara dalam kedua
tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp1.500,- (seribu lima
ratus rupiah);

 Memerintahkan pengiriman salinan resmi putusan ini beserta berkas perkaranya kepada
ketua Pengadilan Negeri Banyumas;

Mengingat akan akta tentang permohonan kasasi No. 02/Kasasi/1990 yang


dibuat oleh Panitera pada Pengadilan Negeri Banyumas, yang menerangkan bahwa pada
tanggal 29 Januari 1990 Pemohon-kasasi/Terdakwa telah mengajukan permohonan
kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut;

Memperhatikan risalah kasasi bertanggal Magelang 29 Januari 1990 dari


Terdakwa sebagai Pemohon-kasasi tersebut, risalah kasasi mana telah diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Banyumas pada tanggal 29 Januari 1990;

Melihat surat-surat yang bersangkutan.

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah diberitahukan


kepada Pemohon-kasasi pada tanggal 29 Januari 1990 dan Pemohon-kasasi mengajukan
permohonan kasasi pada tanggal 29 Januari 1990 serta risalah kasasinya telah diterima
di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Banyumas pada tanggal 29 Januari 1990, dengan
demikian permohonan kasasi beserta dengan alasannya telah diajukan dalam tenggang-
tenggang waktu dan dengan cara menurut UU, oleh karena itu permohonan kasasi
tersebut secara formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohon-kasasi


pada pokoknya adalah sebagai berikut:

1. bahwa Pemohon-kasasi/Terdakwa merasa keberatan terhadap putusan Pengadilan


Negeri Banyumas karena Pemohon-kasasi merasa tidak bersalah tetapi Jaksa dan Hakim
menasihati agar Pemohon-kasasi menerima saja hukuman tersebut, namun Jaksa
telah mengajukan banding dan oleh Pengadilan Tinggi hukuman Terdakwa/ Pemohon-
kasasi menjadi bertambah
(dinaikkan oleh Pengadilan Tinggi), oleh karena itu terhadap putusan Pengadilan Tinggi
Semarang tersebut Pemohon-kasasi sangat keberatan;

2. bahwa Pemohon-kasasi tetap merasa tidak bersalah karena waktu kejadian


sesungguhnya Terdakwa/Pemohon-kasasi berjalan pada jalur yang benar, sedangkan
korban pengendara sepeda jatuh karena terserempet oleh sepeda yang di depannya
sehingga waktu korban jatuh langsung terkena roda bus yang dikemudikan
Terdakwa/Pemohon-kasasi;

3. bahwa Pemohon-kasasi sudah cukup hati-hati dan sudah tahu/hafal jalur jalur di tempat
kejadian karena setiap hari selalu melewati jalur tersebut, oleh karena itu unsur kurang
hati-hati pada diri Pemohon-kasasi/Terdakwa tidak terpenuhi;

MENIMBANG:

bahwa atas keberatan-keberatan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

mengenai keberatan ad. 1, 2 dan 3:

bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena judex


facti telah salah menerapkan hukum, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

bahwa korban jatuh karena terserempet oleh pengendara sepeda yang di


depannya dan karena jatuhnya ke kanan, maka korban tergilas oleh roda bus yang
dikemudikan Terdakwa;

bahwa ternyata kendaraan bus yang dikemudikan oleh Terdakwa berada di jalur
yang benar atau di sebelah kiri, sehingga tidak terbukti adanya unsur kelalaian/
kealpaan pada diri Terdakwa;

bahwa meskipun berkelebihan, antara keluarga korban dan Terdakwa sudah ada
perdamaian dan keluarga korban telah menyatakan tidak akan menuntut Terdakwa, hal
mana dapat dianggap sebagai faktor yang meringankan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Terdakwa


harus dibebaskan dari dakwaan tersebut dan biaya perkara dibebankan kepada Negara;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dibebaskan maka kepadanya harus


diberikan rehabilitasi;

Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas, Mahkamah


Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Tinggi di Semarang tanggal 14
September 1989 No. 443/Pid/1989/PT Smg yang memperbaiki putusan Pengadilan
Negeri Banyumas tanggal 23 Maret 1988 No.35/Pts/Pid.B/1987/PN.Bms tidak dapat
dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan
mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera di bawah ini;

Memperhatikan UU 14/1970, UU 8/1981, dan UU 14/1985;

MENGADILI:

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon-kasasi: DJASMAN tersebut;

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi di Semarang tanggal 14 September


1989 No: 443/Pid/1989/PT.Smg dan putusan Pengadilan Negeri Banyumas tanggal 23
Maret 1988 No. 35/Pts. Pid.B/1987/PN.Bms;

MENGADILI SENDIRI:

Menyatakan Terdakwa Djasman tidak terbukti secara sah dan meyakinkan


bersalah melakukan kejahatan yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan tersebut;

Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan tersebut;

Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta


martabatnya;

Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada Negara;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan pada hari Selasa tanggal


19 Januari 1993 oleh H Adi Andojo Soetjipto, S.H., ketua muda yang ditunjuk oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai ketua sidang, Tommy Boestomi, S.H., dan Ny. H Martina
Notowidagdo, S.H., hakim-hakim anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum pada hari Sabtu tanggal 27 Februari 1993 oleh Ketua tersebut dengan dihadiri
oleh Moenarso, S.H., dan Ny. H. Martina Notowidagdo, S.H., hakim-hakim anggota,
Wayan Warku, S.H., panitera pengganti, dan tidak dihadiri oleh Pemohon-kasasi.
BATASAN waktu PERKARA DI KEPOLISIAN
Mungkin masih banyak yg bingung KOQ KASUS SAYA STAGNAN.
Sebelum membahas itu. Kita diketahui dulu LAPORAN DAN PENGADUAN.
Laporan adalah Pemberitahuan yang disampaikan seorang karena
hak/kewajiban berdasar undang-undang kepada pejabat berwenang tentang
telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24
KUHAP). Berbeda dengan pengaduan, pemberitahuan laporan bersifat umum,
meliputi seluruh jenis tindak pidana yang diberitahukan, sehingga laporan
bisa dilakukan oleh semua orang yang mengalami, melihat dan mendengar
suatu peristiwa pidana, dan tidak dapat dicabut kembali oleh si pelapor.
Walaupun jika pada akhirnya terjadi perdamaian antara pelapor dan terlapor
sebelum tahap persidangan, penegak hukum tetap bisa meneruskan
pemeriksaan hingga persidangan.
Adapun pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum
seorang yang telah melakukan Tindak Pidana (“TP”) aduan yang merugikannya
(Pasal 1 butir 25 KUHAP). Pengaduan yang bersifat khusus, hanya bisa
dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan, sehingga dapat dicabut
sebelum sampai ke persidangan, apabila terjadi perdamaian antara pengadu
dan teradu. Jika terjadi pencabutan pengaduan, maka perkara tidak dapat
diproses lagi.
Tertangkap Tangan, menurut Pasal 1 angka 19 KUHAP, adalah tertangkapnya
seseorang pada waktu sedang melakukan TP atau tengah melakukan TP
dipergoki oleh orang lain, atau dengan segera sesudah beberapa saat TP
dilakukan.
Mengenai pertanyaan tentang apakah ada aturan dalam KUHAP mengenai
batas waktu untuk menindaklanjuti laporan tersebut, maka jawabannya
adalah tidak ada. Akan tetapi, terdapat Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009
tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di
Lingkungan POLRI (“Perkap No. 12 Tahun 2009”), yang mengatur mengenai
batas waktu pemeriksaan dan penyelesaian perkara, sebagai berikut:
1. Pertama kali terkait batas waktu menyerahkan Laporan yang dibuat di
Sentra Pelayanan Kepolisian, yakni.
Pasal 11
(1) Laporan Polisi yang dibuat di SPK WAJIB segera diserahkan dan harus
sudah diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan
laporan paling lambat 1 (satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
(2)Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang
(3)Laporan Polisi sebagaimana dimaksud, selanjutnya HARUS sudah
disalurkan keapda penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan
perkara paling lambat 3 (tiga) haris sejak Laporan Polisi dibuat.
Pasal 18: Terhadap perkara yang merupakan sengketa antara pihak yang
saling melapor kepada kantor polisi yang berbeda, penanganan perkaranya
dilaksanakan oleh kesatuan yang lebih tinggi atau kesatuan yang dinilai
paling tepat dengan mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi.
2. Proses berikutnya setelah laporan adalah kegiatan penyelidikan dan batas
waktu melaporkan hasil penyelidikan, yang diatur dalam Pasal 26 Perkap No.
12 Tahun 2009, sebagai berikut:
(1) Penyelidik yang melakukan kegiatan penyelidikan wajib melaporkan hasil
penyelidikan secara lisan atau tertulis kepada atasan yang memberi perintah
pada kesempatan pertama.
(2) Hasil penyelidikan secara tertulis dilaporkan dalam bentuk LHP paling
lambat 2(dua) hari setelah berakhirnya masa penyelidikan kepada pejabat
yang memberikan perintah.
3. Proses setelah laporan hasil penyelidikan adalah melakukan tindakan
penyidikan. Pasal 33 dan Pasal 34 Perkap No. 12 Tahun 2009 menyatakan
bahwa “Setiap tindakan penyidikan wajib dilengkapi surat perintah
Penyidikan. Penyidik yang telah mulai melakukan tindakan penyidikan wajib
membuat SPDP.”
4. Perkap No. 12 Tahun 2009 selanjutnya mengatur mengenai batas waktu
penyelenggaraan penyidikan sebagai berikut:
Pasal 31
(2) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat
Perintah Penyidikan meliputi:
a. 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit
b. 90 hari untuk penyidikan perkara sulit
c. 60 hari untuk penyidikan perkara sedang
d. 30 hari untuk penyidikan perkara mudah
(3) Dalam menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh pejabat
yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Penyidikan.
(4) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) selambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
Pasal 32:
(1) Dalam hal batas waktu penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik, maka dapat mengajukan
permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi
perintah melalui pengawas penyidik.
5. Dalam hal kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada
ketidakpuasan atas hasil penyidikan, maka Pelapor atau saksi dapat
mengajukan surat pengaduan atas hal tersebut kepada atasan Penyelidik atau
Penyidik atau badan pengawas penyidikan, agar dilakukan koreksi atau
pengarahan oleh atasan penyelidik/penyidik yang bersangkutan.
Dalam rancah hukum pidana, daluwarsa diatur untuk pengaduan, penuntutan,
menjalankan pidana dan upaya hukum lainnya, tetapi tidak diatur daluwarsa
untuk menindaklanjuti laporan. Menurut Pasal 74 KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana), masa daluwarsa mengajukan pengaduan ke kepolisian adalah:
1. Enam (6) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang
dilakukan itu, bila ia berada di Indonesia;
2. Sembilan (9) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan itu
dilakukan, bila ia berada di luar negeri
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad
1915 No 73)
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3. Peraturan Kepala Kepolisian RI No.: 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan perkara Pidana di Lingkungan Kepolisisan Negara
Republik Indonesia .

Anda mungkin juga menyukai